PACAR 5 LANGKAH #UnlockNow

14
5
Deskripsi

Pacaran jarak jauh atau yang sering dikenal dengan LDR sepertinya sudah biasa dan membuat tiap pasangan kadang tidak berhasil menjalaninya. Nah, tapi di kasusku ini, pacaran jarak dekat yang membuatku tidak bisa mempertahankan hubungan pacaran. Artinya aku tidak bisa terus menerus bertemu dengan kekasihku itu dan membuat jenuh. Akankah aku menemukan solusi dari semua ini? Atau aku harus merelakan hubunganku ini kandas hanya dengan alasan yang kata orang terlalu mengada-ada…? Ikuti kisahku. Laras dan Randu. 

PROLOG

Orang itu kalau pacaran paling susah dengan jarak. Makanya ada istilah LDR { Long Distance Relationship}. Nah yang nggak mengerti bahasa inggris itu artinya pacaran jarak jauh. Di jaman milenial begini, pasti 50 persen penyebab putus itu adalah hubungan jarak jauh, yang mereka beralasan tidak bisa saling percaya. Atau memang kekasih masing-masing berselingkuh karena adanya kesempatan. Jadi intinya, kalau menjalin suatu hubungan itu paling susah ya menjaga kepercayaan karena jarak yang memisahkan.

Tapi beda cerita denganku. Seharusnya sih aku bahagia ya, seharusnya aku sangat bersyukur karena tidak mempunyai hubungan jarak jauh. Pacarku atau calon suamiku berjarak 5 langkah dari rumah. Tetangga sebelah rumah banget, bahkan dindingnya pun menempel. Nah itu yang jadi masalah. Karena kami jadi tidak mempunyai privacy. Kebetulan kamarku dan kamarnya itu berada di lantai dua, saling berhadap-hadapan juga balkonnya. 

Awalnya sih senang aja, romantic malah. Kalau mau tidur kita saling nongkrong di balkon, sambil membaca puisi pengantar tidur. Itu saat 3 bulan pacaran, tapi berjalan 1 tahun kita jadi bosan tiap hari bertemu, atau bisa dikatakan tiap waktu. Kita nggak bertemunya pas kerja saja. Padahal kantor tempat kita bekerja juga satu lantai meski di perusahaan yang berbeda. 

Lalu….Aku jenuh.

“Mil,  mau kagak pindahin aku ke Timbuktu gitu…”

Ucapanku membuat Mila, bosku di kantor ini langsung melotot.

Aku bekerja sebagai desain grafis di perusahaan milik sahabatku sendiri sebenarnya. Si Mila ini. 

“Emang ada masalah apa lagi sama Mamasnya?”

Kebiasaan, Mila kalau membahas tentang pacarku tuh pasti dengan sebutan itu. Aku hanya menggelengkan kepala.

No idea…”

“Lha terus masalahmu apa coba? Dari kemarin ribut terus mau minta pindah?”

Aku kembali menghela nafas, ah susah untuk diceritakan. Karena memang nggak ada yang bisa aku bicarakan. Pacarku itu sangat manis. Perhatian, dan juga dewasa. Pokoknya nggak ada minusnya. Ganteng cek, pinter cek, berduit juga cek. Coba apa yang salah?

“Mendingan nih, kalian segera nikah aja. Pacaran udah lebih dari 1 tahun tuh gitu. Bosen, jenuh. Apalagi rumah kalian bisa dikatakan satu rumah hanya beda dinding aja.”

Ucapan Mila membuatku menganggukkan kepala “Pinginnya sih gitu, cuma Mas Randu kan masih nungguin Mbak Lani dulu buat nikah. Pantang gitu di keluarganya untuk melangkahi. Mbak Lani anak sulung, yang harusnya nikah duluan. Padahal Mbak Lani belum punya pacar sampai sekarang.”

Aku mengatakan itu dan membuat Mila menatapku dengan sedih. Memang sih, alasan kami belum masuk ke jenjang pernikahan ya k arena adanya Mbak Lani ini, kakak sulung dari Mas Randu. Kami tidak mau melewati Mbak Lani dengan nikah duluan. 

“Lha terus itu mau pindah karena?”

Nah aku sendiri juga masih belum pasti apa yang mendorongku jenuh begini. Padahal Mas Randu itu nggak ada kurangnya sama aku, malah lebih-lebih kalau mau dikata sebagai seorang kekasih. Aku yang salah otaknya mungkin.

******* 

“Hai, sibuk banget sih seharian nggak bisa dihubungin.”

 Aku menatap pria ganteng di depanku. Dia mengulas senyumnya yang sejak hari pertama aku melihatnya langsung membuatku jatuh cinta. Klise kan? Tapi memang itulah, Mas Randu ini senyumnya nggak bisa diabaikan begitu saja. Tetangga sebelah rumah semua juga sudah  terkena pesona senyumannya. 

“Capek, Mas. Banyak kerjaan.”

Aku menghempaskan diri di atas sofa yang ada di teras rumah. Mama seneng banget memang naruh sofa begini di teras. Alasannya ya biar tamu yang datang nyaman, lha terus  apa kabar ruang tamu coba?

Mas Randu meletakkan bungkusan yang sejak tadi dibawanya. Dia juga kini duduk di sebelahku. Sore ini, dia sepertinya juga belum pulang ke rumah untuk berganti pakaian. Karena bajunya masih mengenakan pakaian kantornya. Kemeja dan juga celana formal. Hanya, kini kemejanya sudah keluar dari ban pinggangnya. 

“Kamu kayak banyak pikiran. Kenapa?”

Mas Randu kini menatapku lembut dan berbicara dengan lirih. Dia sepertinya tahu kalau aku sedang dalam fase galau.

Aku menggaruk kepalaku yang tidak gatal, tidak pernah bisa menyembunyikan apapun di depan Mas Randu. Dia menatapku lekat yang malah membuatku makin salah tingkah.

“Mas, kita kayaknya break dulu deh.”

Dan apa yang kulihat di raut wajah Mas Randu kini membuat hatiku mencelus. Dia yang sangat baik kepadaku, bahkan dia itu termasuk pria yang sangat diminati di lingkungan kami, dalam artian dia tuh benar-benar pria yang memenuhi syarat jadi calon suami atau menantu. Dan aku bodoh merasa seperti ini.

“Masalah nikah ya, pasti?” Dia mengatakan itu sambil menatapku yang membuat aku menggelengkan kepala. Aku tidak pernah mempermasalahkan masalah nikah yang harus menunggu Mbak Lani karena itu memang hak keluarga mereka. Toh umurku juga masih terbilang muda, dan nggak ngebet buat nikah.

“Terus?”

Aku menggigit bibir untuk meneruskan ucapanku. Duh, ingin rasanya aku tidak mengatakan semuanya, tapi kalau seperti ini terus pasti akan menjadi toxic hubunganku dengan Mas Randu.

“Aku rasa kita sama-sama jenuh, Mas. “

Sepertinya ucapanku memang membuat Mas Randu seperti mimpi. Dia ekspresinya masih datar, karena mungkin mengira aku hanya bercanda. Tapi saat aku tetap diam dan tidak melanjutkan apapun itu. Dia baru mengulurkan tangan untuk menyentuh tanganku.

“Serius? Kamu jenuh sama hubungan kita?”

Aku menghela nafas dan bingung dengan jawaban yang akan aku lontarkan. Aku mengalihkan tatapan ke halaman di depan sana. Menatap lembayung sore yang sangat aku sukai, tapi kali ini aku tidak suka sama sekali. Karena aku harus menyakiti Mas Randu dengan keputusanku.

“Mas, jarak kita terlalu dekat. Dari pagi sampai malam kita bertemu terus, aku jadi kayak…” Aku menatap Mas Randu yang sepertinya masih menunggu apapun itu yang keluar dari mulutku. “Aku ngerasa jadi nggak punya privacy… my bad…”

 Aku mengakui kalau itu kesalahanku sendiri. Entah aku yang kurang bersyukur atau memang aku yang sudah tidak merasakan apapun itu. 

“Kamu nggak sedang nguji aku kan sayang?”

Itu ucapan Mas Randu. Dan saat tidak melihat apapun reaksiku, dia langsung meraup wajahnya. Tampak begitu lelah menghadapiku.

“Fine… kalau itu mau kamu.”

 Duh kok pingin nangis ya? Aku putus hanya karena jarak? Bukan jarak jauh tapi jarak yang begitu dekat. Kayaknya memang aku yang aneh.

 

BERSAMBUNG

HALOHA IKUTIN CERITA INI YUK…. KASIH KOMENTAR BIAR SEMANGAT NGELANJUTINNYA YA. 

 

 

 

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya BENANG TAKDIR
0
0
cerita dari Angga anak tirinya Papa Abyan di Jodoh Rasa Duren.Angga harus merelakan Milta kekasihnya untuk menikah dengan pria yang dijodohkan keluarganya. Di saat kesepian itu mendera, tiba-tiba datang Laras. Merasa senasib karena sama-sama ditinggal menikah, takdir akhirnya mempersatukan mereka. Tapi bisakah Angga menghilangkan trauma yang diderita Laras? Ikuti kisahnya di sini.
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan