4. Ayo ciuman

51
5
Deskripsi

"Ini sih kerusakkannya cukup parah. Bumper yang kena, harus beli satu set, Tuan."

Sugiono berbicara. Ditemani Aiden yang berdiri satu langkah di samping, dan Zura yang juga ada bersama mereka.

"Maaf, Kak." Sudah berubah lagi panggilan Zura terhadap Aiden. "Aku nggak sengaja. Tadi mau mundurin mobil terus keinjek gas. Jadinya nabrak."

Pipi gadis itu bersemu merah. Bukan, bukan karena malu, tapi sebab terik matahari yang sepertinya menyengat kulit sensitif yang dia miliki. Sehingga menimbulkan ruam-ruam di sana.

Zura terlihat khawatir berat. Kepalanya celingak-celinguk memperhatikan kerusakan pada mobil Aiden yang dia sebabkan.

Mungkin kalau Aiden mengendarai mobil perusahaan merek pajero kemarin. Harga gantinya tidak akan seberapa, tapi tadi dia memutuskan mengendarai Audi R8 varian Coupe--atas dasar disuruh Papinya agar teman kencannya terkesan.

Mengingat harga cukup fantastis untuk kendaraan roda empat itu. Segala hal yang menyangkut printilannya pasti juga mahal.

Aiden angguk-angguk sebentar, melipat tangan dan menghadap pada Azura di belakangnya.

Entah kenapa di momen ini. Terbesit satu pemikiran yang seharusnya. Sekali lagi, se-ha-rus-nya. Tidak perlu Aiden utarakan.

Namun, laki-laki itu tipe pendendam. Ingatannya yang kuat dalam bidang akademi, berpengaruh pada setiap kejadian yang menimpa.

Jadi, kejadian di bandara kemarin. Masih melekat dengan jelas diingatan Aiden, saat Azura meledek kendaraan yang menjemputnya.

"Mobil kamu yang mana?" tanya laki-laki itu datar. Tangannya masih terlipat menghadap pelaku kerusakkan bumper mobil.

"Mobil aku?" Azura mengulang pertanyaan. "Mobil aku baik-baik aja."

"Bukan itu pertanyaannya. Mobil kamu yang mana. Kamu ngerti pertanyaan saya nggak?"

"Emm, itu." Zura agak takut-takut. Wajahnya sampai mengadah menatap Aiden yang menjulang tinggi. Belum lagi tubuh laki-laki itu besar penuh otot. Aiden sepertinya tipe yang rajin olah raga.

"Mana!"

Zura menekuk bibirnya cemberut sambil menunjuk pada kendaraan merek tesla. Kendaraan sama yang menjemputnya kemarin.

Senyum miring Aiden terbit, ekspresinya jelas mengejek. "Mahalan mobil saya sih. Mobil kamu paling cuma 2 M." Aiden berbalik kembali menghadap mobilnya. "Kamu tahu harga mobil saya?"

Yang diajak bicara menggeleng.

"Empat M. M itu miliar ya. Bukan Mibu."

"Ribu?" Azura meralat.

"Ya, ribu. Siapa tahu kamu terlalu bodoh sampe mikir mobil saya empat ribu."

"Saya nggak bodoh. Saya pinter kok."

Aiden menaikkan sebelah alis, lalu kembali mengadap ke Azura yang memandang mobilnya.

"Kamu pinter? Sepinter apa?"

"Saya lulusan Nusabakti. Kakak tahu Nusabakti nggak?"

"Nusabakti?"

Zura mengangguk semangat. "Itu sekolah yang paling sulit dimasukin di kota J. Yang bisa jadi murid di sana cuma yang pinter aja. Kalau nggak pinter nggak bisa masuk."

"Oh, ya?"  Percakapan ini mendadak terdengar menarik. Aiden memindai gadis di hadapannya dengan pandangan ingin tahu. "Berarti kamu udah lulus SMA, ya?"

"Baru lulus."

"Kemarin ... yang terbaik?"

"Apanya?"

"Pas lulus?"

Azura diam sebentar dan Aiden memiringkan senyum. "Nggak usah dijawab. Saya udah tahu jawabannya. Kamu nggak sepinter yang saya kira."

"Pinter kok. Kata Mami aku, aku pinter."

"Ya, ya, terserah. Itu nggak penting dan bukan urusan saya juga. Sekarang, masalah mobil saya yang kamu rusakin gimana?"

Azura kembali menunjukkan wajah takut. Jemari kurus kecil-kecil gadis itu saling memilin satu sama lain. Terlihat jelas kegugupan di wajahnya.

"Aku nggak tahu."

"Kok nggak tahu. Tanggung jawab dong. Kamu udah gede, kan? Harus bisa menyelesaikan masalah yang kamu buat. Bayar ganti rugi kerusakan mobil saya."

Azura menaikkan wajah menatap Aiden, lalu berganti pada Pak Sugiono yang sibuk menelpon pihak bengkel menanyakan masalah spare part.

"Emm, emang harga gantinya berapa? Jangan mahal-mahal, ya?"

Anak ini. Dari pakaiannya, tas yang dia pakai, cincin di jari manis, dan juga jenis mobil.

Menunjukkan kalau tidak berasal dari kalangan sembarangan. Sudah sangat jelas dia dari keluarga konglomerat golongan atas.

Kemungkinan yang terjadi kenapa Azura menunjukkan wajah cemas dan meminta untuk jangan mahal-mahal adalah ...

Pertama, dia tidak punya jumlah uang banyak di rekening karena semua kekayaan pribadi yang dia punya masih dikelola oleh pa, akuntan, atau sejenisnya.

Kedua, dia membawa mobil bapaknya.

Mengingat gadis ini baru lulus SMA. Pasti belum punya SIM dan izin. Jadi, dia takut untuk berikutnya, tak lagi diperbolehkan mengendarai kendaraan sendiri.

Kemarin saja dia di jemput oleh supir.

"Kamu bawa mobilnya nyuri, ya?" tebak Aiden.

"Hah? ... En-enggak."

"Bohong. Pasti kamu nyuri karena lagi pengen bawa mobil sendiri. Kamu baru bisa nyetir kan?"

Azura menunduk, dia terlihat kaku sekarang.

"Mau saya bilangin ke orang tua kamu kalau kamu bikin masalah."

"Jangan! Please. Jangan aduin ke Papi. Iya, ya. Aku ngaku, aku emang nyuri bawa mobil. Aku mau beli makanan sebentar, terus aku pengen ngerasain nyetir tesla, jadi aku bawa."

Bingo! Senyum Aiden terkembang lebar. Dasar maling kecil, kualat kan!

Sebagai anak dari golongan keluarga atas, Aiden paham betul apa yang Azura rasakan.

Dia pun dahulu juga begitu. Segala urusan akan diatur oleh pihak-pihak yang sudah dipercaya keluarga.

Mulai dari personal assisten, akuntan pribadi, sampai ke psikiater. Semuanya disediakan untuk mengatur perencanaan hidup.

Siapa bilang anak orang kaya bisa melakukan banyak hal semena-mena dengan harta orang tua?

Mungkin ada beberapa, tapi percayalah. Pada kenyataannya, orang-orang macam Aiden dan Azura ini paling terkekang dalam urusan kebebasan.

Mereka diatur dan ditempah sedemikian rupa untuk memiliki track record yang baik, kesopanan, dan juga prestasi akademis.

Karena yang dibawa bukan hanya nama pribadi, melainkan nama keluarga besar, dan perusahaan.

Segala sesuatu yang dilakukan akan tersorot media dan itu menjadi beban tersendiri yang harus ditanggung anak-anak orang penting.

"Siapa nama Papi kamu. Biar saya hubungi dia. Kalau anaknya bikin masalah."

"Enggak, please. Jangan dong, Bang." Berubah lagi panggilan Azura terhadap Aiden. "Jangan diaduin ke Papi."

"Bang, bang. Saya bukan Abang kamu."

"Iya, maaf, Mas."

"Tadi kamu manggil sama Kak, Bang, sekarang Mas. Yang mana yang bener. Jangan plin-plan. Saya nggak suka orang yang nggak konsisten kayak kamu."

Bibir Azura mengerucut cemberut. "Iya, Om. Maaf."

"Om?" ulang Aiden. "Kamu manggil saya, Om? Saya nggak setua itu. Ganti."

"Ganti pake apa? Aku nggak tahu. Semuanya serba salah."

Aiden menatap gadis di depannya. Memandang dengan tatapan meneliti.

Anak ini, cantik sekali. Kenapa dia bisa semanis ini. Padahal kemarin terlihat biasa saja batin Aiden berkata-kata.

Kalau laki-laki itu boleh bilang, Azura tipe Aiden banget.

Wajahnya polos, badannya mungil, rambutnya lurus dan halus. Mirip-mirip gadis jepang yang imut menggemaskan.

Tunggu! Sejak kapan Aiden punya tipe wanita secara personal? Rasanya tidak pernah, tapi saat melihat Azura.

Segala sesuatu tentang gadis itu mendadak Aiden minati.

"Kamu boleh panggil saya ..."

Jangan! Jangan Aiden. Jangan katakan itu. Gue tahu diri gue bakal ngomong hal yang bakal gue sesali. Jadi, tahan, jangan ngomong aneh-aneh

"Panggil saya ..."

"Ya?"

"Beb."

"Hah?"

Ini bukan Azura yang bilang, tapi Pak Sugiono. Supir pribadi Aiden itu sudah selesai dengan panggilannya sejak dua menit lalu, dan terkejut melihat majikannya minta dipanggil Beb oleh gadis yang merusaki mobil mereka.

"Tuan minta dipanggil--?"

Tiiinnnn!!!

Di saat bersamaan. Suara klakson terdengar kencang. Entah apa yang terjadi di luar sana, tapi berkat klakson itu suara Pak Sugiono jadi terdistraksi.

Setelah klakson mereda. Aiden yang cemas seperti habis ketahuan maling sapi, langsung cepat-cepat klarifikasi.

Dia tidak mau ketahuan modus pada seorang gadis secara terang-terangan oleh supirnya. Demi apa pun, Aiden malu.

"Hah? En-enggak kok, Pak. Mana ada. Salah dengar kali."

Pak Sugiono mengerutkan dahinya. Dia yakin betul tadi mendengar majikannya minta dipanggil Beb.

Untuk mengkonfirmasi, laki-laki yang berprofesi sebagai supir itu beralih menatap Azura.

Namun, melihat lawan bicara Aiden tenang-tenang saja. Pak Sugiono jadi melunturkan kecurigaannya.

"Oh, ya. Mungkin saya salah dengar. Maklum. Lagi berisik, Tuan."

"Iya, nggak apa-apa."

Aiden sendiri akhirnya bisa mengembus napas lega. Untung saja ada klakson yang menutupi ucapan sebenarnya, jadi Aiden tak terlalu malu.

"Berapa Pak kenanya?"

"Masih harus di check, Tuan. Tapi kata tukang bengkelnya mungkin sekitar seratus sampai seratus lima puluh juta. Itu kalo mesinnya nggak kena."

"Kalo mesinnya kena?"

"Bisa 1 M."

Bendung air mata Azura mendengarnya. "1 M? Mahal banget. Kalo aku transaksi sebanyak itu pasti ketahuan Papi."

Sebagai orang yang mobilnya habis ditumbur. Seharusnya Aiden tidak boleh tersenyum, tapi lihatlah pewaris Maccalan grup ini.

Dia menyeringai. Seperti habis memenangkan undian. Hatinya bahagia melihat Azura semakin ketakutan.

Aha! Rasakan kau gadis muda. Panik, kan?

"Wah, lumayan juga, ya. Kalo sampe segitu sih harus melibatkan orang tua. Nggak bisa nih ditangani sendiri."

Azura langsung kembali menatap iba pada Aiden. "Jangan! Jangan bilang ke Papi."

"Emang kamu bisa ganti?"

Azura terdiam. Sekarang dia cemas bukan main. Tubuhnya sampai merinding karena tidak biasa mendapat masalah serius selama hidupnya.

"Ak-aku ..."

"Bisa ganti nggak? Jawab cepet."

"Nggak, hiks. Ak-aku nggak bisa, hiks huhuhu. Nggak bisa ganti," ucapnya dibarengi derai air mata.

Aiden yang melihat itu buru-buru mendekat dan menutupi Azura dari perhatian Pak Sugiono. Lalu membawanya menjauh dari lokasi kejadian.

"Cup, cup. Shhtt, diem."

"Hwaa... Aku takut, nggak bisa ganti. Nanti Papi marah."

"Azura, hey, tenang." Ini kali pertamanya Aiden menyebut nama gadis itu. "Tenang, ya. Jangan nangis. Saya nggak akan aduin ke Papi kamu asalkan kamu mau bekerja sama sama saya."

Azura meredakan tangisnya. Dia menghapus air mata di pipi dengan punggung tangan.

Ruam merah di kulit wajah Azura terlihat makin jelas. Sepertinya karena gadis ini terjemur daritadi.

Leher dan kulit lengannya pun sama. Terpanggang matahari kota J.

"Emm, gimana kalau kita bicarain di dalam mobil kamu aja. Kayaknya kamu punya tipe kulit sensitif."

Azura menatap apa yang Aiden maksud, memperhatikan tangannya sendiri. "Iya. Aku lupa pake sunscreen."

"Yaudah kita ke mobil kamu aja. Sekalian membahas gimana cara kamu ngebayar."

Dua orang itu tiba di dalam kendaraan merek tesla milik Azura. Dia menyalakan mesinnya dan menghidupkan pendingin ruangan.

Sekarang Aiden dan gadis berkulit sensitif itu bisa mengobrol dengan nyaman.

"Jadi, seperti yang kamu tahu. Biaya ganti ruginya nggak murah, tapi karena kamu nggak punya uang buat ganti. Kamu saya kasih pilihan untuk membayar dengan cara lain."

"Cara lain?"

"Ya. Cara lain."

Mata indah Azura memandang sosok di hadapannya dengan penuh tanya. Berusaha menebak kira-kira bagaimana pembayaran ganti rugi yang harus dia lakukan.

Sementara Aiden sendiri. Malah fokus pada wajah Azura. Rahang gadis ini sangat kecil, hidungnya mancung, dan bibirnya indah.

Bagian atas tipis, tapi bawahnya sedikit berisi dan terbelah. Membuat penampakkannya menjadi sangat menggoda di mata Aiden.

Bayangan ciuman mereka kemarin kembali memenuhi pikiran. Hari ini saja, Aiden sudah tiga kali kewalahan karena teringat rasa ciuman Azura.

Dan sekarang, sosok yang menjadi biang masalah ada di depannya. Di dalam mobil, dekat, dan intim.

Ini kalau Aiden menjadi bajingan dan melampiaskan nafsunya dengan melumat habis-habisan bibir sialan itu, Aiden yakin tidak akan ada yang tahu.

Tapi bukannya sikap itu termasuk tak tahu adat. Itu menyalahi aturan moral, apalagi Azura baru saja lulus SMA. Dia masih kecil.

Haisss ... perang batin di dalam pikiran berkecamuk. Sifat-sifat buaya khas laki-laki memenuhi diri Aiden dan berperang dengan sikap terhormatnya.

Aiden ingin, tapi sungkan, tapi ingin, tapi ...

"Apa syaratnya?" Suara Azura menyentak Aiden dari lamunan perang batin dan kembali pada kenyataan.

"Begini ...," kata laki-laki itu memulai. "Kamu kan nggak punya uang."

"Punya."

"Maksud saya, kamu nggak punya uang buat ganti kerusakkan mobil saya dan kamu juga nggak mau saya aduin ke Papi kamu, kan."

Azura mengangguk.

"Jadi, kamu saya perbolehkan membayar seperempat harga."

"Seperempat? Berapa?"

Aiden menimang-nimang. "Hmm, cukup lima ribu aja."

"Rupiah?"

"Dollar lah. Enak aja."

Azura mengangguk. "Kalau segitu aku punya. Nih, langsung aku bayar aja."

"Eh, tunggu. Siapa bilang saya minta bayaran pake uang."

"Terus?" Dahi Azura berkerut dan wajah tak mengertinya itu di mata Aiden terlihat makin imut.

Sialan! Kenapa nih cewe cakep banget sih. 

"Kamu ingat kemarin kamu menghargai bibir saya dua dollar untuk satu ciuman?"

Mata Azura berkedip agak kaget. "Emm, ya."

"Saya mau kamu bayar saya pakai ciuman dengan harga yang ... Sedikit saya naikkan."

"B-berapa?"

"Sepuluh dollar untuk satu ciuman. Ya, setidaknya lebih mahal dari harga yang kamu kasih ke bibir saya."

"Sepuluh dollar? Kalau gitu lama dong lunasnya."

"Ya, terserah. Kalau kamu mau bayar pake duit beneran, saya mau 1 M. Atau saya bilang ke Papi kamu aja."

Pupil mata Azura membesar, dia takut.

"Jangan aduin ke Papi."

"Ya, makanya. Lagian, saya kan cuma minta bibir kamu. Saya nggak minta yang lain. Kamu juga pasti sering, kan, ciuman."

"Enggak." Azura menggeleng. "Aku nggak pernah ciuman. Papi nggak bolehin aku. Katanya bahaya."

Sekarang gantian pupil mata Adrian yang membesar. Bukan karena takut, tapi karena merasa senang.

"Oh, ya. Berarti saya yang pertama?"

Azura mengangguk.

"Yaudah kalau gitu." Aiden mengulum senyum, tak mau menunggu, dia segera melangsungkan niatnya. "Cicil hutang kamu dan cium saya sekarang juga!"

"Eh, sekarang?"

Terkutuklah Aiden dengan segala dusta buaya yang sudah dia lakukan, tapi siapa yang peduli soal itu.

Aiden kadung candu dengan bibir gadis di depannya. Lagi pula yang pertama kali menyosornya kan Azura.

Bibir dibalas bibir, dua dollar, dibalas dua dollar. Memangnya Azura saja yang bisa memanfaatkan keadaan.

Aiden memajukan wajah dan melumat habis-habisan bibir yang sedari tadi mengganggu warasnya.

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya 1. Hadiah kotak
39
6
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan