
Nela seorang selebgram yang sedang naik daun karena sering kali digosipkan tengah berkencan dengan partner nya.
Tapi ya sebenarnya terjadi adalah, dia sudah mempunyai tunangan seorang pengacara, yang berasal dari keluarga kaya raya. Sikapnya yang cuek dan sering kali mengacuhkan Nela, membuat Nela membenci laki-laki itu.
Bagaimana akhir dari kisah ini? Akankah Nela bertahan dengan tunangannya? Atau akan mencari kekasih hati yang lain?
Selebgram in Love • part 1
Ditengah keramaian kota terlihat sebuah kerumunan tengah melakukan pemotretan pakaian dengan brand lokal ternama. Seorang selebgram yang berpartisipasi sebagai model brand tersebut tengah melakukan beberapa pose dengan pasangannya. Setelah melakukan beberapa pose akhirnya model yang berpartisipasi mendapat waktu istirahatnya.
Wanita berjalan kearah manajernya. Sang aisten memberikan sebuah botol air mineral untuk diteguk sang model.
"Lo kok posenya mepet banget sih sama tuh cowok." Ujar sang aisten pada modelnya. Si model hanya mengedikkan bahu tak peduli. Berjalan menuju ruang makeup sekaligus ruang istirahat diikuti oleh asisten nya.
"Doi marah gue gak ikut-ikut ya." Sang model sekaligus selebgram yang mempunyai satu juta lebih follower itu berdecak mendengarnya.
Ginela Isvara, biasa dipanggil Nela. Seorang selebgram asal Jakarta yang namanya sedang naik daun lantaran dikabarkan terikat hubungan asmara dengan Kevin yang tidak lain adalah partnernya tadi.
"Tolong dong Nel jangan nyusahin gue terus." Dumel asistennya, Laudi.
"Nyusahin gimana sih? Justru bagus dong kalau hasil fotonya memuaskan client kita." Setelah mengatakannya Nela berlalu menuju toilet untuk mencuci muka. Tiba-tiba moodnya turun drastis jika membahas tentang seseorang yang sama sekali tidak pernah menganggapnya.
Pemotretan kini telah berakhir dengan hasil yang memuaskan. Meskipun begitu mood Nela masih saja buruk sejak sang asisten melayang protes pada dia. Sejak saat itu Nela bahkan menghiraukan Laudi. Terdengar bunyi handphone, tanda orang menelpon. Nela melihat handphonenya sejenak, setelah melihat siapa yang menelpon dengan rasa malas yang sangat kentara Nela mengangkat panggilan itu.
"Siang Tante." Mengucap salam saat panggil berhasil tersambung. Suaranya Nela buat seramah mungkin untuk menghormati orang diseberang sana.
"...."
"Iya Nela gak lupa kok. Nanti malam kan?"
"..."
"Pasti Nela datang kok. Tante tenang aja."
Panggilan berakhir. Nela menonaktifkan handphone nya agar tidak ada yang menggangu.
"Pulang aja. Gue capek." Suruh Nela pada Laudi yang sedang menyetir mobil yang mereka tumpangi.
"Gak mau cari makan dulu? Udah siang loh ini?"
"Delivery aja lah." Jawab Nela malas-malasan. Sungguh dia sangat lelah. Selain karena pemotretan yang dilakukannya dia juga lelah memikirkan acara nanti malam yang sangat amat malas dia datangi sebenarnya.
Tidak ingin membuat Nela marah, Laudi menuruti saja perintahnya. Ini bukan pertama kalinya Nela sebal karena dia mengungkit tentang hal yang tadi, ini sudah yang kesekian kalinya.
Sesampainya di basement, Nela keluar dari mobil dan meninggalkan Laudi dibelakangnya. Jika kalian tidak tau, Nela kini tinggal di apartemen.
Nela tidak tinggal dengan orang tuanya karena beberapa bulan lalu orang tuanya pindah ke Bandung untuk mengurusi neneknya yang sedang sakit sekaligus mencoba usaha membuka rumah makan disana. Awalnya orang tua Nela tidak setuju jika Nela tinggal di apartemen, tapi karena negoisasi yang dilakukan mereka akhirnya dengan berat hati orang tua Nela menyetujuinya.
"Nanti kalau makanannya dateng bangunin aja. Gue capek mau tidur." Laudi mengangguk. Nela berlalu menuju kamarnya dan menutup pintunya dengan sedikit kasar.
"Sensi banget. Tau ah males." Oceh Laudi. Dia memang suka mendumel diam-diam dibelakang Nela. Karena Laudi masih sayang pekerjannya. Jika Nela tau bisa-bisa dia memecatnya. Dan itu akan sangat merugikan untuk Laudi. Dijaman ini mencari pekerjaan sangatlah susah. Beruntungnya Laudi karena menjadi sahabat Nela sejak SMP, saat Nela baru menjadi selebgram tanpa pikir panjang Nela langsung menyuruh Laudi untuk menjadi asistennya.
Sekitar satu jam berlalu, terdengar bel berbunyi tanda ada seseorang yang memencetnya. Pasti itu adalah orang yang bertugas mengantar makanan mereka. Laudi membuka pintu dan mengambil makanannya. Setelahnya orang yang mengantar pergi, dia menyiapkan makanan itu agar Nela tidak mengamuk jika dia bangun tapi makanan masih belum siap sepenuhnya.
Laudi mengetuk pintu kamar Nela. Sebenarnya bisa saja dia langsung membukanya, dikarenakan mood Nela sedang buruk Laudi tidak ingin mengambil resiko untuk saat ini.
Nela keluar dari kamar dengan muka bantalnya, berjalan menuju ruang makan, meninggalkan Laudi dibelakang. Tanpa kata dia langsung mengambil makanan yang sudah tertata di piring dan langsung melahapnya. Laudi duduk di samping Nela dan turut serta memakan makanan miliknya.
"Acara nanti malam gimana? Lo mau dateng?" Laudi memecah keheningan yang terjadi. Tidak nyaman sebenarnya jika Nela bersikap cuek seperti ini. Sebagai asisten sekaligus sahabat Nela, Laudi tau bagaimana kehidupan yang Nela jalani selama ini. Bahkan dia tau apa yang tidak diketahui pers tentang Nela.
"Dateng. Lo siapin aja bajunya terserah yang kayak gimana. Gue udah males sebenarnya mau hadir."
"Ya udah deh. Semangat ya inget jaga image, jangan buat masalah." Laudi menasehati sahabatnya. Acara yang dihadiri Nela nanti malam itu bukan acara sembarangan, jika sampai Nela membuat masalah bisa gawat nantinya. Hal terburuknya, akan berdampak buruk pada karir Nela yang sudah diperjuangkan mati-matian.
"Lo kira gue pembuat onar gitu?" Sinis Nela. Menatap Laudi dengan tatapan tak sukanya.
"Bukan gitu maksud gue." Laudi mengelus lengan Nela agar berhenti marah padanya.
* * *
Seperti yang telah mereka bahas, malam ini Nela datang diantar oleh supir ke kawasan elit di daerah Jakarta. Mobil berjalan mendekati sebuah rumah mewah yang terbangun dengan tinggi di depan sana. Semakin dekat dia dengan rumah itu, semakin malas rasanya. Sungguh Nela ingin malam ini berlalu dengan cepat.
Mobil berhenti. Nela menghela nafas berat dan keluar dari sana. Tidak lupa juga dia mengucapkan terimakasih pada supir taksi yang mengantarnya.
Kedatangan Nela disambut oleh pelayan. Nela dituntun untuk mengikuti pelayan tersebut menuju taman, tempat berlangsungnya acara tersebut.
"Nela." Panggil wanita paruh baya yang berjalan menuju dirinya dengan menggunakan dress mewah rancangan designer ternama, yang dapat dipastikan berharga fantastis.
"Malam Tante." Nela menampilkan senyum manisnya. Ber cipika-cipiki dengan wanita tersebut. Wanita didepan Nela mengamati penampilan Nela malam ini yang dibalut dress sederhana membuat penampilan Nela terlihat elegan.
"Cantik banget kamu malam ini." Puji Tante Risma tampak terkesan dengan penampilan Nela. Bentuk tubuh Nela yang ideal membuat pakaian apa saja yang dipakainya terlihat bagus. Nela sangat mensyukuri hal yang satu ini.
"Makasih. Tante juga keliatan cantik malam ini." Nela balas memuji.
"Kamu datang sendiri?" Tante Risma tampak mencari seseorang yang seharusnya datang bersama Nela malam ini. Tapi apa daya orang tersebut memang tidak pernah menjemput Nela, jadilah Nela berangkat memakai taksi.
"Mama." Terdengar suara seorang laki-laki dari belakang Nela. Tanpa menoleh pun Nela sudah tau siapa pemilik suara itu. Laki-laki yang terlihat mempesona dari segi mana pun. Wajah tampan, badan tinggi tegap, hartapun melimpah. Meskipun laki-laki itu mendekati sempurna, entah mengapa Nela tidak suka padanya.
Gibran Malik Pramudya, tunangan Nela yang sampai sekarang masih menjadi privasi dari publik. Nela sebenarnya tidak masalah jika memang hubungan ini akan dipublikasi tapi karena permintaan dari laki-laki itu, sampai saat ini publik mengetahui bahwa Nela masih single. Hanya anggota keluarga dan beberapa rekan bisnis mereka saja yang tau bahwa mereka sudah bertunangan, karena dijodohkan lebih tepatnya.
Selebgram in Love • part 2
Lampu-lampu menghiasi taman yang tampak indah namun tidak bagi Nela yang duduk bersebelahan dengan Gibran dan dengan para tantenya juga. Nela malas sebenarnya bercengkrama dengan para tante sosialita tukang julid, tapi karena dia sudah terhubung dengan keluarga ini melalui Gibran mau tidak mau dia harus beramah tamah.
"Gibran gimana kabarnya Dina?" Tanya Tante Rati yang menurut Nela paling julid dari yang lainnya. Nela menghela nafas pelan, mengurangi rasa jengah nya. Ini bukan pertama kalinya Tante Gibran menanyakan tentang Dina saat ada Nela. Dengan otaknya yang tidak terlalu pintar itu, Nela dapat menyimpulkan bahwa mereka menganggap Dina lebih pantas bersanding dengan Gibran dari pada dirinya. Bodo amatlah Nela juga tidak ambil pusing tentang itu.
Jika kalian ingin tau siapa itu Dina, maka jawabannya adalah mantan kekasih Gibran saat masa kuliah dulu. Gibran dan Dina putus hubungan beberapa bulan lalu entah karena apa Nela tidak tau dan malas juga jika mengungkit tentang wanita itu.
"Aku udah lama gak ketemu Dina Tante." Jawab Gibran seadanya. Nela hanya diam saja menyimak apa yang akan mereka bicarakan tentang Dina saat ini.
"Padahal dulu Tante udah ngira kamu bakal nikah sama Dina loh, Bran." Nela berusaha menulikan pendengarannya. Meskipun sudah tau sejak awal, tetap saja jika mendengar kembali membuat Nela merasa terluka harga dirinya. Segitu tidak menghargai dirinya kah mereka saat ini? Rasanya ingin sekali Nela pergi dari acara penuh kemunafikan ini.
"Ya tidak apa sekarang kan sudah ada Nela." Lanjutnya lagi, melirik Nela dengan wajahnya yang penuh kemunafikan. Nela bukan orang bodoh yang tidak mengerti semuanya. Kenapa disini seolah-olah salahnya karena Gibran berpisah dengan Dina?
"Permisi semuanya, Nela pamit sebentar." Telinga Nela sudah pengang mendengarnya, akhirnya dia memutuskan untuk undur diri saja dari hadapan orang toxic seperti mereka ini. Tidak berlama-lama, Nela berlalu meninggalkan meja tempat mereka berkumpul termasuk Gibran. Biarkan saja tunangan tidak tau diri itu menghadapi tantenya, lagipula dia juga senang kan jika membahas tentang Dina. Seberapa sempurna sih Dina sebenarnya sampai-sampai mereka tidak rela jika Dina tidak menjadi bagian dari keluarga mereka.
Nela berjalan masuk kedalam rumah, mencari toilet yang terdekat. Setelah menemukannya, Nela masuk kedalam dan mengunci pintu dari dalam.
Nela menghadap cermin lebar yang terpasang disana. Mengamati dirinya dengan detail. Sebenarnya apa yang membuat Dina lebih unggul dari dirinya. Wajah? Banyak yang mengatakan bahwa Nela memiliki wajah cantik. Body? Profesinya sebagai model tentu saja tidak bisa diragukan lagi bagaimana body nya yang katanya ideal itu. Pendidikan? Nela menghela nafas, tentu saja dia mengakui hal satu itu bahwa dia kalah telak. Dina yang berpendidikan lulusan S1 di Australia dan sekarang tengah melanjutkan ke jenjang S2, apalah daya Nela ya bahkan belum lulus S1 ini. Bahkan dia sekarang tengah cuti selama beberapa bulan kedepan karena jadwalnya sebagai selebgram sekaligus model sangat padat.
Nela menghela nafas pasrah. Biarkan saja orang ingin berkata apa, nyatanya sekarang yang resmi jadi tunangannya Gibran adalah dirinya. Nela mengambil lipstik dari tas nya dan memakainya lagi karena yang tadi sudah mulai pudar saat dia mencicipi beberapa makanan yang dihidangkan.
Merasa penampilannya sudah kembali rapi, Nela keluar dari kamar mandi. Alangkah terkejutnya Nela saat melihat ada seseorang yang tengah menungguinya, yang tidak lain adalah Gibran.
"Kenapa?" Jutek Nela. Jangan heran jika Nela terkesan ketus pada Gibran, memang kadang dia bersikap ramah seolah adalah pasangan normal pada umumnya, tapi itu hanya dilakukan saat didepan orang tua dan keluarga saja. Diluar itu beginilah interaksi antara mereka.
"Mama nyariin." Mendengar jawaban dari Gibran, tanpa repot-repot membuka suara lagi Nela berlalu meninggalkan Gibran. Mencari keberadaan Tante Risma.
"Tante nyari aku?"
"Nela dari mana aja sayang. Tante nyariin tau."
"Maaf Tante, tadi Nela dari toilet."
"Ya udah tidak apa. Tante tadi udah sempat berpikir kamu pulang tau."
"Gak mungkin lah Tan. Kalaupun Nela pulang masa iya gak pamitan."
"Ma Tante Ani datang." Gibran muncul, memberitahu kedatangan salah satu tantenya.
"Sebentar ya Nela. Gibran temenin Nela jangan biarin pulang duluan." Ucap mamanya pada Gibran. Dalam hati Nela merutuk, mengapa Tante Risma harus menyuruh Gibran menemani dirinya sih. Nela lebih memilih sendiri dari pada ditemani manusia dingin menyebalkan macam Gibran.
Nela berjalan menuju stand makanan, dia sudah merasa lapar saat ini. Melihat banyaknya berbagai makanan yang tersedia membuat Nela sempat bingung hendak memilih yang mana.
"Saya lapar." Nela berjengit kaget. Menoleh kebelakang dan melayangkan tatapan sinis pada Gibran.
"Ya terus kenapa kalau lapar?" Tidak tertarik berbicara lebih lanjut dengan Gibran, Nela kembali melihat-lihat makanan mana yang akan dipilihnya.
"Ambilkan saya makanan." Bukan permintaan tapi sebuah perintah.
"Punya tangan kan?" Tentu saja Nela tidak akan dengan mudah diperintah oleh seorang Gibran, sekalipun Gibran adalah tunangannya.
"Nela gimana sih. Masa Gibran minta ambilin makanan malah gak mau." Celetuk Tante Rati yang tiba-tiba muncul diantara mereka. Lagi-lagi Tante satu ini membuat Nela naik pitam, tapi Nela tidak bisa membalasnya.
"Nggak kok Tante. Tadi Nela cuma mau isengin Mas Gibran aja." Nela membuat mimik muka yang terlihat meyakinkan.
"Mas Gibran mau makan apa?" Nela beralih menatap Gibran dan sudah siap dengan piring ditangannya. Gibran menyebutkan makanan yang akan dimakannya dan dengan sigap Nela segera mengambilkannya.
"Kamu tuh harusnya sudah mulai belajar jadi istri yang baik. Masih tunangan aja kamu ngomongnya gitu sama Gibran. Gak kebayang gimana nanti kalau sudah jadi istri." Nela menulikan telinganya atas ucapan yang menyakitkan itu.
Gibran hanya diam saja mendengar ucapan tantenya pada Nela. Inilah sikap Gibran yang membuatnya sakit hati. Kenapa Gibran tidak berusaha membelanya seakan-akan dia sama sekali tidak berharga di hidup Gibran. Harga diri Nela rasanya tercabik-cabik mendapat perlakukan seperti ini.
Nela memberikan piring yang sudah terisi makanan itu pada Gibran. Rasa lapar yang dirasanya tiba-tiba saja menghilang mendengar perkataan Tante Rati. Dapat Nela rasakan bahwa Tante Rati masih tetap memperhatikan dirinya juga Gibran, karena Nela tidak ingin menjadi serba salah Nela mengikuti kemana Gibran akan duduk dan menemani Gibran makan.
"Mas kamu gak bisa gitu sekali-kali ngebela aku didepan Tante kamu?" Ucap Nela sepelan mungkin agar hanya dia dan Gibran yang dapat mendengarnya. Gibran menghentikan makannya dan menatap Nela.
"Apa yang harus saya bela? Bukannya sikap kamu tadi memang salah?" Nela tercengang mendengarnya. Amarah tiba-tiba menguasai dirinya tapi dia sadar tidak bisa melampiaskannya sekarang.
"Kamu gak sadar Mas gimana sikap kamu selama ini ke aku?"
"Sikap kamu buat aku merasa gak dihargai tau gak? Kamu sama Tante kamu bahas Dina didepan aku. Kamu jelas tau maksud mereka apa bahkan kamu gak menyangkal saat mereka bilang kalau Dina lebih pantas sama kamu dari pada aku." Nela masih mempertahankan nada suaranya agar tetap normal. Menatap Gibran dalam, berusaha mencari penyesalan didalamnya. Tapi nihil dia tidak menemukannya sama sekali. Nela bangkit lalu mengambil tasnya.
"Bilang sama Tante aku pulang." Ujar Nela setelahnya. Cukup sudah dia tidak ingin mengemis pada manusia seperti Gibran. Nela sekarang sudah tau bagaimana posisi dirinya dalam hidup Gibran
Selebgram in love • part 3
Hari demi hari berlalu, kini sudah lewat 2 minggu setelah kejadian malam itu. Tidak ada komunikasi yang terjadi antara Nela dan Gibran, meskipun biasanya juga seperti itu. Tapi tidak ada kah usaha Gibran untuk meminta maaf pada Nela?
Nela pusing memikirkan hubungan mereka yang masih jalan ditempat. Ingin memutuskan tapi yakin bahwa orang tuanya tidak akan setuju. Jika dipertahankan pun malah makan hati yang ada.
Biarkan sajalah hubungan ini berjalan sesuai kehendak Tuhan. Jika memang mereka berjodoh semoga saja Gibran akan merubah sikapnya yang kerap kali membuat Nela sakit hati.
Nela membuka handphonenya dan melihat-lihat apa yang sedang trending saat ini. Matanya tiba-tiba saja terbelalak melihat sebuah artikel yang mencuri perhatiannya.
Dengan rasa penasaran yang dalam, Nela membuka artikel tentang seorang designer muda yang katanya baru saja merilis baju rancangannya hasil berkolaborasi dengan salah satu artis ternama Indonesia.
Bukan bajunya yang membuat Nela tertarik untuk melihatnya, namun nama designer itu sangat mencuri perhatian Nela. Disana tertera sebuah foto yang menampilkan designer tersebut. Nela mengamati dengan seksama, apa benar orang ini adalah orang yang sama dengan dugaannya? Apakah ini sosok dari mantan Gibran, tunangannya?
Dari yang Nela dengar dari tante-tante Gibran Dina merupakan perempuan karir yang sukses, tapi sampai saat ini Nela masih belum pasti mengetahui pekerjaan Dina itu. Tidak tertarik juga untuk bertanya pada Gibran karena sudah pasti dia akan menjawab seperti ini 'untuk apa kamu tau.'
Nela mematikan handphonenya dan segera bersiap untuk berangkat gym. Sebagai selebgram juga model, tubuh merupakan aset penting dalam pekerjannya. Nela tidak ingin jumlah pengikutnya berkurang jika dia terlihat lebih gendut dari biasanya.
Kini Nela telah siap dengan pakaian gym nya, hasil endorse bulan lalu. Nela mengambil tas dan memasukkan dompet dan handphone nya. Tidak lupa Nela juga membawa sebuah air agar nanti dia tidak perlu berhenti membeli minuman dulu.
Nela kini telah sampai ditempat gym. Disana Nela mencoba berbagai alat dipandu oleh pemandunya. Dulu Nela adalah orang yang paling malas jika disuruh olahraga tapi sekarang itu adalah hal wajib yang harus dilakukannya setiap minggu. Meskipun tidak selalu datang ke tempat gym setidaknya Nela harus melakukan olahraga ringan dirumah agar tubuh idealnya tetap terjaga.
Saat Nela tengah asik berjalan di atas treadmill tiba-tiba seorang laki-laki menghampiri nya.
"Hai." Sapa laki-laki tersebut yang tidak Nela kenal.
"Hai." Meskipun tidak mengenalnya bukan berarti dia tidak akan membalas sapaan orang tersebut. Pekerjaan nya sebagai selebgram membuat Nela harus bersikap ramah kapanpun dan di manapun.
"Saya Reyhan." Nela menghentikan treadmill tersebut dan berkenal dengan laki-laki itu.
"Nela."
"Saya sudah kenal dengan Anda. Anda model yang kemarin baru saja menjadi partner Kevin itu kan?"
"Ah ya benar sekali. Jika boleh tau ada keperluan apa dengan saya?"
"Begini saya dengar dari salah satu rekan saya bahwa dengan menjadikan Anda sebagai model mereka, membuat produk mereka laris terjual dan respon orang-orang pun baik. Dan saya pun tertarik menjadikan Anda sebagai partner saya."
"Saya senang mendengarnya. Jika Anda tertarik berkerjasama dengan saya, Anda bisa menghubungi manajer saya terlebih dahulu."
"Baiklah. Boleh saya meminta kontak Anda?"
"Tentu." Nela mengambil ponselnya dalam tas dan bertukar kontak dengan laki-laki tersebut.
"Senang berkenalan dengan Anda. Sampai berjumpa dilain kesempatan." Nela dan Reyhan berjabat tangan dan obrolan mereka terhenti sampai disitu.
Nela membuka ponselnya, membuka akun Instagram dan ada yang aneh disana. Nela mengklik instastory milik Gibran. Nela penasaran kira-kira apa isi dari story tersebut. Gibran sangat jarang sekali membuat story bahkan hampir tidak pernah rasanya selama mereka bertunangan. Kerasukan apa kira-kira laki-laki dingin itu sampai membuat story hari ini?
Muncul sebuah foto perempuan memegang bunga disana, Gibran me-repost postingan dari seseorang. Nela berusaha mencerna maksud dari story Gibran. Nela mengklik foto tersebut dan muncullah postingan dari akun yang membuat hati Nela berdetak dua kali lipat. Apalagi jika melihat dari komen seolah semua orang memihak pada Gibran untuk kembali dengan masa lalunya.
Apalagi ini. Masalah yang kemarin saja belum selesai dengan santainya Gibran malah me-repost foto mantannya. Seumur-umur Nela hidup tidak pernah dia merasakan seterbuang ini.
Sebagai tunangannya dari seorang Gibran, Gibran tidak pernah memposting foto Nela sekali pun. Dan sekarang dengan santainya Gibran malah me-repost foto mantannya. Segitu memalukan kah bersanding dengan Nela sampai-sampai hubungan ini harus dirahasiakan? Nela marah, harga dirinya sudah diinjak-injak oleh laki-laki tidak tau diri itu.
Nela segera mengemas barang-barangnya dan segera pergi dari tempat gym. Mood nya sudah rusak sejak melihat story Gibran. Ingin sekali rasanya Nela mencakar muka tampan Gibran. Biar saja Gibran jadi jelek dan Nela yakin Dina tidak akan menyukainya lagi.
Nela mengemudikan mobilnya dengan kecepatan sedang. Walaupun dirinya sedang panas saat ini tapi akal sehatnya masih bekerja untuk tidak kebut-kebutan dijalan. Jika menabrak sesuatu bisa bahaya nantinya.
Brak
Mobil yang awalnya melaju kini sudah berhenti. Nela mematung ditempat, terdengar kaca disampingnya diketuk oleh seseorang.
Beberapa detik tersadar, Nela langsung meraih handphonenya dan mencoba menelepon Laudi. Panggilan pertama tidak diangkat, tidak menyerah Nela mencobanya lagi dan beberapa panggilan selanjutnya tidak juga membuahkan hasil.
Air mata Nela kini sudah menetes membasahi kedua pipinya. Kaca yang terus digedor oleh seseorang diluar sana membuat Nela semakin panik. Nela mencari-cari kontak siapa kira-kira yang dapat dia mintai tolong.
Pandangannya tertuju pada satu nama yang menjadi harapannya saat ini. Nela mendial nomor tersebut. Panggilan pertama tidak diangkat, Nela tetap mencoba karena sudah tidak tau akan menghubungi siapa lagi selain orang ini.
"Halo." Suara berat seorang laki-laki menyapanya.
"Mas Gibran. Tolong aku." Ucap Nela disela isakannya.
"Saya sibuk."
"Aku nabrak Mas." Nela memberitahu dengan cepat. Jika tidak Gibran akan mematikan panggilan mereka. Nela tidak mau diamuk masal.
Diseberang sana Gibran terkejut, beberapa detik Gibran tidak membalas dia mendengar Isak tangis Nela dan suara bising.
"Dimana kamu sekarang?" Tanya Gibran langsung mengambil kunci mobilnya dan bergegas menuju tempat Nela berada.
"Cepat kirim lokasi kamu." Gibran mematikan sambungan teleponnya. Gibran menghela nafas pelan, tunangannya ini memang merepotkan. Sekian lama tidak pernah menghubunginya, sekarang malah menghubungi untuk menyelesaikan masalah saja.
Selebgram in love • part 4
Gibran tiba di tempat Nela berada. Turun dari mobilnya dan langsung disambut oleh Nela yang berlari ke padanya dan langsung memeluknya. Gibran terdiam mendapat perlakukan tiba-tiba dari Nela. Bisa dibilang ini pertama kali Nela terlihat lemah didepan Gibran, biasanya Nela hanya akan melontarkan kalimat ketus saat bersamanya. Tapi kali ini berbeda, Nela terisak dalam pelukan Gibran seakan meminta perlindungan pada pria itu.
"Aku gak sengaja Mas." Ucap Nela disela isak tangisnya. Gibran mengelus rambut Nela berusaha menenangkan.
"Tunggu di mobil." Gibran membawa Nela menuju kursi penumpang depan. Membukakan pintu dan menyuruh Nela masuk kedalam, biar Gibran saja yang menyelesaikan masalah ini.
"Permisi." Gibran menghampiri bapak-bapak yang duduk dengan luka ringan di tangan dan kakinya, pikirnya mungkin ini adalah orang yang ditabrak Nela. Bapak tersebut menoleh kearah Gibran.
"Mas ini suaminya Mbak yang tadi ya?" Gibran tersentak mendengar kata suami. Nikah saja belum masa sudah jadi suami. Lupakan kata suami, itu bukanlah sesuatu yang perlu dibahas saat ini.
"Maaf pak, istri saya tidak sengaja menabrak Bapak." Gibran merutuki mulutnya yang dengan refleks menyebut Nela istrinya. Biar sajalah Nela kan tunangannya, cepat atau lambat mereka akan menikah juga.
"Tidak apa Mas. Salah saya juga tadi main belok sembarangan." Bapak tersebut menjelaskan kronologi kecelakaan yang tidak sepenuhnya salah Nela.
"Sekali lagi maaf pak. Ini untuk berobat Bapak sama memperbaiki motornya." Gibran menyerahkan beberapa lembar uang berwarna merah pada bapak tersebut.
"Walah tidak perlu mas, luka ringan saja ini. Tadi saya mau langsung pulang saja, tapi sama Mbaknya disuruh tunggu. Saya kekeh mau pulang tapi Mbaknya malah nangis makin kejer Mas. Saya kan jadi kasihan."
"Terima saja pak. Ini sebagai permintaan maaf, saya jadi tidak enak jika bapak menolak." Gibran meraih tangan Bapak itu dan menyerahkan uang padanya.
"Maaf sekali lagi, Pak. Saya permisi."
"Terimakasih Mas. Sampaikan maaf saya juga buat istrinya." Bapak tersebut menaiki motornya dan pergi dari sana. Setelah bapak itu tidak terlihat lagi, Gibran kembali kedalam mobilnya.
"Gimana Mas, Bapaknya gak kenapa-napa kan?" Belum juga Gibran duduk dengan benar, Nela sudah memberondong Gibran dengan pertanyaan tersebut.
"Luka ringan saja. Bapaknya juga minta maaf sama kamu."
"Minta maaf kenapa? Kan aku yang salah."
"Bapaknya juga ngaku salah katanya belok sembarangan." Nela berpikir sejenak, jika diingat-ingat bapak itu juga salah sebenarnya. Tapi karena panik Nela tidak sempat memikirkan tentang itu saat kejadian.
"Bapaknya dikasih uang ganti rugi kan tapi?"
"Hmmm."
"Berapa? Aku transfer aja." Nela mengambil handphone nya, berniat untuk menggantikan uang Gibran yang tadi diberikan sebagai ganti rugi.
"Tidak perlu."
"Bilang aja kali. Kamu kira aku gak punya uang apa?" Rupanya sifat asli Nela telah kembali. Tidak ada lagi Nela yang lemah menangis dalam pelukan Gibran saat ini. Yang ada hanya Nela yang selalu bersikap ketus pada tunangannya sendiri.
"Saya sibuk, harus balik ke kantor." Nela mendengus, tanpa berpamitan dia langsung keluar dari mobil Gibran dan kembali ke mobilnya. Nela melajukan mobilnya meninggalkan tempat kejadian.
Didalam mobil Gibran melajukan mobilnya, terdengar dering handphone berbunyi. Gibran melihat sebentar nama penelepon tersebut. Dengan senyum merekah, Gibran tanpa menunggu lama langsung menggeser tombol hijau.
"Halo Gibran." Suara lemah lembut menyapa disebrang sana.
"Kenapa Dina?"
"Aku ada dikantor kamu nih, tapi katanya kamu lagi keluar ya?"
"Iya ada urusan. Ini aku udah mau balik ke kantor."
"Aku mau ajak kamu makan siang. Kamu mau gak?"
"Tunggu sebentar. Aku jemput kamu."
* * *
"Lo kenapa telepon gue?" Sampai didalam apartemen, Nela disambut oleh Laudi. Nela menatap Laudi kesal, manusia satu ini jika dibutuhkan kenapa bisa tiba-tiba menghilang.
"Lo kemana aja sih sampe gak bisa dihubungi?"
"Ya maaf, Hp gue lowbat tadi. Ada apa sih emangnya?"
"Gue nabrak orang."
"HAH?" Seru Laudi kencang. Nela menutup telinganya mendengar teriakan Laudi. Emang dasar Laudi.
"Gak usah lebay deh." Nela berjalan menuju sofa dan menghempaskan badannya disana.
"Lebay kepala Lo peyang. Terus gimana itu urusannya? Lo gak kabur kan? Duh bisa gawat kalau sampai Lo masuk berita besok."
"Tuh kan Lo lebay banget sih."
"Heh kalau ada yang ngenalin Lo bisa gawat tau. Karir Lo bisa lenyap dalam sekejap tau."
"Udah Lo tenang aja Gibran udah selesain masalahnya."
"Lo minta bantuan Gibran?" Laudi kepo. Berpindah duduk disamping Nela untuk mengulik informasi tentang sejauh mana hubungan mereka.
"Ya iyalah orang Lo gak bisa dihubungin."
"Eh btw Lo udah liat story tunangan Lo belum?" Seakan mengingat sesuatu, Nela menatap Laudi kembali.
"Udah. Itu juga yang gue pikirin sampai bisa nabrak orang."
"Kok Gibran tega sih Di sama gue? Apa iya gue semalu-maluin itu sampe Gibran milih rahasiain pertunangan ini?" Wajah Nela murung. Laudi menangkup wajah Nela dan menatapnya dalam.
"Lo gak boleh insecure gini Nel. Lo gak malu-maluin kok. Gibran nya aja itu yang gak bersyukur."
"Gue udah gak sanggup lagi, Di. Malam itu aja, waktu gue diundang kerumahnya, Lo tau gak kalau tantenya tuh nyinyirin gue depan Gibran, tapi dianya malah kayak gak peduli gitu Di. Tantenya juga muji-muji mantannya mulu depan gue." Laudi memeluk Nela. Mengelus punggungnya agar lebih tenang. Selama ini, Laudi selalu menjadi tempat curhat Nela dan Laudi sungguh merasa kasihan pada sahabatnya itu dalam hal asmara.
"Gue gak mau Di kayak gini terus. Sikap Gibran buat gue sakit hati Mulu, Di. Gue mau udahan aja." Nela menangis dalam pelukan Laudi.
"Yang sabar Nel. Gue tau lu kuat, kalau suatu saat nanti Lo emang udah gak bisa mempertahankan hubungan Lo, bicara baik-baik sama orang tua Lo biar mereka ngerti."
"Tapi Mama sama Papa berharap banget sama hubungan ini Di. Kalau tiba-tiba gue minta udahan gimana sama Papa yang punya penyakit jantung. Gue gak mau penyakit Papa kumat gara-gara gue."
"Gue tau Lo anak baik. Udahan ya nangisnya, Lo gak pantes nangisin cowok brengsek kayak Gibran. Udah mending sekarang siap-siap, kita pergi healing aja."
"Kemana?"
"Ke mall, ke Time zone atau kemanapun terserah Lo. Yang penting Lo jangan nangis-nangis lagi kayak gini."
"Gimana sama masa depan gue Di? Gue gak mau punya suami yang gak bisa ngerhargain gue sama sekali."
"Kayaknya Lo harus ngomong deh sama Gibran. Tanya mau dibawa kemana hubungan kalian selanjutnya, kalau emang Gibran gak bisa nerima Lo jalan satu-satu nya ya mundur."
"Gimana sama orang tua gue?"
"Gue yakin orang tua Lo pasti ngerti kok. Udah sekarang waktunya healing. Ayo buruan ganti baju sana." Laudi mendorong Nela menuju kamarnya. Tidak mau melihat Nela yang berlarut dalam kesedihan seperti tadi. Dalam hati dia mengumpati Gibran yang menyia-nyiakan sahabatnya.
Selebgram in love • part 5
Nela dan Laudi berjalan menyusuri mall yang cukup ramai pengunjung. Bahkan sering kali para fans Nela meminta untuk foto bersamanya, kepopuleran Nela tidak bisa diragukan lagi dan hal itu membuat kepercayaan diri Nela meningkat, melupakan sejenak insecure yang sempat dirasanya.
"Jadwal gue full gasih sampai 3 bulan kedepan?" Laudi berfikir sejenak, mengingat-ingat kapan kiranya Nela bisa libur.
"Lumayan lah. Palingan Lo libur cuma pas weekend aja itu pun Lo harus sambil ngerjain endorse an meskipun gak sebanyak biasanya. Kenapa emang?"
"Pengen liburan Gue sumpek disini terus."
"Kalau 3 bulan kedepan sih kayaknya belum bisa. Tadi aja ada orang yang kontak gue nawari kerjasama untuk produk baru dia."
"Usahain libur 5 hari aja bisa ga sih? Pingin liburan banget nih gue. Usahain kek Di, gue pasti bakal ngajak Lo juga kok. Ongkos pulang perginya biar gue deh yang tanggung."
"Emang kenapa sih kalau 4 bulan lagi liburannya? Lo udah ngebet banget emang mau liburan?"
"Jatah cuti kuliah gue tinggal 3 lagi setan. Masa iya baru balik kuliah udah mau ajuin cuti lagi."
"Duh sorry gue lupa. Ya udah nanti gue usahain deh tapi gue gak janji ya." Laudi memperingati Nela agar tidak terlalu berharap padanya.
"Makan dulu yok, laper gue."
"Mau makan dimana emang Lo?"
"Dilantai 7 sana ada restoran enak. Kita makan disana aja." Mereka berjalan menuju lift dan menuju lantai 7.
Setelah sampai di lantai yang mereka tuju, Nela dan Laudi menyusuri lantai tersebut, mencari keberadaan restoran yang dimaksud. Saat tengah asik berjalan, tanpa sengaja tatapan Nela jatuh pada objek yang tak semestinya dia lihat.
Nela mengamati dengan detail kedua orang yang tengah asik duduk didalam salah satu restoran yang berada di sana. Nela berharap bahwa dugaan dia salah, semakin Nela mengamatinya Nela semakin yakin bahwa orang tersebut memang Gibran bersama mantannya.
Rencana untuk healing malah berakhir seperti ini. Sia-sia saja rasanya dia datang ke mall ini jika akhirnya malah bertemu dengan sumber masalahnya selama ini.
"Nel yang mana tempatnya?" Laudi kebingungan, menoleh ke sampingnya yang kini telah kosong, tidak ada sosok Nela disana. Laudi menoleh ke belakang dan terlihat disana Nela terbengong mengamati entah apa itu.
"Ngeliatin apaan sih Nel sampe segitunya?" Laudi menghampiri Nela, karena tidak kunjung mendapat jawaban, Laudi mengikuti arah tatapan Nela. Laudi menatap Nela dengan rasa bersalah karena telah membawa Nela ketempat ini, sungguh Laudi tidak menyangka kalau mereka akan bertemu disini. Dari sekian banyak tempat mengapa mereka harus dipertemukan disini?
Wajah Nela murung kembali, tak lama Nela bergerak meninggal Laudi hendak pergi dari tempat ini. Laudi dengan cepat mengejar Nela yang sudah akan memasuki lift.
"Nel jangan kabur gini. Masalah itu harus dihadapi, buktiin sama Gibran kalau Lo tuh gak bisa dia mainin gini."
"Ya terus gue harus apa Di?" Tanya Nela pelan penuh keputusasaan.
"Kita samperin mereka dan makan bareng mereka biar Gibran tau kalau Lo itu bukan boneka yang bisa seenak jidat dia mainin."
Nela menatap Laudi, tidak yakin dengan rencana yang diucapkannya. Laudi mengangguk berusaha memberitahu Nela bahwa dia bisa melakukannya dengan baik. Nela mengambil nafas lalu menghembuskan nya. Menatap dengan yakin pada restoran tempat Gibran dan Dina menyantap makanan mereka.
"Ayo." Nela memegang tangan Laudi agar mengikutinya melabrak Gibran yang tengah berselingkuh itu.
Melangkah dengan percaya diri Nela menghampiri tempat dimana Gibran dan Dina sedang mengobrol, sesekali mereka melontarkan tawa. Nela tidak perduli dengan apa yang mereka obrolkan, yang Nela pikirkan sekarang bagaimana cara membalas Gibran.
"Mas Gibran." Nela tersenyum penuh kepalsuan. Menghampiri meja Gibran diikuti Laudi dibelakangnya.
Gibran yang merasa namanya terpanggil menoleh pada asal suara, pandangannya menemukan Nela yang berjalan dengan senyum manis ke arahnya. Terkejut sempat dirasakan Gibran, dia tidak ingin bertemu dengan Nela dengan situasi seperti ini apalagi saat sedang bersama Dina.
"Mas Gibran makan disini juga? Aku gabung ya." Tanpa menunggu persetujuan dari insan yang terlebih dahulu menempati meja tersebut, Nela dan Laudi langsung saja duduk di kursi kosong yang masih tersedia.
"Halo aku Nela, ini teman aku Laudi." Nela menyapa Dina tak lupa dia juga memperkenalkan Laudi, dengan senyum manis yang masih tidak hilang dari wajah Nela. Dina hanya membalasnya dengan senyuman canggung darinya.
Nela mengangkat tangannya hendak memanggil pelayan, tak lama pelayan tersebut datang dan menyerahkan buku menu kada Nela. Nela membuka buku menu tersebut dan mencari sesuatu yang menurutnya lezat.
"Mas Gibran sama Mbaknya sudah pesan?" Tanya Nela pada dua insan yang sejak kedatangannya malah terdiam membisu, sangat kontras dengan kondisi sebelum dia datang menghampiri mereka. Nela yang melihatnya tentu saja tersenyum penuh kemenangan.
"Sudah." Jawab Dina karena Gibran tidak menjawab Nela.
Nela mengangguk lalu menyebutkan beberapa makanan dan minuman untuk dirinya juga Laudi. Pelayanan lalu mengundurkan diri dan meminta mereka menunggu sebentar. Suasana menjadi semakin canggung setelah kepergian pelayan tersebut.
"Mas Gibran diam saja dari tadi. Gak suka ya aku gabung disini?" Tanya Nela dengan mimik muka yang dibuat-buat. Gibran melayangkan tatapan datarnya pada Nela, yang membuat Nela ketar-ketir tapi itu hanya dia simpan dalam hati. Nela membuat wajahnya setenang mungkin agar pembalasannya berhasil.
"Eh ngomong-ngomong Mbak ini namanya siapa?" Tanya Nela sok akrab dengan Dina.
"Saya Dina." Jawab Dina canggung.
"Mbak Dina siapanya mas Gibran? Kalau pacaranya sih jelas bukan ya kan Mas Gibran udah punya tunangan."
Dina tersentak mendengar ucapan Nela. Menatap Gibran sejenak untuk memastikan apakah yang dikatakan Nela benar atau tidak. Gerak-gerik tersebut jelas tidak luput dari pandangan Nela, dengan setenang mungkin Nela berusaha menyembunyikan senyumnya.
"Saya temannya Gibran." Jawab Dina akhirnya.
"Oh temennya. Jaman sekarang sih awalnya cuma temenan tapi gak tau deh akhirnya bakalan gimana." Sahut Laudi yang sejak tadi hanya diam menyimak drama didepannya. Dalam hati Laudi sangat terpukau dengan akting Nela ga sangat terlihat natural itu.
"Oh iya ngomong-ngomong tunangan Mas Gibran mana? Kok gak diajak sih, nanti disangka selingkuh lagi."
"Nela." Gibran mengucapkan dengan penuh peringatan agar Nela menutup mulutnya rapat-rapat. Nela memalingkan wajahnya dari Gibran.
"Maaf ya Mbak bukannya mau menyinggung tapi gimana ya. Sebagai sesama perempuan tentu Mbak tau betul dong gimana rasanya."
Dina menunduk, menghindari tatapan Nela yang terkesan mengintimidasinya. Sebenarnya Nela juga tidak tega karena bisa dipastikan bahwa Dina sama sekali tidak tau bahwa Gibran telah bertunangan. Tapi jika dibiarkan bisa semena-mena Gibran nanti padanya.
Tak lama pesanan mereka datang. Pelayanan menyajikan makanan mereka. Setelahnya mereka memakan makanan dengan suasana canggung lebih tepatnya Dina dan Gibran, karena sekarang Nela dan Laudi sedang tersenyum penuh kepuasan.
TBC
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
