
#CeritadanRasaIndomie
TENTANG SEMUA RASA INDOMIE
“Ndo, jangan lupa nanti beli mie yang biasa.”
“Iya, Bu.”
Aku mengencangkan tali sepatu sekali lagi, sebelum beranjak berdiri dan memastikan sepatuku sudah aku pakai dengan benar. Ibu sudah memberikan uang 20 ribu untuk uang saku. Aku mencium tangan ibu yang bau bawang karena beliau masih memasak di dapur. Seperti kebiasaanku setiap pagi, sarapan dengan nasi dan mie.
“Indo berangkat sekolah dulu ya, Bu. Assalamualaikum.”
“Waalaikumsalam. Hati-hati, kalau nyebrang jalan tuh lihat kanan kiri. Terus pulang sekolah nggak usah mampir ke tempatnya Bang Imron. Uang Ibu cuma tinggal itu. Adik kamu nanti lapar kalau nungguin kamu.”
“Iya, Indo tahu.”
Aku segera berpamitan dan mengambil sepeda roda dua dengan warna merah itu. Ada tulisan INDOMIE karena sepeda ini kemarin saat 17 Agustus menjadi pemenang di lomba sepeda hias. Hadiahnya tentu saja 1 kardus Indomie yang sangat aku suka.
Kukayuh sepeda menuju sekolahku. Dengan seragam putih biru ini, aku tidak malu harus mengayuh sepeda peninggalan almarhum bapak. Dari aku kelas 4 sd, Bapak sudah pergi meninggalkan kami. Beliau mengalami kecelakaan dan meninggal. Ibu, aku dan Mira, adikku yang berjarak satu tahun dariku akhirnya harus hidup tanpa kehadiran bapak. Ibu yang hanya menjual nasi sayur di depan rumah, alhamdulilah cukup untuk memenuhi kebutuhan kami bertiga. Tapi, tentu saja tidak bisa semewah anak-anak lain. Aku harus terima, mengenakan seragam dari pemberian tetangga yang anaknya satu tingkat di atasku dan bersekolah di SMP yang sama. Harus mengenakan sepatu dari kelas 7 sampai sekarang sudah hampir lulus smp. Meskipun sedikit kekecilan.
“Copeeeettt!!!”
Sepedaku tiba_tiba menabrak seseorang yang membuat aku terjatuh karena dengan kerasnya orang itu berlari ke arahku. Kami sama-sama terjatuh, tapi naas bagiku karena di sebelah kananku ada sebuah motor yang melaju dengan kencang. Tubuhku yang baru saja terhempas ke aspal, tertabrak motor itu. Rasanya begitu sakit, aku bahkan berteriak tapi yang terdengar hanya rintihan karena aku sudah menghantam sesuatu yang keras. Seketika itu juga aku tak sadarkan diri, meski aku masih sempat merogoh saku celanaku. Di sana ada uang ibu untuk membeli makan siang kami, yaitu indomie.
******
“Nama kamu siapa?”
“Indomie.”
“Iya, saya tahu kamu mau Indomie, nanti dibuatkan. Nama kamu dulu.”
“Indomie…”
Aku menatap dokter dan para perawat yang sedang menanyaiku. Rasanya, tubuhku begitu sakit, tapi aku masih baik-baik saja. Tadi saat sadarkan diri, aku sudah ada di sini. Di sebuah kamar yang beraroma obat. Lalu selang infus sudah membuat tanganku tak bisa bergerak bebas.
“Nama kamu…”
Aku tentu saja bingung karena masih terus menerus ditanya tentang nama. Memang namaku Indomie. Bapak yang memberikan nama itu karena saking cintanya bapak dengan makanan itu. Bahkan, saat bapak masih hidup beliau pasti selalu membuatkanku Indomie goreng setiap aku pulang sekolah. Aku dan Mira memang sangat akrab dengan mie satu itu. Dari hanya Indomie goreng rasa original sampai sekarang sudah ada berbagai rasa, antaranya rasa cakalang, sate, ayam bawang, masak habang,ayam geprek, sambal rica-rica, sambal matah, mie goreng Aceh, Tahu tek, dan masih banyak rasa yang lain.
“Nama saya Indomie rasa-rasa.”
Aku akhirnya menyebutkan namaku yang membuat 2 orang perawat di samping kananku terkekeh geli, tapi Ibu dokter yang ada di samping kiriku malah mengernyitkan kening. Lalu beliau memeriksa luka di tangan dan kakiku. Bahkan memeriksa pupil mataku.
“Ini perlu ct scan.”
Ya Allah. Namaku memang itu. Unik kalau kata bapak, tapi kenapa mereka tidak percaya. Lalu tiba-tiba aku teringat dengan uang 20 ribu di saku celana sekolahku. Karena tanganku terbebat perban dan selang infus, otomatis aku tidak bisa merogohnya. Lalu saat menatap celana yang aku pakai sekarang, semuanya sudah diganti dengan piyama rumah sakit.
“Mbak, celana saya mana?”
Aku langsung menoleh ke arah perawat yang ada di kananku. Beliau menatapku dengan bingung.
“Celana adik, maksudnya seragam sekolah?”
Kuanggukan kepala dengan pasti.
“Owh, karena tadi bersimbah darah dan sobek maka sudah kami sisihkan. Apa ada yang penting?”
“Itu ada uang buat beli Indomie.”
Aku tentu saja mengatakan itu karena refleks teringat ibu dan Mira pasti menungguku.
“Dok, pasien masih menginginkan Indomie.”
Perawat tadi malah menatap dokter yang sekarang sedang sibuk menulis. Lalu dokter tadi menatapku dengan iba.
“Kami perlu keluarga kamu. Nama ibu atau alamat rumah masih ingat?”
Kuanggukan kepala lalu aku menatap Dokter yang terlihat ramah di depanku.
“Tapi saya harus membeli Indomie buat ibu dan adik saya, Dok. Boleh kan?”
Dokter tadi menghela nafas, dan menatapku dengan iba.
“Kasihan kamu.”
Loh memangnya aku kenapa? Aku hanya ingin Indomie.
***
Singkat cerita, aku mengalami kecelakaan karena seorang pencopet yang menjambret tas seorang ibu yang sedang berjalan kaki di trotoar. Karena panik, copet itu berlari dan tidak menatap jalanan. Lalu menabrakku. Entah bagaimana nasib sang copet. Yang aku tahu, begitu aku tertabrak motor, aku langsung dibawa ke rumah sakit oleh para warga yang melihat.
Ternyata yang menabrakku seorang pemuda berusia sekitar 20-an tahun. Dia tampak khawatir saat menemuiku. Lalu meminta maaf dan mengatakan akan bertanggung jawab sepenuhnya kepadaku. Saat aku mengatakan aku hanya ingin segera pulang dan membelikan Indomie untuk keluargaku, dia malah menangis.
Aku mengalami retak tulang di bagian kaki dan tangan, harus dirawat di rumah sakit selama 1 minggu penuh. Ibu dan Mira sudah diberitahu, dan akhirnya semua rumah sakit tahu kalau nama asliku memang Indomie rasa rasa. Sebuah nama yang tak biasa, tapi pasti akan dikenal oleh semua orang, itu pesan bapak dulu. Saat Ibu bertanya kenapa namaku begitu.
Dan memang benar, setelah kejadian itu, hidupku kembali berjalan normal. Meski popularitasku semakin menanjak akibat namaku yang viral, aku tetap menjadi Indomie yang selalu menemani ibu dan Mira dengan setia.
Kami hidup dengan sederhana dan bersyukur setiap hari masih bisa menikmati Indomie. Karena Indomie seleraku. Selera rakyat Indonesia. Salam dari Indomie yang selalu ada untuk kalian.
Cerita ini hanyalah fiksi belaka, tapi memang pengalaman dari penulis yang pernah bertemu dengan seorang bernama Indomie. Sungguh, Indomie memang membuat silaturahim jadi semakin erat. Dari tidak mengenal menjadi bersahabat.
#CintadanRasaIndomie
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
