Bright As The Sun-(Bab 3. Perisai dan Pedang)

0
0
Deskripsi

Ketika Lana nekad datang ke pernikahan mantan pacar dan sahabat yang mengkhianatinya. 

Entah jin mana yang merasukiku hingga akhirnya aku nekad datang ke acara pernikahan Keysa. Tanpa persiapan barikade yang baik pula. Alhasil sekarang aku hanya bisa berjalan mondar-mandir di lobi hotel tempat acara mereka berlangsung.

Ponsel di genggamanku mungkin akan berteriak kesakitan karena sedari tadi kugenggam terlampau erat. Sepuluh menit lalu aku menelepon Darel tapi ternyata dia sudah ada di dalam ballroom. Tak mungkin bisa kujadikan tameng dan tombak yang membuatku keren. Kalau kutelepon Bang Saga pun tak mungkin, dia sedang mengawal orang nomor satu di negeri ini sekarang. Kalau kuajak Bang Genta apalagi. Lebih tak mungkin karena mereka jelas tahu dia abangku. Lagipula Bang Genta baru pulang bertugas.

Argh ... bodohnya aku. Kenapa juga harus mengikuti egoku yang hanya ingin tampil keren sebagai mantan yang bahagia. Akhirnya malah jadi begini.

Berulang kali kuketukkan ponsel di kening. Mencoba berpikir mencari solusi terbaik. Tetapi otakku mendadak tak berfungsi. Aku mendesah pelan. Apa sebaiknya aku pulang saja. Ah ... tidak! Itu bukan gayaku. Mana bisa aku mundur bahkan sebelum berperang.

Apa sih yang kamu pikirkan, Lana? Pertempuran itu jelas sudah berakhir. Dan sudah jelas juga siapa yang menang. Kenapa kamu masih ingin mempermalukan dirimu dengan muncul di sini sendirian?

Aku mendongak menatap pintu keluar. Tapi yang kutemukan justru lebih mengerikan daripada menghadapi pengkhianatan sahabat dengan kekasihku sendiri.

Ya ampun, kenapa dia ada di sini juga? Aku memandang sekeliling mencoba mencari tempat aman untuk menghindar. Tapi sialnya, dia lebih cepat menyadari kehadiranku.

"Lana? Kebetulan sekali." Krisna melangkah cepat menghampiriku dan mengamit lenganku yang terkulai di sisi tubuh.

Dia benar-benar stalker sejati.

"Ayo masuk!" Krisna menarik tanganku yang berusaha kutarik kembali. Risih rasanya.

"Kenapa masih di sini? Ayo masuk!" Aku menoleh ke samping saat mendengar suara berat yang membuatku galau seharian kemarin. Pemilik suara bariton itu bahkan sedang berjalan ke arahku sekarang. Seketika saja aku terpaku dan menatapnya seperti orang bodoh.

Katanya, kebetulan yang terjadi tiga kali berturut-turut itu disebut takdir. Benarkah? Duh, kenapa juga aku percaya cerita dalam drama-drama yang kutonton itu.

Apapun itu, aku tetap bersyukur karena dia kembali menyelamatkanku. Aku melengkungkan bibirku hingga senyuman lembut terukir di sana.

"Oke!"

Dengan cepat aku berjalan mengikuti si rambut jarum, eh harus kusebut apa ya? Soalnya rambutnya sekarang terlihat berbeda. Sedikit lebih jinak mungkin. Tak setajam biasanya. Ada kilapan samar pada rambutnya yang menandakan dia menggunakan gel untuk menata jarum-jarum di kepalanya. Sungguh berbeda dari saat pertama kami bertemu. Meskipun pesonanya masih sama luar biasanya.

Duh, bisa-bisanya aku terpesona di saat seperti ini. Tapi kalau dipikir-pikir, tampilannya sekarang pas banget dijadikan tameng keren untuk dipamerkan pada dua pengkhianat yang bikin sakit hati itu.

Tatapanku kembali meneliti pria yang berjalan lebih dulu di depanku. Kemeja batik berwarna dasar hitam dan celana bahan. Hanya itu. Tapi entah kenapa justru semakin memancarkan kharismanya.

Ini orang siapa sih sebenarnya? Kenapa auranya terasa kuat sekali.

"Lana!" Suara panggilan itu membuyarkan lamunanku. Aku menoleh ke arah asal suara dan menemukan Darel tengah menghampiriku.

Wajah sahabatku itu seperti habis melihat hantu. Mulut nyaris menganga dan rahangnya sempat kaku. Aku tahu apa yang dia lihat. Dan juga berbagai pertanyaan yang ingin dia lontarkan.

"Juna!" Terdengar suara lain mendekat ke arah kami dan mengalihkan atensiku. Aku mengedarkan pandangan mencari sumber suara dan si empunya nama.

"Aku mau ketemu teman-temanku dulu di dekat meja dessert. Kalau ada apa-apa, kamu bisa cari aku di sana." Aku terperangah menatap pria di sampingku.

Oh, jadi namanya Juna. Kayak chef yang di televisi itu ya. Mukanya juga sama angkernya kalo lagi serius. Apa pemilik nama itu punya tipe serupa?

"Hei, kamu nggak apa-apa kan, kalau kutinggal sebentar?" tanya si rambut jarum-yang kutahu kini bernama Juna-saat aku tak meresponnya.

"Iya. Enggak apa-apa. Aku juga mau ngobrol dengan temanku dulu," jawabku sedikit terbata-bata. Dia pun mengangguk kemudian melangkah pergi bersama pria berbadan kekar yang memanggilnya tadi.

Begitu Juna pergi, Darel langsung menyeretku menepi. Raut wajahnya kini menampilkan rasa penasaran yang tinggi. Kalau sudah begitu, dia pasti akan menginterogasiku sampai puas.

"Siapa itu tadi? Bisa masuk bertiga gitu. Si Krisna juga keliatan nggak berkutik. Pacar baru kamu? Kok enggak bilang-bilang punya pacar baru?"

"Duuuh, nanyanya satu-satu kenapa. Kayak ibu-ibu lagi nginterogasi anak gadisnya aja!" tandasku cuek.

Berjalan ke meja minuman dan mengisi penuh gelasku dengan infused water lemon. Menegaknya hingga tandas untuk melegakan tenggorokanku yang kering karena terlalu tegang di lobi tadi.

"Memang kamu masih anak gadis kok. Memangnya udah ibu-ibu?" selorohnya tajam. Aku mendelik jengkel dan hendak mecubit pinggangnya. Namun Darel lebih cepat menghindar.

"Kirain kamu nggak jadi dateng. Eh, ternyata malah bawa perisai sama pedangnya sekaligus," sindir Darel sambil menarik turunkan kedua alisnya yang hitam tebal. "Nemu di mana pacar keren kayak gitu?" tanyanya lagi.

Begitulah Darel. Bahan olokannya takkan pernah ada habisnya jika bersamaku. Dan anehnya aku tak pernah bisa marah padanya. Bahkan yang terjadi selanjutnya kami bisa saling mengolok satu sama lain dan selalu berakhir dengan tawa membahana.

"Nemu di lobi," sahutku asal.

"Serius?!" Mata Darel melotot nyaris keluar rongganya. Bibirnya bahkan maju beberapa senti. Benar-benar membuat illfeel. Kalau penggemarnya lihat, bisa kabur mereka semua itu.

"Enggak usah drama! Muka kamu itu tolong dikondisikan ya!" kataku ketus sambil menggoyangkan tangan di depan muka. "Emang aneh gitu kalo aku bisa nemu cowok keren yang kata anak kekinian pacarable banget? Biar gini juga aku termasuk newsanchor favorit warganet tau!" sungutku jengkel

"Enggak usah ngambek. Jelek tau! Nanti pacar baru kamu kabur lihat muka kamu yang kayak singa marah itu!" balas Darel sambil menjentikkan jarinya di keningku. Aku mengaduh pelan kemudian balas mencubit pinggangnya.

"Udah ah, jaga image napa! Lagi di acara orang ini!"

"Makanya, cerita dulu dong tuh cowok siapa?"

"Kalo diceritain bakal panjang kayak sinetron. Yang pasti, dia yang udah bantuin aku menyingkirkan Krisna," jelasku to the point. "Udah yuk ah, kita temuin pengantinnya biar nggak kelamaan di sini!"

Aku pun segera menyeret Darel menuju antrian para tamu yang hendak mengucapkan selamat di samping panggung pelaminan. Tetapi Darel mencekal tanganku memintaku berhenti.

"Kenapa sih? Males tau lama-lama di sini!"

"Kamu lupa bawa perisai sama pedangmu yang keren itu tau!" Aku menepuk keningku pelan dan kembali menyeret Darel menuju barisan meja dessert tempat Juna berkumpul bersama teman-temannya.

Dengan napas sedikit terengah, aku menyunggingkan senyum saat tiba di depan Juna. Melambaikan tangan sekilas untuk menyapa semua temannya yang kini menatapku tertarik. Tentu saja. Siapa sih yang tidak mengenal pembawa berita cantik yang selalu mengisi tayangan televisi setiap harinya.

"Jun, ini kan newsanchor yang lagi viral di medsos. Wuaaaah ... cantikan aslinya, ya!" ujar salah satu pria yang berdiri di sebelah kanan Juna. Dan dia ... berambut jarum juga.

"Jun, dia siapamu? Kenalin dong!" sahut pria di sebelah kiri Juna yang juga berambut jarum.

Duuuh, kenapa mereka kompak gitu ya. Aku kembali memandang teman-teman Juna kemudian melongo sendiri. Apa persahabatan mereka sekompak itu sampai mereka semua memiliki model dan bentuk rambut yang sama? Atau memang model rambut jarum sedang trend saat ini?

"Dia-"

"Pacarnya Juna. Hai, aku Ilana. Bisa dipanggil Lana," sahutku cepat memotong Juna yang baru saja akan buka suara.

Pasalnya di belakang rombongan teman-teman Juna ada Krisna. Mau tak mau aku kembali berbohong. Aku melirik takut-takut ke arah belakang kepala Juna dan tampaknya pria itu mengerti apa yang membuatku mengatakan hal tersebut.

"Lana?!"

Mampus, suara berat itu ....

Aku membalikkan tubuhku ke belakang dan menemukan sosok familiar yang kini menatapku tajam sambil bersedekap. Tatapan menginterogasi terpancar jelas dari kedua netra pekatnya. Hatiku mecelos seketika. Bisa jadi musibah kalau dia dengar yang kuucapkan barusan.

"Bang Genta?"

****
 

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi ๐Ÿฅฐ

Kategori
Traumahealing
Selanjutnya LoveYou, Doc! - 1. Sang Kakek Tua
0
0
Dijodohin sama dokter ganteng siapa yang ga kaget? Dunia seakan terbalik hanya karena Leanna menolong seorang kakek tua. Bahkan kakek itu ingin Leanna menjadi pendamping hidup cucu laki-laki satu-satunya, seorang dokter muda ganteng yang dingin. Mampukah Leanna membuat sang dokter ganteng itu mencintainya?
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan