Disclaimer : Masashi Kishimoto.
Bab 46
"Hmm..."
Ino bergumam. Wanita itu berdiri menatap deretan rak supermarket sambil jari jemarinya mengusap dagu. Sebelah tangan yang lain memegang troli belanja.
"Apa lagi ya?" Tanyanya bingung.
beralih tatap melihat ke arah troli belanja. Meneliti satu per satu barang yang sudah ada di troli.
"Sayur! Ya aku belum beli sayur." Ucapnya saat teringat belum membeli sayur sama sekali.
Ino mendorong troli menuju rak tempat sayur berada.
"Beli sayur apa ya?" Tanyanya pada diri sendiri. Bingung ingin membeli sayur apa
"Brokoli aja lah ya." Jawabnya pada dirinya sendiri. Memutuskan untuk memilih sayuran sekenanya. Pikir Ino, Sai bukanlah tipe orang yang pemilih makanan. Pria itu memakan semua makanan buatannya. Jadi memasak yang gampang-gampang saja untuk makan malam ini. Ya kan?
Ino tersenyum senang mengambil brokoli.
"Ino? Ino sayang...,"
Ino langsung menoleh mendengar seseorang memanggil namanya. Dia juga dengan mudah langsung mengenali suara orang itu.
"Mama?!" Ucapnya. Menatap tak percaya pada wanita paruh baya yang kini berjalan tergopoh-gopoh ke arahnya. Wanita paruh baya itu langsung memeluknya erat. Ino membalas pelukan mamanya. Mereka berpelukan erat melepas rindu karena lama tak berjumpa.
"Akhirnya mama bertemu denganmu. Bagaimana kabarmu? Kau baik-baik saja kan nak?" Tanya Mama Ino sambil menangkup wajah sang putri.
Ino mengangguk, "Aku baik-baik saja ma." Jawabnya dengan mata yang tampak berkaca-kaca. Terharu bisa bertemu dengan mamanya di sini.
"Bagaimana dengan mama, mama baik-baik saja kan?" Tanya Ino pada sang mama.
"Ehmm.... Papa bagaimana? Apa baik juga?" Tambahnya lagi. Tak lupa menanyakan kabar sang ayah.
Sang mama tersenyum lembut menatap putrinya.
"Baik sayang. Kami baik-baik saja."
"Mama merindukanmu. Ayo kita mengobrol sebentar da-," Ucap mama Ino dan tampak menggantung diakhir kalimatnya.
"-dan bicara tentang hubunganmu dengan Sai."
Ino terbelalak mendengarnya lalu mengerutkan kening dalam.
'Bagaimana mama bisa tau tentang Sati? Darimana mama tau?' Batin Ino bertanya-tanya.
.
.
.
Akhirnya mereka berdua memutuskan untuk melipir ke cafe shop terdekat yang tak jauh dari supermarket. Ino memesan ice americano dan roti bun rasa strawberry sedangkan sang mama memesan minuman matcha dan cookies sebagai pelengkap.
Ino menyesap ice americano sedikit lalu menyuapkan satu dua sendok roti bun ke dalam mulutnya. Mengunyah sambil sesekali menatap ke arah mamanya yang tengah menyesap matcha. Ino menyandarkan punggung pada kursi cafe menunggu sang mama bicara.
Setelah menyesap matcha mama Ino fokus pada putrinya. Menatap lekat Ino.
"Sai adalah pria yang baik dan bekerja keras."
"Mama tidak tau kau mengetahui ini atau tidak?"
"Tapi kau harus tau bagaimana perjuangan Sai berhasil meluluhkan hati ayahmu."
Ino sontak duduk tegap.
'Meluluhkan hati ayah? Maksudnya?' Tanyanya didalam hati.
Cerita itu mengalir begitu saja dari mulut sang mama dan Ino dengan setia mendengarnya dari awal sampai akhir.
Ino terenyuh mendengar perjuangan Sai meluluhkan hati ayahnya dan kini dia tersadar betapa besar cinta Sai untuknya.
Lalu pantaskah dia meninggalkan Sai demi Shikamaru?!
Setiap hari, tepatnya pada pagi hari Sai selalu datang ke rumah.
Menemui kami sambil membawakan makanan.
Dan Ayahmu selalu menolak kehadirannya, mengusir Sai dari rumah bahkan tak segan untuk menyiram Sai dengan selang air agar dia pergi dari rumah kami.
Menolak makanan pemberian Sai bahkan langsung membuangnya ke tong sampah dihadapan Sai.
Tapi pria itu tak pantang menyerah. Penolakan demi penolakan tak membuat Sai berhenti ke rumah. Dia terus datang ke rumah. Menemui Ayah dan ingin bicara tentangmu.
Suatu hari pria itu bertahan berdiri di pagar rumah sampai 5 jam lamanya. Ayah yang muak menghampiri Sai. Mereka bicara dan mama masih bisa mendengar pembicaraan mereka walaupun samar-samar.
Sai meminta maaf atas namamu. Dia bilang turut andil dalam kesalahan yang kau perbuat. Ayah yang murka langsung memukul Sai. Yang membuat mama terperangah saat Sai berlutut dihadapan Ayahmu meminta maaf dan meminta Ayahmu agar mau menerima mu kembali.
Bab 47
Dari Sai mama tau kalau butikmu sedang mengalami kesulitan. Sai membantu mencarikan klien untuk butikmu. Karena kegigihannya akhirnya Sai berhasil meluluhkan hati ayahmu. Papamu sudah memaafkan mu nak dan meminta kau pulang ke rumah.
Ayo pulang ke rumah sayang. Papa mu merindukanmu...
Bulir air mata menetes membasahi pipi Ino. Dengan segera Ino menghapus air matanya lalu fokus memasak. Memasak makan malam untuk Sai. Dia juga akan meminta maaf pada pria itu.
Cerita sang mama tentang Sai terngiang dikepala, berputar terus menerus. Ino tak menyangka Sai melakukan itu untuk dirinya. Sebesar itu cinta Sai untuknya.
Ino membawa makanan yang telah siap ke meja makan, menata nya dengan cantik. Tak lupa bunga mawar di tengah meja juga lilin. Memastikan bahwa semua sudah beres Ino pergi menuju kamar untuk mandi.
Pukul 6 sore Ino tampak cantik dengan dress berwarna putih membalut tubuhnya. Menyalakan lilin dan setelah itu menunggu Sai datang. Tiga jam lamanya Ino menunggu tapi Sai tak kunjung datang menunjukkan batang hidungnya.
Ino mondar-mandir dengan ponsel ditangannya. Dia berulang kali menelpon pria itu tapi Sai mengabaikan panggilan telepon darinya. Ino tidak tau Sai ada di mana sekarang.
Ke bar? Ke tempat kerja pria itu bekerja?
Percuma dilakukan karena hari ini adalah hari liburnya.
Ino keluar dari apartemen, dia mencari Sai di basement. Entah kenapa insting memberitahu nya bahwa pria itu ada di sana.
Ino semakin mempercepat langkah kakinya saat matanya menangkap mobil Sai terparkir di basement. Melihat ke dalam mobil lalu mengetuk kaca mobil.
"Sai." Panggil Ino.
"Aku tau kau di dalam. Buka pintu nya aku mau bicara."
"Sai ku mohon buka pintunya."
"Aku ingin bicara."
Sedangkan Sai yang mendengar suara berisik dari luar mobil perlahan membuka mata seraya bangun dari tidurnya. Melihat Ino yang mengetuk kaca mobil. Cepat Sai membuka pintu mobil lalu keluar.
"Apa ada?" Tanya Sai dengan suara serak khas orang bangun tidur.
Ino tak menjawab. Wanita itu berhambur memeluk Sai.
"Maaf. Maafkan aku."
"Aku memilihmu Sai."
Perkataan Ino membuat Sai tertegun. Wanita itu memeluk nya erat dengan wajah tenggelam di dadanya.
.
.
.
Setelah membuatnya tertegun di basement kali ini Sai dikejutkan dengan makan malam yang telah wanita itu siapkan untuknya.
Permohonan maaf, pernyataan Ino yang memilih dirinya membuat Sai terharu sekaligus senang.
Sai mencintai Ino.
Sangat-sangat mencintainya.
Melihat usaha Ino mampukah dia terus menghindari wanita itu.
Tidak.
Dia tidak mampu.
Maka dari itu dia memaafkan Ino. Mereka berbaikan.
Mereka menyantap makan malam sambil sesekali mengobrol. Sai senang akhirnya dapat melihat Ino lagi. Beberapa hari menghindar dari Ino membuatnya rindu. Sekarang dia bisa puas menatap Ino.
Sai tersenyum melihat Ino yang terus bicara, bercerita tentang hari yang dilewatinya. Menahan tawa melihat bibir cemberut Ino yang bercerita dengan dirinya yang menghindari-nya. Ino tampak lucu dengan bibirnya yang mengerucut sebal.
"Sai boleh minta tolong antarkan aku menemui Shikamaru dan Temari? " Tanya Ino.
Sai belum memberi jawaban. Dia memilih menunggu Ino membeberkan alasannya ingin bertemu dengan Shikamaru dan istrinya.
"Aku ingin minta maaf pada mereka." Ino menjelaskan. Ia takut Sai salah paham.
Sai tersenyum kecil.
"Tentu, aku akan mengantarmu menemui mereka."
"Terima kasih."
"Kembali kasih sayang."
Bab 48
Ino mengeratkan genggaman tangannya pada genggaman tangan Sai. Mereka berdiri di depan unit apartemen milik Shikamaru. Menunggu si empunya membukakan pintu. Ino menunggu dengan gugup. Sai yang mengerti kegugupan Ino mencoba menenangkannya dengan mengusap lembut punggung tangannya. Tak lupa memberikan senyuman tipis membuat Ino ikut tersenyum.
Tak lama pintu apartemen terbuka menampilkan sosok Shikamaru yang tampak terkejut melihat kedatangan mereka.
"Maaf kami datang tiba-tiba." Sai memulai pembicaraan.
"Tak apa. Silakan diminum dulu." Shikamaru berujar sopan sambil mempersilahkan Sai dan Ino meminum minuman yang telah tersaji.
"Terima kasih."
Sai menyesap sedikit kopi hitam begitu pun juga Ino meminum teh.
"Kami datang ke sini ingin meminta maaf pada kalian." Ucap Sai to the point. Menatap Shikamaru dan Temari.
"Lebih tepatnya aku. Maaf Shikamaru, maaf Temari. Maaf karena aku menganggu hubungan kalian. Membuat rumah tangga kalian berantakan. Aku baru menyadari kesalahan yang ku perbuat pada kalian. Maaf..."
Setelah mengucapkan permohonan maaf Ino menunduk malu.
"Kami sudah memaafkan kak Ino sebelum kak Ino minta maaf. Iya kan, kak?" Temari menoleh menatap suaminya.
Shikamaru mengangguk.
"Iya kami sudah memaafkan mu."
Ino mengangkat wajah sedikit untuk melihat Shikamaru dan Temari.
"Aku juga minta maaf." Sai turut ikut meminta maaf.
Shikamaru mengangguk, "Rasanya seperti hari besar saja, maaf maaf an." Ucapnya kemudian tertawa pelan. Mencoba mencairkan suasana yang canggung ini.
"Ngomong-ngomong kalian sudah makan malam?" Tanya Shikamaru.
"Belum." Jawab Sai.
"Kalian makan malam di sini saja. Kebetulan Temari memasak banyak makanan."
"Boleh." Sai menerima ajakan Shikamaru untuk makan malam.
Setelah itu obrolan ringan terjadi begitu saja diantara mereka berempat. Obrolan tentang pekerjaan dan kesibukan masing-masing.
Ino membantu Temari membereskan makan malam. Temari mencuci piring sedangkan dirinya mengelap piring.
"Temari, maaf sudah membohongi mu bahkan membuat rumah tangga mu berantakan. Maafkan aku."
Temari menoleh melihat Ino yang menundukkan kepala. Masih dengan mencuci piring Temari menjawab.
"Aku sudah memaafkan kak Ino. Aku senang akhirnya kita bisa berbelanja bersama lagi." Ucapnya sambil tersenyum.
Ino menoleh menatap Temari.
"Ayo kapan-kapan kita berbelanja bersama-sama dengan Sakura juga." Ajak Temari semangat.
Ino mengangguk semangat.
"Ajak juga Hinata." Usul Ino.
"Boleh, kita berbelanja berempat. Pasti mengasyikkan."
Kedua perempuan itu tampak senang sambil terus mencuci piring. Di selingi juga obrolan.
Sedangkan di posisi pria, kedua pria itu tengah asyik menonton siaran langsung sepak bola. Di atas meja ada berbagai cemilan yang tersaji sebagai teman menonton. Menunggu pasangan masing-masing yang sedang membereskan makan malam.
.
.
.
Ino menyenderkan kepalanya pada bahu Sai. Merangkul lengan Sai melangkahkan kaki menyusuri jalanan setapak. Sebelum pulang Ino ingin berjalan-jalan lebih dulu untuk menghirup udara malam. Sai mengiyakan.
"Aku senang. Lega rasanya." Ucap Ino.
"Aku juga senang melihatmu senang dan ceria seperti ini."
"Terima kasih sudah mengantarkan ku, menemaniku menemui mereka."
Sai tersenyum sebagai jawaban.
"Besok maukah mengantarkan ku ke rumah orang tuanku? Menemaniku menemui orang tuaku."
"Tentu." Sai mengusap puncak kepala Ino.
"Oh iya, mau permen kapas? Seingat ku ada penjual permen kapas di ujung sana."
"Mau." Ino mengangguk dengan semangat.
.
.
.
"Aku bersyukur akhirnya masalah terselesaikan. Dan yang membuat ku semakin senang kita berbaikan dengan kak Ino." Temari berujar sambil mendongak menatap Shikamaru.
Shikamaru menunduk menatap istrinya. pelukannya semakin erat memeluk Temari. Mengecup dahi dan bibir Temari.
Mereka berpelukan sambil menonton tv.
"Kak."
"Iya?"
"Aku mau itu Kak." Tunjuk Temari pada layar tv yang menampilkan pembawa acara yang tengah menyantap samyang ramen.
"Sepertinya enak." Ucap Temari. Melihatnya saja sudah membuatnya ngiler.
"Tapi sayang itu sepertinya tidak sehat." Shikamaru bisa melihat warna merah menyala dari samyang ramen itu. Memandang ngeri betapa pedas nya samyang ramen yang dimakan oleh pembawa acara.
"Tapi aku mau itu. Lihatlah kak!" Tunjuk Temari lagi. Menyuruh suaminya untuk melihat ke layar televisi lagi.
"Samyang ramen berkuah panas dan pedas, ditambah tteokbokki dan odeng tak lupa keju mozzarella diatasnya yang melumer pasti enak."
"Yang lain saja ya." Shikamaru mencoba bernegosiasi.
Raut wajah Temari tampak lesu, "Aku maunya itu. Demi anak kita." Rengeknya.
"Bukan aku aja yang mau tapi anak yang ku kandung ini juga mau." Temari mengusap perutnya.
Shikamaru menatap perut istrinya lalu menghela nafas panjang.
"Baiklah." Pasrahnya. Menuruti kemauan Temari.
"Aku mau makan langsung di sana." Pinta Temari.
"Baiklah. Sebentar aku ambilkan jaket dulu. Udara malam tidak baik untuk ibu hamil."
Shikamaru berlari ke kamar lalu kembali dengan membawa jacket tebal untuk Temari pakai.
"Sudah ayo kita pergi!" Suruh Temari setelah Shikamaru selesai memakainya jaket.
"Baik nyonya Nara." Ucap Shikamaru membuat Temari terkekeh.
"Hehe."
Bab 49
Kini Shikamaru dan Temari telah sampai di restoran yang dikunjungi oleh pembawa acara tv. Restoran dengan sistem self service, semua sudah tersedia tinggal ambil saja sendiri sesuai apa yang kita mau.
Temari tampak antusias mengambil kemasan samyang ramen. Dia ingin seperti yang dimakan oleh pembawa acara. Setelah mengambil kemasan ramen yang diinginkan, ambil odeng dan tteokbokki serta lembaran keju mozzarella sebagai pelengkap topping Temari langsung pergi memasak di mesin yang tersedia.
"Temari bukankah itu pedas. Jangan pedas-pedas." Ucap Shikamaru.
"Pilih samyang ramen yang lainnya ya. Yang gak pedas-pedas itu terlalu pedas Temari." Imbuhnya.
"Kak..." Temari merengek menatap Shikamaru tak suka.
"Sayang kau lagi hamil. Itu terlalu pedas. Pikirkan juga bayi kita disini." Ujar Shikamaru sambil mengusap lembut perut Temari. Membujuk istrinya.
Temari memasang wajah cemberut walaupun begitu dia tampak berpikir sejenak.
"Baiklah. Aku pilih yang gak pedas" Akhirnya Temari pasrah. Mengusap lembut perutnya. Setelah itu mengembalikan kemasan yang sebelumnya ia pilih ke tempat semula. Mengambil kemasan samyang ramen yang tidak terlalu pedas.
Shikamaru tampak mengerutkan kening saat melihat Temari mengambil kemasan samyang ramen yang paling pedas. Kali ini Temari mengambil telor dan keju mozzarella sebagai pelengkap topping.
"Kau mau tambah?" Tanya Shikamaru.
"Enggak. Ini buat kakak."
Shikamaru melongo dibuatnya.
"Buat ku?" Tanyanya memastikan.
"Hmm." Temari hanya bergumam menjawab pertanyaan Shikamaru.
"Itu kan pedas banget Tem-,"Ucapan Shikamaru terhenti saat Temari memelototinya. Sedangkan Temari menahan tawa melihat Kak Shikamaru tak dapat berkutik padanya.
15 menit menunggu akhirnya samyang ramen mereka telah matang. Menaruh di meja lengkap dengan es teh jumbo dan es jeruk.
Temari yang tak sabar langsung menyantap samyang ramen nya. Meniup lalu menyuapkannya pada mulut. Wanita yang tengah hamil itu sangat menikmati samyang ramen bisa dilihat dari ekspresi wajah dan geleng-gelengan kepala. Sedangkan Shikamaru menatap ngeri samyang ramen di hadapannya yang tampak merah menyala. Dari aromanya saja sudah ketara betapa pedasnya. Pasti mulutnya akan terasa terbakar dan panas. Takut-takut dia menyuap satu sendok ke dalam mulut.
Uhuk
Shikamaru terbatuk-batuk karena aroma cabe yang menyengat hidung. Mengambil es jeruk dan menyesapnya cepat.
'Astaga baru satu suap saja aku terbatuk-batuk.' Ucap Shikamaru di dalam hati.
'Bagaimana caranya aku menghabiskan samyang ramen ini.'
Shikamaru menghela nafas panjang.
'Ngidam Temari kali ini sungguh merepotkan.' Gerutunya di dalam hati.
Salahkan juga pembawa acara tv yang memakan samyang ramen. Makanan panas dan pedas.
.
.
.
Tepat pukul 8 pagi.
Ino berdiri di depan rumah besar milik orang tuanya. Di sampingnya ada Sai yang setia menemaninya. Ino berkali-kali tampak menghela nafas. Sai yang menyadari kegugupan sekaligus ketakutan kekasihnya mencoba untuk menenangkannya.
"Ada aku di sini." Bisiknya pada Ino.
"Ayo kita masuk. Papa dan mama mu pasti sudah menunggu." Sai mengeratkan genggaman tangan mereka.
Ino sekali lagi tampak menghela nafas lalu mengangguk. Menatap Sai sambil tersenyum.
Sai membuka pintu pagar yang kebetulan tidak dikunci. Mereka berjalan beriringan masuk. Sai mengetuk pintu seraya mengucap salam. Tak lama terdengar sahutan dari dalam dan pintu terbuka.
"Papa." Ucap Ino menatap sang ayah yang membukakan pintu.
Bab 50
"Papa." Ucap Ino sekali lagi menatap sang ayah yang hanya diam menatap keduanya.
Ino berusaha keras menahan air matanya yang ingin keluar mengalir. Ingin rasanya juga dia berhambur ke pelukan sang ayah. Memeluk ayahnya yang dia rindukan.
Beberapa menit ketiga nya hanya diam tak lama dari itu suara mama menginterupsi. Wanita paruh baya itu berdiri didekat suaminya.
"Ino sayang." Panggil sang mama dengan binar di matanya. Memeluk putrinya.
"Mari masuk sayang." Ajak sang mama. Menuntun Ino masuk kedalam.
"Ayo Sai masuk." Ino bisa mendengar suara ayahnya yang menyuruh Sai masuk.
Kenapa hatinya terasa sakit saat ayahnya hanya diam saja menatapnya dan tak menyuruhnya masuk kedalam seperti saat menyuruh Sai masuk kedalam rumah.
Sai mengangguk.
Ino menunduk wajah tak berani mengangkat wajah menatap ayahnya.
Ino melihat Sai menggenggam tangan lembut.
"Angkat kepalamu Ino." Suara ayahnya terdengar tegas.
Ino sontak mengangkat wajah. Manik matanya langsung bersirobok dengan mata ayahnya yang tajam menatapnya.
Ino menahan nafas lalu menarik nafas dan menghembuskannya dengan pelan. Semua itu tak luput dari perhatian Sai.
"Maaf Papa." Ucap Ino pelan. Matanya tampak berkaca-kaca.
Lama sang ayah tak menjawab permintaan maafnya membuat Ino sedih. Tapi ketika sang ayah tiba-tiba tersenyum lalu membentangkan kedua tangan sembari berkata, "Sini nak, papa merindukan."
Jebol sudah air matanya mengalir menetes membasahi pipi. Tak kuasa lagi untuk menahan air matanya keluar. Ino berhambur ke pelukan sang ayah.
"Maafkan Ino papa. Aku juga merindukan papa."
"Ehmm..." Sang ayah hanya bergumam. Memeluk Ino sembari mengelus lembut surai putri satu-satunya.
"Papa sudah memaafkan mu. Semua itu berkat Sai jadi kau harus berterima kasih padanya." Kata ayahnya.
Ino mengangguk.
.
.
.
Mereka menghabiskan waktu di rumah orang tua Ino sampai sore hari. Makan siang bersama dan saling bercengkrama. Sai tersenyum tipis memperhatikan kedekatan sang ayah dengan putri semata wayang. Ino berubah bersikap manja pada ayahnya. Terus saja menempel pada ayahnya dan melupakannya. Sai tidak cemburu atau iri karena tau apa yang sudah dilewati Ino selama ini. Sai senang melihat hubungan Ino dengan ayahnya membaik.
Menjelang senja mereka memutuskan untuk pulang. Berpamitan pada papa dan mama Ino. Walaupun berat karena baru saja bertemu melepas rindu. Mama Ino masih ingin mereka untuk lebih lama tinggal. Dengan membujuk mama, Ino berjanji akan berkunjung lagi besok.
Kini mereka sudah ada di mobil. Sai menoleh.
"Kita makan malam diluar ya."
Ino hanya mengangguk, mengiyakan.
Mobil mereka berhenti karena lampu merah.
Ino merangkul sebelah tangan Sai yang menganggur. Menyandarkan kepala pada bahu Sai.
"Terima kasih dan maaf."
"Maaf untuk?"
"Maaf kare-,"
Belum selesai Ino berbicara Sai cepat memotongnya.
"Sudah lupakan."
"Aku mencintaimu." Ino mengecup pipi Sai.
"Aku juga mencintaimu." Balas Sai sambil mengecup puncak kepala Ino.
Lampu merah berubah hijau. Sai menjalankan mobil saat suara klakson dari belakang mobilnya berbunyi nyaring.
Ino melepas rangkulannya membiarkan Sai untuk fokus menyetir.
Ino mengernyit ketika menyadari bahwa ini bukanlah jalan menuju apartemen.
"Kita ke mana?" Tanya Ino.
"Makan malam, kan aku barusan bilang
kalau kita akan makan malam diluar." Jawab Sai.
Ino menepuk kening.
"Oh iya, lupa."
"Eh kita ke pantai?"
Sai mengangguk.
"Makan malam romantis di pantai dengan angin malam yang sejuk dan bintang menghiasi langit malam." Ucap Sai sambil mengedipkan mata membuat wajah Ino merona merah.
Bersambung...
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰