
"Yon, apa boleh minta waktunya?"
Nimas menatap artis baru yang populer itu. Amelia namanya. Ada apa? Urusan apa sampai harus berduaan.
Bahkan begitu berani melirik Sion di saat ada istri di sampingnya.
Nimas menatap wanita tidak tahu malu itu. Bibit pelakornya kuat sekali. Bagaimana dia harus bertindak?
"Hm? Ada apa?" Sion begitu ramah. Dia sebenarnya tahu, ada rasa ketertarikan dari wanita itu.
Sion sering menerima perhatiannya seperti mengirim makanan namun jelas dia kasih ke yang lain walau awalnya dia bagai menerimanya sebagai bentuk sopan santun saja.
"Ada sesuatu yang harus diobrolin,"
Sion melirik Nimas seolah meminta izin. Nimas tersenyum tipis dan mengangguk namun tiba-tiba meringis memegang perutnya.
"Aduh, dia nendang kenceng banget." lirihnya. Maafkan dia pura-pura bohong. Di sini dia sedang melindungi miliknya. Nimas tidak akan membiarkan wanita itu mendapat kesempatan.
Sion tersenyum samar. Dia dan Nimas sudah sahabatan lama, jelas dia tahu jika dia berbohong.
"Sayang, sakit?" Sion jadi terus fokus pada Nimas, mengabaikan Amelia yang mengalah namun tetap akan berusaha ke depannya.
***
Nimas melempar tasnya dengan emosi. "Dia jelas tertarik dan apa ga liat ada istrinya yang bunting?!" amuknya.
Waduh, si teteh ngamuk.
Sion mengekor dan diam saja. Istrinya tengah ngamuk. Salah sedikit pasti dia yang habis.
"Emang ya, Zaman gila banget! Apa mereka bangga gitu jadi pelakor? Ga tahu karma kali ya!" Nafas Nimas terengah kian kesal.
Sion hanya bisa mengusap punggung Nimas sambil mengecupi bahunya.
"Ga punya urat malu!" Nimas meninju angin.
Sion memeluknya dari belakang, mengusap perutnya sayang. Tidak membuka suara. Dia biarkan Nimas mengeluarkan semua kekesalannya.
"Dia pikir mudah kali ya rebut suami gue!" Nimas mengepalkan tinju. "Gue di lawan? Kalah lo, bikor!" kesalnya.
"Semua bikor di muka bumi ini harus musnah!" raungnya kesal. Saking tidak menghargainya sebagai istri dari Sion.
Sion mengerjap penasatan. "Bikor apa, teh?" tanyanya.
"Bibit pelakor!"
Sion mangut-mangut paham lalu terkesiap kaget saat Nimas menepis pelukannya dengan kesal.
"Kamu juga! Bisa ga jangan bikin salah paham?! Kamu terlalu ramah sama lawan jenis, sekali pun dia artis yang jadi bintang tamu di acara kamu, harusnya tetep aja kasih batasan! Dari dulu kamu selalu akrab sama perempuan sampai mereka salah paham!" amuknya, kali ini dengan isak tangis yang terdengar jengkel.
Sion kembali mendekat walau di tepis. "Teh, janji diperbaiki ke depannya. Jangan nangis dong." mohonnya.
Nimas terus menepis dan terisak. "Kaditu (Kesana) ah!" kesalnya sambil terus mendorong Sion, menolaknya.
"Sini, maafin aku." Sion tidak menyerah, dia terus berusaha sampai bisa memeluk Nimas dan menenangkannya.
***
"Hai, teteh cemburuan." usil Sion saat bangun tidur. Sudah dua hari sejak kejadian hari itu. Hari di mana si bumil cemburu dan ngamuk.
Nimas mendengus dan membalik badannya memunggungi Sion. Nimas memilih kembali menutup mata. Dia menyesal bangun.
"Teh.." Sion memepet sambil memeluknya. "Masih marah asli? Aku udah puasa dua hari loh.." bisiknya sambil membiarkan nafasnya menggoda Nimas.
Nimas menggeliat. "Masih marah!" ketusnya sebal.
Sion tersenyum. "Teh.. Ayolah, teh.." bujuknya.
Nimas membuka mata. Di sini tidak menjaminkan Sion tidak akan tergoda oleh Amelia.
Bisa saja Sion berpaling karena tidak merasa puas dengan dirinya.
Jangan sampai!
"Teh.."
"Kamu ga kerja?"
"Siang, makanya ayo bentar, hm?" bisiknya sambil grepe masuk ke dalam gaun tidur Nimas dan meremas-remasnya.
Nimas menggeliat. "Sebentar tapi," jawabnya.
Sion mengangguk sambil membalik Nimas hingga terlentang. "Oke, buka ya teh?" Sion memegang gaun tidur Nimas.
Nimas mengangguk, dia mengangkat tangannya hingga gaun terlepas dan hanya tersisa dalaman saja.
"Si emoy ini teh.." canda Sion sambil memainkan keduanya yang kian besar dan sedikit kadang mulai berASI.
Nimas mengulum senyum mendengarnya lalu terpejam saat hembusan nafas dan kehangatan menerpa puncaknya.
"Haa.. Yon.." Nimas pun mulai menggeliat gelisah.
Ahh.. Ahh..
Haa.. Heuk..
Ahhh..
***
"Pagi-pagi udah digempur lama, jelas males kemana-mana.." Gea terkekeh lalu duduk di samping Nimas.
"Ha? Bocor?" kaget Nimas.
Senangnya dia hari ini karena Gea tidak sibuk dan bisa menemaninya sambil menunggu Sion pulang nanti sore.
Gea terbahak. "Ya enggalah! Buat apa kita bayar mahal kalau ga kedap suara! Dasar mudah ketipu!" ejeknya.
Nimas mendengus dan kembali ngemil sambil nonton televisi.
"Kapan ya bisa hamil," Gea bersandar pada Nimas sambil mengusap perutnya yang bulat. Iri sekali rasanya.
"AHK!" kaget Gea saat jempol kakinya diinjak.
"Biar ketular, katanya." santai Nimas.
Gea mendengus namun meaminkannya. "Apa salah gaya?" celetuknya.
"Lah, bukannya semua gaya udah?"
Keduanya begitu serius membahas ranjang. Tanpa malu, mungkin karena merasa sudah sama-sama jadi istri.
"Tapi gemuk loh, jangan-jangan isi?"
Gea berdebar. Sempat mengalami blighted ovum dan apa benar dia isi lagi?
"Kemana? Temenin dulu, Ge!" kesal Nimas.
Gea pun kembali. "Buatin jadwal dong sama dokter kamu, Mas." pintanya.
"Kan punya dokter sendiri,"
"Engga ah, pindah." Gea menekuk wajahnya. "Genit ke Lanon soalnya." lanjutnya.
Nimas terbahak. "Dih, cemburuan." ledeknya.
"Emang lo engga? bukannya dua hari lalu kebakaran?"
Nimas pun kicep.
"Gimana kabar si Bikor?"
"Katanya sih Sion udah menjaga jarak, bahkan WA Sion ada juga di ponsel aku, boleh di sadap biar kamu tenang ceunah.."
Gea terkekeh. "Bucin juga Sion, tahu jodoh kita sahabat sendiri, dari lama kenapa ga nikah aja ya, udah banyak anak kali sekarang kita.." celetuknya.
"Bener pisan, ternyata yang jadi suami aku Sion, mana harus hamil dulu baru hubungan jelas. Emang rasanya beda ya kalau sama sahabat sendiri.."
Nimas menatap ponselnya yang menyala. WA Sion ternyata. "Wah, liat si bikor!" kesalnya.
Gea segera merapat. Keduanya pun sama kesal.
Amelia
Yon, kamu menghindar terus. Aku ada salah? Aku mau ketemu, sebentar aja. Ada hal penting yang harus aku obrolin.
"Bales aja, ajak dulu istriku. Dia lagi hamil, takut berpikiran yang engga-engga," usul Gea.
"Kesel banget, bentar." Nimas mengatur nafasnya.
"Sama, kita labrak aja! Dia pikir kita lemah? Kita bocorin aja biar sekalian hancur, ga pantes seorang artis bertingkah buruk kayak gini. Ga bisa jadi contoh, mereka pikir si Amelia ini polos, baik bak angel.." Gea yang lebih emosi kini.
"Jangan ah, kasihan.."
"Terus labrak aja?"
Nimas mengangguk setuju.
Sion menatap ponselnya. Pesan dari Amelia sudah di balas oleh Nimas. Baguslah, di sini dia aman tidak di salah pahami lagi dan juga dia sibuk, di balas Nimas justru membuatnya terbantu.
"Yon, yang bales siapa?" Daus menatap ngeri. "Sadap kali," cemasnya.
"Istri gue, us.."
"Serius? kok mau? posesif banget ternyata teh Nimas.."
"Dia ga akan gitu kalau ga ada pemicunya."
"Si Amelia ya?" bisiknya.
"Kok tahu?"
"Kita semua hampir tahu, gerak-geriknya beda. Emang agak gila ya, cantik-cantik kok rendahan gitu jadi pelakor maunya.."
Sion semakin yakin, dia akan berhenti bekerja sama dengannya. Takut ada gosip lain yang menyeret dan merusak acaranya yang sekarang sukses ini.
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
