Empat Hati, Satu Kopi

0
0
Deskripsi

Saat latte art tumpah di atas sketsa Raka, tanpa sengaja Maya memicu cinta segi empat penuh tawa, cemburu, dan salah paham. Di kedai kopi senja, pengakuan perasaan dan iringan musik jalanan menuntun Maya–Raka dan Nadya–Dio melewati sakit hati menuju akhir yang manis—empat hati menemukan jalannya tanpa ada yang tersisa penasaran. 

 

 

Kalau ada yang kurang maaf masih baru mulai

 

Setiap pagi, aroma kopi menguar di kedai kecil milik Maya. Sebagai barista yang ramah tapi pemalu, Maya selalu berusaha memberi pelayanan terbaik. Suatu hari, Raka—pelukis lepas easy‑going—datang seperti biasa untuk menuntaskan sketsanya sambil menyeruput latte art buatan Maya. Tanpa sengaja, cangkir kopi tumpah dan merusak sketsa Raka. Maya panik, namun Raka hanya tertawa ringan, “Gak apa‑apa, aku malah dapat inspirasi baru.”

Sejak saat itu, hati Maya berdebar tiap kali Raka masuk ke kedai. Di sudut lain, Nadya—editor majalah travel yang mandiri dan cuek—mulai jadi pelanggan tetap, memesan kopi hitam pekat sambil bertanya rekomendasi. Raka diam‑diam menaruh hati pada Nadya, berharap suatu hari bisa mengajaknya jalan.

Suatu sore, Nadya datang bersama Dio, musisi jalanan yang sedang diwawancarai untuk majalah. Nadya memperkenalkan Maya ke Dio: “Maya, ini Dio. Dio, ini Maya, barista andalan kita.” Dio melirik Maya dan berkata, “Kamu punya senyum yang bikin aku pengen terus main gitar.” Maya terperangah, Raka cemburu tanpa kata, dan Nadya hanya tertawa geli.

Malamnya, Raka mengundang Maya ke pameran lukis kecilnya. Maya datang membawa kado sederhana: gelang kopi dari biji kopi yang dijalin manis. Raka terharu menerima hadiah itu. Tiba‑tiba, Nadya dan Dio muncul, mengira mereka berempat sedang kencan ganda. Dio dengan santai mengeluarkan gitarnya dan memainkan lagu romantis, sementara Maya dan Raka saling bertatapan panik—keempatnya terjebak dalam kesalahpahaman lucu.

Keesokan harinya, Maya memberanikan diri mengajak Raka bicara di teras kedai. “Aku suka kamu, Rak,” bisiknya. Raka menarik napas lega, “Aku juga suka kamu… cuma kukira kamu suka sama Nadya.” Di sudut lain, Nadya mengaku pada Dio, “Ternyata aku suka kamu sejak wawancara itu.” Dio memeluk Nadya, “Aku juga sejak pertama lihat senyummu.”

Akhirnya, di teras kedai yang sama, Maya dan Raka duduk berdampingan menatap senja. Di panggung kecil di sudut, Nadya dan Dio tampil dengan lagu tentang empat hati yang menemukan jalannya masing‑masing. Pelanggan kedai ikut bertepuk tangan. Aroma kopi, tawa, dan alunan musik menutup kisah ini dengan manis—Maya–Raka dan Nadya–Dio berakhir bahagia, tanpa ada yang merasa tersisih.

 

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan