VINDICTA : 15 & 16

0
0
Deskripsi

"Lo mau ngapain?"

"Balas dendam."

"Lo udah gila, ya?!"

"Memang. Semenjak kejadian itu gue nggak bisa tidur nyenyak dan rasa bersalah selalu menghantui gue."

Vindicta diambil dari bahasa Latin yang memiliki arti balas dendam. Balas dendam yang harus dibayar setimpal karena seseorang telah melenyapkan satu nyawa, maka sebagai gantinya seseorang itu harus menanggung akibatnya.

Balas dendam dimulai melalui teror dan berakhir pada kasus pertengkaran. Lantas siapakah seseorang yang akan melakukan balas dendam? Lalu siapakah seseorang yang harus menanggung semua masalah yang terjadi akibat ulahnya sendiri?

15. Kecurigaan Jenar

Jeandra baru tiba di kelas dan cowok itu berjalan menuju tempat duduknya seraya mengabaikan teman-teman yang sedang membahas yang sempat terjadi berupa pecahannya kaca jendela di ruang guru, dan grup chat aneh yang dibuat oleh nomor tidak dikenal.

Menurut Jeandra, teman-temannya itu berisik terlebih Julia yang memekik kegirangan sembari memeluk Yara. Karena keadaan kelas di pagi hari cukup bising karena obrolan teman-temannya yang tidak mengenal kata berhenti.

Dibanding keluar dari kelas mencari tempat yang sepi, Jeandra justru memilih jalan pintas dengan cara menyumpal kedua telinganya dengan earphone untuk mendengarkan lagu sampai pelajaran pertama dimulai.

Selagi mendengarkan musik cowok itu menyandarkan punggungnya di kepala kursi seraya memejamkan mata dan melipatkan kedua tangannya di depan dada. Karena telinganya yang tersumpal juga kedua mata yang terpejam.

Saking tidak pedulinya dengan keadaan sekitar cowok itu sampai tidak menyadari jika Jenar datang dan berdiri tepat di sampingnya. Mengetahui Jeandra yang menutup mata serta menyumpal telinganya salah satu tangan Jenar bergerak melepas salah satu earphone yang menyumpal telinga Jeandra. Merasakan sebelah earphone-nya terlepas membuat cowok itu membuka matanya.

Melihat keberadaan Jenar tidak begitu membuatnya terkejut. Melalui tatapan mata yang terjadi seolah keduanya sedang berinteraksi, melalui tatapan mata Jeandra bertanya ada perlu apa Jenar menghampirinya. Dan kejadian Jenar yang menghampiri Jeandra membuat orang-orang yang ada di kelas memperhatikan mereka, terutama Julia yang melihatnya dengan sorot mata yang terkesan cemburu.

"Gue mau ngomong sesuatu sama lo," ucap Jenar yang terdengar oleh beberapa murid yang ada di dekatnya.

"Mau ngomong apa?"

Sebelum kembali berbicara Jenar terlebih dahulu menoleh menatap sekitarnya karena cukup banyak yang memperhatikan mereka karena perkataan yang akan Jenar tanyakan pada Jeandra bersifat rahasia, maka Jenar memilih untuk tidak membicarakannya di kelas karena takut didengar oleh orang lain selain Jeandra.

"Enggak di sini ngomongnya, tapi di luar."

Jeandra mengembuskan napas karena malas juga kalau harus keluar kelas sebab bokongnya seperti menempel dengan bangku yang terkadang mau berdiri saja susah, butuh niat yang besar juga tekad yang kuat. Tapi sepertinya ada hal penting yang akan Jenar sampaikan, maka mau tidak mau Jeandra harus beranjak dari duduknya. Cowok itu berjalan terlebih dahulu meninggalkan kelas kemudian ada Jenar yang mengikuti langkah kakinya dari belakang.

Sepeninggalan mereka berdua, Julia adalah satu-satunya manusia yang terlihat cemberut. Ya begitulah karena cewek itu memang tidak suka jika ada perempuan lain yang dekat-dekat dengan sang pujaan hati, apalagi Jenar karena menurutnya Jenar adalah saingan terberatnya.

"Ih, apaan sih Jenar. Mau ngomong aja segala di luar kelas." Begitu ocehnya sambil menatap ke arah luar kelas.

Yogi melangkah singkat mendekati Julia yang cemberut kemudian cowok itu sedikit mencondongkan wajahnya sampai berada di belakang telinga kiri Julia. "Sengaja karena menurut gue Jenar itu mau berduaan doang sama Jeandra." Di akhir kata cowok itu terkekeh pelan sebagai tanda dirinya telah berhasil membuat Julia semakin cemburu.

Julia mendengkus kemudian menjauhkan wajahnya dari Yogi yang masih terkekeh menertawakannya. "Diem lo! Makin kesel kan gue jadinya!" seru Julia kemudian cemberut.

***

Di halaman belakang sekolah adalah tempat yang Jenar pilih untuk mengajak Jeandra berbicara empat mata. Jenar sengaja memilih halaman belakang sekolah karena tempat tersebut jarang sekali di lewati atau di kunjungi oleh orang-orang.

Sudah yakin jika tempat tersebut aman, tanpa membutuhkan jeda yang lebih lama untuk berbicara cewek itu pun segera melayangkan satu pertanyaan yang harus dirinya tahan sejak semalam, sejak Jeandra pergi menghindarinya saat tidak sengaja berpapasan di pinggir jalan dekat minimarket.

"Luka yang ada di punggung tangan lo, karena apa?" tanyanya tanpa melihat punggung tangan Jeandra yang terluka, karena bagi Jenar yang lebih penting untuk sekarang ini adalah melihat sorot matanya bukan luka yang didapat olehnya.

Berhubung Jenar menanyakan lukanya, cowok itu mengangkat tangannya yang terluka tapi tidak begitu parah, tidak seperti semalam yang sengaja disembunyikan tapi kali ini tidak justru cowok itu menunjukkannya tanpa ragu meski hanya sebentar.

"Gara-gara tonjok tembok."

Alasan yang didengar membuat Jenar mengerutkan keningnya. "Kenapa bisa?"

"Biasalah, cowok kalau lagi marah pasti emosinya susah di kendalikan."

Alasan yang didengar membuat Jenar mendengkus, seperti itukah cara semua laki-laki saat emosi? Apa harus dengan cara kekerasan atau menyakiti diri sendiri emosi akan mereda? Tidak juga, karena emosi bisa direda jika diri sendiri bisa mengendalikannya, contoh sederhananya dengan cara menarik napas kemudian mengembuskannya secara perlahan dan dilakukan kali-kali sampai kondisi hati sudah terasa membaik.

"Tapi nggak harus lukain diri lo sendiri, kan?"

"Udahlah, Nar. Kalau tujuan lo cuma mau omongin luka di punggung tangan gue mending lo nggak usah tanya deh." Dirasa obrolan mereka tidak terkesan serius serta Jeandra tidak ingin lebih lanjut menjelaskan punggung tangannya berdarah cowok itu memilih pergi.

"Gue lihat ada tetesan darah di dekat pecahan kaca. Itu darah lo, kan?"

Perkataan Jenar yang masuk ke telinganya sontak membuat langkah kakinya berhenti. "Darah?"

Cowok itu pun membalikkan badannya, menatap Jenar yang entah kenapa sorot mata cewek itu terlihat mencurigai dirinya. Jeandra terdiam memikirkan maksud dari tatapan temannya itu, tidak membutuhkan waktu lama untuk berpikir cowok itu pun tersenyum kecut. "Oh, gue paham. Secara nggak langsung lo curigain gue?"

Sadar jika pertanyaannya tadi menyinggung perasaan Jeandra, Jenar buru-buru menggelengkan kepalanya, menyangkalnya. "Enggak gitu, gue nggak ada maksud buat nuduh lo kok. Gue cuma mau tanya aja, darah yang gue lihat itu darah lo atau bukan?"

Seraya melipatkan kedua tangannya di depan dada Jeandra memiringkan kepalanya sebentar. "Kalau gue bilang bukan lo percaya?"

Sama sekali Jenar tidak bersuara karena sejujurnya dia tidak bisa menyangkalnya, ada sekiranya sedikit kecurigaannya pada Jeandra terlebih cowok itu sama sekali tidak terus terang mengenai luka di punggung tangannya.

Karena Jenar sama sekali tidak merespons pertanyaannya, untuk kedua kalinya cowok itu tersenyum kecut. "Udahlah, Nar. Gue udah bilang sebelumnya, kan? Kalau tujuan lo cuma mau bahas luka di punggung tangan gue mending lo nggak usah banyak tanya. Karena percuma, gue nggak akan bilang apa-apa ke elo."

Usai berkata dan tidak lagi melipatkan kedua tangannya di depan dada, Jeandra berlenggang pergi. Sementara itu Jenar yang diam membisu di tempat hanya bisa melihat sosok Jeandra yang perlahan meninggalkannya. Sepeninggalan cowok itu ada kepingan penyeselan, seharusnya Jenar tidak harus bertanya dengan terburu-buru, seharusnya dia bisa mereda kecurigaannya. Karena Jeandra yang terlihat marah Jenar pun menghela napasnya sembari berharap semoga saja apa yang ada di pikirannya tidak benar dan semoga saja ini hanya kekhawatirannya saja.

***

"Udah, Jul. Enggak usah cemberut gitu," tutur Yossi seraya mencolek pipi temannya karena gemas, sementara itu Julia yang cemberut berdecak sebal.

Yossi terkekeh pelan. "Kalau Jeandra lihat lo lagi cemberut begini, nanti dia bakalan bilang kayak begini loh." Yossi berdeham sebentar untuk mengubah suaranya menjadi lebih berat seperti laki-laki. "Muka kamu makin jelek kalau cemberut gitu." Sebagai penutupan Yossi tergelak yang diikuti oleh Yogi dan Saga, sedangkan Yara yang masih berkumpul dengan mereka menggeleng-gelengkan kepala atas kelakuan teman-temannya yang tidak hentinya menggoda Julia.

Yara hanya bisa menyaksikan dan sama sekali tidak ada tujuan untuk ikut menggoda Julia, malah dirinya ingin mengakhiri teman-temannya untuk berhenti membuat Julia kesal, tapi rasanya akan percuma saja sebab satu lawan tiga, mana bisa?

Karena ulah Yossi yang membuat kekesalannya bertambah, Julia kembali berdecak untuk kedua kalinya tanpa mengatakan apa-apa.

"Pasti sekarang Jenar lagi ungkapin perasaannya ke Jeandra, terus Jeandra terima dan akhirnya mereka pacaran deh." Begitu menurut penerawangan Yogi yang jelas-jelas melantur tapi karena Julia adalah anak yang mudah percaya.

Cewek itu menatap Yogi tajam mengisyaratkan agar diam, karena kini di dalam kepalanya mulai terbayang-bayang bagaimana malu-malunya Jenar saat mengungkapkan perasaannya kemudian Jeandra tersipu malu karena Jenar mengatakan menyukainya, lantas karena keduanya saling menyukai hubungan mereka bukan lagi sebatas pertemanan, lebih dari itu.

Buru-buru Julia menghapus bayangan yang ada di dalam kepalanya, karena membayangkannya saja sudah membuatnya sakit hati bagaimana jika benar-benar kejadian? Jangan sampai karena melupakan seseorang bukanlah perkara mudah.

"Kok bengong? Pasti lagi mikirin apa yang gue bilang tadi, kan?" selorohnya sambil terkikik geli.

"Yogi, ih! Lo kenapa resek banget sih? Kalau mulut lo masih ngoceh-ngoceh nggak jelas gue jejelin sampah ke mulut lo," ancamnya yang sama sekali tidak membuat Yogi takut.

"Jejelin aja, Jul. Biar makin sampah si Yogi," celetuk Saga sambil cekikikan.

"Kalau gue sampah, berarti lo tempat pembuangan sampahnya dong?"

"Bukan, gue yang pisahin mana sampah organik mana sampah non organik."

Iya, karena saking tidak jelasnya mereka. Yogi dan Saga dengan kompak menertawakan ketidakjelasan obrolan mereka. Padahal saat ini masih pagi tapi sudah ada yang kesal dan ada juga yang tergelak.

"Eh.. Jul? Mau ke mana?"

Terlanjur kesal, terlanjur cemburu, dan terlanjur sedih. Tanpa menjawab pertanyaan Yossi dengan wajah yang masih cemberut serta langkah kaki yang sengaja dihentak-hentakkan cewek itu pergi meninggalkan kelas atau mungkin lebih tepatnya meninggalkan Yogi agar dirinya tidak lagi mendengar ocehan Yogi yang sangat mengganggu telinga serta pikirannya.

Kepergian Julia tanpa pamit dan membawa kekesalan di hati membuat teman-temannya terdiam bahkan saling bertatapan.

"Julia kenapa dah?" Begitu ucap Saga saat indra penglihatannya menatap Yogi dan Yossi bergantian. Padahal tanpa dijelaskan pun seharusnya Saga tahu penyebab Julia pergi tentunya karena ocehan mereka.

Yogi mengangkat bahunya sebentar. "Enggak tahu, kebelet pipis kali."

Karena Julia pergi otomatis mereka bertiga tidak lagi mengoceh mengenai Jeandra juga Jenar, lantas Yara yang berdiam diri di tempatnya membuat Saga yang terheran-heran atas kepergian Julia, justru menatap Yara dengan senyum manisnya.

"Ra, siang nanti lo mau makan apa?"

"Hm. Siang nanti aku mau makan ayam geprek, kenapa? Kamu mau aku geprek?" Di sini bukan suara Yara yang terdengar melainkan suara Yogi yang sengaja diubah sedikit cempreng.

Karena ulah Yogi tanpa segan Saga memukul pundak temannya itu sampai cowok itu mengaduh kesakitan, lantas Yossi dan Yara yang menyaksikan langsung tertawa.

***

16. Kecurigaan Yogi

Akibat sekolahnya yang mendapatkan teror, akhir-akhir ini Yogi sering memikirkan siapa pelakunya. Dari semua murid di sekolahnya baru beberapa yang membuat Yogi curiga dan Yogi memiliki tiga tersangka. Tersangka pertama ada Fadil, si murid kelas sebelah yang secara tidak sengaja Yogi pernah memperhatikan gerak-geriknya yang mencurigakan. Seperti contohnya saat kasus teror bangkai tikus, Yogi tidak sengaja melihat cowok itu tersenyum miring saat keberadaannya ada di ujung kelas. Berdiam diri di sana sambil mengamati teman-temannya yang heboh karena bangkai tikus, kemudian kejadian kedua saat adanya kasus pecahan kaca di ruang guru, bersembunyi di balik tembok Yogi memperhatikan Fadil yang berjongkok di antara serpihan kaca, Fadil menoleh memperhatikan sekitarnya merasa situasi  aman cowok itu pun mengelap sesuatu dengan tisu dan setelahnya Fadil buru-buru pergi dari tempat.

Selain Fadil, tersangka kedua adalah Jeandra si temannya sendiri. Kenapa bisa Jeandra? Karena di saat terjadinya teror Jeandra tidak ada di tempat, seperti saat teror bangkai tikus hanya Jeandra yang tidak ada di depan kelas karena biasanya, dari film-film misteri yang Yogi sering tonton si pelaku akan bersembunyi di suatu tempat sembari mengamati secara diam-diam. Dan saat teror pecahan kaca di ruang guru hanya Jeandra yang seakan tidak peduli dengan kejadian tersebut, reaksi Jeandra tidak seheboh teman-temannya yang lain.

Dan terakhir tersangka selanjutnya adalah Yara. Yogi mencurigai cewek itu bukan tanpa alasan. Awalnya sebelum teman barunya itu datang ke sekolah ini, keadaan sekolahnya selalu aman sama sekali tidak ada hal-hal aneh. Tapi semenjak ada Yara satu persatu teror mulai terlihat.

Lantas dari ketiga tersangka tersebut, Yara lebih mendominan, Yogi lebih mencurigainya. Memang Yogi tidak memiliki bukti jika perempuan itu adalah pelakunya hanya saja feeling-nya terasa kuat dan Yogi mempercayai feeling-nya tersebut. Jika benar Yara adalah pelakunya, apa penyebab perempuan itu sampai membuat teror di sekolah?

Dan sepertinya membicarakan 'siapa pelakunya' kepada teman-temannya bukanlah hal yang buruk, karena siapa tahu mereka juga memikirkan hal yang sama? Omong-omong, Yogi tidak mungkin membicarakan hal tersebut kepada Saga sebab temannya itu sedang naksir Yara nanti yang ada Saga malah memarahinya karena sudah menuduh calon pacarnya yang tidak-tidak.

Jika membahas dengan Jenar pun rasanya tidak mungkin karena dirinya tidak dekat dengan perempuan agak misterius itu. Maka pilihan terakhirnya adalah siapa lagi kalau bukan Yossi dan Juliet.

Kebetulan saat ini sedang jam kosong, karena guru yang seharusnya mengajar di kelas berhalangan hadir karena sakit. Jadinya semua murid yang ada di kelas itu hanya diberikan tugas. Tanpa banyak berpikir Yogi segera bangkit dari posisi duduknya kemudian melangkahkan kedua kakinya menghampiri Yossi dan Julia.

"Woi! Jangan main hape di kelas nanti ketahuan guru, diambil hape lo," tutur Yogi seraya mendudukkan diri di kursi kosong di depan meja Yossi dan Julia, karena keberadaan Yogi itu membuat mereka secara kompak melirik secara singkat, hanya satu detik saja sebab keberadaan Yogi di dekat mereka sama sekali tidak diharapkan.

Karena merasa diabaikan, Yogi menggunakan telapak tangannya untuk menutupi layar ponsel yang digunakan Julia dan Yossi untuk melihat tas dan sepatu di toko online berwarna oranye.

"Tangan lo ngapan sih? Awas dong! Jangan ganggu deh, mending lo pergi." Julia berucap seraya menyingkirkan tangan Yogi yang menghalangi layar ponselnya.

"Entar dulu, jangan ngusir gue dulu. Gue pengen diskusi sebentar sama kalian." Begitu kata Yogi dan membuat kedua temannya secara kompak mengerutkan kening, saling berpandang sebentar karena tidak biasanya Yogi mengajak berdiskusi, paling biasanya mengajak ribut.

"Lo mau diskusi soal apa? Kalau soal matematika atau fisika gue nyerah deh," jelas Yossi dan mendapat anggukan singkat dari Julia.

"Bukan itu, kalau soal itu mah gue udah tahu kalau otak kalian nggak akan sampai," ucapnya yang di akhiri oleh kekehan kecil.

Ejekan dari Yogi membuat mereka berdecak sebal, tapi berhubung ejekan Yogi adalah sebuah kebenaran Yossi dan Julia memilih untuk diam, tidak membalas ejekan tersebut.

"Jadi lo mau diskusi soal apa?" tanya Julia.

Untuk sesaat Yogi terdiam dan secara sesaat pula cowok itu menoleh ke arah Yara yang sibuk mengerjakan tugas di kursinya. Karena cewek itu tidak memperhatikan dirinya, Yossi, juga Julia. Yogi pun mendekatkan wajahnya agar suaranya yang sengaja dipelankan bisa didengar oleh mereka.

"Kalian curiga nggak sih sama Yara?"

Pertanyaan Yogi itu membuat Julia dan Yossi melongo, maksudnya apa? Kenapa secara tiba-tiba Yogi mencurigai Yara? Memangnya apa yang sudah Yara perbuat? Kira-kira seperti itulah yang ada dipikiran mereka.

"Hah? Curiga kenapa? Emang Yara kenapa?" tanya Julia dengan suara yang sengaja dikecilkan agar tidak ada orang lain yang mendengar.

"Kalau Yara itu pelaku yang udah bikin teror di sekolah," jelas Yogi.

Sontak Julia menoleh menatap Yara yang masih sibuk mengerjakan tugas, dari hasil pengamatannya yang tidak lebih dari lima detik Yara tidak terlihat seperti si peneror sebab menurut hasil penerawangannya, Yara adalah anak baik-baik yang tidak suka membuat masalah.

"Masa sih? Gue nggak percaya ah," ucap Julia yang mendapat anggukan singkat dari Yossi.

"Sama, gue juga nggak percaya, omongan lo ngaco. Lo dapet rumor itu dari mana coba?" Kali ini giliran Yossi yang bersuara.

Karena reaksi dari kedua temannya yang sudah Yogi perkirakan, cowok itu mengangguk singkat menyetujui bantahan kedua temannya yang mengatakan jika ucapannya tadi terbilang tidak masuk akal.

"Oke, emang omongan gue ini bisa bilang ngaco alias nggak masuk akal. Tapi kalian sadar nggak sih? Semenjak ada Yara sekolah kita langsung kena teror?"

Yossi dan Julia yang saling terdiam karena berpikir membuat Yogi menatap kedua temannya satu-persatu. "Iya, kan?"

"Iya sih, tapi kan lo atau kita nggak punya bukti kalau Yara itu pelakunya," sahut Yossi sebagai perwakilan.

Yogi meringis pelan sembari mengusap lehernya pelan. "Ya, emang nggak ada. Itu kan cuma tebakan gue aja."

"Hati-hati, Gi. Jangan asal nuduh orang sembarangan nanti kalau orangnya tahu bisa marah loh. Apalagi nih katanya, orang pendiam kalau udah marah serem loh," tutur Julia merinding ngeri membayangkan bagaimana marahnya Yara jika tahu Yogi sudah menuduhnya sembarangan.

"Ya abisnya gimana, ya? Tiba-tiba teror muncul semenjak ada dia sih. Tapi kalau beneran dia pelakunya gimana? Kira-kira penyebab apa, ya?"

Yossi mengangkat bahunya. "Entahlah, mungkin mau balas dendam sama murid yang ada di sini kali?"

Karena tebakan asal yang terucap dari mulut Yossi itu membuat Yogi manggut-manggut. "Ah, bener. Bisa jadi tuh! Mungkin aja penyebab dia pindah ke sini karena pengen balas dendam sama seseorang yang ada sekolah di sini? Tapi kira-kira dia mau balas dendam sama siapa, ya?"

Julia meringis pelan karena saat melihat Yogi yang menggebu-gebu juga cara berpikirnya sukses membuat Julia merinding. "Gi, serius deh. Cara berpikir lo bikin gue takut, merinding nih gue." Julia memperlihatkan bulu tangannya yang berdiri kepada kedua temannya.

Kemudian perempuan itu tersenyum lebar menatap Yogi. "Karena lo ada bakat buat jadi detektif gimana kalau kita kerjasama buat selidikin semua orang yang ada di sekolah ini? Mau kan lo?"

Yogi mengangguk singkat seraya menipiskan bibirnya. "Boleh, tapi setiap orang yang gue selidiki lo harus bayar gue 50 ribu, sanggup nggak?"

"Kalau di sekolah ada seratus orang, berarti 50 dikali 100 hasilnya 5 juta?" Sontak Julia membulatkan matanya, menggebrak meja karena Yogi telah membuatnya kesal.

Padahal Julia sudah serius untuk menawarkan kerjasama, tapi Yogi meresponsnya dengan candaan. "WAH. ANJIR LO! ORANG GILA, DASAR MATA DUITAN!"

Pekikan Julia yang sebelumnya di dahului gebrakan meja tidak membuat semua murid yang ada di kelas menatapnya sebab mereka sudah tahu, jika pasti yang penyebab perempuan itu kesal adalah Yogi sebab di antara semua murid laki-laki di kelas Yogi lah yang lebih sering menjaili Julia.

"Tapi, Gi. Selain Yara, ada yang lo curigain lagi nggak?" Begitu tanya Yossi saat keadaan sudah kembali seperti semula.

Dan entah kenapa pertanyaan itu membuat Yogi bungkam, cowok itu memilih diam meski matanya sempat melirik ke arah Julia. Sebenarnya dia ingin mengatakan Jeandra adalah orang yang dirinya curigai selain Yara, tapi hal tersebut terpaksa dia urungkan karena nanti Julia bisa saja mengamuk. Maka Yogi akan bercerita mengenai Fadil yang juga dirinya curigai.

Saat Yogi membuka mulutnya, suara Yossi langsung menginterupsi.

"Enggak tahu kenapa, ya. Tapi akhir-akhir ini gue kepikiran kalau Jeandra itu pelakunya," bisik Yossi dan lantas membuat kedua temannya itu terkejut terutama Julia.

Untuk kedua kalinya Julia menggebrak meja. 
“KOK BISA?!”

Dan untuk kedua kalinya pun, murid-murid yang ada di kelas tidak peduli. Tapi beberapa ada yang melirik sebentar sih dan setelah itu kembali pada kegiatan masing-masing.

Omong-omong, Yogi dan Yossi cukup terkejut atas aksi gebrakan meja yang Julia lakukan barusan karena ulahnya itu Yogi pun berdecak sebal.

"Lo bisa nggak sih? Kalau kaget atau kesel nggak usah gebrak meja? Berisik Panjul!" omel Yogi.

"Gue tuh refleks tahu!" serunya seraya menatap Yogi sebal.

kemudian kepalanya dia tolehkan menatap Yossi yang duduk di sampingnya. "Tapi, Chi. Serius deh. Kesayangan gue itu nggak mungkin melakukan hal buruk. Coba lo lihat mukanya, mukanya itu udah kayak malaikat udah pasti sifatnya baik. Jadi--"

Ucapannya harus terhenti karena secara tidak terduga mulutnya dijepit oleh Yogi dengan tangannya. Julia menatap sebal meminta Yogi untuk melepas tangannya, tapi sama sekali Yogi tidak memedulikannya.

"Kenapa lo bisa kepikiran kalau dia itu pelakunya?" tanya Yogi penasaran.

Untuk sesaat sebelum menjelaskan alasannya perempuan itu mengembuskan napasnya dan badannya sengaja dia condongkan agar suara pelannya nanti dapat didengar oleh kedua temannya terutama Yogi.

"Jadi penyebabnya itu karena waktu kasus bangkai tikus di kelas, gue nggak lihat ada dia di sana. Karena setahu gue biasanya kan si pelaku itu bakalan ngumpet di suatu tempat setelah dia ngelakuin sesuatu hal. Alasan lain karena waktu itu gue juga nggak sengaja ngeliat dia teleponan di halaman belakang sekolah dan yang bikin anehnya itu gelagat dia kelihatan gelisah, malah dia juga celingak-celinguk kayak orang waspada sama sekitarnya."

Mendengar alasan Yosi membuat Yogi manggut-manggut, ternyata alasannya ada yang sama dengannya. Tapi soal Jeandra sedang menelepon di halaman belakang sekolah, Yogi sama sekali tidak mengetahuinya.

Omong-omong, Yogi tidak lagi menjepit bibir Julia dengan tangannya. Maka hal tersebut membuat Julia dengan bebas berbicara lagi.

"Kalau gue malah curiga sama Jenar," sahutnya seraya menoleh menatap Jenar dengan sinis. "Dia itu orangnya misterius, sulit ditebak," lanjutnya dan membuat kedua temannya tersenyum geli.

"Lo ada dendam kali sama dia, gara-gara Jeandra keseringan berduaan sama Jenar. Makanya lo mikir negatif tentang dia," cetus Yogi yang mendapat anggukan singkat dari Yossi.

Karena reaksi kedua temannya itu membuat Julia berdecak sebal. "Gue serius tahu! Sekarang gue tanya sama kalian berdua. Kalian tahu nggak di mana dia lahir? Makanan kesukaannya apa? Siapa nama orang tuanya? Warna favoritnya apa? Jam berapa dia tidur? Terakhir kali dia nangis kapan? Kalian nggak tahu, kan?!"

Di antara Yogi dan Yossi, satu pun tidak ada yang menjawab karena memang keduanya tidak tahu soal Jenar. Oke, mereka mengakui Jenar itu memang agak misterius dan orangnya pun agak susah untuk didekati, tapi bukan berarti Jenar adalah pelakunya sebab keduanya pun tidak melihat atau menemukan adanya gerak-gerik mencurigakan dari perempuan itu.

"Kan? gue bener, kalian nggak bisa jawab pertanyaan gue. Jadi gue nggak salah, kalau gue itu curiga sama dia," sahut Julia seraya melipatkan kedua tangannya di depan dada.

"Temen lo tuh, Chi." Yogi berucap di akhiri kekehan pelan.

Sedangkan Yossi memutar bola matanya jengah, rasanya dia sudah tidak peduli lagi dengan ocehan Julia. "Terserahlah."

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya VINDICTA : 17 & 18
0
0
Lo mau ngapain?Balas dendam.Lo udah gila, ya?!Memang. Semenjak kejadian itu gue nggak bisa tidur nyenyak dan rasa bersalah selalu menghantui gue.Vindicta diambil dari bahasa Latin yang memiliki arti balas dendam. Balas dendam yang harus dibayar setimpal karena seseorang telah melenyapkan satu nyawa, maka sebagai gantinya seseorang itu harus menanggung akibatnya.Balas dendam dimulai melalui teror dan berakhir pada kasus pertengkaran. Lantas siapakah seseorang yang akan melakukan balas dendam? Lalu siapakah seseorang yang harus menanggung semua masalah yang terjadi akibat ulahnya sendiri?
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan