DIVERSUM BAB 64

1
0
Deskripsi

LANJUTAN DIVERSUM

post-image-6628940358aaf.jpg

Januari 2024

Jeanne harus melaporkan Haikal ke polisi, begitulah SOP jika ingin mendapatkan pengawalan LPSK selama 24 jam sehari. Lembaga bentukan pemerintah itu cuma melindungi saksi dan korban, terutama yang dirasa nyawanya berada dalam bahaya.

Tawar menawar alot dilakukan dengan pihak LBH. Ibu Nurani meyakinkan Jeanne agar tidak perlu takut. Walau Jeanne tidak berada dalam posisi 100% benar, tapi beruntunglah dia hidup di Indonesia di mana korban KDRT dilindungi apa pun alasannya. Kalau Jeanne berada di negara yang menjunjung tinggi kehormatan keluarga, mungkin lain lagi ceritanya. Kepalanya bisa hilang karena honor killing. Perbuatan Jeanne dianggap mencemari nama keluarga dan Haikal punya banyak bukti.

Jeanne sesungguhnya tidak sabar ingin lepas dari jeratan Haikal. Menghirup udara bebas dan bertemu dengan siapa saja tanpa batas. Namun, situasi politik sedang tidak baik-baik saja. Isu kecurangan salah satu paslon merebak santer. Bukan Haikal memang. Justru tim Haikal ingin menggunakan momen ini untuk memuluskan kemenangan di Pilpres nanti. Jeanne bisa membayangkan kemarahan suaminya jika tahu istrinya membelot. Ya, melaporkan suami ke polisi pastilah akan membuat lawan politiknya tertawa.

"Kalau kamu mau dilindungi, kamu harus berani." Demikian motivasi Ibu Nurani.

"Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri." Kurang ajarnya, Rion mengutip ayat Al-Quran untuk menguatkan saran Ibu Nurani.

Jelas sudah, Jeanne kalah suara. Dia harus menguatkan diri untuk melakukan hal yang paling ditakuti: Melaporkan Haikal Mahardika kepada pihak berwenang.

***

"Begini, saya datang mau melapor tentang Haikal Mahardika." Rion mendampingi Jeanne ke Polres Jakarta Selatan.

"Bukan Pak Haikal yang capres itu kan?" Sang Polwan tertawa.

"Memang dia."

Polisi yang kebetulan lalu lalang tampak jelas memperlambat langkah. Malah ada yang menoleh sebab ingin tahu lebih jelas.

Jeanne mulai merasa tidak nyaman. Mendekati Rion, bahkan kalau bisa ingin merapat. Tatapan Polwan itu terarah pada Rion dan Jeanne bergantian.

"Saya kenal Pak Haikal. Sekali ikut mengamankan beliau waktu kampanye di Pasar Festival." Polwan berpangkat bripda inilah yang kebetulan bertugas di unit PPA (Pelayanan Perempuan dan Anak) ketika Jeanne melapor. "Orangnya baik, gampang akrab sama masyarakat."

Profesi politikus dengan aktor memang sebelas dua belas, sama-sama jago menutupi perangai asli. Jeanne tidak heran citra Haikal sangat baik. Dia cuma bisa tersenyum kecut.

"Haikal Mahardika melakukan KDRT," ucap Rion.

"Oh ya? Kepada siapa?"

"Keponakannya," jawab Jeanne, tapi secara bersamaan Rion menjawab, "Istrinya."

"Jadi yang betul ke siapa? Istri atau keponakannya?"

Nah ini masalahnya. Di kartu keluarga, nama Jeanne tercantum sebagai anggota keluarga Haikal yang lain, bukan istrinya. Kalaupun dia mengaku sebagai istri, tidak mungkin ada yang percaya. Jeanne tidak punya bukti.

Rion menoleh pada Jeanne, memberikan tatapan menenangkan seraya menepuk-nepuk telapak tangan wanita itu yang sejak masuk tadi menggenggam erat lengannya. "Istri siri yang diakui ke publik sebagai keponakan."

"Oh iya, Mbak pernah muncul di YouTube. Curhat masalah rumah tangga. Itu betulan? Saya kira settingan. Soalnya habis itu nggak ada beritanya lagi, ketutup sama berita lain."

Jeanne maklum, gonjang-ganjing pernikahannya tentulah tidak lebih menarik dibandingkan isu kecurangan yang melingkupi negeri ini. Calon wakil presiden salah satu paslon ditengarai memanfaatkan kekuasaan sang paman di MK demi memuluskan langkah.

Rion mengeluarkan fotokopi kartu keluarga dari map plastik. Menyakitkan memang, sebagai istri tidak pernah diakui. Bahkan KTP Jeanne pun masih lajang.

Si Polwan meneliti berkas foto kopi. Mulanya dia ingin menuduh Jeanne mendustai. Pada musim politik, apa saja bisa terjadi. Lawan politik sanggup beraksi. Polwan cuma mengingat komandan mewanti-wanti agar pemilu tetap damai.

"Kapan Mbak Jeanne Noura menikah dengan Pak Haikal?"

Jeanne menghela napas. Haikal pastinya akan murka jika tahu dirinya melampui batas sekali lagi. Membocorkan identitas dirinya dan mengobral hubungan mereka. Rasa sakit akibat siksaan fisik yang Haikal berikan kembali menjalari sekujur tubuh Jeanne selama menceritakan perkenalan hingga pernikahannya dengan Haikal.

Pernikahan kecelakaan. Walau bukan karena hamil duluan, tapi Jeanne selalu merasa terpaksa menjalaninya. Tidak pernah rela melayani Haikal di ranjang. Batin tersiksa dengan semua yang Haikal lakukan.

Rion menunjukkan foto luka-luka Jeanne. Sang Polwan melihatnya biasa saja, mungkin susah sering melihat luka yang lebih parah sehingga mati rasa.

"Apa alasannya Pak Haikal sampai melakukan ini sama Mbak?"

Kulit dicap dengan kata 'PELACUR' pastilah ada sebabnya.

"Karena..." Lidah Jeanne mendadak kelu. Bukan karena lelah bercerita setiap detail masalah rumah tangganya selama satu jam, tapi karena dia sadar, bukanlah pihak yang suci.

"Karena Pak Haikal tahu istri sirinya selingkuh dengan saya," Rion melanjutkan kata-kata yang tidak sanggup Jeanne ucapkan.

Polwan tersebut mengarahkan tatapan pada Rion. Sejenak tampak kaget, tapi begitu cepat mengubah air mukanya menjadi merendahkan. "Jadi Mas ini selingkuhan Mbak Jeanne?"

"Bukan gitu," Jeanne buru-buru merevisi ucapan Rion. "Kami cuma pacaran."

"Pacaran?" Sang Polwan mengulang. Tatapan tajamnya tak lekang. Kepala dia gelengkan. "Jadi pacaran dengan pria lain ketika Mbak masih terikat pernikahan itu bukan termasuk perselingkuhan?"

"Oke, Jeanne memang berselingkuh, tapi bukan berarti Haikal Mahardika berhak menyiksa dia," bela Rion.

"Lho, kalau Pak Haikal melaporkan istrinya pakai pasal perzinahan bisa lho, Mas. Kalian berdua masuk penjara."

"Kalau nikahnya resmi." Rion balas mencibir.

"Iya juga sih."

"Tapi secara dokumen kependudukan, Jeanne bukan istri Pak Haikal, melainkan keponakannya," tekan Rion. "Jadi, dia tidak bisa melaporkan Jeanne dan saya menggunakan pasal perzinahan."

"Mbak Jeanne, Mbak Jeanne. Padahal tinggal lari aja lho. Tiga tahun, hampir empat. Banyak waktu buat kabur," tutur sang Polwan minim empati.

"Udah. Saya udah sering kabur, tapi ditangkap lagi. Susah banget Pak Haikal menceraikan aku, padahal nggak susah," balas Jeanne.

"Mungkin Mbak Jeanne pasang susuk supaya perhatian Pak Haikal tertuju pada Mbak seorang. Kalau dilihat-lihat, cantikan Bu Saras. Orangnya juga ramah, baik..."

"Tolong diproses, Bu laporan klien saya. Nggak perlu kan saya telepon Komjen Pol Dudung Iswandi?" Sebetulnya Rion ingin melaporkan masalah ini sebagaimana warga negara Indonesia lainnya, menggunakan prosedur yang seharusnya tanpa menyebut nama orang dalam. Namun di negara ini, sikap anti nepotisme agaknya sudah dikubur jauh-jauh ke inti bumi. Malah orang dengan bangganya memamerkan kedekatan dengan penguasa. Terpaksalah Rion menggunakan kartu As.

"Masnya jangan nyatut nama atasan saya sembarangan," balas Polwan tersebut galak.

Apakah dia kira Rion takut gertakan? Dalam keadaan biasa, Rion malas cari gara-gara. Akan tetapi sekarang situasinya berbeda. Dia tidak punya pilihan selain menggunakan semua jejaring yang dia punya. 
 

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Kategori karya
Jeanne Rion🍕
Selanjutnya DIVERSUM BAB 65
1
0
LANJUTAN DIVERSUM
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan