
"Lo mau ngapain?"
"Balas dendam."
"Lo udah gila, ya?!"
"Memang. Semenjak kejadian itu gue nggak bisa tidur nyenyak dan rasa bersalah selalu menghantui gue."
Vindicta diambil dari bahasa Latin yang memiliki arti balas dendam. Balas dendam yang harus dibayar setimpal karena seseorang telah melenyapkan satu nyawa, maka sebagai gantinya seseorang itu harus menanggung akibatnya.
Balas dendam dimulai melalui teror dan berakhir pada kasus pertengkaran. Lantas siapakah seseorang yang akan melakukan balas dendam? Lalu siapakah seseorang yang harus menanggung semua masalah yang terjadi akibat ulahnya sendiri?
23. Mencari
Semenjak pertengkaran karena aksi saling tuduh menuduh, hubungan antara Jeandra dan Saga semakin sengit di kala mereka tidak sengaja saling bertatap muka pasti salah satu dari mereka akan ada yang memulai pertengkaran. Karena hal tersebut tentunya membuat kepala Yogi pening sebab cowok itu harus lebih ekstra mengawasi kedua temannya.
Berkat aksi saling tuduh menuduh itu, banyak yang berasumsi kalau Jeandra adalah pelakunya, terlebih pada cerita yang Saga sebarkan mengenai pecahnya kaca jendela di ruang guru, Saga mengatakan kalau tangan Jeandra pernah luka setelah peristiwa pecahnya kaca jendela.
Tapi meski mereka berasumsi kalau Jeandra adalah pelakunya kebanyakan dari mereka tidak berani mengatakan secara gamblang karena tidak adanya bukti yang kuat.
Kembali lagi soal Yogi yang kepalanya merasa pening akibat kedua temannya, cowok itu memiliki sebuah rencana yang terbilang nekat. Yogi berencana mempertemukan kedua temannya tanpa sepengetahuan mereka dengan tujuan mendamaikan.
Lantas di hari Minggu yang cerah ini, pada pukul delapan pagi Yogi sudah menghubungi Jeandra dan Saga untuk bertemu di suatu tempat dan keduanya setuju untuk bertemu. Yogi meminta mereka untuk bertemu di kafe dekat sekolah pukul 4 sore. Waktu terus berjalan dan beberapa menit lagi menuju pukul 4 sore dan sekadar mengingatkan Yogi mengirim pesan untuk kedua temannya agar tidak lupa maupun datang terlambat.
Awalnya Yogi tidak memiliki firasat buruk sama sekali saat pesannya tidak dibalas oleh kedua temannya. Maka cowok itu segera pergi menuju kafe dekat sekolah. Sembari menunggu, Yogi jadi teringat tentang suatu hal mengenai cintanya yang bertepuk sebelah tangan. Meski dirinya sempat menawarkan untuk membantu Julia melupakan Jeandra, Julia tidak mengatakan apa-apa dia langsung pergi begitu saja dengan akhir membuat Yogi kecewa sebab secara tidak langsung dirinya ditolak. Tapi tak apa, karena Yogi tahu bahwa perasaan itu tidak bisa dipaksakan juga tidak mudah untuk berpaling ke lain hati.
Di kafe Yogi memesan jus alpukat bahkan ketika jus alpukatnya tersisa sedikit, Saga maupun Jeandra sama sekali belum menunjukkan batang hidungnya. Yogi mengecek ponselnya sekadar memastikan apakah pesannya sudah dibalas atau belum, tapi ternyata pesan yang dia kirimkan belum mendapat balasan dari kedua temannya.
"Kompak banget sih mereka," gerutu Yogi merasa kesal kepada mereka. Karena sudah lima belas menit menunggu cowok itu memutuskan untuk menelepon kedua temannya.
"Maaf nomor yang Anda tuju sedang tidak aktif, cobalah untuk menunggu beberapa saat lagi."
Yogi berdecak sebal setelah menjauhkan ponselnya dari telinganya. "Tumben banget nomornya Saga nggak aktif."
Kemudian Yogi mencari kontak Jeandra untuk dihubungi juga. "Maaf nomor yang Anda tuju sedang tidak ak--"
"Ish, mereka kemana sih?!"
Yogi tidak mengerti kenapa bisa kedua temannya itu begitu kompak? Mereka sedang apa sampai tidak bisa dihubungi seperti ini? Haruskah dirinya mendatangi rumah mereka? Ya, sepertinya memang harus karena entah kenapa Yogi menjadi khawatir meski kedua temannya itu begitu menyebalkan.
Setelah menghabiskan jus alpukat yang sudah dibayar, Yogi segera beranjak dari duduknya untuk pergi dan tujuan pertamanya adalah rumah Saga.
***
"Permisi!"
Yogi mengetuk pintu rumah keluarga Saga yang tertutup rapat, rumahnya memang terlihat sederhana namun memiliki luas tanah yang cukup besar. Sembari menunggu pintu dibukakan Yogi berharap jika temannya yang menyebalkan itu ada di dalam kamarnya, jadi Yogi tidak perlu repot-repot khawatir jika semisal Saga tidak ada di rumah.
Pada ketukan terakhir, Yogi mendengar suara seseorang yang menyahut dari dalam. Tidak perlu menebak karena Yogi tahu jika yang terdengar itu adalah suaranya Tante Gina alias mamanya Saga.
"Eh, Yogi ada apa ya?" tanya Gina setelah membuka pintu juga mendapati keberadaan teman anaknya yang ada di depan mata.
Sebelum menjawab dan menjelaskan tujuannya datang kesini cowok itu berdeham pelan. "Saga nya ada Tante?"
Mendengar jawaban sekaligus pertanyaan itu membuat kening Gina mengerut. "Loh, Saga udah berangkat katanya dia ada janji kan sama kamu?"
Sembari meringis pelan Yogi pun menganggukkan kepalanya singkat. "Iya, Tante. Tapi Saga nggak dateng-dateng padahal udah Yogi tungguin daritadi."
Sontak saja Gina menghela napas merasa lelah karena dirinya berpikir, pasti anak laki-lakinya itu selalu membuat masalah dan yang lebih membuatnya kesal adalah anak laki-lakinya itu belum juga kapok.
"Pergi kemana ya itu anak? Tante sendiri juga nggak tahu dia pergi kemana."
"Ya udah, Tante. Kalau gitu Yogi pamit dulu. Kalau Yogi udah ketemu Saga nanti Yogi kabarin."
"Iya, terima kasih, Yogi."
***
Sama seperti dirinya datang ke rumah Saga, sesampainya di rumah keluarga Jeandra yang mewah, kata satpam yang bekerja di rumah keluarga Jeandra mengatakan jika anak dari majikannya itu sudah pergi sejak tadi. Jadi Yogi dapat menyimpulkan kalau Jeandra dan Saga sudah berada diluar sejak tadi tapi entah keduanya pergi kemana.
Karena ingin segera mengetahui keberadaan kedua temannya, Yogi yang sengaja berhenti di pinggir jalan di kompleks rumah Jeandra segera mengeluarkan ponselnya dengan tujuan kembali menelepon kedua temannya, tapi sayangnya masih suara sang operator yang terdengar.
"Ish, mereka pergi kemana sih?!" Yogi menggerutu seraya mengacak rambutnya akibat kesal.
Lantas kalau sudah begini, Yogi membutuhkan bantuan dari temannya yang lain dan siapa tahu juga teman-temannya yang lain mengetahui dimana keberadaan Jeandra dan Saga. Orang pertama yang terlintas di kepalanya adalah Julia, segera dia membuat sambungan telepon pada perempuan yang disukainya itu.
"Ada apa, Gi?"
"Lo lagi sama Saga nggak, Jul?"
"Enggak, kenapa tuh?"
"Saga nggak bisa dihubungin."
"Masa sih? Lo udah pergi ke rumahnya?"
"Udah, tapi kata nyokapnya dia nggak ada di rumah."
"Coba lo tanya Ochi, mungkin dia tahu Saga ada di mana."
"Iya, nanti gue tanya."
Kemudian sambungan telepon itu terputus hingga membuat Yogi menghela napas. Omong-omong, Julia menyarankan untuk menghubungi Yossi tapi sebelum dirinya menghubungi Yossi, cowok itu berencana untuk menghubungi Jenar menanyakan keberadaan Jeandra.
Ya, siapa tahu saja. Jenar tahu di mana keberadaan Jeandra.
"Halo, Nar."
"Ini siapa ya?"
Yogi tidak terkejut jika semisal Jenar tidak mengenali dirinya, cowok itu memang sudah menebak pasti Jenar tidak menyimpan nomor teleponnya meski mereka adalah teman sekelas.
"Gue Yogi, teman sekelas lo."
"Oh. Ada apa, Gi?"
"Lo lagi sama Jeandra nggak? Atau lo tahu dia ada di mana?"
"Enggak tahu tuh, kenapa?"
"Gue ada janji sama dia, tapi tuh anak nggak dateng-dateng. Gue juga udah datang ke rumahnya tapi dia nggak ada di rumah."
"Mungkin dia mampir ke tempat lain dulu sebelum ketemu sama lo?"
"Kalau memang benar, lo tahu tempat lain yang lo maksud itu?"
"Entah, gue nggak tahu. Tapi kalau gue ketemu Jeandra nanti gue kabarin."
"Iya, Nar."
Dan untuk kesekian kalinya Yogi menghela napas, dirinya harus mencari kemana lagi? Apa mungkin kedua temannya itu diam-diam bertemu tanpa sepengetahuan dirinya?
Setelah memasukkan ponselnya ke dalam saku jaket, Yogi segera menjalankan motornya untuk bergegas pergi. Mungkinkah salah satu dari kedua temannya sedang berada di tempat biasanya mereka berkumpul sebelum terjadinya peristiwa yang membuat hubungan mereka merenggang.
***
Tadinya ekspektasi Yogi mengenai tempat yang dirinya kunjungi kali ini membuahkan hasil, tapi ternyata baik Jeandra maupun Saga tidak ada di tempat tersebut. Memang sih, Yogi tidak terlalu berharap karena hasilnya akan mengecewakan. Lelah mencari keberadaan kedua temannya yang belum juga ditemukan, sebelum melakukan pencarian lagi cowok itu memutuskan untuk beristirahat sebentar di warung kopi.
Ketika dirinya sudah mendudukkan diri di kursi panjang dan memesan segelas kopi susu, Yogi mengeluarkan ponselnya sekadar memastikan apakah Julia dan Jenar sudah mengetahui dimana keberadaan Saga dan Jeandra.
Omong-omong, Yogi sengaja membuat grup chat agar lebih mudah berkomunikasi dengan teman-temannya yang lain untuk menemukan Jeandra dan Saga.
Julia : Gimana, Gi? Saga udah ketemu?
Jenar : Jeandra udah ada kabar, Gi?
Julia : Jeandra kenapa?
Jenar : Nggak ada kabar. By the way, Saga kenapa?
Julia : Enggak tahu, katanya dia ngilang
Jenar : Hah?
Yogi : Mereka masih belum ketemu, dihubungi juga susah hpnya masih nggak aktif
Julia : Kalau hp mereka nggak aktif, nggak bisa dilacak dong keberadaan mereka?
Yogi : Makanya, sekarang gue lagi bingung mau cari mereka kemana lagi
Yossi : Ini grup apaan dah?
Yogi : Grup buat mencari Saga sama Jeandra
Yossi : Lo lagi cari mereka?
Yogi : Iya, lo lihat mereka?
Yossi : Lihat sekitar tiga puluh menit yang lalu
Julia : Lo kenapa nggak bilang kalau lihat mereka
Yossi : Kalian sendiri kenapa nggak nanya?
Julia : Loh, emangnya Yogi belum telepon lo?
Yogi : Udah, tapi nomornya nggak aktif tadi
Yossi : Hehehe, soalnya tadi hp gue lowbat
Yogi : Lo lihat mereka di mana?
Yossi : Di Deket rumah, tadi gue habis beli cemilan di minimarket pas gue pulang ke rumah, gue nggak sengaja lihat mereka lagi cekcok gitu. Tadinya gue pingin nyamperin buat misahin tapi mereka keburu pergi terus kaki gue kesandung gara-gara lari buat ngejar mereka
Yogi : Terus sekarang lo tahu mereka ada di mana?
Yossi : Entah, tapi feeling gue sih mereka masih ada di sekitar ini
Yogi : Gue otw kesana
Julia : Gue ikut
Jenar : Gue juga
Julia : Gue harus ngabarin Yara juga nggak? Biar dia bantu cari Saga sama Jean?
Yogi : Terserah lo
Jenar : Biar gue aja yang kasih tahu Yara, soalnya rumah gue nggak terlalu jauh dari rumahnya
Julia : Oke, kalau begitu
Yogi : Gue tunggu kalian, jangan ada yang datang terlambat soalnya ini masalah mendesak
Yogi segera bergegas pergi menyisakan setengah gelas susu kopinya yang belum habis karena masih terasa panas. Semoga saja tidak terjadi sesuatu pada kedua temannya itu dan semoga saja Jeandra dan Saga tidak melalukan hal nekat yang membuatnya cemas.
***
24. Apa yang Terjadi?
Keempat anak itu sudah berkumpul di depan rumah Yossi, siap untuk mencari Jeandra dan Saga yang semoga saja masih berada di sekitar sini. Omong-omong, Yara tidak bisa ikut membantu karena kata Jenar perempuan itu sedang tidak enak badan.
"Kaki lo nggak apa-apa, Chi?"
Pertanyaan yang Julia lontarkan membuat semua mata tertuju pada perban yang menutupi lutut kanan Yossi.
Perempuan berkucir kuda itu mengangguk singkat seraya tersenyum simpul. "Enggak apa-apa, Jul. Cuma luka kecil doang kok."
"Omong-omong, terakhir lo lihat mereka di mana?" Pertanyaan itu membuat Yossi menoleh kearah Yogi yang sedang menatapnya dengan penasaran.
"Pinggir jalan, di depan toko baju." Yossi menjawab dan membuat Yogi manggut-manggut.
"Ayo, kita langsung berangkat," ucap Yogi yang mendapat anggukan setuju dari ketiga temannya.
Kata Yossi, dirinya sempat melihat keberadaan Saga dan Jeandra di depan toko baju lantas sampailah mereka pada toko baju yang Yossi maksud. Keempat orang itu menatap sekeliling dengan teliti berharap jika keberadaan Jeandra dan Saga berada di jangkauan penglihatan mereka, namun sayang di manapun mereka melihat tidak ada sosok dua orang yang sedang mereka cari.
"Tadi gue lihat mereka ada sini, terus waktu gue mau samperin, mereka keburu lari duluan. Seingat gue mereka lari kearah sana." Pada akhir kata Yossi menunjuk pada seberang jalan atau mungkin lebih tepatnya pada gang yang berada di samping toko roti.
Dengan hati-hati mereka berempat menyeberangi jalan raya yang untungnya sedang tidak terlalu banyak di lewati oleh kendaraan. Berlari menuju jalan yang Yossi membawa mereka pada jalan yang berujung dan hal tersebut membuat semuanya menghela napas bahkan Yogi sampai berdecak sebal.
"Jalan buntu," gerutu Yogi sembari mengacak rambutnya kesal.
Di jalan yang buntu ini, indra penglihatannya tidak sengaja menatap pada korek api elektrik berwarna merah yang ada di atas tanah, dirinya pun mengambil benda tersebut karena tampak familier untuknya.
"Kenapa, Gi?"
Pertanyaan yang berasal dari Yossi membuat Yogi refleks menoleh. "Korek apinya mirip punya Saga."
Yogi mengingatnya dengan jelas bahwa korek api elektrik yang ada di tangannya kini adalah milik temannya, lantas apakah mungkin benda itu terjatuh ketika Saga sedang memanjat pagar pembatas yang membuat jalan menjadi buntu? Entahlah, dirinya sendiri tidak begitu yakin.
"Nomornya Jeandra masih nggak aktif," ucap Jenar di akhiri oleh decak sebal karena sudah berkali-kali dirinya menghubungi Jeandra tapi belum ada hasilnya.
"Kita nggak boleh putus asa, kita harus cari mereka sampai ketemu," sahut Julia memberi semangat dan ketiganya dengan kompak mengangguk.
***
Lelah mencari kesana kemari, keempat anak itu memutuskan untuk beristirahat sebentar membeli air mineral untuk membasahi tenggorokan mereka yang terasa kering akibat kehausan. Di kala mereka sedang mendudukkan diri di bawah pohon yang rindang, Yossi mengeluarkan ponselnya yang bergetar sebagai pertanda jika ada panggilan masuk di ponselnya.
Dari layar ponsel memberi tahukan bahwa Yara yang meneleponnya lantas tanpa ragu, dia segera menggeser tombol telepon berwarna hijau.
"Iya, Ra. Kenapa?"
"Saga sama Jeandra udah ketemu belum?"
Yossi menghela napas yang lantas membuat ketiga temannya langsung menatapnya. "Belum, Ra. Gue sama yang lain masih cari mereka."
"Maaf ya, gue nggak bisa bantu kalian."
"Enggak apa-apa, Ra. Santai aja lagian juga lo lagi nggak enak badan, kan? Kalau lo maksain nanti yang ada kondisi tubuh lo makin nggak bagus."
"Thanks ya, karena udah ngertiin kondisi gue. Kalau begitu kalian semangat cari Jean sama Saga semoga mereka cepat ketemu."
"Iya, Ra. Gue tutup ya teleponnya. Istirahat ya, Ra."
"Iya, Chi."
Kemudian sambungan telepon itu terputus, semua tahu dan semua pun mengerti kalau Yara tidak bisa ikut membantu. Di saat mereka masih mengistirahatkan diri di bawah pohon sembari berpikir mencari keberadaan Jeandra dan Saga, Jenar sibuk dengan ponselnya sembari menggigit bibir bawahnya pelan, seakan perempuan itu sedang mengharapkan sesuatu yang semoga saja terwujudkan.
Ketika harapannya itu terwujud, bola matanya hampir melotot kemudian perempuan itu pun segera berkata, "Gue dapet lokasi hpnya Jeandra!"
Saking terkejutnya Yogi yang sedang minum sampai menyemburkan air di dalam mulutnya.
"Di mana?" Julia menyahut cepat sembari mendekati diri pada Jenar untuk melihat di mana keberadaan Jeandra melalui GPS ponsel.
"Biar gue lihat," sahut Yossi yang lantas membuat Jenar memberikan ponselnya.
Ketika ponsel ber casing abu-abu milik Jenar berada di genggaman tangannya, raut wajahnya terlihat serius sebab dirinya mengamati lokasi keberadaan Jeandra.
"Kalau dari lokasinya sih, kayaknya ini di rumah tua itu deh," ucap Yossi selesai mengamati.
"Rumah tua?"
Dua kata yang Yogi ucapkan membuat Yossi menganggukkan kepalanya sembari menatap Yogi yang tengah berdiri di hadapannya. "Iya, rumah tua terbengkalai yang udah lama ditinggal sama pemiliknya."
"Kalau begitu, ayo kita kesana sekarang," timpal Julia dengan semangat.
Karena Yossi yang lebih tahu jalan, perempuan itu yang memimpin jalan dan diikuti oleh ketiga temannya dari belakang.
***
Di dalam rumah tua yang terbengkalai karena tidak berpenghuni, terdapat dua lelaki yang berbaring di sana. Bukan tidur melainkan keduanya sedang tidak sadarkan diri, wajah mereka babak belur tapi yang memakai kaos berwarna merah lebih parah lukanya.
Beberapa menit kemudian salah satu dari mereka ada yang meringis kesakitan dan orang itu bernama Jeandra.
Dia meringis kesakitan sembari memegang kepalanya yang terasa amat pening. Ketika kedua matanya yang sempat terpejam itu terbuka akibat tidak sadarkan diri, keningnya langsung mengerut mengamati keberadaannya yang sekarang entah berada di mana, tempat ini begitu asing untuknya.
Jeandra simpulkan kalau tempat ini adalah sebuah rumah kosong yang sudah lama tidak dihuni, terbukti dari cat tembok yang kusam, kayu jendela yang rusak akibat dimakan rayap, lantai yang kotor, juga banyaknya debu disudut ruangan.
Kebingungannya tidak sampai disitu saja, dirinya tidak mengerti atau mungkin lebih tepatnya tidak mengingat kenapa bisa salah satu tangannya menggenggam balok kayu yang cukup besar. Dirasa balok kayu itu sama sekali tidak berguna Jeandra langsung melemparnya.
"ASTAGA!"
Jeandra memekik terkejut karena dirinya baru menyadari di sampingnya ada keberadaan Saga yang tidak sadarkan diri, wajahnya babak belur sampai membuat mulut serta keningnya mengeluarkan darah.
"Saga, bangun."
Meski Jeandra berusaha membangunkan Saga, orang itu sama sekali tidak bereaksi. Jeandra yang masih terkejut itu sama sekali tidak mengerti kenapa bisa Saga ada di sini? Kenapa bisa wajahnya sampai babak belur. Sungguh, Jeandra tidak ingat apa pun, jika berusaha untuk mengingat kepalanya malah semakin terasa sakit.
Cowok itu buru-buru mengeluarkan ponselnya yang ada di saku jaketnya, menghubungi ambulans agar cepat membawa Saga ke rumah sakit untuk segera ditangani. Tapi belum sempat Jeandra menghubungi 119, ponselnya terjatuh akibat suara seseorang yang amat membuatnya kaget.
"ASTAGA JEANDRA, LO APAIN SAGA?!"
Yogi menghampiri dengan langkah terburu-buru, raut wajahnya benar-benar khawatir bercampur panik. Tentu mana mungkin dirinya tidak panik jika kondisi temannya benar-benar mengkhawatirkan? Wajahnya babak belur dengan tubuhnya terbaring lemah di atas lantai yang kotor.
"Bangun, Ga. Bangun!" Yogi mengguncang pelan tubuh temannya itu tapi sama sekali tidak ada respons.
Omong-omong, di situasi seperti ini bukan hanya Yogi saja yang panik. Yang lain begitu, apalagi Jeandra yang sama sekali tidak mengerti dengan situasinya.
"Denyut nadinya lemah, Gi." Yossi berucap setelah selesai mengecek denyut nadi di pergelangan tangan Saga dengan cara menyentuhnya.
"LO APAIN SAGA, HAH!"
Raut wajahnya yang terlihat marah itu membuat Jeandra menelan saliva dengan susah.
"Bukan gue pelakunya, gue nggak ngapa-ngapain dia."
Meski Jeandra sudah mengatakan kalau bukan dia pelakunya, Yogi tidak semudah itu untuk percaya. Baginya ucapan Jeandra adalah sebuah kebohongan besar.
"JANGAN BOHONG!" bentak Yogi hingga membuat semuanya terkejut, lantas cowok itu menghela napas agar emosinya tidak meledak-ledak. "Gue tahu lo masih kesal sama Saga, tapi kenapa lo tega ngelakuin hal ini ke dia?!"
Dengan cepat Jeandra menggelengkan kepala. "Gue berani sumpah, Gi. Bukan gue pelakunya. Lo harus percaya sama gue."
Walau Yogi hanya diam saja, melalui sorot matanya sudah menandakan kalau cowok itu masih tidak percaya. Lantas Jeandra menolehkan kepalanya menatap pada tiga perempuan yang hanya diam menyaksikan. "Yossi, Julia, Jenar. Kalian percaya kan sama gue?"
Satu pun dari mereka tidak ada yang menjawab seakan ketiganya tidak mendengar apa pun, bahkan mereka langsung mengalihkan pandangan ketika Jeandra menatap. Dan di sini, Jeandra merasa kecewa terlebih pada Jenar.
"Gue udah hubungin ambulans, Gi. Kita tunggu sebentar. Semoga keadaan Saga nggak terlalu parah," ucap Yossi seraya menepuk pelan pundak Yogi.
Sorot mata Yogi yang masih terlihat tajam itu mengarah kembali pada seseorang yang sudah melukai Saga. "Gue bakal hubungin polisi, biar si pelaku nggak kabur dari tanggung jawabnya."
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi ๐ฅฐ
