SUAMI PENGGANTI (TAMAT) BAB 1, BAB 2, BAB 3, BAB 4

7
1
Deskripsi

Arya harus mengorbankan dirinya sebagai pengantin pengganti dari seorang wanita bernama Moira, calon suaminya kabur saat hari akan menjelang akad. Moira  meminta dirinya untuk menjadi suami penggantinya.

Di sisi lain Arya juga sudah gerah  dengan prilaku keluarganya yang memiliki tradisi turun menurun untuk melestarikan garis keturunan ningratnya untuk  menikahi Larasati. Arya memberontak, akhirnya dia menerima tawaran Moira sebagai suami penggantinya.

Keduanya pun terpaksa menjalani...

BAB 1

HAPPY READING

***

Moira mengangkat gelas bertangkai tinggi, lalu kemudian ia meminumnya beberapa teguk. Air matanya kini jatuh tidak tertahankan. Ini merupakan patah terhebat yang pernah ia rasakan seumur hidupnya. Sudah dua hari ini ia menelan bergelas-gelas Apple Martin, ia berharap bahwa minuman ini mampu menghilangkan ingatannya dan semua masalah yang ia hadapi lenyap.

Namun yang terjadi ia dalam keadaan mabuk berat dan berakhir di ranjang. Ia tahu kalau asistennya Leon masih tetap mengawasinya. Walau sudah meneguk apple martin banyak  ia mengalami hangeover, lalu masalah hidup tidak menghilang sama sekali, malah semakin bertambah.

Satu persatu masalah bertambah, di mana sekretaris Leon mengatakan kalau Leon sudah berada di Amsterdam menjemput mantan kekasihnya. Sedangkan dirinya di sini segala persiapan sudah sempurna berkahir gagal.

Moira menatap layar persegi, ia melihat foto lamaran ia dan Leon.  Di sana mereka  sama-sama tersenyum memamerkan cincin di hadapan kamera.  Ia kembali terisak, ketika ia teringat Leon mengatakan, “Mantan saya hamil,  dan saya  harus bertanggung jawab atas kehamilannya.” Lalu pria itu pergi meninggalkannya begitu saja. Ia semakin terisak melihat bartender kembali menyajikan apple martin kedua. Bartender itu melihatnya, sepertinya sedang tahu apa yang ia rasakan. Hatinya kembali sesak mengingat pernikahannya yang gagal.

“Moira!”

Moira menoleh ke belakang, ia memandang Damian di sana, dia tidak sendiri melainkan bersama drivernya pak Joko. Pak Joko  driver yang sering mengantar pak Damian ke manapun dia pergi, Pak Joko merupakan karyawan terlama yang pernah kerja dengan pak Damian, dia sangat loyal dan setia. 

Moira tidak tahu kenapa  pak Damian berada di sini. Ia   menatap iris mata tajam pak Damian, ia lalu menangis sesugukan, hingga ia tidak tahu bagaimana menjelaskan bagaimana suasana hatinya. Hatinya sangat hancur, ia semakin terisak ketika Damian menyentuh punggungnya, ia menangis semakin jadi. 

“Kamu kenapa?” Tanya Damian, ia menatap  wajah sedih Moira, air mata wanita itu jatuh di pipinya, matanya sembab dan tangisnya semakin jadi.

Damian sebenarnya tidak tahu apa yang telah terjadi pada Moira, ia tahu kalau Moira sedang mabuk berat. Ia memandang Moira menelungkupkan kepalanya di meja, ia mendengar lagi isak tangis Moira semakin jadi.

Damian memilih duduk di kursi tepatnya di samping Moira, ia melihat beberpa gelas apple martin sudah diteguk oleh Moira. Damian memesan beer kepada bartender satu, ia menatap Moira yang masih terisak.

“Sudah lama dia di sini?” Tanya Damian  kepada  bartender itu.

“Tidak terlalu lama, setengah jam yang lalu,” ucapnya.

Damian  melihat bartender menyajikan beer pesanannya, ia kembali memandang Moira yang masih menangis, 

“Cerita ke saya, ada apa sebenarnya?” Tanya Damian iba.

Moira mengangkat kepalanya, ia memandang Damian, “Pak Damian  kenapa ada di sini?” Isak Moira, ia mengusap air mata dengan punggung tangannya.

“Kamu tadi yang hubungi saya sambil  nangis-nangis, kamu bilang kamu ada Fable.  Istri saya suruh samper kamu, takutnya kamu terjadi apa-apa. Jelaskan apa yang terjadi?” Tanya Damian, ia memandang iba kepada Moira,  ia teringat bahwa Moira salah satu karyawannya yang paling cekatan, apapun yang ia perintahkan selalu berjalan dengan baik, termasuk mengurusin pernikahannya dengan Sorca yang tidak direstui. 

Harusnya bulan ini menjadi hari bahagia Moira, karena Minggu depan Moira dan kekasihnya akan melangsungkan pesta pernikahan. Mendekati  hari H, justru wanita itu menangis tersedu-seperti ini. Ia tidak tahu permasalahan apa yang telah terjadi pada Moira, wanita itu meneguk apple martin nya lagi.

“Cerita ke saya ada apa?” Tanya Leon penasaran.

Moira mengusap tangisnya dengan tangan, ia menahan isak tangisnya, “Leon membatalkan pernikahan, kita tidak jadi  menikah,” isak Moira.

“Saya batal menikah.”

“Dia meninggalkan saya layaknya sampah tidak berguna demi mantan kekasihnya!”

“Apa yang dilakukan Leon itu membuat saya sakit!”

“Apa salah saya!”

“Saya tidak mau pernikahan saya batal, karena Minggu depan acara sudah di mulai! Bagaimana mungkin dibatalkan sementara undangan sudah di sebar,” isak Moira tersedu-sedu.

Moira kembali meraih gelasnya dan meneguk isinya hingga habis tidak tersisa. Moira lalu tertawa samar-samar terdengar lebih keras dari pada suara music.

“Oh God, dia malah tertawa,” desis Damian, ia tahu kalau Moira sedang mabuk berat.

Beberapa detik kemudian tubuh Moira ambruk di meja, Damian menepuk bahu Moira namun Moira tidak sadarkan diri. Moira sudah tertidur, ia memandang pria yang tidak jauh dari Moira, ia tahu kalau pria itu yang mengawasi Moira sedari tadi.

“Kamu yang jagain Moira?” Tanya Damian kepada pria itu.

Pria itu mengangguk, “Iya, pak. Saya ditugaskan untuk menjaga ibu Moira.”

“Panggil security, minta kursi roda buat bawa Moira ke mobil.”

“Baik pak,” ucapnya, lalu meninggalkan kursinya mencari security.

Beberapa menit kemudian security datang  membawa kursi roda, Damian membopong tubuh Moira ke kursi, lalu di dorong oleh pria itu. Mereka masuk ke dalam lift menuju basement. Damian mengikuti langkah itu hingga ke mobil, setelahnya membawa tubuh Moira masuk ke dalam mobil. 

“Kamu hati-hati di jalan,” ucap Damian kepada driver itu.

“Baik pak.”

“Kamu langsung bawa pulang ke apartemen?”

“Iya, pak. Nanti ada sekretaris pak Leon nunggu di lobby apartemen ibu Moira. Tadi pak Leon telfon saya, untuk jagain ibu.”

Damian mengangguk paham, ia tahu kalau calon suami Moira masih tetap mengawasi Moira, itu artinya dia masih peduli dengan Moira. Ia tidak tahu pasti ada alasan kenapa Leon pergi meninggalkannya.

“Kunci apartemen ibu Moira ada?” Tanya Damian.

“Ada pak, kemarin pak Leon titip ke sekretaris pak Leon.”

“Pak Leon nya di mana?”

“Sedang flight ke Amsterdam.”

“Okay. Aman ya berarti ibu Moira sampai rumah.” 

“Iya, pak aman. Saya selalu memberi laporan keadaan ibu Moira kepada pak Leon. Kemana pun ibu Moira pergi tetap di awasi, tapi tidak bisa saya cegah apa yang dilakukan ibu Moira.”

Damian menepuk bahu driver itu, ia menatap pria itu masuk ke dalam mobil, mobil bergerak meninggalkan area basement.  Damian melihat mobil sudah  menghilang dari pandangannya. Ia melirik jam melingkar di tangannya menunjukkan pukul 20.30 menit. Damian melangkah menuju mobilnya, ia mendengar suara ponselnya bergetar. Di layar itu tertera nama “Arya Calling” Damian menggeser tombol  hijau pada layar, ia letakan ponsel di telinga.

“Iya halo, Arya,” ucap Damian masuk ke dalam mobilnya.

“Lo di mana?”

“Di Fable.”

“Fable? Ngapain?”

“Gue lagi ngurusin sekretaris gue  namanya Moira. Tadi dia nggak sengaja nelfon gue. Terus dia ngasih tau ke gue kalau dia lagi di  fable, nangis-nangis. Gue khawatir, jadinya ke sini samper dia.”

“Terus?”

“Gue  datang dia lagi mabuk berat, katanya tadi calon suaminya ninggalin dia  balik ke mantannya. Terus dia ditinggal gitu aja, padahal pernikahan yang awalnya akan di langsungkan Minggu ini jadi batal gitu aja. Dia sedang patah hati berat.”

“It can't be fixed at all," ucap Damian.

“Gue sebenernya kasihan padanya, padahal di kantor dia dengan semangat kalau dia akan menikah dengan Leon Sebastian pemilik salah satu ecommerce ke semua orang. So, apa yang terjadi,  si pria malah meninggalkannya!”

“Poor her,” ucap Arya.

“Btw, lo ngubungin gue kenapa?” Tanya Damian penasaran, sejujurnya ia sudah lama tidak bertemu dengan Arya, terakhir mereka bertemu di Yogyakarta tahun lalu di istananya. 

“Mau ketemu aja sih, ngopi bareng.”

“Yaudah kebetulan gue lagu luar. Mau ketemu di Aroma Senayan?”

“Boleh, ini  gue baru balik dari operasi. Tiba-tiba pengen ngobrol sama lo aja. Lagi pusing juga sih urusan keluarga, pengen tenang.”

“Okay. Langsung ke temu di sana ya.”

“Iya.”

“Tapi lo ijin dulu sama istri lo, takutnya nungguin.”

Leon lalu tertawa, “Iya, gue pasti ijinlah.”

***

BAB 2

HAPPY READING

***

Banyak orang yang beranggapan kalau menjadi dewasa  itu otomatis ketika umur kita beranjak naik. Menurutnya, umur tidak berperan penting  dalam kedewasaan seseorang. Kalau boleh di ralat menjadi tua itu gampang. Tapi menjadi dewasa itu sulit setengah mati.

Rasanya menjadi dewasa itu menakutkan dan sangat melelahkan. Karena Arya tahu kalau tidak semua masalah dapat di selesaikan. Tidak semua orang baru yang ditemui akan menjadi teman baik. Tidak semua  orang baik ia temui akan bersama selamanya. 

Akan ada di mana pertemuan, perpisahan, pengkhianatan, kehilangan, kekecewaan dan semua hal-hal  kurang baik akan menghampiri. Sebagai orang dewasa harus tetap kuat untuk melalui hal berat dan tanggung jawab. Belum lagi usaha melawan diri sendiri dan melawan isi kepala sendiri. Banyak orang di luar sana memutuskan untuk menyerah dalam perjalanan orang dewasa. 

Membayangkan melewati hal pahit sampai memiliki keberanian untuk mengakhiri hidupnya, karena merasa kalau ia pergi dari dunia maka semua rasa sakit akan berhenti. Karena terkadang semua lelah dalam perjalanan menjadi dewasa tidak bisa dipulihkan dengan beristirahat.

Realita kehidupan, adiknya Jelita sudah menikah sekarang dirinya di desak menikah oleh kedua orang tuanya. Pertanyaan kapan menyesul Jelita? Itu  salah satu pertanyaan  paling mematikan. Umurnya hampir berkepala empat, sering sekali ditanya kapan menikah. Bahkan sudah di ultimaltum bahwa ia akan menikah dengan salah satu sepupunya yang bernama Larasati, dia baru lulus sarjana, usianya baru 23 tahun lulusan Sastra Indonesia di Universitas Gajah Mada .

Mereka sudah bertemu beberapa  hari yang lalu, namun ia sama sekali tidak tertarik dengan wanita muda itu. Secara obrolan ia tidak terlalu menyukainya dia terlalu konservatif, ia lebih menyukai wanita yang menikmati kehidupan kehidupan seks yang panas, dan memberikan keluarga yang selalu bicaran tentang keinginan. Ia perlu wanita yang memiliki pola pikir yang berbeda dari yang dimiliki sekelompok aristokratnya, meskipun dia bakalan tidak cocok dengan keluarganya. Namun ia yakin kalau itu akan memberi warna baru dalam  hidupnya.

Arya memanuver mobilnya sambil  memperhatikan jarak mobil dan motor di hadapannya, berhubung dengan ia menggunakan mobil SUV dengan body yang cukup besar, hingga ia lebih berhati-hati dalam berkendara. Arya membelokan mobilnya ke kiri, ia melihat layar ponselnya bahwa  Damian sudah tiba di Aroma.

Arya memarkir mobilnya di pelataran, ia keluar dari mobil. Ia melangkah menuju lobby Aroma. Ia sudah lama tidak ngobrol dengan Damian. Kabarnya dia sudah memiliki anak, anaknya sangat menggemaskan ketika pria itu mengirimnya foto kebersamaan keluarga kecilnya secara pribadi di whatsappnya, sampai saat ini memang Damian tidak mengunggah foto anaknya di media social, karena demi privasi dan keselamatan si anak.

Arya melihat Damian tengah duduk di salah satu table kosong, kebetulan suasana Aroma sedang lengang, hanya beberapa table yang terisi oleh beberapa muda mudi yang baru pulang kerja. Arya tersenyum kepada Damian ketika menyadari kehadirannya. Sekarang Damian terlihat jauh lebih positif vibes, auranya terpancar kebahagiaan setelah menikah. Padahal dulunya dia terkenal dengan dark vibes.

“Hai, apa kabar?” Tanya  Damian kepada Arya yang berada di hadapannya, ia lalu memeluk tubuh Arya.

“Baik. Lo gimana kabarnya?”  Tanya Arya kepada Damian.

“Yah,  gini-gini aja,” ucap Arya,  ia lalu duduk di hadapan Damian, ia sudah lama sekali tidak bertatap  muka dengan Damian terakhir tahun lalu mereka bertemu saat pernikahannya di Singapura.

“Gue udah pesenin kopi buat lo.”

“Thank’s.”

Tidak lama kemudian, barista datang membawa dua cangkir kopi untuk mereka. Arya memilih duduk di kursi ia melipat tangannya di dada, sedangkan Damian mengambil cangkir itu dan menyesapnya secara perlahan.

“Tumben banget lo  mau ketemu gue?”  Tanya Damian.

“Yah, pengen ngobrol aja,” ucap Arya, ia kembali menyesap kopinya.

“Ngobrol apa? Cerita aja gue,” ucap Damian.

Arya menatap Damian cukup serius, ia lalu tersenyum kepada sahabatnya itu.

“Gue dijodohkan dengan wanita bernama Larasati.”

Damian mengerutkan dahi, “Siapa Larasati?”

“Sepupu gue. Gue udah ketemu dia.”

“Lo mau?”  Tanya Damian menyelidiki?”

Arya tertawa, lalu sedetik kemudian wajahnya berubah menjadi serius, “Lo tau kan gue paling nggak bisa dijodohkan.  Gue nggak bisa bayangin kalau nikah tanpa cinta.”

“Menurut gue perjodohan itu merupakan nggak masuk akal Dam. Menikah dengan cinta saja nggak  menjamin hubungan langgeng apalagi menikah tanpa cinta?”

“Jelita saja kabur ke London saat tau akan di jodohkan dengan Prabukusuma. Apalagi gue yang garis keras menolak menikah tanpa cinta. Come on, ini sudah tahun berapa masih ada perjodohan di dunia ini.”

“Ini sudah memasuki pasar bebas, semua bisa menentukan pilihan sendiri. Namun orang tua gue masih saja membawa tradisi lama di keluarga. Kalau gue mengijinkan perjodohan terjadi, gue sama saja menukar kebahagiaan gue sama orang tua gue.”

“Bukannya tadi sudah ketemu?” Tanya Damian  mulai menyelidiki.

“Dia bukan tipe gue, bagaimana bisa gue terima Dam.”

“Lo udah bilang nggak sama orang tua lo, kalau lo nggak suka sama Larasati?”

Arya mengangguk, “Udah.  Tapi tetap saja orang tua gue bilang kalau gue tetap sama Larasati, karena Jana sangat excited setelah makan malam kemarin.”

“Kenapa lo nggak mau sama dia? Gue pikir keturunan ningrat wanita-wanitanya memiliki wajah rupawan.”

Arya kembali berpikir dan ia lalu tertawa, “Dia bukan tipe gue, Dam.”

“Entahlah,  gue nggak terlalu suka dengannya sejak awal. Bukan berarti dia nggakk cantik, cuma nggak masuk ke hati gue.”

“Alasannya apa?”

“Dia nggak pernah pacaran. Gue nggak pernah tertarik dengan wanita yang belum memiliki riwayat pacaran, rasanya hambar. Gue yang Hollywood sentris selalu bertabrakan dengan timteng-sentris.”

“Gue respon dia karena dasar kasihan, cinta tidak bisa tumbuh dengan orang yang beda ideology hasilnya akan out of sync.”

“Gue nggak bakalan debat panjang lebar hanya ukuran bentuk bumi datar, menurut gue bumi itu tetap bulat.”

“Gue merasa tidak mendapat simbiosis mutualisme dalam perjodohan ini. Harusnya Larasati bisa berpacaran dengan dengan pria lain, agar dia banyak belajar tentang dunia. Lo tau kan gimana tipe gue,” ucap Arya.

“Jadi lo gimana?” Tanya Damian.

“Mau nolak. Tapi mama tetap ingin gue nikah sama Larasati.”

Damian menatap Arya, ia mengangguk paham ia tahu tipe wanita idaman Arya bagaimana, tentu saja wanita itu memiliki mindset yang bagus, wanita yang memiliki pola pikir yang sama dengannya cara memandang dunia dan hal yang paling penting dia terbuka dalam berpikir. Mungkin karena Larasati terlalu  muda untuk menjadi pendamping hidup Arya, dan minim pengalaman, jadi  kurang cocok dengan pemikiran Arya.

“Tapi nggak nikah dalam waktu cepatkan, maksudnya lo bisa PDKT, sekali pertemuan nggak bisa langsung tau kepribadiann dia gimana.”

“Mama dan papa ingin gue segera nikahin gadis baru kencur itu.”

Damian menarik napas, ia meraih cangkir dan menyesapnya secara perlahan, “Ya berontak saja, kalau nggak mau.”

“Berontak gimana Dama?”

“Menikah dengan orangg lain mungkin.”

“Ya nggak bisa Dam. Orang tua gue udah rencanain untuk keberangkatan ke Yogyakarta Minggu ini untuk bertemu dengan orang tua Larasati.”

Damian mulai berpikir ia tahu kalau dijodohkan memang terkesan mengurusi hidup orang lain, dan tidak sepenuhnya peduli tentang hidupnya.

“Allternatif, coba lo kenalin seseorang  yang bisa kamu kenalkan kepada orang tua lo.”

“Siapa? Gue nggak deket dengan siapa-siapa, Dam. I am single.”

Damian lalu teringat dengan Moira, wanita itu patah hati karena baru saja ditinggal oleh kekasihnya. Damian menepuk meja dengan tangannya karena idenya baru jalan, 

“Lo nikah saja dengan Moira. Hitung-hitung win win solution, Moira sedang menanggung malu karena dia tidak mau pernikahannya batal karena undangan sudah terlanjur di sebar. Sedangkan lo yang nggak mau dijodohin.”

“Gue pikir Moira mau diajak kerja sama, dia termasuk wanita yang jago dalam bernegosiasi, dia orang kepercayaan gue.”

"I think Moira is totally your type."

“Really?” Arya masih berpikir keras mencerna kata-kata Leon.

"Of course, she's beautiful, independent, open-minded, and she's beautiful. Maksud gue, dengan lo nikah dengan Moira permasalahan lo selesai. Gue tau dia, karena dia bertahun-tahun kerja sama gue.”

“Gue liatin lo fotonya,” ucap Damian, ia mengambil ponselnya di meja, ia membuka instagram mencari  nama Moira di sana. Setelah itu ia menyerahkan ponselnya itu kepada Arya.

“Ini akun media sosialnya, dia sexy, cantik dan mandiri. Ayahnya diplomat London dulunyya, dia lama tinggal di Eropa. Kedua orang tuanya saat ini sudah tidak ada, jadi dia menetap di Jakarta. Satu-satunya memiliki saudara laki-laki bekerja sebagai diplomat di Eropa barat. Percaya atau tidak, banyak pria yang menaruh hati padanya dia termasuk Leon Sebastian. Dia anggun, berkelas, sangat open, dia juga mandiri. Kebetulan saat ini dia gagal menikah.”

“Kalau kamu mau, ggue bisa ngobrol dengan Moira besok di kantor dan mengatur pertemuan kalian.”

Arya tidak focus dengan  ucapan Damian, sejujurnya ia masih speechlees ia memandang wajah cantik pada layar persegi itu, di instagram wanita itu dihiasi foto-foto liburan di Eropa yang diambil secara estetik oleh sang pemilik kamera. Dia juga memiliki follower yang tidak sedikit, walau tidak sebanyak milik selebgram lainnya.

“Yakin dia mau dengan gue?” Tanya Arya memandang Damian.

“Tentu saja.”

“Okay, gue mau. Pertemukan gue dengannya.”

Damian tersenyum penuh arti, ia menatap  Arya dengan penuh  kemenangan, "This is the beginning of your life."  

 

***

BAB 3

HAPPY READING

***

Setelah menyelesaikan tiramisu buatannya, Moira bersiap-siap untuk pergi ke rumah seorang pria yang siap menggantikan posisi Leon. Jujur rasanya sakit hati ditinggal begitu saja oleh Leon.  Undangan sudah tersebar,  mau menangispun sepertinya sudah tidak ada air mata yang ingin ia keluarkan. Satu hal yang ada di dalam pikirannya, bahwa  pernikahan harus tetap dilangsungkan. 

Ketika Leon mengatakan kalau  membatalkan pernikahan mereka. Ia hanya bisa diam,  kaget, bingung,  sedih, bahkan tidak tahu mau bagaimana, sudah benar-benar jadi orang bodoh di dunia ini. Seserahan, kebaya, fitting, wedding party, bridesmaid dan groomsmen, dan undangan yang sudah tersebar di mana-mana. Padahal pernikahan tiga hari lagi akan di gelar.  Ia tahu kalau kegagalan merupakan pelajaran hidup.  Ia paham kalau Tuhan  yang maha membolak-balikan hati, ia hanya bisa termenung, tanpa harus bagaimana. Ibaratnya,,  ia ingin menghilang dari bumi, tapi ia tidak mau meninggal.

Moira memanuver mobilnya menuju Pondok Indah, dia bersiap-siap bertemu dengan seseorang yang bersedia menggantikan posisi Leon pada pesta pernikahan nanti. Logikanya tidak bisa jalan, ia hanya bisa mencari pria mana yang bisa menikah dengannya. Dan salah satu orang yang mengetahui dirinya gagal menikah adalah Damian. 

Pak Damian kemarin  mengatakan “Apa benar-benar bersedia menikah tanpa cinta?”  Ia hanya mengangguk pasrah. Katanya ada seseorang yang siap untuk menggantikan posisi itu.  Setelah hasil kompromi antara Damian dan salah satu kliennya. Mereka menemukan kesepakatan akhirnya dia bersedia.

Sejujurnya membayangkan saja sulit sekali, maksdunya setidak-tidaknya untuk memutuskan hidup selamanya dengan seseorang itu susah. Minimal harus merasa terikat secara emosional dengan orang itu secara mendalam. Tapi apa yang ia lakukan merupakkan tindakan nekat,

Jujur ia juga bukan salah satu wanita yang  bisa jatuh cinta pada pandangan pertama, modal fisik dan cerdas saja ia  tidak akan membuatnya luluh dan bertekuk lutut. Dan ia juga tidak bisa jatuh cinta dengan orang yang asing dan baru. Minimal sudah kenal cukup lama, harus ada pendekatan intens. Ah, memikirkan hidup ini rasanya sulit sekali.  Bahkan air matanya tidak bisa ia bending lagi. Semua orang pasti akan sakit dan terluka jika berada diposisinya.

Moira menghentikan mobilnya di salah satu rumah berpagar tinggi itu. Ia menarik napas, ia mengigit bibir bawah, andai ia tidak kepepet untuk mencari pendamping di plaminan, ia tidak akan pernah menginjakan kakinya ke rumah seorang pria asing. 

Moira menatap seorang pria mengenakan seragam berwarna hitam membuka pintu pagar berlari menghampirinya. Moira menurunkan kaca jendela, ia tahu kalau pria itu adalah penjaga rumah ini.

“Dengan ibu Moira ya?” Tanyanya ramah.

Moira mengangguk,  “Iya.”

“Sudah ditunggu bapak di dalam,” ucapnya lagi.

Moira tidak menyangka kalau pria itu menunggu kehadirannya. Moira menggerakan mobilnya menuju pelataran rumah. Ia menatap ada dua mobil terparkir di carpot dan sedangkan mobilnya tepat di belakang mobil SUV itu.

Moira mematikan mesin mobilnya, ia mencoba berusaha setenang mungkin. Dengan ini, ia menukar  kebahagiaan demi rasa kekecewaanya. Ia tidak mau  pernikahan ini gagal. Ia tahu kalau semua kehidupan dirinya adalah 100% adalah haknya. Ia tidak akan membiarkan dirinya mengikuti apa yang orang lain inginkan.

Moira membuka pintu mobil, ia melangkahkan kakinya menuju pintu utama yang sudah terbuka lebar, seolah kehadirannya sudah dinantikan. Moira menyelipkan rambut di telinganya, ia melepaskan high heelsnya dan masuk ke dalam. Ia memandang seorang wanita berseragam biru tersenyum kepadanya.

“Ibu Moira ya?”

“Iya, saya Moira.”

“Mari bu, saya antar ke tempat  bapak.”

“Kalau boleh tau bapaknya ada di mana?” Tanya Moira penasaran.

“Ada di ruang belakang.”

Moira mengedarkan pandangannya kesegala penjuru ruangan. Rumah ini sangat maskulin,  ada sedikit terkesan misterius. Warna rumah cenderung gelap karena pewarnaan abu-abu, hitam  dan coklat, polanya geometri, terkesan tegas  pada corak dinding, karpet, maupun motif pada furniture. Rumahnya sangat bagus menurutnya.

Moira masih mengikuti langkah wanita itu, ia menahan debaran jantungnya untuk bertemu pria itu. Tanpa sengaja, Moia menatap kedinding, langkahnya terhenti memandang sebuah foto keluarga mengenakan kebaya berwarna hijau berbahan bludru dan kain jarik. Dan para pria  mengenakan surjana berwarna putih dengan enam kancing di bagian leher serta sepasang  kancing di dada kiri dan kanan, pada background berdiri tepat di depan keraton Yogyakarta. Di sana terdiri dari beberapa orang pria dan wanita dan di depannya adalah Sri Sultan Hemengku Buwono yang ke IX. Moira menelan ludah, ia dengan cepat menghampiri wanita yang membawanya itu.

“Permisi, mbak.”

“Iya, ada apa bu?”

“Kalau boleh tau itu siapa?” Tanya Moira menunjuk salah satu foto keluarga yang terpajang di dinding.

“Owh itu keluarga pak Arya bu.  Itu Sri Sultan Hemengkku Buwono bu, dan sebelah kiri paling ujung itu pak Arya.”

“Pak Arya?”

“Iya, pak Arya. Nama panjangnya Raden Mas Harya Mangkubumi dan disampingnya itu adiknya namanya Gusti Raden Ajeng Jelita Wijarena.”

Moira mengerutkan dahi, ia masih tidak mengerti dan terlalu bingung, “Keturunan Raja Yogyakarta?” Tanya Moira dengan penuh  hati-hati, karena ia merasa rumah ini terlalu modern untuk ditinggali keturunan bangsawan.

Wanita itu tersenyum dan mengangguk, “Iya, benar ibu.  Masih keturunan Raja Yogyakarta.”

Mata Moira terbelalak kaget, What! Pak Damian tidak menceritakan latar blakang pria yang bersedia menggantikan posisi Leon ternyata keturunan Raja. Pengetahuannya sangat minim tentang keluarga kerajaan ini. Yang ia tahu kalau Arya itu merupakan seorang dokter itu saja tidak lebih. 

Langkah Moira terhenti, ia mengalihkan pandangannya ke arah seorang pria yang berdiri di sana. Ia  yakin bahwa pria itulah bernama Arya. Dia terlihat sangat gagah dan berkharisma mengenakan surjana. Jantung Moira berdegup kencang. Apa yang harus ia lakukan jika benar kalau pria itu keturunan Raja? Bagaimana dengan keluarganya?  Apakah bersedia menerimanya? Apa dia bisa mengikuti tradisi dan adat istiadat keluarga tersebut. Ia tidak mau kalau ia berpindah ke kapal yang sudah tenggelam, takutnya ia beralih ke kapal bocor. 

Moira ingin membenturkan kepalanya ke dinding, ia tidak bisa seperti ini, ia tidak bisa melakukan ini. Ini sama juga mencari masalah  atas solusi dari masalah. Moira menelan ludah, pria itumengenakan kemeja hitam berlengan panjang dipadukan dengan celana berwarna senada. Rambutnya tersisir rapi, lalu ia alihkan tatapannya ke wajah pria itu. Dia memiliki mata elang, rahang  yang tegas dan  alis yang tebal. Mata mereka saling berpandangan satu sama lain.

Moira menggenggam tas nya dengan erat, hingga buku-buku tangannya memutih. Oh God! Ternyata pria itu lebih tampan aslinya dibanding foto figura dinding itu. Pria itu melangkah mendekatinya, Moira hanya bisa berming dan menelan ludah sambil menenankan debaran jantungnya. Dia adalah pria yang bersedia menggantikan posisi Leon. 

“Kamu Moira?” Tanyanya.

Moira mengangguk, “Iya. Saya Moira.”

Moira menatap pria itu mengulurkan tangan kearahnya, “Saya Arya. Senang berkenalan dengan anda.”

“Sama-sama,” ucap Moira, ia merasakan tangan hangat itu dipermukaan telapak tangannya. Setelah itu Arya melepaskan jabatan tangannya.

Arya memperhatikan Moira, dia mengenakan dress berwarna putih, terlihat sangat berkelas. Rambutnya tersisir rapi diikat kebelakang. Wajahnya cantik dan rupawan. Hidungnya mancung, bibirnya tipis dan alisnya lenting. Tas yang dipegangnya senada dengan  pakaiannya. Dialah wanita yang bersedia menikah dengannya. Di sini mereka akan membicarakan point utama kenapa mereka bertemu.

“Silahkan duduk,” ucap Arya mempersilahkan Moira duduk.

“Terima kasih.”

Arya memperhatikan Moira dan dia memilih duduk di hadapan wanita itu. Mereka tahu kalau ini sebuah kegelisahan yang harus diambil. Arya menatap staff dapurnya membawa minuman dan kudapan. Setelahnya  hanya dirinya dan Moira dengan pintu yang tertutup, suasana seketika hening.

“Kamu tahu kan kenapa kita bertemu?” Tanya Arya membuka topic pembicaraan.

Moira mengangguk, “I really don’t know how to say this, so I’m just gonna say it,” ucap Moira.

Arya tersenyum penuh arti, “Kamu mau saya menikahi kamu,” ucap Arya dengan cepat sehingga Moira lalu menatapnya.

Perlu beberapa detik Moira menanggapi ucapan Arya dan memahami apa yang diucapkannya. Moira mengerti atas ucapan Arya, dan ia mengangguk karena ia perlu pria itu bersedia bersamanya di plaminan bagaimanapun kondisinya.

“Saya tahu ini, terdengar sangat gila.”

“I know, tapi apa kamu siap bersama saya?” Tanya Arya.

Moira menatapa Arya, jantung berdegup kencang. Harusnya ia tidak menerima pilihan pak Damian. Ia merasa bahwa akan lebih  banyak masalah terjadi jika bersama pria itu. Entah kenapa agak menyakiti egonya. Selama beberapa detik Moira menenangkan diri dan berusaha yakin-yakin saja.

“Kita tidak perlu menikah beneran kan. Ini cuma sementara, selama kita berperan suami istri, saya bisa membebaskan kamu pergi dengan wanita kamu,” ucap Moira mencoba meyakinkan pria itu.

“Cuma untuk meredakan kegaduhan terjadi, paling lama mungkin setahun, kita lalu bisa memutuskan untuk bercerai,” jelas Moira.

“I know that this is a lot to ask, but I’m desperate.”

Arya menyungging senyum, dia mengangguk, “Kamu mau aman karena saya.”

Moira hanya diam seribu bahasa, Arya seolah sedang membaca isi hatinya. Bagaimana dia tahu apa yang telah ia kompromikan dengan pikirannya. Ia tidak tahu apakah ia  harus tersinggung atau tidak karena Arya berasumsi  bahwa ia ingin aman dari masalah yang dihadapi.

Moira mengangguk mengakui, “Iya. Dan saya sudah mempertimbangkan itu semua.”

“Apa kamu setuju menikah dengan saya?” Tanya Moira lagi, ia benar-benat sinting menginginkan pria asing menjadi suaminya.

Moira melihat Arya menyandarkan punggungnya di sandaran kursi dan menyilangkan kakinya lalu melipat tangannya di depan dada, 

“Look, saya tahu kamu sedikit upset dengan masalah ini.”

“Upset? Tidak, saya tidak upset,” potong Moira dengan nada tersinggung.

Memangnya dia pikir dia siapa? Ketika dia berkata seperti itu, dia seperti pria paling seksi se-Indonesia berhak mengatakan itu semua.

Arya berusaha menahan senyum melihat reaksi Moira yang gugup, “Okay, let me get this straight. Kita saling membayar di sini.”

“Membayar?” Moira kembali bingung.

 “Kalau saya menikahi kamu, apa untungnya buat saya?”

***

BAB 4

HAPPY READING

***

“Kalau saya menikahi kamu, apa untungnya buat saya?”

Sejenak Moira menatap Arya, pria itu seolah menertawakannya. Moira menarik napas beberapa detik, ia menatap Arya dengan serius.

“Jadi kamu tidak setuju menikah dengan saya?”

“Saya tidak akan menyetujui apapun itu, sebelum kamu menjawab pertanyaan saya.”

Moira menyandarkan punggungnya di kursi, lalu menyilangkan kakinya dan melipat kedua tangannya di dada. Kini ia paham dan sadar apa yang diminta Arya kepadanya,  ini sama sekali bukan lelucon. Moira terdiam seribu bahasa, ia menatap Arya karena ia tahu kalau ini merupakan tindakan paling aneh yang pernah ia lakukan terhadap seorang pria meminta pria itu menjadi suami penggantinya.

Arya tersenyum penuh arti, “Kenapa saya?”

“Karena kamu rekomendasi dari pak Damian bos saya sendiri.  Saya tahu dia selalu memberikan yang terbaik buat saya. Jadi saya tidak ada pilihan lain. Kalau   kamu tidak mau, mungkin saya akan menawarkan dengan pria lain.”

“Saya tidak bilang kalau saya tidak  mau. Saya Tanya kenapa?” Timpal Arya.

“Ya, setelah pemberitahuan  pak Damian kemarin, kalau kamu seorang dokter spesialis saraf. Kamu punya pekerjaan yang bagus, kamu pintar, kamu tampan, kamu berkelas dan orang tidak akan mencerca kamu. Kamu juga kelihatan pria baik-baik, tidak berbuat onar. Jelas, kamu belum menikah, jadi saya tidak keberatan atas usul pak Damian,  bahwa kamu  sebagai suami pengganti saya.”

“Dan saya pikir kalau kamu kandidat yang tepat untuk mempertahankan image saya, keluarga saya dan para tamu undangan.

Arya tertawa, “Kamu ternyata lebih liar dari saya.”

Moira hanya diam,  ia sudah mempertimbangkan apa yang harus ia lakukan dan emang Arya yang bisa menggantikan posisi Leon. Ia tidak tahu apakah pria itu sama levelnya dengan Leon apa tidak. Namun feelingnya mengatakan kalau Arya lebih dari sekedar dokter.

“Pekerjaan saya memang bagus, tapi saya memang tidak terdesak mencari istri.”

“I know, tolong jangan berbelit-beli lagi. Apa kamu bersedia menjadi suami pengganti saya.”

Arya tersenyum, “Okay, saya setuju. Well, that sounds like prostituting to me.”

“What, ini bukan pelacuran Arya.  Kamu dan saya tidak ada have sek dengan saya sama sekali untuk semua keuntungan yang kamu dapat dari hubungan ini.”

“Jadi kamu membayar saya pakai apa selain have sek? Apa kamu bisa bayar saya dengan uang?” 

“Saya di sini menyelematkan kamu dan sama sekali tidak diuntungkan  hasil dari hubungan kamu dan saya, saya ingin tetap di layani sebagai suami selama saya menikah dengan kamu, dengan cara have sek, agar saya mendapatkan keadilan,”  ucap Arya.

“Kamu juga bukan gadis perawan kan? Kenapa harus takut?  Toh, saya menikahi kamu memang sah sebagai suami kamu.”

Moira melihat iris mata Arya, ternyata pria itu pria paling licik dalam mengatur skema kejahatan. Apa karena dirinya mudah diperalat, pria itu sangat  cerdas dalam melihat peluang. I know, tidak ada yang geratis di dunia ini.

“Okay,” ucap Moira pelan, ia bukan gadis suci yang belum pernah tidur dengan pria. Ia juga tidak memiliki cukup uang untuk membayar pria itu sebagai suami penggantinya.

Arya menyungging senyum, ia tidak menyangka kalau Moira menerima untuk tidur bersama. Ia pikir kalau mereka akan berdebat atas permasalahan ini.

“Setelah kita menikah, kamu tinggal dengan saya.”

Moira mengerutkan dahi, “Di rumah kamu ini?”

“Iya tentu saja.  Saya lebih nyaman dengan ruang lingkup saya dibanding di  rumah orang. Ini area tutorial saya.  Di sini saya suami kamu, dan saya  memang seharusnya memboyong kamu ke rumah saya.”

“Di rumah ini ada beberapa kamar kosong dan kamu bebas memilih mana yang kamu mau,” ucap Arya lagi.

“Berarti tinggal di rumah kamu?”

Arya mengangguk, “Iya, itu akan lebih gampang buat saya. Kamu merencanakan ini semua dan saya ikutin rencana kamu.”

“Look, saya di sini bantu kamu, kamu akan hutang budi dengan saya seumur hidup.’

Sesebal-sebalnya ia dengan pria itu, namun ia tidak mengabaikan tatapannya. Moira berusaha mencari solusi lain untuk menyelesaikan dilemanya.

“Bagaimana dengan keluarga kamu?’ Tanya Moira penasaran.

“Tentu saja shock,” Arya tertawa.

“Kalau di Tanya dengan keluarga kamu, kamu akan jawab apa?”

“Saya akan jawab, bahwa saya sudah lama dating dengan kamu. Saya tahu kalau hubungan saya dan kamu nanti, pasti tidak di restui. Namun proposal kamu saya terima, karena saya mau.”

“Kenapa tidak di restui?”

“Karena tradisi di keluarga saya, saya harus menikah dengan sepupu-sepupu saya agar garis keturunan tidak keluar.”

“Mungkin orang tua kamu akan murka dengan saya.”

“Itu sudah jelas! Pasti terjadi!” ucap Arya tertawa.

“Lantas apa yang kamu lakukan?”

“Ya sudah biarkan saja. Nanti juga direstui.”

Moira akhirnya kehabisan argumentasi dan dia berhenti menarik napas, selama beberapa detik Arya menatapnya intens. Ia merasa bahwa ia sedang meragukan kemampuan otaknya untuk berpikir. Intinya di sini Arya tahu antara debit dan kredit.

“Okay,” gumam Moira,  “Hubungan kita tidak lebih dari setahun dan setelah itu kita bercerai.”

Arya mengangguk, ia memicingkan matanya menatap Moira, melihat wajahnya tidak pernah bosan,

“Boleh saya tanya kepada  kamu?” Tanya Arya.

“Apa?”

“Apa kamu berniat untuk menikah?” Tanya Arya penasaran.

“Of course. Namun calon suami saya meninggalkan saya demi wanita yang dia hamili.”

“Tentu saja dia harus bertanggung jawab. Kalaupun dilanjutkan pernikahan kalian, itu akan menambah banyak masalah dan konflik.”

“Bukankah dengan kamu lebih banyak konflik,” gumam Moira.

“Palingan hanya keluarga inti saya, selebihnya masa bodoh, dan hubungan saya dan kamu.”

Moira menarik napas, ia mengambil gelas bertangkai tinggi itu dia meneguk air itu secara perlahan.  Ia letakan lagi gelas itu di meja.

“Kapan  terakhir kamu pacaran?”  Tanya Moira penasaran.

“Apa hubungan sejarah dating saya dengan keputusan kita menikah?” 

“Tidakk ada hubungannya, saya hanya ingin tahu  riwayat percintaan kamu.”

Arya tertawa,  ia menyilangkan tangannya di dada, “Saya putus dengan pacar saya dua tahun yang lalu, dia seorang dokter anak.”

“Kenapa kalian putus?”

“Keluarga saya tidak setuju, setelah itu selesai.”

“What!”

“Kenapa tidak setuju?”  Tanya Moira tergagap.

“Karena, orang tua saya sudah memilihkan istri untuk saya.  Namun saya tidak mau.”

“Apa dia ugly? Sehingga kamu  tidak mau.”

“Tidak.”

“Pengangguran?”

“Tidak juga, dia punya beberapa bisnis.”

Arya tertawa, “Tidak sampai sejauh itu Moira. Dia wanita normal, tidak pengangguran,  tidak jelek, dan masih   keluarga saya.”

“Terus apa?”

“Karena saya tidak tertarik.”

“Kalau kalau tidak tertarik dengan mereka. Kenapa   kamu mau menikah dengan saya?”

“Karena saya bisa have sek dengan kamu secara aman, hasrat saya sudah lama tidak terpenuhi. Dan satu hal lagi, kamu cantik dan saya mau.”

“Dasar bangsat!”  Umpat Moira dalam  hati.

Arya mencoba meraih tangan Moira, dan tubuhnya mencondong otomatis tubuh Tubuh Moira mundur.  Moira bisa merasakan tubuh   Arya yang kini berada sangat dekat dengannya. Tingkah laku Arya itu seolah mengintimidasinya dengan ukuran tubuhnya yang besar hingga punggungnya bertabrakan dengan dada Arya. Pria itu  tersenyum penuh kemenangan dan ia mengatur ekspresi wajah dan sambil tersenyum simpul denngannya.

“Apa kamu gay?” Tanya  Moira.

“Apa alasan kamu mengatakan kalau saya gay?”

“Karena seumur kamu harusnya sudah menikah.”

“Apa kita perlu foreplay sekarang, agar kamu percaya kalau saya bukan gay.”

“What!”

“Saya bisa membuat kamu  ogrsme berkali-kali.”

Wait a second, Arya pria kurang ajar yang pernah ia temui, dia terlihat seperti pria arrogant as hell dan tidak tahu sopan santun. Namun ia tidak bisa membantah, ia tidak mau berdebat terlalu lama karena ia membutuhkan pernikahan ini, ini adalah solusi yang sudah ia tunggu-tunggu, karena waktunya sudah sangat singkat. Dan  Arya menggambarkan sosok laki-laki yang layak dan sempurna untuk menggantikan  Leon di altar.

“Oke,” ucap Moira penuh ketenangan.

“Oke apa?”

“Oke, kita lebih baik bahas pernikahan saja. Tapi kamu harus janji bahwa keluarga saya dan kamu tidak pernah  tau akan hal ini. Setahu saya, kamu bersedia menikahi saya karena kamu sudah cinta mati dengan saya.  Itu syarat dari saya. Apa kamu setuju?”

“Setuju,” ucap Arya.

“Saya pikir kita perlu pre-nup  tersebut, agar lebih resmi dan kalau ada apa-apa saya bisa menuntut kamu ke jalur hukum.”

“Ada kertas dan pulpen?”

“Ada,” Arya membuka laci dan ia mengambil kertas A4 selembar dan menyerahkan kepada Moira.

Moira mengambil kertas itu dari tangan Arya, ia mulai  menulis dengan tenang. Ia  sudah memikirkan apa yang telah ia pikirkan sepanjang jalan tadi. Sementara Arya  memperhatikan Moira menulis di kertas itu, tulisannya sangat rapi berbeda dengan dirinya yang acak-acakan. Ah ya, ia menyadari kalau Moira itu seorang sekretaris, dia sudah terbiasa dengan itu semua.

  1. Kita menikah tidak lebih dari satu tahun dari perjanjian ditanda tangani.
  2. Harus satu atap selama menikah, agar semua orang percaya kalau kamu cinta mati dengan saya.
  3. Kita setuju pisah kamar selama menikah.
  4. Terlibat aktivitas sek.
  5. Setuju tidak membeberkan rahasia ini kepada siapapun.
  6. Kita setuju  menjalaskan tugas istri dan suami selama bertemu keluarga atau acara public.
  7. Menjalani hidup terpisah di luar perjanjian ini. Masing-masing tidak boleh mengatur kehidupan yang lain  di luar dari disetujui.

Setelah itu Moira dan Arya menanda tangani surat yang dibuat oleh Moira di atas materai. 

***

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya SUAMI PENGGANTI (TAMAT) BAB 5
5
0
Moira menatap Arya, tidak lama kemudian senyumnya berkembang. Moira merasa lega akhirnya permasalahannya selesai. Sejak hari ini masalah hidupnya terselamatkan oleh seorang pria bernama Arya. Dengan tekad nya yang kuat, ia ingin  bebas dari sakit hati yang berkepanjangan.Arya menarik napas, ia menatap Moira, “Kamu masih kerja dengan Damian?”Moira mengangguk, “Masih, tapi besok terakhir saya kerja. Saya sudah mengajukan resign dari bulan lalu.”“Okay, bagus kalau begitu, selama menjadi istri saya kamu tidak boleh kerja melebihi saya.”
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan