Spin-Off Nimas-Sion : 14. Ungkapan Dan Serigala Lapar

21
0
Deskripsi

Sion tertawa pelan nan gemas. Menyeka air mata Nimas antara senang juga sedih. Ternyata Nimas mengharapkan dari lama.

"Kenapa ga minta kepastian? Aku pikir kamu ga mau, ga butuh, belum mau ngubah hubungan." Sion terus menyeka air mata yang jadi mudah terjatuh itu.

"Aku hiks takut banget hubungan kita jadi canggung, aku pikir kamu—"

Sion segera memeluknya. Menenangkannya sambil mengecupi kepalanya dengan perasaan lega.

Ternyata Nimas mau diajak ke hubungan yang lebih serius. Tahu begitu kenapa tidak dari dulu dia mengajaknya meresmikan hubungan.

Nimas sampai seterharu itu saking menunggu dari lama namun tidak berani meminta. Ternyata mereka merasakan perasaan yang sama.

Takut melangkah, mundur juga tidak mau. Mereka pun sama-sama terjebak. Sion merasa tidak menyesal asal ceplos malam ini. Dia akhirnya tahu keinginan Nimas yang ternyata sama seperti dirinya.

"Kenapa udah tahu hamil baru ngajak! Nyebelin kamu mah!" Nimas memukuli Sion kesal walau hanya dua kali.

Sion tahu kenapa dia baru berani sekarang, mungkin karena kalau pun Nimas menolak mengubah status tetap saja mereka harus menikah.

Masa iya selamanya begini bahkan ada bayi juga.

"Aku udah atur jadwal, aku usahain kamu pulang kampung bareng aku. Aku butuh kamu kenalin ke keluarga, kalau perlu aku mau lamar langsung."

"Yon.." panggilnya lirih terharu. Nimas senang akhirnya bisa terlepas dari kesalahan dan tentunya dosa.

"Aku cinta kamu, teteh.." Sion tersenyum membingkai wajah Nimas.

Nimas berdebar dan semakin terharu. "Aku juga, Yon. Cinta kamu, banget." jujurnya tanpa gengsi dan takut lagi, bahkan terdengar tergesa saking tidak bisa menahan untuk mengungkapkannya. 
 

***
 

"Enh.. Haa.." Nimas agak kewalahan.

Sion yang berada di atasnya terus memandang Nimas tidak berkedip. Dia bergerak agak luar saat akan sampai pada puncaknya.

"Ohh.. Yon!"

Keduanya bergetar bersama, Sion begitu gesit mencabut dan mengeluarkan semuanya di perut kembang kempis yang sangat terengah dan bergetar halus itu.

Keduanya berciuman dengan melemas lega. Saling mengecup dan berpelukan cukup lama saking nyaman. Nimas juga tidak berhenti mengungkapkan perasaannya tanpa malu.

"Aku cinta kamu, Yon." Nimas mengusap rahang Sion.

Keduanya tengah rebahan di tutup selimut tebal. Wajah keduanya terlihat lelah namun lega, rambutnya sama berantakan.

"Iya, teh iya.. Aku juga," Sion tertawa pelan begitu gemas. Dia ndusel di leher Nimas yang wangi bercampur keringat.

Nimas tersenyum tipis agak malu. Dia begitu tidak terrem, terus saja ingin mengungkapkan cintanya. Tapi dia tidak menyesal dan tidak kapok. Sebanyak mungkin dia akan mengucapkannya setiap hari.

"Bisa lepas? Kenapa udah keluar di luar malah dimasukin lagi?" Nimas mengerjap menatap wajah Sion yang kini berjarak dan menatapnya.

"Kan rumahnya." Sion melempar cengiran. Aura Sion terlihat begitu bahagia.

Nimas balas tersenyum walau segera memukul lengan Sion pura-pura kesal dengan celekukannya.

"Tapi serius, Yon. Bisa lepas? Ga nyaman, ganjel."

Sion menariknya, membuat Nimas melenguh halus. Sion mendekat, mencium bibirnya tak lama.

"Tidur yang nyenyak." Sion usap perut Nimas.

"Kamu juga."

"Iya, aku— sebentar." Sion menjauh, meraih ponselnya yang tersimpan di nakas. Ada panggilan masuk.

"Siapa?"

"Amran, sebentar. Tidur duluan aja." Sion meraih boxer dan memakainya barulah mengangkat panggilan sambil berjalan ke balkon.

Nimas menatap kepergian Sion, menatap pintu balkon yang kembali ditutup. Mungkin karena sudah malam makanya Sion tutup. Takut dia masuk angin.

"Akhirnya, hubungan ini ielas sekarang." Nimas tersenyum lega, matanya terpejam sambil menikmati bantal yang empuk.

Nimas akan tidur duluan. Semenjak hamil memang mudah sekali tidur, bahkan baru hanya nempel pada bantal.

Untungnya dia jadi mudah tidur, padahal pikirannya sangat berisik. Nimas hanya menutupinya dengan baik.

Dengkuran halus terdengar. Nimas benar-benar tidur secepat itu. 
 

***
 

Nimas bangun, wangi sabun mandi menyapa hidungnya. Dia masih tidak bergerak di posisinya. Kedua matanya menangkap sosok Sion yang sedang memakai dalaman memunggunginya.

Nimas tersenyum tipis. Sion begitu kekar, indah sekali pahatan tubuhnya. Tahu saja yang membuatnya semakin suka.

Sion kapan ngegymnya? Masa iya hanya olah raga singkat di apart bisa membentuk otot seindah itu.

"Yon.."

"Eh? Udah bangun?" Sion memasangkan kancing sambil berjalan mendekati Nimas yang masih rebahan.

"Kok bisa,"

"Apanya?" Sion duduk di pinggiran kasur dan Nimas bergerak ngesot untuk merebahkan kepala di paha Sion.

"Kok bisa kebentuk, kapan ngegymnya?"

"Pulang kerja selalu nyempetin walau sebentar, mau ikut liat?"

"Aku mau olah raga hamil, ada gym juga. Pindah ga papa? Biar bareng,"

Sion mengangguk. "Boleh, ayo." balasnya.

Nimas tersenyum cerah. Dia bergerak duduk dan mengecup dagu, pipi lalu bibir Sion sekilas.

"Mau mandi?" Sion usap sisi wajahnya.

Mendengar mandi sontak Nimas rebahan dengan lesu dan menggeleng menolak. Dia ingin rebahan dan malas-malasan.

Sion menatap pipi Nimas. Benar, semenjak tidak kerja dan tidak diet Nimas terlihat semakin berisi.

"Aku teh lagi males mandi. Males banget pokoknya mah, nanti aja. Sana kamu siap-siap,"

Sion tertawa pelan. "Dasar, untung wangi. Tapi tetep mandi ya.. Biar bersih," lalu beranjak.

"Iya.. Nanti," Nimas kembali rebahan sambil menatap pergerakan Sion. Kan, baru menempel sebentar dia kembali ingin tidur.

"Yon, kalau berangkat aku tidur berangkat aja ya, jangan bangunin."

Sion mengangguk dengan senyuman. Dia menyiapkan semua barangnya. "Teh, nanti yang siapin gini kamu ya kalau udah nikah," celetuknya.

Nimas mengerjap. "Hm.. Siap, sekarang males, ga papa ya sendiri dulu." suaranya melemah oleh kantuk.

"Ga papa, teh.. Tidur aja." Sion mendekat untuk meraih ponselnya untuk mencium Nimas.

Cup.. Pipi

Cup.. Hidung

Cup.. kening

Cup.. Bibir

Cup.. Leher

Cup.. Perut

Nimas tersenyum senang walau mata sayu ngantuk. Sion kembali sibuk sendiri dan Nimas tidak tahu lagi apa yang dilakukan Sion karena dia terpejam tidur. 
 

***
 

"Hei.. Kenapa polos?" Sion segera mencari tempat kosong. Nimas ingin VC katanya, dia kesepian dan ingin lihat apa yang dikerjakannya.

"Gerah, yon.."

Sion menggeleng samar lalu duduk saat merasa tempatnya aman. Dia segera menatap pemandangan jndah dari dua boba besar itu.

"Kenapa ga bikinian.. Nanti ada orang masuk heboh.." omel Sion.

Nimas manyun. "Iya, mau ambil daleman dulu." pamitnya sambil beranjak.

Sion menelan ludah melihat tubuh Nimas yang terekspos itu. Indah sekali calon istri dan ibu dari anaknya itu.

Sion mengusap wajahnya untuk menyadarkan diri. Ini di tempat kerja. Nimas pun datang dengan gaun tidur bertali kecil.

"Nah, ga terlalu bikin gerah."

"Tapi aa yang gerah, tetehku sayang." Sion tertawa pelan.

Nimas mengulum senyum. "Pasti, tatapan kamu kayak serigala lapar tahu!" balasnya.

"Oh ya? Kalau gitu serigala lapar ini boleh makan nanti?"

Nimas pura-pura berpikir. "Ya boleh sih kalau serigalanya ga lembur," jawabnya.

Sion tertawa pelan. "Kalau gitu udahan, aku kerja sekarang biar ga lembur nanti." balasnya.

"Apa ga bisa sambil VC. Aku diem kok, sesekali aja kamu tunjukin muka.. Aku ngidam loh," Nimas pun mengeluarkan senjata ampuhnya.

"Boleh, tapi jangan berisik ya.."

"Siap, boss.." seru Nimas senang yang mengundang tawa kecil Sion.

Nimas menikmati cemilan sambil melihat sesekali wajah atau bagian kantor yang tidak jelas karena ponselnya di genggam Sion.

Dan saat diskusi dengan tim kreatif barulah Nimas bisa melihat jelas wajah Sion yang serius karena ponselnya di simpan dan disandarkan di laptop yang terbuka.

Nimas tersenyum dan terpesona melihat Sion yang serius. Ternyata Sion secakep itu. 
 

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya Spin-Off Nimas-Sion : 15. Celetukan Dan Restu
19
0
Komentar dinonaktifkan
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan