
Bagaimana rasanya berada di situasi, apapun yang kamu lakukan tidak merubah keadaan dan kamu tetap berada ditempat yang sama sendirian. setelah sebelumnya terjatuh dan terprosok jauh, berusaha keluar dari lubang keterpurukan namun yang dirasa semakin dalam tertanam. Akhirnya kamu menghilang untuk temukan tenang dan menunggu uluran tangan seseorang yang tak pernah datang. Ini tentang rasa sepi, percakapan dengan diri sendiri, pencarian terberat menemukan jalan pulang. Pertemuan dengan cermin...
Bagaimana bisa seseorang yang ku kenal ceria dan jenaka, berubah seketika dalam diam, ia bilang ingin merubah namanya, berharap kenangan masa lalunya hilang, ia ingin pergi dan menetap di tempat baru yang asing dan lebih senyap, karena merasa kebisingan mulai mengganggu kepalanya yang sudah mulai penuh dengan hal-hal yang membuatnya rapuh. Aku menatap matanya dalam-dalam, saat secara sadar ia datang menghampiriku dengan wajah kusut dan mata yang sendu, sudah lama ia menghilang, padahal aku selalu menunggunya datang. Sering aku bilang “rapihkan rambutmu” sisir ke arah samping kiri, aku rasa itu arah terbaik mu, wajahmu akan terlihat lebih tirus, kamu suka marah kalo ku bilang muka mu bulat.
Dia hanya diam dengan wajah setengah menunduk, setelah ku tatap dan ia menghindar. Aku tau ia sedang tidak baik-baik saja, seringnya ia datang, saat sudah merasa ditinggalkan. Aku pernah mendengar ia bicara sendiri saat sedang duduk kemudian berdiri, “apa yang tersisa dari seseorang yang sudah terjatuh dalam jurang dalam, tidak ada yang tertinggal diatas, semua hal terjatuh menimpa kepala, yang terasa hanya rasa sakit”. Ia sempat ingin berteriak, namun tak ada suara yang keluar, aku malah merasakan hujan turun dan pipinya jadi basah, sepertinya ia benar-benar sedang kesusahan.
Hai apa kabar? Ku ucap salam untuk sadarkan ia, bahwa aku ada dihadapannya. Lama kamu tak mengunjungiku, padahal aku selalu menunggu kedatangan mu, bagaimana di luar sana, kamu sudah menemukan yang kamu cari. Terakhir ia mampir dan bilang sedang mencari rumah. Aku bingung dengan ucapannya kala itu, menurut ku rumah adalah tempat dimana hati berpulang, seperti kura-kura yang selalu membawa rumahnya, tak harus mencari-cari karena akhirnya kita Kembali pada diri sendiri. Harapan untuk ia Kembali pulang pada aku yang menantinya sangatlah besar, sayang saja ia belum sadar. Cukup lama aku menunggu jawab sapaku, akhirnya ia berseru. “Aku sedang tidak baik-baik saja dan aku lelah berpura-pura di depan mereka, di hadap cermin ini aku mampu menjadi apa adanya diriku”. Di depan tatap mu, aku mampu melihat betapa lelahnya mata dan hati ku, entah bagaimana ini bisa terjadi namun berbicara pada diri sendiri adalah ritual terakhir yang kulakukan kala tak ada telinga yang bisa mendengar dan tak ada bahu yng mampu aku sandar, kamu tau itu kan! Kemudian ia melanjutkan ceritanya dan aku perlahan mendengar suara lirih itu.Bagaimana rasanya berada di situasi, apapun yang kita lakukan tidak merubahan keadaan, tetap berada di tempat yang sama. Meski telah berusaha sekuat tenaga. Bagi seseorang yang telah mengalami kejatuhan terdalam dan kehilangan terbesar, apa yang membuatnya takut untuk Kembali memulai, rasa sakit dan kecewa yang bagaimana lagi, yang mampu menandingi rasa kehilangan saat itu, benar tidak ucapanku ini? tanyanya pada aku yang hanya mampu terdiam dan menatap dalam sambil mengatur nafas perlahan, aku tak mampu berucap, sekedar senyum kecil yang mampu merubah rona wajah dan lengkung bibir yang terkesan meringis menahan tangis.
Ku biarkan ia mengoceh, memaki, berteriak dan sesekali menangis, hingga akhirnya Kembali terdiam, dengan mata yang lebab, pipi memerah dan wajah yang basah entah karena berkeringat, airmata yg terlalu banyak atau campuran keduanya. Berbicara sendiri bukanlah suatu kegilaan terlebih dihadapan cermin yang pantulkan wujud dirimu sendiri, lengkap dan apa adanya. Meski awalnya merasa aneh mendengarkan suara sendiri, tapi kelamaan ia terbiasa dan akhirnya menemukan kekuatan dari melihat sosoknya sendiri yang sedang berusaha menguatkan dengan hadir dan tak kemana-kemana saat ia bercerita. Terkadang hal sederhana yang kita lupa adalah seorang pendengar yang baik mungkin tak pandai bercerita, namun ia kadang ingin didengar juga. Saat seseorang yang kita sayangi mengalami hari yang sulit, apa yang bisa membuatnya kuat Kembali terkadang tidak selalu solusi, namun duduk bersama, mendengarkan ceritanya tanpa harus menghakimi, toh ia sedang kelelahan sekarang, beban kehidupan sedang terlalu berat menekan bahunya yang makin lama makin rapuh dan terkadang ia harus membungkuk untuk berjalan. Hal yang paling dibutuhkan sebenarnya adalah jeda untuk beristirahat sebentar, tidakkah kamu memperhatikan!.
Setelah keadaan mulai tenang aku bertanya perlahan, ia mengerti saat suaraku terdengar dalam hati, dan tatap ku tepat sejajar bola matanya. Saat itu kami berdua seperti hilang dari dunia nyata dan tiba-tiba muncul dimana pun tempat yang kami suka. Aku tau betul, ia senang ngobrol di pinggir danau yang teduh, pohon-pohon tinggi dan rimbun menjaga kami dari cahaya matahari langsung, hingga cahaya itu harus berusaha masuk pada celah-celah dahan dan sinarnya jadi samar dan terasa hangat saja, dengan kursi kayu yang memiliki penahan punggung setinggi bahu, ia senang bersandar disana. Namun kali ini berbeda, kenapa kami ada di tempat serba putih, bersudut empat tanpa jendela, tak ada pintu dan lampu, namun didalam sini terang sekali, dengan dua kursi berhadapan dengan jarak tak jauh sekitar 1 hingga 2 langkah saja. Seharusnya panas yang terasa, namun syukurlah udara disana biasa saja, kadang aku merasakan hembusan angin yang entah dari mana asalnya. Kami tiba-tiba duduk, tidak berjalan dan seketika kami terkejut. “dimana ini”, kamu tau kita dimana? Tanyanya pada aku, “tidak, tapi aku rasa ini tempat yang kamu suka”. Seringnya saat moment itu tiba, kamu yang akan mengajak ku untuk pergi dan mendengarkan ceritamu. Sudahlah ia menghentikan pertanyaan yang kendak aku sampaikan, mungkin ia sudah sadar bahwa hatinya saat ini sedang kosong, fikirannya penuh hal yang membuatnya tak mampu kemana-kemana, seolah terkurung dalam ruang hampa saja, dalam hati sudah ku siapkan jawaban jika nanti ia bertanya, pendapatku tentang tempat ini.
Kamu bilang sedang tidak baik-baik saja, apa yang sedang kamu rasakan? “pertanyaan ku padanya kali ini, tak pakai basa-basi, langsung dan jelas sekali. Dia menjawab “Aku merasa kesepian, setelah terakhir kali aku memilih untuk melepaskan ikatan yang merenggut setengah jiwaku, hingga akhirnya aku merasa kewalahan dan memutuskan Kembali pulang ketempat dimana aku dilahirkan, untuk Kembali mengenal diri dan menemukan cinta sejati, tapi ternyata makin bebas makin sepi, padahal dulu aku selalu berada di tempat ramai untuk hilangkan sepi, berinteraksi dengan kawan dan rekan untuk temukan makna kehadiran, sekarang tidak lagi, aku tak tau harus melakukan apa untuk merasa lebih baik, belum lagi penyesalan yang coba aku hindari serta rasa bersalah yang sebenarnya ingin aku limpahkan pada orang lain, aku terlalu takut untuk melewatinya seorang diri, menanggung semua hal diluar batas kemampuan ku, dengan suara aga keras ia mengakhiri kalimat terakhirnya, dan itu mengagetkan ku yang sedari tadi diam.
Jadi semua ini tentang masa lalu, tekanan kenangan membuatmu tak tenang. Semua ini hal yang wajar, kamu terlalu keras pada dirimu sendiri, perubahan akan membuat ketidak nyamanan bahkan kenangan bisa jadi musuh terbesarmu, yang harus kau cari saat ini adalah sahabat sejatimu, biarlah apa yang pernah terjadi tak jadi halangan untuk mu terus maju, keping-keping senyum masa lalumu harus kau biarkan tertinggal disana. Klo perlu tak usah kau bawa apa-apa, aku mengerti kenapa kamu sampai terfikir untuk berganti nama dan pergi jauh sekarang. Sudah ambil jeda sebentar agar lelah mu pudar, kamu perlu istirahat sebentar.
Sahabat sejati, kamu seperti tak mengenali aku, apa pernah ada yang datang selama ini menghampiri aku saat dalam kejatuhan, selama ini dan sudah lama aku tidak mengharapkan ada tempat berteduh selain diri ini, meski seringnya keujanan klo sedang hujan, untuk sampai di pemikiran bahwa, aku tidak butuh lagi naungan selain Tuhan dan harapan yang tidak akan pernah aku titipkan lagi sama orang. Aku sudah mengalami kejatuhan mendalam dalam hidup. Tidak ada hal baik yang kita dapat dari menunggu yang tidak akan datang, saat jatuh dan terpuruk aku berharap ada uluran tangan yang bantu aku keluar dari lubang, nyatanya aku hanya membuat tubuhku terprosok jatuh kedalam, awalnya aku merasa menderita dan terus mencoba melawan, agar bisa bangkit dan berjalan, namun nyatanya aku tetap berada di lubang yang sama.
Dengan waktu berlalu aku bisa berdamai dengan keadaan dan rasa menderita ini berkurang, namun kenapa sekarang aku jadi terbiasa hidup dalam lubang ya, enggan keluar bertemu banyak orang, fikiran sudah begitu pasrah hingga akhirnya nyerah-nyerah aja, tidak ingin berharap dan usaha berlebih. Hilang semangat untuk keluar dari lubang dan memulai dari awal lagi perjalanan hidup. Seperti ada yang salah pada diri ini, tapi aku tak tau apa.
Cukup rasanya aku mendengar ceritanya kali ini, terlalu banyak informasi yang coba aku cerna dan aku takut akhirnya termuntahkan semua. Bukan hal sederhana jika masalahnya ada di kepala kita sendiri, semua rasa yang ia rasakan adalah benar dan valid, tidak perlu dibantah lagi. Dia sudah cukup menderita dengan penyangkalan yang ia lakukan sendiri. Sebenarya semua rasa itu tak harus dilawan hingga pergi jauh, namun seringnya tanpa sadar mereka menguasi kita, terlebih yang ada dikepala,
Sudah lebih lega tidak? Kamu lebih banyak bicara sekarang, tapi semua itu hal baik. Aku bisa rasakan bahwa semua rasa tadi, kamu pendam sendiri, hingga akhirnya kamu tidak sanggup untuk membawanya. Sudah letakan semua apa yang membuatmu merasa berat hingga akhirnya tidak bergerak. Lepaskan dirimu dari harapan menemukan rumah yang akan melindungimu dari panas dan hujan, semua yang kamu fikirkan terlalu berlebihan. Sini Kembali pada ku, hati yang selama ini kamu tinggal pergi, rumah yang selalu kosong karena kamu terus sibuk mencari hal-hal yang dirasa mampu memenuhi dirimu di luar sana. Teman, sahabat atau bahkan keluarga mereka punya masalah juga kan! Mungkin saat kamu merasa butuh perhatian mereka sedang menghadapi masalah yang bisa jadi lebih berat dari yang kamu hadapi saat ini. Berhenti menyalahkan orang lain ya. Jika kamu terus menyalahkan orang lain atas apa yang terjadi pada kehidupanmu saat ini, kamu belum belajar hidup. Jika kamu sudah mulai bisa menyalahkan dirimu sendiri atas apa yang tejadi saat ini kamu sedang belajar hidup. Jika saatnya nanti kamu sudah mampu tidak menyalahkan orang lain dan dirimu sendiri, selamat kamu sudah belajar hidup. Akan selalu ada hikmah dan makna dari setiap kejadian dan hal itu bisa kamu temukan saat kamu sadar bahwa terkadang apa yang terjadi adalah cara Tuhan sang pemilik hati, memanggil pulang hatimu yang terlalu jauh merjalan tanpa tujuan, meluluhkan hatimu yang terlalu lama beku, atau bahkan memecahkan hati yang kerasnya sudah menjadi batu. Hati yang hacur bahkan retakan yang tak terlihat bisa jadi awal mula masuknya cahaya, yang akan membuatmu Kembali merasakan kehangantan, setelah sebelumya berada disituasi yang tidak nyaman. Semua ini hal yang memang harus kamu lalui, percaya ya ga ada yang sia-sia. Tidak apa kamu bersedih dan menangis hari ini, besok lusa senyum lagi ya. Tidak usah pergi jauh-jauh lagi, apa yang kamu cari selama ini ada disini.
#klikdiri #klikpenulis #writingbootcamp #kelasmenulis
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
