16 - Lady Wyvern [ Petualangan Nona Penakluk Wyvern ]

2
0
Deskripsi

“Kau masih terlalu kecil, Bocah.” Liam mencondongkan tubuh, menunjukkan ekspresi sok pintar, membuat wajah Maisha mengerut. “Banyak hal yang harus kau pelajari tentang cara memperlakukan seorang perempuan.”

“Saya rasa kau yang harus banyak belajar mengenai perempuan,” bantah Maisha sambil memundurkan punggung. Wajah Liam terlalu dekat, membuat gadis itu terpaksa mengamati kulit putihnya yang sangat mulus, tanpa setitik noda di sana. “Mereka tidak suka dipanggil Manis.”

Liam mendengkus. Dia kemudian...


Karya ini dilindungi oleh undang-undang hak cipta no. 28 tahun 2014. Segala bentuk pelanggaran akan diselesaikan menurut hukum yang berlaku di Indonesia.

Pencipta Wulan Benitobonita / Luna S. Winterheart

Puluhan orang memenuhi kedai minuman terbesar di kota itu, kebanyakan duduk secara berkelompok. Dari penampilan mereka yang membawa berbagai jenis senjata dan berpakaian aneh, Maisha dapat menyimpulkan bahwa mereka adalah para pemburu, sama seperti kelompoknya sendiri.
 

Pandangan Maisha pun terpaku pada penampakan seorang pria berotot berambut gondrong cokelat keemasan dan berjanggut panjang yang sedang duduk meneguk bir dari gelas besar. Dia memakai zirah emas dan pedang besar yang terpanggul pada punggung, menunjukkan bahwa pria itu adalah seorang kesatria.

Apakah dia satu pasukan dengan Gerald?

Cyril pun sepertinya tertarik dengan penampilan pria itu. Sebab dia mengamatinya melalui ekor mata sebelum bangkit berdiri dan berkata, "Saya pergi dulu, pesankan minuman apa saja."

Maisha mengikuti gerakan Cyril. Namun, pria itu ternyata terus berjalan melewati pria berzirah emas dan malah mendekati serombongan penjaga kota yang sepertinya sedang beristirahat, sebab mereka mengambil sebuah meja panjang, dan bercakap-cakap dengan heboh.

Apa yang hendak dia lakukan? Rasa penasaran Maisha terpacu saat Cyril menepuk bahu salah satunya sebelum duduk di dekat mereka.

"Selamat datang, apa yang kalian inginkan?"

Akan tetapi, sapaan seorang perempuan membuat Maisha menoleh. Kening gadis itu pun sontak mengerut heran saat melihat penampilan pelayan yang berada di hadapan mereka.

Perempuan itu sepertinya seumur dengan Maisha. Dia menguncir dua rambut hijau selehernya dan memakai ikat kepala seperti telinga kucing, belum lagi pakaian yang dikenakan, rok super pendek dan blus cerah ketat, memamerkan seluruh lekuk tubuh. "Kami memiliki dragon's breath ale, knight's elixir, valor's bitter, dan warrior's mead."

"Apa tidak ada minuman dingin?" Liam menarik sapu tangan sutra dari kantung lengan untuk mengelap peluh pada pelipisnya. "Seperti es serut atau buah segar?"

Gadis itu menunduk untuk membaca sebuah kertas tebal yang dia bawa sebelum menjawab, "Kami memiliki iceblade mead yang terbuat dari berries dingin dicampur madu."

"Sempurna," balas Liam sambil mendesah. "Berikan satu untuk saya, dua dragon's breath ale, dan segelas susu untuk bocah ini."

"Aku bukan bocah." Maisha menggeram, memelototi pria yang duduk di sebelahnya. Namun, Liam mengabaikannya dan malah tersenyum ke arah gadis kucing itu. "Tolong segera, ya, Manis."

Pipi pelayan itu sontak bersemu merah jambu. Dia memutar tubuh dan meninggalkan mereka.

"Kau memanggilnya seakan-akan dia seekor kucing," desis Maisha tidak terima.

"Dan, dia seharusnya tidak memakai kostum seperti itu kalau tidak ingin diperlakukan seperti seekor kucing." Liam membalas dengan nada tidak peduli, membuat Samson terbatuk, menahan gelak.

"Kau masih terlalu kecil, Bocah." Liam mencondongkan tubuh, menunjukkan ekspresi sok pintar, membuat wajah Maisha mengerut. "Banyak hal yang harus kau pelajari tentang cara memperlakukan seorang perempuan."

"Saya rasa kau yang harus banyak belajar mengenai perempuan," bantah Maisha sambil memundurkan punggung. Wajah Liam terlalu dekat, membuat gadis itu terpaksa mengamati kulit putihnya yang sangat mulus, tanpa setitik noda di sana. "Mereka tidak suka dipanggil Manis."

Liam mendengkus. Dia kemudian menegakkan punggung dan mengipasi dirinya sendiri. "Percayalah, Bocah. Gadis itu bahkan akan mengeong apabila kita memperlakukannya dengan benar."

"Jadi, apa yang kau dapatkan?" Pertanyaan Samson menghentikan perdebatan yang terjadi, membuat Maisha dan Liam pun menoleh ke arah Cyril yang baru kembali.

Tatapan Cyril terpaku kepada Maisha, seakan-akan meneliti ekspresi ataupun penampilan gadis itu dengan saksama. Pria itu terdiam cukup lama sebelum akhirnya duduk di sebelah Samson dan berkata, "Wyvern Divisi Enam sedang melakukan pengejaran terhadap gerombolan penculik."

"Huh? Apa?"

"Ternyata ada serangan bajak laut beberapa minggu silam," ucap Cyril. "Mereka menculik seorang pelayan dan kini pasukan yang kau cari sedang melakukan pengejaran."

Kening Cyril mengerut halus saat pria itu melirik ke arah pria berzirah emas yang kini sedang melahap makanan. Namun, dia kemudian menatap para anggotanya dan melanjutkan perkataannya. "Mereka juga memiliki berita lain––"

"Permisi, ini minuman kalian."

Jantung Maisha berdegup tidak nyaman saat pandangan Cyril lagi-lagi jatuh kepadanya. Dia cepat-cepat meraih gelas yang diletakkan oleh si pelayan kucing dan meneguknya.

"––Duke Volternal kehilangan tunangannya dan mereka sedang melakukan pencarian besar-besaran––"

"Pahit!" Maisha menyemburkan air yang baru saja dia teguk banyak-banyak ke arah Liam sebelum terbatuk heboh.

"Apa yang kau lakukan?!" Liam memekik kaget. Pria itu bangkit berdiri, berusaha menyelamatkan gaunnya dari serangan bocah di sebelahnya. "Kau mengotori pakaianku!"

"Lad, kau meminum minumanku." Samson merebut gelas yang digenggam Maisha untuk memeriksa isinya sebelum mendesah. "Kau menyia-nyiakan minuman ini."

"Sudah kubilang kalau kau hanya bisa minum susu!" bentak Liam saat Maisha menjulurkan lidah, berusaha menghalau rasa tidak enak pada lidahnya.

Tawa kecil membuat Maisha menoleh. Dia melihat gadis pelayan itu tersenyum ke arahnya sebelum berlalu.

Samson sontak bersiul. Pria itu memajukan punggung dan berbisik ke arah Maisha. "Lad, sepertinya dia menyukaimu."

"Huh?" Maisha sontak mengedipkan mata beberapa kali, merasa bingung.

"Pergi dan tanya namanya," lanjut Samson sambil menyeringai. Maisha pun secara refleks mencari keberadaan gadis kucing itu dan menemukan sang pelayan ternyata masih mengamatinya dari balik nampan bundar yang menutupi sebagian wajah.

"Tidak, aku tidak berminat." Maisha membuang pandang. Dia kemudian kembali menatap ke arah Cyril dan bertanya, "Jadi, di mana mereka sekarang?"

"Apa kau tidak mau menunggu mereka menyelesaikan misi terlebih dahulu?" tanya Cyril sambil menelengkan kepala. "Majikanmu tentu tidak membutuhkan kudanya saat sedang melakukan pengejaran lintas pulau."

Maisha terpekur. Kehadirannya tentu akan menyulitkan Gerald. Namun, dia juga khawatir tunangannya akan berhasil mendapatkannya terlebih dahulu.

"Mungkin ada misi yang menarik selama menunggu mereka selesai," usul Samson sambil meneleng ke arah papan raksasa yang terpasang pada salah satu dinding. Terlihat tempelan kertas-kertas ataupun potongan kulit binatang di sana. "Kita bisa mengisi waktu untuk beberapa saat."

"Usul yang bagus," balas Liam sambil terus mengipasi dirinya sendiri. "Mungkin kita bisa ke tempat yang lebih sejuk, seperti pegunungan es ataupun daerah kutub. Aku merindukan kampung halamanku."

"Kau mengingat sesuatu?"

Pertanyaan aneh dari Cyril membuat Maisha mendengarkan percakapan mereka dengan rasa ingin tahu. Namun, Liam menggeleng sambil mendesah, "Hanya sedikit, entah itu mimpi atau ingatan."

Cyril meraih gelas alenya dan meneguknya sebelum berkata, "Kita akan mencari tahu identitasmu setelah kau mengingat lebih jelas lagi. Sebelum itu terjadi, lebih baik kita tetap berada di daerah di mana kau ditemukan."

"Ya, kurasa kau benar." Liam mengembuskan napas panjang sebelum meneguk isi gelasnya sendiri dan menunjukkan ekspresi lebih riang dibandingkan sebelumnya. "Ini lezat!"

*****

"Wabah Ahool?" Suara Liam terdengar sedikit lebih nyaring dibandingkan biasanya. Maisha berdiri di belakang Cyril saat keempatnya membaca pesan-pesan pada dinding. Banyak permintaan dari berbagai tempat, seperti pencarian jamur jenis tertentu, tabib untuk penyakit misterius, dan bahkan ada yang mencari pengantin pesanan melalui pos. Namun, perhatian atasan mereka tertuju pada permintaan untuk memusnahkan kumpulan kelelawar raksasa yang mengganggu ketenangan desa di dekat sini.

"Mereka aktif saat malam, akan lebih mudah mencari sarangnya dan memusnahkannya ketika matahari masih bersinar," ucap Samson sambil membaca kertas-kertas lainnya. "Hmm, ini juga menarik, permintaan untuk menyelamatkan anak mereka dari penculikan kelompok siluman babi."

"Kita hanya berurusan dengan binatang, bukan dengan manusia setengah binatang," tolak Cyril. "Pemuka desa bersedia membayar sepuluh koin perak per ahool yang kita bunuh dan kita bisa menjual dagingnya."

Pandangan Maisha tiba-tiba terasa sedikit buram dan kakinya agak limbung. Gadis itu pun menggelengkan kepala untuk mengembalikan konsentrasinya.

"Itu berarti kita tidak bisa memakai racun Topaz agar tidak merusak daging mereka." Liam ikut menimbrung. Tangan pria itu terjulur di atas kepala Maisha untuk meraih sebuah kertas di sana dan membacanya. "Hmm, ada seseorang yang membutuhkan bantuan untuk mengunjungi kerabatnya di gunung. Tugas mudah––"

"Dengan bayaran murah," potong Cyril tidak tertarik. "Kita berangkat besok pagi untuk bertemu dengan klien."

Kenapa langit-langit terasa berputar? pikir Maisha kebingungan.

"Uh." Maisha terantuk dengan kakinya sendiri saat gadis itu hendak ikut melihat lebih jelas tulisan yang kini bagai sedang menari. Dia pun refleks memeluk pria di depannya dengan mata setengah terpejam.

Tubuh Cyril sontak menegang. Pria itu mengangkat kasar tangannya untuk melepaskan diri. Namun, tindakannya malah membuat kepala Maisha terkulai, jatuh dalam dekapan yang tidak sengaja.

"Bocah sialan, menyingkir dariku!"

Bentakan Cyril terdengar samar. Pria itu sepertinya mendorongnya atau mungkin juga memeluknya. Maisha tidak tahu. Dia tidak dapat berpikir lagi secara jernih, sebab dia merasa sangat mengantuk.

"Cyril, dia sepertinya mabuk." Suara Samson terdengar untuk terakhir kali sebelum gadis itu benar-benar jatuh tertidur.

*****

Seorang wanita tua yang memakai gaun lebar dengan kerangka kayu di dalamnya menatapi Maisha dengan wajah cerah. Dowager Charlotte berjalan memutari gadis yang sedang berdiri bagai sebuah bantalan jarum sambil berceloteh, "Kau sangat beruntung, Maisha. His Highness jatuh cinta padamu saat dia melihatmu di pesta dansa itu. Dia bahkan bersedia menikahimu tanpa memedulikan mas kawinmu."

Mereka berada di sebuah toko pakaian ternama di Kota Borneo. Kain-kain berkualitas mahal, berenda, dengan warna-warna bagai bunga tergulung di setiap sisi ruangan, sedangkan dua orang gadis pelayan terlihat berjongkok di sisi kanan dan kiri Maisha, mencoba mengepas gaun setengah jadi yang sedang gadis itu kenakan.

"Tapi, Bibi, bukankah kita harus menunggu Gerald terlebih dahulu?" tanya Maisha putus asa. Gadis itu kemudian mengaduh saat salah satu pelayan tanpa sengaja menusuk jarum pentul sedikit lebih dalam dari seharusnya.

"Gerald pasti setuju." Dowager Charlotte mengibaskan kipasnya, mengabaikan perasaan Maisha. "Dia tentu senang melihat adiknya bisa menikahi seorang duke dan dari usia kalian yang berbeda jauh, kau seharusnya bisa mendapatkan banyak warisan darinya nanti."

"Dia memiliki lima belas cucu! Tentu mereka juga akan meminta warisannya!" lagi-lagi Maisha membantah. "Bukankah lebih baik aku melewati debutku dulu? Umurku bahkan belum cukup untuk diperkenalkan secara resmi."

"Tidak ada yang lebih tinggi lagi daripada mendapatkan seorang duke, Gadis Bodoh." Kini, wajah Dowager Charlotte mengerut kesal. Wanita itu berjalan mendekat sambil bertolak pinggang. "Dengar! Jangan rusak kesempatan ini! Kau akan menikah dengannya dan itu adalah keputusan final!"

Dear Pembaca, tolong tekan tanda hati^^

2 September 2024

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya 17 - Lady Wyvern [ Petualangan Nona Penakluk Wyvern ]
2
0
“Mai- eh, Mansa.” Maisha mengulurkan tangan. “Terima kasih sudah membawaku ke kamarmu.”  Akan tetapi, Karen segera menggeleng sebelum menjawab, “Bukan aku. Aku tidak mungkin sanggup menggendongmu ke sini.”  Benar juga. Maisha pun menurunkan tangannya yang belum juga dijabat Karen. “Jadi, siapa?”  Samsonkah? Tidak mungkin Liam.  Karen tiba-tiba tertawa kecil. Dia menutup bibirnya dengan telapak tangan dan menjawab, “Kakakmu. Dia sepertinya sangat kesal saat menggendongmu.”  “Kakak?” Mata Maisha sontak membesar. Gerald datang? “Di mana dia?”
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan