
“Bisakah kau berhenti … mecekikku!” Maisha berteriak meski suaranya terputus dan dia terbatuk dengan menyedihkan. Gadis itu baru saja membentak pria yang berdiri di hadapannya sambil melipat kedua tangan.
Tiga Ahool berhasil diburu, menghasilkan beberapa potong daging beku dalam peti, dua wyvern yang kelelahan, dan seorang pengendali wyvern yang hampir tewas akibat tercekik di udara.
Akan tetapi, sebuah tepukan kipas pada belakang kepala Maisha membuat gadis itu mengaduh. Dia mengusap kepalanya yang...
Karya ini dilindungi oleh undang-undang hak cipta no. 28 tahun 2014. Segala bentuk pelanggaran akan diselesaikan menurut hukum yang berlaku di Indonesia.
Pencipta Wulan Benitobonita / Luna S. Winterheart
“Bisakah kau berhenti … mecekikku!” Maisha berteriak meski suaranya terputus dan dia terbatuk dengan menyedihkan. Gadis itu baru saja membentak pria yang berdiri di hadapannya sambil melipat kedua tangan.
Tiga Ahool berhasil diburu, menghasilkan beberapa potong daging beku dalam peti, dua wyvern yang kelelahan, dan seorang pengendali wyvern yang hampir tewas akibat tercekik di udara.
Akan tetapi, sebuah tepukan kipas pada belakang kepala Maisha membuat gadis itu mengaduh. Dia mengusap kepalanya yang tidak bersalah sambil memutar tubuh, memelototi pria berambut putih yang menempelkan telunjuk pada bibirnya sendiri.
Bibir Maisha sontak mengerucut. Para pria bebal berikut dirinya masih menyumpal telinga. Itu artinya mereka tidak akan merasakan efek apa pun dari pekikannya yang kini diyakini sangat parau.
Samson yang mengangkut satu peti di bahu kirinya menguap lebar. Dia mengedikkan kepala ke arah tenda sebelum berbalik dan berjalan pergi meninggalkan mereka.
Liam menyusul, diikuti oleh Cyril. Pandangan Maisha pun melihat ke rimbunnya pepohonan yang melindungi Topaz juga Ruby yang sepertinya telah tertidur pulas sebelum beralih ke arah punggung ketiga pria besar yang semakin menjauh.
Maisha menggigit bibir, merasa gelisah. Dia tidak merasa nyaman tidur bersama mereka. Dengkuran Samson sangat mengganggu, kekhawatiran akan Liam yang akan mengusilinya pun membuat gadis itu kesulitan untuk benar- benar tertidur pulas. Namun, yang paling membuat jantungnya berdebar cepat adalah cara Cyril menatapnya tadi pagi. Pria itu seperti orang linglung dan bisa saja menyangka dirinya sebagai salah satu Ahool yang pantas diburu.
Apa aku tidur di dekat Topaz dan Ruby saja? Mata Maisha kembali melirik ke arah peraduan tempat kedua wyvern. Tentu akan terasa hangat diapit dua kadal raksasa, selama mereka tidak menggencetnya sampai gepeng.
Semilir angin malam berembus, membelai pipi gadis yang sedang kebingungan itu, membuat tubuh Maisha menggigil kedinginan.
Cyril yang sudah melangkah cukup jauh darinya tiba-tiba berhenti. Pria itu memutar tubuh dan memberikan tatapan tidak sabar ke arah Maisha.
Sepertinya akan nyaman tidur di sebelahnya.
Maisha menelan ludah. Namun, bukannya hidup memang penuh risiko? Gadis itu melupakan pengalaman pagi hari yang mendebarkan tadi pagi dan memutuskan untuk segera berlari, menyusul kelompoknya yang hendak beristirahat hingga esok tiba.
*****
“Mengapa kau di sini lagi!” Cyril mendesis saat tubuh mungil Maisha mendadak menyempil di antara pria itu dengan petinya yang berharga. “Menyingkir dariku!”
“Stt!” Maisha, Samson, dan Liam pun sontak merespons keberatan atasan mereka.
Dalam tenda hampir gelap gulita apabila tidak ada cahaya bulan dari luar yang menyelip masuk. Namun, Maisha dapat melihat ekspresi gusar Cyril, bibir membentuk garis lurus dan kening berkerut, tentu saja karena wajah mereka hanya berjarak beberapa inci.
Mengapa dia tetap terlihat tampan meski sedang cemberut?
Maisha dengan kurang ajar membalas tatapan kesal atasannya. Pandangan gadis itu bergerak perlahan ke hidung mancung, tulang pipi yang tinggi, dan--
“Berhenti melihat ke arahku!”
“Stt!”
Bentakan Cyril langsung mendapatkan teguran dari Liam dan Samson. Pria yang merasa terlecehkan itu pun memutuskan untuk berguling ke arah lain, membelakangi pelayannya yang menjengkelkan.
Dasar pemarah. Maisha mengerucutkan bibir ketika kini hanya punggung Cyril yang terlihat oleh matanya. Namun, mata nakal gadis itu kini mengarah ke tengkuk leher pria yang sedang berusaha tidur dan mengamati helaian rambut di sana.
Ah, rambutnya sudah semakin panjang. Apa rasanya selembut rambut Princess? Maisha menelan ludah, menahan keinginan untuk menjamah. Namun, rasa kantuk akhirnya datang lebih cepat dari yang disangka. Dia menguap lebar sebelum tertidur lelap.
*****
“... gun.”
“Bocah ….”
Maisha memekik sejadi-jadinya ketika seseorang memercikkan cairan sedingin es tepat ke wajahnya. Gadis itu terduduk dengan mata terbuka lebar sebelum mendengar gelak tawa dari Liam.
“Mukamu persis seperti melihat hantu,” ejek Liam di belakang kipasnya. Pria itu duduk bersila di sebelah Maisha dan dari tangan kirinya yang masih terulur, sudah jelas dia telah melakukan sesuatu.
“Kau!”
Jari-jari Maisha terentang dan tertekuk. Dia hendak bangkit untuk menerjang pria menyebalkan yang masih terkekeh. Namun, Liam sudah lebih dahulu berdiri dan keluar tenda sambil berkata, “Ayo, Pemalas, keluar sekarang atau kau tidak akan mendapatkan sarapan.”
Emosi Maisha menguap seketika saat perut kurusnya menanggapi ajakan dari Liam. Gadis itu melihat ke segala sisi dan memang tinggal dia seorang diri di tenda yang mereka huni semalaman.
Pintu tenda terbuka lebar, membuat mata Maisha sontak menyipit dan telapak tangan memayungi matanya saat cahaya matahari menyinari wajah gadis itu. Wangi masakan tercium dan lagi-lagi membuat perutnya bergemuruh.
“Ayo, Bocah!”
Teriakan Liam dari luar tenda akhirnya membuat Maisha berdiri sebelum mengaduh. Seluruh tubuhnya terasa pegal. Gadis itu pun meluruskan punggung dan merilekskan bahu sambil berjalan keluar tenda dengan langkah gontai.
*****
“Dua belas!”
“Tiga belas!”
“Empat belas!”
“Argh!” pekik Maisha sebelum mencium rumput dengan napas terengah-engah. Dia seharusnya tahu kalau Liam tidak mungkin mengajaknya sarapan tanpa niat buruk. Kedua lengan gadis terasa pegal luar biasa, begitu juga dengan kedua kakinya. Atasannya yang mendadak gila kembali memaksanya untuk melakukan push up dan melarangnya untuk makan sebelum menyelesaikan rutinitas memuakkan itu.
“Angkat bokongmu.”
Nada dingin Cyril membuat Maisha menoleh ke samping dan melihat sepasang sepatu boot milik pria itu dengan pandangan kabur. Lapar. Dia lapar dan letih.
“Angkat bokongmu atau tidak ada sarapan.”
Ancaman Cyril membuat Maisha mengerang. Dia melakukan posisi push up dengan kedua lengan gemetaran sebelum bibirnya kembali mencium tanah.
“Ah! Cukup!” Maisha memekik sambil mengangkat tubuhnya untuk duduk. Gadis itu memakai punggung tangan untuk membersihkan bercak cokelat pada wajahnya. Demi, Kadal Bersayap, dia adalah seorang lady! Dan, seorang lady seharusnya tidak pernah melakukan push up!
Atau, tidur setenda dengan tiga orang pria.
Atau, mandi telanjang di dalam sungai.
Ah! Diamlah! Maisha membentak hati nuraninya lalu mendongak, memberikan tatapan marah ke Cyril yang berdiri menjulang tinggi di hadapannya. “Aku tidak mau lagi! Cukup!”
Cyril melipat kedua tangan di depan dada dan membalas pandangan Maisha dengan kening berkerut dalam. Bibir pria itu menipis sebelum berbalik dan pergi begitu saja.
Dia menyerah? Maisha sontak mengedip-ngedipkan mata beberapa kali, menatapi punggung yang semakin menjauh. Namun, nyanyian dari perut gadis itu membuat dia segera bangkit dan berjalan, mengikuti wangi asap yang sedari tadi mengganggunya.
*****
Di bawah langit biru, tampak dua orang pria sedang duduk di atas terpal yang melapisi tanah, sedangkan seorang pria berambut putih panjang tampak sibuk mengaduk sebuah pot tembikar raksasa yang digantung di atas api yang menyala, sambil berdendang pelan.
“Tambah.”
Samson menyodorkan mangkuk tanah liatnya ke Liam yang langsung mengisinya dengan potongan daging Ahool rebus yang telah ditambah dengan jamur dan berbagai sayuran lainnya. Pria besar itu dengan lahap pun segera meneguk dalam-dalam kuah kaldu miliknya sebelum mendesah puas.
“Lezat, bukan? Aku sepertinya pernah beberapa kali memasaknya dulu,” ucap Liam, memuji dirinya sendiri. Pria itu kemudian memberikan mangkuk yang mengepulkan uap panas kepada Cyril yang langsung menerimanya.
“Kita beruntung, daging Ahool dipercaya dapat meningkatkan kecerdasan, mengurangi keriput, dan meningkatkan stamina. Sayang sekali apabila tidak pernah mencicipinya.” Liam melanjutkan perkataannya sambil melirik ke arah Maisha yang duduk di cukup jauh dari mereka.
Maisha menggigit bibir, menahan kesal. Dia menatapi gumpalan asap dari pot sambil menelan ludah. Perut gadis itu sedari tadi sudah bernyanyi riang. Namun, Cyril yang tidak memiliki belas kasihan memberikan tatapan tajam ke arah pelayan malasnya, melarangnya untuk mendekat.
“Ya, sayang sekali,” balas Cyril singkat sebelum menyeruput sarapan paginya.
Dasar kaum bandit! maki Maisha dalam hati. Gadis itu benar-benar hampir menangis. Seandainya saja manusia juga dapat memakan rumput, tentu saja hidupnya tidak akan nestapa seperti ini.
“Lad, tiga puluh enam lagi, ‘kan? lakukanlah sebelum tidak ada lagi sisa untukmu.” Samson menyeringai ke arah Maisha. “Kau bisa menekuk lututmu apabila terlalu lelah untuk full push up.”
“Terlalu lemah,” koreksi Liam sambil duduk di sisi rekannya. Dia meneguk sup miliknya sebelum mendesah. “Ini lezat. Aku tahu bahwa aku hebat.”
“Si-siapa yang mau makan itu?!” Harga diri Maisha pun akhirnya mengambil alih. Gadis itu bangkit berdiri dan berjalan pergi sambil menggerutu. “Aku tidak butuh!”
Maisha mengabaikan tawa tertahan dari Liam. Dia bergegas menuju tepi hutan demi mencari sebatang bambu yang bagus untuk dijadikan tombak.
*****
Mata lapar Maisha mengamati sekumpulan ikan berkumis yang sedang berenang riang. Setengah kaki gadis itu telah terendam air sungai yang jernih sedangkan tangan kanannya menggenggam erat bambu berujung tajam yang terasa cukup berat.
Maisha merentangkan lengan kanan dan mengayunkan tombak buatannya ke calon makan paginya sebelum percikan air melompat dan membasahi wajah juga leather armor yang dia pakai. Namun, gadis itu tidak menyerah. Dia kembali menombak sambil menggertakkan gigi.
Sayang, para lele yang merasa bahaya sontak berenang cepat, meninggalkan area perburuan Maisha, membuat gadis itu berseru panik. “Hei! Kembali!”
Suara lapar yang bergemuruh pun bersahut-sahutan dengan pekik kesal Maisha. Gadis itu menyeka percikan air yang mengalir turun di pipi sebelum berjalan terseok-seok menapaki bagian dasar sungai yang dangkal untuk mengejar calon makan siangnya.
Kumpulan lele lain tampak di dekat bebatuan. Maisha menarik napas dalam-dalam dan menggenggam tombak erat-erat. Dia merentangkan lengan dan dengan cepat mengayunkannya.
Percikan air sontak membutakan mata Maisha bersamaan dengan belasan lele yang bergerak lincah untuk menghindar. Penglihatan gadis itu kembali beberapa saat kemudian hanya untuk menemukan dirinya telah kembali sendirian.
Sial! Kenapa susah sekali menombak mereka?!
Napas Maisha memburu saat batas kesabarannya telah habis. Lapar, lelah, dan malu. Mungkin beberapa kali push up akan lebih mudah dibanding menombak ikan ….
Maisha lagi-lagi menelan ludah, membasahi kerongkongan. Dia mengangkat lengan dan mengayunkan tombak saat seseorang mencekal tangannya dari belakang.
Pembaca yang baik hati, tolong tekan tanda hati^^
4 Maret 2025
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
