Bunga Jiwa

0
0
Deskripsi

“Menikahlah denganku!” 

Yasmin Mumtazah harus bertahan dan berjuang seorang diri mempertahankan perusahaan setelah kematian sang ayah, Hamzah Mumtazah. Kematian sang ayah yang juga disebabkan oleh penyakit yang sama dengan ibu dan kakak lelakinya membuat ia semakin tidak percaya dengan orang-orang terdekat ayahnya. Untuk bertahan, ia pun memilih bekerja sama dengan pesaing abadi Mumtazah Group yaitu Group RK yang sedang mengalami masalah keuangan.

Raditya Putra Khalid tidak melihat ada jalan keluar...

BAB 1

 

“Menikahlah denganku!” 

Mata dalam pria berwajah ovale menatap ke wanita yang berdiri di hadapannya. Wajah bundar tirus yang terbingkai oleh kerudung membuat Raditya seolah tersedot oleh mata bundar wanita itu yang memancarkan sejuta emosi yang terbingkai oleh kecerdasan.

“Apa ini?” Kalimat tanya yang diucapkan Raditya terdengar sinis dengan tatapan merendahkan. Meski begitu, wanita itu tidak gentar sedikit pun, ia masih berdiri penuh percaya diri.

 

Tiga bulan sebelumnya

 

Tubuh kurus pendiri sekaligus pemilik Mumtazah Group terbaring lemah di atas tempat tidur berukuran king dengan selang infus di lengannya. Yasmin menatap nanar ke tubuh lemah sang ayah yang kini hanya tinggal tulang dan kulit. 

Hampir satu bulan Hamzah Mumtazah terbaring lemah di tempat tidur karena penyakit jantung yang di deritanya. Yasmin sebagai pewaris tunggal Group Mumtazah juga keluarga satu-satunya yang dimiliki Hamzah harus membagi waktu antara mengurus perusahaan dan ayahnya membuat tubuhnya juga layaknya tinggal kulit dan tulang.

Sejak ia menyelesaikan kuliah strata satu, Yasmin langsung terjun ke perusahaan untuk membantu sang ayah hingga ia menjadi pengganti ketika keadaan ayahnya mulai menurun dan semakin memburuk. Tim dokter yang menangani Hamzah adalah mereka yang menangani ibu dan kakak lelakinya membuat Yasmin tidak tenang. Ia pun memilih untuk mengganti dokter meski mengalami pertentangan dari dewan komisaris dan direksi juga keluarga jauh Hamzah.

“Sudah terlambat!” kata Dokter Satria di hari pertama ia memeriksa Hamzah Mumtazah.

“Jadi, apa dugaanku benar?” tanya Yasmin ke Satria.

“Aku tidak bisa memberikan jawabannya tanpa melakukan tes darah!”

“Kalau begitu, lakukanlah!” kata Yasmin memberikan izin ke Satria untuk melakukan tes terhadap darah ayahnya demi mendapatkan jawaban yang pasti.

Penyakit jantung pertama kali merenggut nyawa putra pertama Hamzah di usia yang masih muda yaitu dua puluh tiga. Pria muda yang selalu menjaga polah hidup dan selalu rutin melakukan pemeriksaan kesehatan tiba-tiba jatuh tidak bernyawa terkena serangan jantung. Seolah tidak dapat menerima kematian sang putra, istri Hamzah menyusul putranya meninggalkan suami dan putri bungsu mereka dengan penyakit yang sama yaitu jantung.

Kini, penyakit jantung itu menggerogoti tubuh Hamzah Mumtazah yang gagah hingga tinggal tulang belulang. Dan itu membuat Yasmin merasa janggal dikarenakan dari gari keturunan mereka tidak ada yang memiliki penyakit jantung, sehingga tidak mungkin keluarga mereka memiliki penyakit jantung bawaan.

“Ayah …” Yasmin duduk di tepi tempat tidur saat melihat nafas sang ayah tersengal-

“Mas Satria!” Nada panik juga khawatir terdengar dari suara Yasmin. Air mata mulai berlinang saat nafas ayahnya mulai melemah lalu berhenti.

“Innalillahi wa innalillahi rojiun,” ucap Satria setelah memeriksa kondisi Hamzah dengan stetoskop.

“Tidak … tidak mungkin!” gumam Yasmin sambil memeluk tubuh ayahnya yang masih hangat.

Satria menepuk lembut pundak Yasmin hingga adik dari sahabatnya itu mampu mengendalikan emosi yang berkecamuk atas kematian sang ayah, keluarga satu-satunya yang ia miliki. Tubuh Yasmin tidak lagi bergemetar, ia melepaskan pelukan dari tubuh ayahnya yang sudah tidak lagi bernyawa. 

“Lakukanlah autopsi!” kata Yasmin dengan suara gemetar yang tegar.

“Apa kau yakin?”

“Aku ingin tahu kebenaran tanpa harus menebak-tebak.”

“Kalau begitu, kau harus menunda pengumuman kematian ayahmu hingga kami selesai melakukan autopsi.”

“Aku mengerti!”

Di tengah rasa duka yang mendalam, Yasmin harus memaksa otaknya untuk berpikir dengan tenang jika ia ingin mengetahui kebenaran di balik penyakit jantung yang merenggut seluruh keluarganya.

“Umar, kemarilah!” perintah Yasmin ke sekretarisnya melalui sambungan telepon.

Pria tinggi dengan pembawaan tenang berkulit kecokelatan masuk ke dalam kamar yang sunyi. 

“Ya?” Hanya satu kata yang terucap dari sekretarisnya namun itu cukup untuk memberitahu Yasmin jika pria tiga puluh satu tahun itu siap untuk melaksanakan semua perintahnya.

“Dengarkan aku baik-baik!” kata Yasmin dengan suara yang tidak lagi bergetar.

Si sekretaris mendengarkan dengan tenang tanpa menunjukkan ekspresi sama sekali saat ia diberitahu jika Hamzah Mumtazah, pendiri sekaligus pemilik saham terbesar Mumtazah Group meninggal dunia.

“Aku akan melakukan autopsi jadi tolong urus segalanya untuk membawa tubuh ayah ke rumah sakit Mas Satria!” 

“Baik.” Umar segera bergerak untuk mengatur cara membawa tubuh pendiri Mumtazah Group dengan melakukan beberapa panggilan.

Sambil menunggu arahan dari Umar, Satria juga bergerak menghubungi tim medis yang dapat menjaga kerahasiaan untuk bersiap dan menyiapkan ruang autopsi. Lima menit adalah waktu yang dibutuhkan oleh Umar untuk melakukan perencanaan membawa tubuh Hamzah ke rumah sakit.

“Ambulans akan datang dalam lima belas menit!” kata Umar.

“Apa kau memastikan jika petugas medis yang ke sini adalah orang kita?”

“Ya, saya meminta tim medis kita yang datang ke sini bersama ambulans.”

“Sekarang pastikan orang-orang di rumah ini mengira ayah dalam keadaan kritis!” perintah Yasmin ke Umar.

“Baik.”

Saat mobil ambulans datang, Umar dan Satria juga tim medis bekerja sama untuk memastikan para pekerja rumah tangga tidak menyadari keadaan Hamza yang sebenarnya telah tiada. Satria dan tim medis memindahkan tubuh Hamzah yang sudah tidak lagi bernafas ke mobil ambulans dengan profesional seolah keadaan tuan mereka dalam keadaan kritis.

Tanpa banyak bicara, mereka pun melaju ke jalan raya menuju rumah sakit swasta yang dikelola oleh Satria dan sang istri yang juga merupakan rumah sakit milik Mumtazah Group.

“Beri kami waktu paling tidak dua jam!” pinta Satria saat mereka sampai d rumah sakit.

“Baik.”

Salah satu petugas kesehatan yang dihubungi oleh Satria telah menyiapkan kamar VVIP yang khusus untuk keluarga dengan semua peralatan monitoring untuk dipasangkan ke tubuh Hamzah setelah menjalani autopsi guna memanipulasi orang-orang yang kemungkinan akan datang setelah mendapat pemberitahuan dari salah satu pekerja rumah tangga mereka.

“Saya akan berjaga di pintu depan!” kata Umar.

“Pastikan tidak ada yang masuk sebelum kau mendapatkan pemberitahuan dariku!” tegas Satria sebelum masuk ke ruang autopsi.

Yasmin menatap nanar ke tempat tidur rumah sakit yang kosong selama satu jam yang sunyi. Otaknya seolah mengalami jeda panjang selama menunggu tubuh ayahnya begitu pun dengan hati dia yang terasa kosong dan dingin. Hingga terdengar suara roda bergelinding dan pintu terbuka memaksa Yasmin berdiri dengan otak yang belum sepenuhnya sadar.

Dengan cekatan petugas medis di bawah pengawasan Satria sebagai dokter spesialis jantung, mereka memasangkan alat pendeteksi tanda vital kehidupan. Alat monitoring tersebut langsung menunjukkan tanda tidak adanya kehidupan sesaat setelah menyala dan bersamaan dengan salah satu perwakilan dari dewan komisaris dan direksi datang untuk memastikan keadaan Hamzah Mumtazah.

Tidak ada duka yang mendalam bagi para pemegang saham juga jajaran direksi dan komisaris Group Mumtazah. Belum genap tujuh hari kepergian Hamzah Mumtazah, mereka mendesak Yasmin untuk segera menikah demi mengamankan posisi dia sebagai pewaris dan penerus satu-satunya Group Mumtazah.

“Beri aku waktu tiga bulan. Setelah seratus hari kepergian ayah, aku akan memberikan jawaban!” kata Yasmin dengan nada tidak ingin dibantah.

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya Bunga Jiwa - 2
0
0
Kemunculan putri tunggal Hamzah Mumtazah telah menjadi perbincangan dalam kurun waktu dua tahun terakhir, namun tidak ada satu pun foto mengenai sang putri. Radit pun telah mendengar pengumuman resmi mengenai putri tunggal Hamzah mengambil alih posisi presiden direktur yang kosong setelah kematian Hamzah. Akan tetapi, ia tidak membuka internet ataupun membaca media cetak mengenai peralihan tersebut sehingga ia tidak mengetahui wajah dari presiden direktur baru dari Mumtazah Group.“Bagaimana? Aku benar adalah dia, bukan?” kata Yasmin dengan senyum yang memancarkan rasa percaya diri.Radit meletakkan ponsel di atas meja sambil menatap ke mata Yasmin.“Jadi, apa kita bisa bicara?” tanya Yasmin dengan nada lembut namun tegas.“Tergantung pada apa yang ingin kau bicarakan!”“Kucuran investasi segar ke RK Group.” Akankah Raditya menerima tawaran tersebut ataukah ia akan menolak demi sang kekasih?!
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan