[BAB 6-10] Terlahir Kembali Sebagai Istri Milyarder

0
0
Deskripsi

Mati karena menyelamatkan keluarga dari serangan zombie, Maya menemukan bahwa dia telah pindah ke dunia yang damai di mana zombie hanyalah cerita fiksi yang digunakan untuk menakut-nakuti anak-anak nakal. Hidup nyaman adalah tujuan barunya. Namun tubuh asli yang dia gunakan, Finola, sepertinya telah bertunangan dengan seseorang sebelum dia akhirnya menggunakan tubuh ini.

Dipaksa oleh 'keluarganya', Maya harus menikah dengan pria lumpuh yang terkenal karena temperamennya yang buruk dan dikabarkan...

BAB 6 MENCARI INFORMASI

"Bagus sekali... Sepertinya percobaan bodohmu itu telah benar-benar merusak otakmu bukan? Menodongkan pisau buah pada calon suamimu sendiri. Apa kamu sekarang merasa bahwa kamu itu semacam pembunuh bayaran yang tidak kenal takut Nola?!"

Maya benar-benar enggan untuk menatap mata Sarah ketika wanita itu akhirnya berani memarahinya lagi setelah Evan dan temannya sudah benar-benar pergi kali ini. Wanita itu benar-benar melukai kuping Maya dengan segala caciannya. Maya mengerutkan keningnya dengan jelas. Dia tidak percaya, Finola benar-benar bisa menahan semua cacian itu sepanjang hari di masa lalunya. 

Mungkin itu salah satu kelebihan gadis itu di antara segala kekurangannya. Ketika gadis itu mendengarkan Sarah terus bicara omong kosong, Maya benar-benar tengah mencoba menahan tangannya untuk tidak menyayat wanita itu dengan pisau buah yang sama saat ini. 

"Finola! Apa kamu mendengarkan aku?!"

"Lalu kamu ingin aku bagaimana?"

Sarah menatap tidak percaya saat Maya dengan tenang berani menepis tangannya yang hendak memukul gadis itu seperti biasanya. Dari awal gadis itu siuman, Sarah memang menemukan bahwa gadis itu tiba-tiba saja bersikap seperti orang yang benar-benar berbeda saat ini. Tidak ada gadis lugu mudah menangis yang Sarah kenal sejak dulu. Finola di depannya ini tampak berbahaya. Tampilan gadis itu terlihat acuh tidak acuh, seakan gadis itu tidak lagi memiliki ketakutan apa pun padanya mulai saat ini. 

"Jangan lupa bahwa yang membiayai pengobatanmu saat ini adalah kami, anak tidak tahu diri! Bagaimana cara kamu membayar kami setelah ini? Kami bahkan harus membayar para wartawan yang penasaran dengan masalah ini, hanya karena keputusan bodohmu semata!"

Walaupun Finola saat ini terlihat tidak takut pada siapa pun, Sarah tetap percaya bahwa gadis itu tetap akan sadar pada tempatnya sendiri jika dia membongkar tentang masalah ini. Namun dugaannya terpatahkan dengan cepat ketika Finola tetap diam ketika dia terus-menerus mengungkapkan kekesalannya. Gadis itu malah asik memakan buah yang Sarah simpan di sana hanya sebagai pemanis setelah dia tahu Evan akan datang untuk melihat Finola sebelumnya. Gadis itu memakan buah itu seperti dia tidak pernah memakan satu selama beberapa tahun. Sesekali gadis itu akan bergumam senang, ketika dia mengambil buah lainnya untuk dia makan. 

"Cukup Finola! Berhenti makan seperti babi dan dengarkan aku sekarang! Karenamu-"

"Aku sudah cukup membayar kalian dengan tidak menuntut kalian atas penyiksaan terhadap anak saat ini. Ah, tunggu. Mari kita ambil dari yang terbaru. Menurutmu, kira-kira apa yang akan terjadi jika aku melapor pada Evan bahwa aku dipaksa bertunangan dengannya karena kalian memaksaku untuk mengambil alih kekayaannya di masa depan? Atau aku juga mungkin bisa memberi tahu para wartawan, bahwa aku mencoba bunuh diri karena orang tuaku sendiri mencoba menjualku pada seorang pria lumpuh yang umurnya hampir sepuluh tahun lebih tua dari umurku sendiri."

Maya memotong ucapan Sarah dengan tenang ketika dia mengambil buah lain dari keranjang buah yang ada di dekatnya. Setelah mendapati ingatan-ingatan dari 'Finola', Maya bersyukur akhirnya sakit kepala yang mendera kepalanya perlahan reda juga dengan sendirinya. Sekarang yang tersisa hanyalah denyutan ringan yang bisa Maya tahan dengan muda. Kemungkinan besar dipicu karena dia harus terus-menerus mendengar suara nyaring Sarah yang sangat tidak enak didengar. 

Kali ini, Sarah benar-benar tidak bisa berkata-kata lagi karena dia tidak bisa percaya dengan apa yang gadis itu katakan sebenarnya. Wajah Sarah yang ditutupi polesan make up berubah merah padam karena emosi yang bisa kapan saja meledak karena profokasi dari Maya. Wanita itu menunjuk Maya dengan penuh kebencian, walau wanita itu sendiri tidak berani mencaci maki gadis itu lagi karena ancaman yang dilontarkan oleh Maya. 

"Lihat apa yang akan ayahmu lakukan jika aku melaporkan hal ini padanya!"

Pada akhirnya, Sarah hanya bisa mengancam Maya saat wanita itu akhirnya keluar dari ruang rawat Maya dengan amarah yang membuncah di hati gelapnya. Maya sendiri, gadis itu akhirnya bisa sedikit lebih bersantai setelah Sarah memutuskan untuk pergi dari ruangannya dengan kemauan dari wanita itu sendiri. Maya dengan tatapan bosan melirik pintu ruangannya yang ditutup kasar oleh Sarah. Jika zombie menyerang dunia ini juga, Maya bertekad dia tidak akan pernah mencoba menyelamatkan wanita itu tidak peduli apa pun yang terjadi. 

Berbicara tentang zombie, karena keributan yang terus terjadi semenjak Maya kembali membuka matanya, gadis itu sama sekali belum memiliki kesempatan untuk mengecek dunia macam apa yang dia tempati saat ini. Maya dengan berat hati meninggalkan buah-buahan segar yang dia jadikan camilan sedari tadi. Gadis itu beranjak memencet tombol bantuan, lalu menunggu sampai seorang suster mendatangi ruangannya tidak lama kemudian. 

"Silahkan masuk."

Maya dengan tenang memberi ijin saat seseorang mengetuk pintu ruang rawatnya. Seorang suster muda masuk tidak lama kemudian. Suster tersebut menatap terkejut seisi ruangan, yang tampak seperti baru saja terkena badai karena kekacauan yang Maya lakukan ketika dia baru saja sadar sebelumnya. 

"Nona, infusmu..."

Tapi sebagai seorang tenaga kesehatan, gadis itu lebih dahulu mengecek keadaan Maya sebelum memanggil petugas lain untuk membantunya membereskan kekacauan yang baru saja terjadi. Suster muda itu dengan telaten mengganti infus Maya dengan yang baru, sebelum mulai membantu petugas kebersihan untuk membereskan kekacauan yang sebelumnya Maya perbuat. 

"Tolong maafkan aku..."

Melihat seseorang harus susah karena perbuatannya, Maya langsung meminta maaf pada petugas kebersihan sekaligus perawat yang tengah membereskan ruangannya. Awalnya mereka pikir Maya hanyalah orang kaya sombong yang kadang kala memang membuat kerusuhan di rumah sakit. Toh menurut rumor yang beredar, Maya sampai dikirim ke rumah sakit juga karena gadis itu mencoba mengambil hidupnya sendiri hanya karena masalah sepele.

Namun setelah melihat wajah bersalah Maya, rasanya tidak mungkin gadis yang mengkhawatirkan mereka merupakan gadis yang berani mencoba menghabisi hidupnya sendiri hanya karena masalah sepele. Perawat dan petugas kebersihan itu tersenyum saat mereka selesai membereskan ruangan Maya. Dihadapkan dengan pasien yang sopan, mereka secara tidak sadar mulai bersikap lebih sopan dengan cara yang tulus selanjutnya. 

"Tidak apa-apa. Apa Nona baik-baik saja? Ingin aku membawakan Nona sesuatu?" tawar perawat itu ramah. Di mata perawat itu, Maya mungkin hanya frustasi karena bahkan setelah percobaan bunuh dirinya, tetap tidak ada satu pun sanak keluarga yang mau menemaninya di ruang rawat luas ini. Perlahan perawat itu mulai simpati pada Maya, apalagi ketika Maya yang masih pucat harus melakukan banyak hal seorang diri di ruangan itu. 

Orang bilang keluarga gadis itu selalu memperlakukan anak mereka dengan baik. Tapi perawat itu mulai berubah pikiran sekarang, setelah dia melihat Maya sendirian di ruangan besar itu. 

Sekalipun gadis memang mencoba mengambil hidupnya karena masalah sepele, meninggalkannya sendirian setelah apa yang dia lalui tetap saja bukan perbuatan yang benar. Perawat itu merubah rasa simpatinya menjadi rasa marah, yang ditunjukan pada keluarga Finola yang selalu dinilai baik selama ini. 

Di sisi lain, setelah mendengar tawaran perawat itu, mata Maya segera bersinar saat dia sudah bisa memutuskan apa yang dia mau dengan cepat. "Bisakah aku meminta... Koran? Jika ada, koran yang baru saja terbit hari ini. Lalu, bisakah aku menyalakan televisi? Aku tidak bisa menemukan remotenya sedari tadi," ujar Maya memberi tahu. 

Perawat itu tersenyum setelah mendengar permintaan Maya. "Tentu saja Nona. Aku akan mencoba untuk menbawakanmu koran terbaru yang mungkin dimiliki oleh satpam di rumah sakit ini. Lalu... Remote televisi ruangan ini biasanya berada di dalam laci. Biar aku ambilkan untukmu Nona," ujarnya sambil hendak berjalan ke tempat yang dia maksud. Akan tetapi, Maya buru-buru mencegahnya. "Tidak apa-apa. Aku bisa mengambilnya sendiri. Aku sudah cukup merepotkanmu," ujarnya. Awalnya perawat itu sedikit tidak setuju. Namun setelah melihat bahwa gadis itu tampaknya memang tidak memiliki masalah untuk sekedar berjalan-jalan di sekitar ruangannya, dia akhirnya menyerah dan ikut pergi keluar bersama dengan petugas kebersihan yang membawa bekas-bekas kekacauan yang sebelumnya Maya timbulkan.

 

BAB 7 DUNIA YANG BERBEDA

Begitu semua orang telah ke luar, Maya segera menyeret selang infusnya agar dia bisa mencapai laci yang dimaksud perawat itu sebelumnya. Matanya berbinar saat dia melihat remote yang benar-benar ada di dalam laci tersebut. Ekspresi halusnya sama sekali tidak bisa menyembunyikan wajah seriusnya, ketika Maya menyalakan televisi dengan alis yang sedikit berkerut.

Dalam keheningan, Maya terus mencari siaran yang kira-kira tengah menyiarkan berita terbaru. Walaupun sudah lima tahun berlalu semenjak meteor jatuh dan mengubah tatanan dunia, Maya masih ingat dengan jelas tanggal berapa meteor itu jatuh dan berbagai peristiwa penting dari kehidupannya sebelum ini. Maya mencoba mencari informasi sekecil apa pun dari lingkungan sekitarnya kini. Dia harus tahu dia berada di mana, tahun berapa sekarang ini, dan apakah dunia ini benar-benar sama atau tidak dengan dunia yang sebelumnya dia tempati.

Karena jika Maya memang hanya mengulang waktu dengan tubuh yang berbeda, Maya jelas harus mulai bersiap untuk mengantisipasi meteor yang akan jatuh dan menghancurkan dunia untuk sekali lagi. Yang paling pertama dia harus lakukan adalah pergi dari negara ini, jika negara ini merupakan negara tempat jatuhnya meteor itu di kehidupan sebelumnya.

"Nona, aku membawakan koran dan makan siangmu."

Karena perasaan waspadanya tidak bisa dihilangkan begitu saja, Maya masih saja merasa terkejut saat seseorang tiba-tiba mengetuk pintu ruang rawatnya. Kali ini perawat itu langsung memasuki ruang rawat Maya, dengan troli makanan dan setumpuk koran di atas troli nya.

"Karena Nona sudah bangun sekarang, ada baiknya jika Nona mengisi perut terlebih dahulu. Ah ya, dokter juga menjadwalkan pemeriksaan untuk nanti sore. Jika Nona dinyatakan sudah baik-baik saja, dokter mungkin akan mengijinkan Nona untuk pulang hari ini juga," ujar perawat ini memberi tahu. Maya turut membantu saat perawat itu menyiapkan makan siangnya. "Aku mengerti. Terima kasih banyak," ujarnya saat mereka selesai menyiapkan semuanya. Maya berusaha keras untuk menahan air liurnya saat dia menatap makanan rumah sakit yang ada di hadapannya. Hanya akal sehatnya lah yang masih mengingatkan Maya, bahwa dia tidak bisa terlihat buruk di depan seseorang saat ini.

Sebenarnya, makanan yang dibawakan perawat hanyalah bubur pasien biasa. Rasa bubur hambar menyebar di mulutnya ketika Maya menyantap bubur tersebut. Sebenarnya, semangkuk bubur putih itu terasa seperti tidak diberi garam dasar sedikit pun menurut pasien lain. Namun Maya, gadis itu bisa menelan bubur tersebut tanpa banyak berbicara. Bagi Maya yang sulit menemukan bumbu di dunia sebelumnya, makanan yang kini dia santap itu sangat enak dan metode memasaknya juga sangat halus dan nyaman untuk ditelan. Semua tentang bubur itu sangat sempurna. Maya mengambil suapan lainnya, mencicipinya dengan hati-hati lalu mengangguk dengan puas. Gadis itu tanpa sadar sesekali bersenandung senang, ketika sesendok demi sesendok dia dengan cepat memakan semangkuk bubur.

Hanya Tuhan yang tahu sudah berapa lama sejak dia bisa memakan makanan segar seperti ini. Rasanya tidak masalah bahkan jika dia hanya akan memakan nasi saja saat ini. Makanan segar adalah segalanya! Rasa makanan yang kaya, adalah surganya untuk saat ini.

Untuk sementara waktu, Maya fokus terlebih dahulu untuk menghabiskan makanannya sebelum fokus menatap tumpukan koran yang ada di depannya. Dahi Maya berkerut saat dia melihat tahun yang tertera di koran tersebut.

Tahun 2025. Koran tersebut menunjukan bahwa dia berada di tahun yang sama dengan masa tahun di mana zombie mengigit dan membunuhnya di kehidupannya yang lalu. Maya masih ingat dengan jelas bahwa meteor misterius itu jatuh ke bumi pada bulan September di tahun 2020. Kalender memang menghilang semenjak manusia mulai meninggalkan kota asal mereka. Akan tetapi, Maya terus menghitung hari selama ini. Dan dia tahu, tahun kematiannya di dunia sebelumnya terjadi sekitar tahun 2025.

Untuk meyakinkan hipotesisnya, Maya mulai mencari lebih banyak siaran televisi dan kolom-kolom berita dan koran yang baru saja dia dapat dari perawat sebelumnya. Mata Maya berubah cerah, saat dia menyadari bahwa dunia yang kini dia tempati tampaknya benar-benar berbeda dari dunia tempatnya hidup sebelum ini. Nama-nama negara yang ada di dunia ini juga terdengar sangat asing. Maya menahan nafasnya dengan penuh antisipasi. Dia tampaknya benar-benar telah terlahir kembali. Ah tidak. Dia telah pindah ke dunia yang baru saat ini.

Di kehidupan sebelumnya, Maya memang pernah membaca novel kelahiran kembali dan pindah dunia sebelum kekacauan akhirnya terjadi dan dia melupakan segalanya. Namun tidak pernah sekali pun Maya berpikir bahwa hal semacam ini akan benar-benar terjadi padanya. Namun dengan situasinya saat ini, Maya tidak memiliki pilihan lain selain berpikir bahwa dia memang benar-benar telah terlahir kembali dan berpindah dunia pada saat ini. Maya jelas ingat bahwa dia telah mati di kehidupan sebelumnya. Dia bukan berdelusi atau bermimpi mengenai kehidupan penuh zombie itu. Dia hidup dan besar di sana. Segala kepedihan, ketakutan, kemarahan yang dia rasakan memang benar-benar nyata sebelumnya. Maya telah menghabiskan hidupnya untuk hidup dan berperang dengan para zombie, sebelum dia akhirnya mati dan berpindah dunia ke tempat aman ini.

Setelah Maya mencoba untuk menerima spekulasi itu, dia dengan lembut akhirnya menghembuskan napas panjang. Emosinya yang tegang sedikit demi sedikit mulai rileks. Maya bersyukur dia tidak mengalami peristiwa supernatural ini malam hari, atau Maya mungkin akan lebih waspada melihat lingkungan rumah sakit yang biasanya relatif lebih kosong di malam hari.

Maya dengan penuh antisipasi akhirnya menyingkirkan koran-koran itu sebelum dia bangun untuk pergi ke arah jendela terbuka yang ada di dalam ruangannya. Sebelumnya Maya masih waspada karena dia masih harus mencari tahu siapa, dan di mana dia tinggal saat ini. Namun ketika Maya melihat dunia yang benar-benar berbeda, gadis itu tanpa sadar sedikit berlari saat matanya menatap takjub orang-orang yang berkeliling di sekitar rumah sakit.

Maya hidup di tahun yang sama dengan dunia lamanya. Namun di dunia ini, tidak ada zombie yang berkeliaran di segala penjuru dunia. Manusia masih hidup dengan bebas di mana-mana. Dan yang pasti, ada makanan segar yang melimpah di dunia baru ini!

Terima kasih Tuhan... Terima kasih telah memberiku kesempatan kedua setelah siksaan lima tahun yang sebelumnya aku jalani...

Maya berdoa dengan sungguh-sungguh setelah dia bisa memastikan bahwa dia benar-benar telah berpindah dunia saat ini. Tidak masalah bahkan jika dia harus hidup bersama dengan keluarga sampah untuk saat ini. Bisa bernapas dan hidup tanpa rasa takut setiap detiknya, sudah lebih dari cukup bagi Maya yang pernah hidup di jaman yang begitu keras.

Akan tetapi, senyumnya perlahan memudar saat dia ingat kembali dengan kehidupan lamanya. Maya penasaran, apakah umat manusia sudah berhasil menemukan jalan keluar dari masalah mereka setelah dia meninggalkan video kematiannya saat itu. Apa keluarga Ben baik-baik saja, atau apa orang-orang di zona aman mau percaya pada pria itu atau tidak. Maya tidak ingin, kematiannya hanya berakhir sia-sia jika keluarga itu sampai mati setelah kepergiannya.

Maya memang saat ini sudah diberi kesempatan kedua untuk menikmati hidupnya lebih baik lagi. Namun itu tidak membuatnya lupa, untuk mendoakan orang-orang dari kehidupan lamanya yang pernah memberinya sedikit kebaikan di dunia yang kejam itu.

Maya bersumpah, dia akan menjalani hidupnya dengan baik mulai saat ini. Sejak dulu Maya selalu sangat suka makan. Di dunia yang damai ini, Maya sebenarnya ingin menjadi koki dibandingkan ilmuan dadakan seperti di kehidupannya yang lalu. Maya ingin membuat dan mencicipi banyak makanan enak, dibandingkan harus memikul senjata ke mana pun di setiap harinya.

Maya memiliki banyak rencana yang dicatat di dalam otaknya. Namun tujuannya yang pertama, adalah beristirahat sebanyak yang dia bisa agar dia bisa cepat sembuh dan keluar dari ruangan dengan bau obat yang menyengat ini.

Tidur di ranjang pasien, membuat Maya tanpa sadar mendesah keenakan. Bahkan sebelum meteor aneh itu jatuh ke bumi, Maya selalu berasal dari kalangan miskin yang bahkan kesulitan untuk tidur di tempat tidur yang empuk. Kehidupannya setelah zombie datang lebih buruk lagi. Bisa tidur di sofa mobil saja susah luar biasa bagi Maya selama ini. Tiba-tiba bisa tidur di ranjang yang menurutnya empuk terasa sangat luar biasa. Mata Maya tanpa sadar memberat, saat tubuhnya tidak lagi bisa bertahan setelah dia terus saja dipaksa berpikir dalam keadaan yang masih sakit dan lelah.

Maya dengan mudah tertidur setelah itu. Mengalami mimpi untuk pertama kali setelah bertahun-tahun hanya bisa hidup dalam kewaspadaan penuh.

 

BAB 8 RENCANA LICIK

"Kamu bilang, anak itu berani mengancam Evan menggunakan pisau ketika pria itu akhirnya mau mengunjungi anak itu?!" 

Di sebuah kamar, raungan seorang pria terdengar setelah pria itu selesai mendengarkan laporan yang diberikan oleh istrinya. Napas pria itu sedikit terengah-engah, setelah dia baru saja menumpahkan amarahnya secara tiba-tiba di umurnya yang sudah tidak muda lagi. 

Sang istri dengan perhatian berusaha menenangkan amarah suaminya dengan memeluk lengan pria itu. Wajah cantiknya yang dipoles oleh make up berusaha dibuat sesedih yang dia bisa, saat wanita itu berucap pada suaminya dengan nada yang menyedihkan. 

"Aku memang berhasil membuatnya berhenti. Namun setelahnya, dia malah melepaskan kemarahannya padaku Sayang. Nola biasanya tidak seperti ini. Aku tidak tahu apa yang salah, sampai dia harus menentang pertunangan ini begitu keras ketika kita hanya mencoba memikirkan kebaikannya."

Pria itu dengan cepat meraih tangan istrinya ketika wanita itu selesai bicara. "Dia melampiaskan kekesalannya padamu?! Anak tidak tahu diri itu, dia bahkan berani melakukan sesuatu pada ibunya sendiri?!" ujar pria itu kesal. Suaranya mulai menajam saat dia mencaci anaknya sendiri. Bagi pria itu, tidak ada satu orang pun yang berhak menyakiti istri cantiknya ini. Apalagi Finola. Seharusnya anaknya itu bersyukur dia masih mau merawatnya, walaupun anak itu hanyalah anak haram yang tercipta karena one night standnya dengan seorang wanita acak. 

"Anak itu. Lihat saja apa yang akan aku lakukan ketika dia pulang nanti. Seakan membuat masalah dengan tindakannya saja tidak cukup, dia juga berani memarahimu sekarang? Dia pikir dia itu siapa! Kita memberinya rumah dan makan, tapi lihat balasan semacam apa yang malah dia beri pada kita."

Sarah diam-diam tersenyum saat dia melihat kekesalan suaminya sendiri. Selama ini, dia berusaha menahan emosinya saat melihat wajah Finola di rumahnya hanya untuk melihat gadis itu dibenci oleh ayahnya sendiri. Tidak ada kebencian yang lebih besar bagi Sarah, selain kebenciannya pada gadis menganggu tersebut. 

Ketika Max, suaminya membawa Finola kecil ke rumah mereka, Sarah berusaha keras untuk menahan dirinya dari mencabik wajah Finola kecil pada saat itu. Finola seharusnya hanya anak pelayan biasa yang tidak spesial. Namun bagi Max, sepertinya memang mustahil pria itu bersedia tidur bersama wanita dengan wajah biasa saja ketika pria itu sudah memilikinya. Menurun dari sang ibu, Finola kecil memiliki wajah manis yang mudah disukai oleh banyak orang. Bahkan anaknya yang selalu dibilang imut, tidak ada apa-apanya dengan kecantikan alami yang dipancarkan oleh Finola sejak gadis itu masih sangat kecil. 

Sarah saat itu benar-benar takut bahwa anaknya akan mudah tergantikan karena wajah cantik dari gadis kecil itu. Akan tetapi, Sarah bersyukur Finola hanya cantik dan tidak memiliki otak yang cerdik. Dengan sedikit rencana, Max yang semula sedikit menghargai anak itu dengan mudah berubah tidak peduli pada Finola di bawah hasutan perlahan darinya dan putri mereka. Sarah dan anak perempuannya selalu pandai bermain sebagai orang yang baik di depan Max, namun berubah menjadi wanita yang jahat di belakang pria itu. Bertahun-tahun telah berlalu semenjak Finola tinggal bersama mereka, namun Max belum juga kembali bersedia melirik Finola sebagai putrinya sendiri. 

Hal itu tentu saja membuat Sarah puas. Karena walau dia tidak bisa mencabik-cabik wajah wanita yang telah bermain bersama sangat suami di belakangnya, Sarah setidaknya bisa melihat benih yang terlahir dari hubungan terlarang mereka menderita sepanjang hidupnya.

"Jangan terlalu keras padanya, Sayang. Dia telah membuat Evan marah sekarang. Daripada memintanya meminta maaf padaku, bukankah akan lebih baik jika kita membuatnya meminta maaf pada Evan terlebih dahulu? Mereka akan segera menikah. Rencana kita akan hancur jika mereka tidak jadi menikah hanya karena tindakan Nola sebelumnya bukan?"

Max terdiam. Sarah memang benar. Yang paling penting bagi mereka sekarang, hanyalah mencari cara agar Evan tidak tersinggung dengan tindakan anaknya dan masih mau melanjutkan rencana pernikahan mereka. 

Max dengan lembut mengelus rambut halus istrinya. "Kamu benar. Kamu memang yang terbaik. Terima kasih karena telah mencoba mengerti demi kebaikan kita semua Sarah," ucap Max sambil mencium kening istrinya dengan penuh kasih sayang. Sarah tersenyum lembut untuk membalas ucapan suaminya itu. "Sama-sama Sayang. Sama-sama," balasnya lembut walaupun hatinya sudah segelap langit malam. 

Di masa depan Finola harus menikah dengan seorang pria lumpuh yang dinyatakan tidak akan bisa bertahan hidup lebih dari tiga tahun lagi. Belum lagi pria itu juga pria yang sangat dingin dan sulit didekati. Sarah benar-benar menantikan saat di mana, Finola akan berubah menjadi janda dengan kekayaan yang akan mereka ambil setelah kematian pria itu. Gadis itu akan sendirian tanpa apa pun yang tersisa darinya. Finola akan tersiksa dalam pernikahannya, dan dia bahkan tidak akan mendapatkan ketenangan setelah kematian suaminya nanti. 

Sarah benar-benar tidak sabar, melihat ekspresi menderita di wajah sombong itu nantinya. 

***

Di tempat lain, seorang pria tengah asik mengetuk-ngetuk jarinya ketika dia menatap foto seorang gadis yang diberikan oleh pamannya beberapa bulan yang lalu. Tiba-tiba saja, pamannya mendesak agar dia segera menikah setelah pria itu tidak pernah benar-benar peduli padanya selama ini. Evan tahu maksud sebenarnya dari pria itu. Pamannya itu pasti tidak rela, jika harta kekayaan yang dia miliki malah dibagikan pada orang yang membutuhkan jika dia tetap menyendiri sampai kematiannya nanti. 

Berkali-kali pria itu berusaha menjodohkan Evan dengan anak dari kenalannya semenjak Evan divonis tidak akan hidup lama kira-kira satu tahun yang lalu. Dengan tujuan, agar harta kekayaan Evan bisa jatuh pada tangan sang istri jika dia memang harus mati beberapa tahun ke depan. Wanita demi wanita yang terus dikirim padanya jelas sekali tidak pernah memiliki maksud yang baik selama ini. Mereka semua hanya mengincar hartanya, dan hidupnya jika memang memungkinkan. 

Tapi sungguh. Memangnya apa yang kini Evan bisa harapkan dari orang-orang di sekitarnya? Dia seorang yatim piatu, membosankan, dan yang paling utama, pria lumpuh yang bisa mati kapan pun saat ini. Evan tidak bisa mengharapkan cinta yang tulus dari berbagai wanita yang berusaha mendekatinya. Masa kejayaannya telah menghilang. Selain memilih tetap menyerahkan kekayaannya pada orang-orang yang membutuhkan atau menikahi gadis tidak dikenal, Evan hanya bisa terus hidup sampai nafasnya berhenti saat ini. 

Evan pikir kehidupannya sudah tidak berguna lagi sekarang. Berkali-kali dia ikut mencoba untuk mengakhiri hidupnya sendiri. Namun Kevin, orang kepercayaan sekaligus teman sekolahnya itu malah terus-menerus mengawasinya selama ini. Pria itu terus mengucapkan omong kosong seperti dia masih bisa sembuh. Dia bisa bertahan hidup, dan dia masih bisa berjalan suatu hari nanti. 

Di saat dokter terhebat yang Evan temui saja sudah tidak bisa menyelamatkannya, siapa lagi yang bisa menyelamatkan pria itu saat ini? Evan mendengus keras. Dia sudah ditakdirkan untuk mati. Berjuang juga tidak ada gunanya, jika dia hanya akan menemui ajalnya pada akhirnya. 

Evan sudah menyerah, sampai seorang wanita tidak dikenal tiba-tiba saja membuat pria itu kembali menyadari betapa berharga hidup yang masih dia miliki saat ini. Ketika ujung pisau buah yang tajam menempel di lehernya yang rapuh, Evan akhirnya ingat bahwa hidup yang dia miliki sekarang sudah dengan susah payah diselamatkan oleh keluarganya. Evan masih harus berjuang, walaupun nyawanya sudah berada di ujung tanduk saat ini. 

Evan menatap foto di tangannya dengan wajah datar, saat dia mengetuk wajah cantik di foto itu dengan jari-jarinya. 

"Finola... Huh?" gumam Evan pelan. Pria itu segera menyimpan foto itu kembali ke laci kamarnya, saat pintu kamarnya diketuk oleh seseorang. 

"Evan, ini Kevin. Aku akan masuk sekarang oke?"

"Masuklah."

Saat Kevin masuk, Evan tengah duduk di kursi rodanya dengan tenang sambil menatap datar temannya itu. Kevin sudah biasa dengan perubahan temannya itu semenjak kecelakaan yang menimpanya. Pria itu hanya menghela nafas panjang, kakinya melangkah agar dia bisa duduk di using tempat tidur Evan sebelum bicara pada pria itu. 

"Keluarga mereka sepertinya sudah gila Evan. Setelah putrinya dengan berani telah menodongkan pisau padamu di hari pertama pertemuan kalian, sekarang mereka meminta agar kita mengatur pertemuan kedua bersama dengan putrinya. Apakah mereka tidak memiliki rasa malu sama sekali? Siapa juga yang ingin bertemu dengan gadis gila itu lagi?"

"Kamu atur tempatnya. Tapi aku tidak menyukai keramaian. Ah, tidak. Undang saja dia ke rumah akhir pekan nanti."

Kevin berkedip bodoh saat dia mendengar keputusan tidak biasa yang dibuat oleh temannya itu. Pria itu tidak dapat berkata-kata, ketika dia melihat perubahan sikap Evan pada saat ini. 

"Sungguh? Kamu... Kamu ingin bertemu dengannya lagi? Setelah apa yang dia lakukan padamu? Evan, dia mencoba untuk membunuhmu tadi! Dia juga tidak terlihat mencintaimu. Aku tahu. Dia pasti mencoba mengakhiri hidupnya juga karena dia tidak ingin menikah denganmu."

Evan tersenyum kecil mendengar ucapan temannya. "Justru itu yang aku inginkan. Aku akan menjadikannya senjata, agar pamanku tidak lagi bisa memaksaku menikah dengan gadis asing di masa depan. Setidaknya, gadis yang terang-terangan mencoba membunuhku masih lebih baik daripada wanita itu yang tersenyum di depanku hanya untuk membunuhku secara diam-diam ketika mereka memiliki kesempatan," ujar Evan santai. 

Mata Kevin sedikit menyipit saat dia mendengar penuturan Evan. "Kamu tidak mencoba untuk...." Tiba-tiba, suaranya berhenti ketika dengan nada tidak percaya Kevin berkata. "Tidak mungkin. Kamu... Kamu tidak benar-benar berpikir untuk menikahi gadis gila itu bukan? Gadis itu berbahaya, Evan! Dia tidak lebih baik dari gadis-gadis yang selama ini berusaha menarik perhatianmu. Dia bisa mencelakaimu dalam satu menit, lalu bersikap sopan dan meminta maaf padamu di menit berikutnya. Kita akan mencari jalan keluar lain. Aku akan terus melindungimu, jadi tidak perlu bagimu untuk terus membahayakan hidupmu seperti ini, Evan!"

Suara pria itu sedikit menajam di akhir kalimat. Mereka merupakan teman baik sejak keduanya masih kanak-kanak. Melihat temannya sendiri kacau dan terus berada dalam bahaya hanya karena kekayaan yang dia miliki jelas membuat Kevin khawatir setengah mati. Kevin berharap dia bisa membantu Evan lebih baik dari sekarang. Menikahi gadis berbahaya itu jelas sangat konyol, apalagi hanya agar pamannya tidak terus menganggunya dengan gadis-gadis lain di masa depan. 

"Kita tidak tahu sampai kapan pria itu akan terus berpura-pura, Kevin. Aku yang saat ini tidak bisa memegang penuh kendali perusahaanku sendiri. Siapa tahu, mungkin saja pamanku sendiri akan membunuhku jika aku tetap menolak sarannya kali ini? Dia mungkin memang tidak akan mendapatkan seluruh hartaku. Namun setidaknya, dia masih memiliki bagian kecil dari kekayaanku yang kini dipegang olehnya." 

Kevin benar-benar terdiam saat dia mendengar Evan mengucapkan kalimat itu tanpa beban sedikit pun. Yah, paman Evan memang bom waktu bagi mereka saat ini. Satu-satunya yang membuat Evan hidup saat ini hanyalah fakta bahwa pamannya itu merupakan pria yang serakah pada harta. Pria itu tidak akan berhenti sebelum dia mengambil seluruh harta yang dimiliki oleh Evan saat ini. Namun jika Evan terus bermain sulit, memang tidak menutup kemungkinan bahwa pria itu akan mengambil jalan pintas dengan membunuhnya lalu mengklaim perusahaan yang dia pegang saat ini. Memang tidak banyak. Namun setidaknya itu pasti cukup, untuk memberi makan keluarganya yang boros itu selama beberapa tahun. 

Pada akhirnya Kevin menghela nafas, saat dia menatap Evan yang masih saja terlihat tenang. 

"... Jadi, kamu akan mengundang gadis itu ke sini?" tanya Kevin memastikan. Evan sekali lagi mengangguk dengan yakin. "Siapkan juga untuknya surat perjanjian yang menguntungkannya untuk pertemuan esok hari. Aku akan menggunakannya, hanya sebagai jaga-jaga saja, agar dia tidak mencoba membunuhku di pertemuan kedua kita," ujar Evan memberi tahu. Kevin tahu Evan tidak tengah bercanda dengan ucapannya. Pria itu sekali lagi membuang nafas lelah, saat dia akhirnya bangkit dari posisi duduknya. 

"Baiklah. Aku akan melakukannya Evan," ujar Kevin dengan nada sedikit pasrah.

 

BAB 9 KEMBALI KE RUMAH

Di depan sebuah rumah sakit besar, berdiri seorang gadis yang tampak seperti baru saja mencapai usia remaja. Sosoknya kurus, setengah lengannya terlihat dari kemeja sedikit kebesaran yang kini gadis itu gunakan. Kulitnya benar-benar putih seolah-olah gadis itu tidak memiliki darah. Beberapa helai rambut berantakan yang menutupi wajah cantik gadis itu menambah kesan memikat dari gadis pendiam itu. Satu-satunya yang membuktikan bahwa dia bukan boneka hanyalah mata cerahnya yang menatap ke segalanya arah. Tampaknya tengah berusaha keras, untuk menyembunyikan perasaan tidak sabarnya untuk saat ini.

"Nola, kamu akan kedinginan jika kamu hanya memakai pakaian tipis itu. Mengapa kamu tidak memakai jaket pemberian Mama? Kamu baru saja sembuh. Tidak baik bagimu untuk terkena angin ketika kamu baru saja keluar dari rumah sakit begini."

Maya melirik Sarah yang berusaha bersikap baik padanya di depan orang-orang saat ini. Padahal sebelum ini, wanita itu tidak mau repot-repot menjenguknya lagi kecuali jika dia memang harus menjemput Maya untuk pulang. Di ruangannya saja, wanita itu tidak bisa berhenti mengomel tentang berapa menyusahkan Maya dengan apa yang telah dia perbuat. Hanya ketika mereka telah keluar kamar, wanita menyebalkan yang terus menyakiti telinga Maya tiba-tiba berubah menjadi ibu penyayang yang baik hati di depan semua orang.

Melihat akting luar biasa Sarah, Maya hanya bisa diam-diam mencibir di dalam hati. Bagi Maya, wanita seperti Sarah hanya membuang-buang bakatnya karena tidak menjadi aktris saja sejak usia muda. Dengan keterampilan aktingnya ini, Sarah seharusnya bisa sukses dalam dunia olah ekspresi itu tanpa perlu bersusah payah. Sikapnya saat tengah berpura-pura menjadi ibu yang baik itu benar-benar sempurna. Sampai Maya berkali-kali mendapati orang-orang menghela napas panjang, dan berbisik tentang betapa tidak tahu dirinya dia sebagai anak tidak sah dalam keluarga itu.

Salah satu dokter yang melihat bahwa Maya tidak ada keinginan untuk menuruti perkataan ibunya hanya bisa ikut menghela napas panjang. "Nyonya Sarah benar-benar ibu yang baik," ujarnya saat dia memuji wanita itu. Maya sebenarnya sudah tahu Sarah hanya ingin orang-orang melihatnya sebagai anak haram yang tidak tahu malu. Namun jika dibandingkan dengan harus berpura-pura patuh pada wanita menyebalkan seperti Sarah, Maya lebih suka orang-orang bicara buruk di belakangnya.

Lagipula Maya bukanlah jenis orang yang mudah tersinggung hanya karena ucapan buruk orang-orang di sekitarnya. Gadis cantik itu tetap mengabaikan cibiran orang-orang di sekelilingnya, saat dia sekali lagi menatap keramaian orang-orang yang ada di sekitarnya.

Melihat Maya yang tidak tahu malu, wajah Sarah menunjukkan ekspresi tidak berdaya saat dia membalas ucapan sang dokter dengan nada sedih. "Aku belum menjadi ibu yang baik, Dokter. Lihat anakku ini. Sampai sekarang, dia bahkan tidak mau mengatakan apa-apa kepadaku jika dia tidak memiliki alasan untuk melakukannya. Aku juga terbiasa diabaikan olehnya saat kami berada di rumah. Aku masih belum cukup baik. Aku bahkan belum bisa membuat Nola mencintaiku seperti dia mencintai ibunya sendiri."

Mata Maya diam-diam mendingin saat dia mendengarkan omong kosong itu. Lucu sekali. Jelas-jelas, sejak awal wanita itu sepertinya memang tidak ada niatan untuk menjalin hubungan yang baik dengan anak tirinya tersebut. Sarah hanya peduli pada cara menyiksa Finola, tanpa pernah peduli anak yang dia siksa merupakan anak tidak bersalah yang hanya mengharapkan kasih sayang seseorang di umurnya yang masih belia.

Dokter yang mendengarkan keluhan Sarah hanya bisa menenangkan wanita itu dengan kalimat lainnya. "Aku harap kalian bisa saling bicara dan memperbaiki hubungan kalian di masa depan, Nyonya Sarah. Dan tolong, pastikan dia berada dalam suasana hati yang positif untuk sementara waktu. Kejadian yang sama bisa saja terulang lagi di masa depan jika kita lengah. Dia masih remaja, tolong beri dia pengertian yang lembut dan bimbing dia dengan baik untuk ke depannya Nyonya Sarah," ujar dokter itu sambil tersenyum sopan pada wanita itu.

Sarah mengucapkan terima kasih dan meminta orang-orang untuk membantu Maya dengan prosedur pemulangan sebelum mereka akhirnya benar-benar mengantar Maya untuk pulang ke rumah. Duduk di kursi belakang bersama Maya, Sarah akhirnya menghela napas lelah dan berhenti berbicara setelah dia menyelesaikan beberapa akting untuk menghibur Maya di depan semua orang. Wanita itu lebih fokus memainkan ponselnya, untuk menanyakan kabar putrinya yang tengah berbelanja bersama teman-temannya.

Maya juga jelas tidak ada niat untuk berbicara dengan wanita ular itu. Dia hanya menatap jendela mobil dengan ekspresi antusias. Saat matanya, tidak melewatkan pemandangan apa pun yang ada di depannya saat ini.

Karena Maya dulu berasal dari desa miskin yang sedikit tertinggal dari kota-kota di sekitarnya, Maya tidak pernah tahu bahwa teknologi bisa berubah menjadi sesuatu yang menakjubkan seperti yang dia lihat di dunia baru ini. Jika saja zombie tidak menyerang dunia lima tahu yang lalu, Maya menebak mungkin dunianya juga sudah bisa berkembang seperti dunia barunya saat ini. Mata Maya juga tidak lepas dari interaksi orang-orang di pinggir jalan. Maya sangat merindukan interaksi normal manusia di jalanan kota seperti yang saat ini dia saksikan dengan mata terbuka.

Perjalanan mereka berlanjut sampai mobil yang dia tumpangi perlahan berbelok untuk masuk ke lingkungan yang relatif lebih sepi. Di sisi kiri dan kanan, Maya hanya bisa melihat rumah-rumah mewah yang dikelilingi oleh halaman luas. Tampaknya, keluarga Finola memang tidak kekurangan uang sama sekali. Rumahnya juga tidak kalah mewah dari rumah-rumah yang dia lihat sebelumnya. Mobil berhenti tepat di depan rumah bergaya masion dengan air mancur yang ada di tengah halamannya. Pintu mobil terbuka, mengijinkan Sarah untuk keluar pertama kali sebelum Maya mengikuti di belakang wanita itu.

Karena Maya tidak memiliki siapa pun lagi untuk diikuti, Maya dengan patuh hanya mengikuti Sarah ketika wanita itu dengan langkah terburu-buru berjalan ke arah kamar milik Finola. Setelah wanita itu membawa Maya ke kamarnya, dan tidak ada lagi orang lain di sekitarnya, dia berhenti berpura-pura baik saat dia mencibir Maya dengan gaya yang sangat menyebalkan.

"Mengapa kamu bisa begitu tidak tahu malu? Aku telah menjemputmu, tetapi kamu bahkan tidak ingin menyelamatkan wajahku di depan dokter tadi. Kamu pikir apa yang akan terjadi jika aku tidak menjemputmu tadi hah? Kamu akan mendapat masalah. Dan kamu, mungkin harus pulang sambil berjalan kaki saja di masa depan!" ucap wanita itu dengan penuh amarah. Inginnya, wanita itu bergerak memukuli Maya seperti biasa. Namun bayangan tentang berapa menyeramkannya wajah Maya kemarin membuatnya tanpa sadar tidak melakukan apa pun selain bicara dengan penuh emosi. Sarah berdecih, saat dia berbalik untuk keluar kamar itu setelah dia puas mengatakan apa yang memang ingin dia katakan.

"Refleksikan dirimu dengan benar, atau kamu tidak akan mendapatkan makan malam untuk hari ini!" ancam wanita itu, sebelum dia menutup dan mengunci pintu kamar Maya seenak yang dia mau.

Maya mengangkat kakinya untuk menendang pintu kamarnya sendiri secara acak untuk melampiaskan perasaan kesalnya sendiri. Gadis itu sedikit mendesis, saat perasaan sakit muncul dari kaki yang sebelumnya dia gunakan untuk menendang pintu tebal tersebut. Bahkan saat dia bukanlah siapa-siapa di dunia sebelumnya, Maya tidak pernah membiarkan siapa pun memperlakukannya dengan seenaknya. Maya benar-benar ingin merobek wajah menyebalkan Sarah sebelumnya. Wanita yang bisanya hanya menganggu gadis lemah seperti Finola, sosoknya jauh lebih buruk daripada sampah di mata Maya.

Maya berusaha keras untuk menahan emosinya saat dia melihat ke sekeliling kamar barunya. Prioritas utamanya saat ini adalah mengecek apakah situasi kamarnya layak ditinggali manusia atau tidak. Maya memang tidak mewarisi seluruh ingatan dari pemilik tubuh asli. Namun melihat dari perlakuan kasar orang-orang di sekitar Finola, Maya hanya takut bahwa dia dipaksa tidur di gudang kotor yang bau saat ini.

Akan tetapi, Maya bersyukur semua itu hanya pikiran buruknya saja. Kamarnya ternyata sebuah ruangan simpel pada umumnya. Ruangan itu sebagian besar di cat berwarna putih, sederhana dan bersih tanpa banyak perabotan di dalamnya. Ruangnya memang tidak terlalu besar, tetapi perabotannya sangat lengkap menurut Maya. Kamarnya itu bahkan terhubung dengan kamar mandi pribadi, sesuatu yang tidak pernah Maya miliki di kehidupan sebelumnya.

Setidaknya mereka tidak terlalu memperlakukan Finola layaknya sebuah sampah. Fasilitas yang dia dapatkan memang jauh lebih buruk dibandingkan dengan yang didapatkan oleh saudari tirinya. Namun bagi Maya yang selalu hidup susah sebelum ini, kamar kecil dan bersih ini sudah lebih dari cukup untuk dia tinggali untuk sementara waktu.

Hal yang pertama Maya lakukan setelah dia selesai mengelilingi kamar sederhana itu adalah mandi. Maya secara acak mengambil pakaian simpel apa pun yang ada di lemari Finola. Gadis itu sangat bersemangat saat dia melangkahkan kakinya untuk pergi ke kamar mandi, mencoba shower mandi yang sudah lama ini tidak dia rasakan.

Karena air merupakan barang langka setelah kemunculan zombie, rasanya tidak heran sama sekali jika banyak orang tidak memiliki kesempatan untuk mandi di dunia yang keras tersebut. Dia sendiri, Maya hanya mendapatkan jatah mandi beberapa hari sekali walaupun hasil jarahannya selalu paling banyak di antara yang lain. Sering kali Maya harus mandi di rumah-rumah yang telah ditinggalkan. Itu juga jika, residu meteor tidak meracuni sumber air yang ada di sana.

Saat air mulai mengalir dari shower yang ada di atas kepala Maya, gadis itu tanpa sadar mulai bersenandung untuk mewakili suasana hatinya yang tengah baik saat ini. Walaupun hidup dalam keluarga yang menyedihkan, Finola tampaknya tidak kekurangan sumber daya sedikit pun dari keluarga kaya itu. Mereka setidaknya masih memberi Finola sabun dan shampo yang layak. Maya juga suka dengan aroma yang dikeluarkan oleh barang-barang itu. Tubuhnya menjadi bersih dan wangi. Pantas saja, pikir Maya. Tubuh aslinya benar-benar sangat cantik selama ini.

Selesai mandi, Maya baru saja selesai mengeringkan rambutnya saat rasa kantuk yang berat tiba-tiba menyerang gadis itu. Tampaknya karena dia masih mengonsumsi obat dari dokter, akan ada masa di mana dia benar-benar tidak dapat menahan rasa kantuknya lagi. Maya menatap sekelilingnya dengan wajah lelah. Pintu kamarnya juga ditutup. Dia tidak bisa melakukan apa-apa saat ini. Jadi daripada melamun, Maya lebih suka dia berbaring di tempat tidur yang tidak kalah lembut dari tempat tidur yang ada di rumah sakit. Maya dengan mudah segera tertidur, meninggalkan segala kekhawatiran yang masih ada di pundak rampingnya.

 

BAB 10 DRAMA QUEEN

Maya kembali terbangun ketika dia mendengar seseorang mencoba untuk membuka pintu kamarnya sendiri. Ketika Maya membuka matanya dan melihat langit-langit putih, dia tertegun sejenak saat dia sendiri tidak percaya dia bisa tidur selelap itu. Butuh beberapa saat baginya untuk bereaksi, sebelum dia dengan malas bangun dari posisi tidurnya. 

"Kenapa kamu tidak menjawabku jika kamu sudah bangun? Ingin berpura-pura mati lagi setelah Mama menguncimu di  dalam kamar?" 

Maya baru saja duduk di tempat tidur ketika pintu kamarnya didorong terbuka oleh seseorang. Seorang gadis cantik dengan penampilan mewah berjalan ke tempat tidur dan mengerutkan kening padanya. Sosoknya yang cantik, benar-benar tidak cocok dengan temperamen buruknya yang sangat menyebalkan. 

Gadis itu mendengus saat dia melihat Maya baru saja bangun dari tidurnya. "Berpura-pura mati? Jangan mencoba untuk mati di rumah kami lagi jika kamu memang ingin mati. Kamu telah membuat Mama dan Papa melalui hal yang sulit. Kami memberimu makan selama ini bukan agar kamu bisa bertindak seenaknya. Kamu harus menjalani tugasmu terlebih dahulu. Setelah itu, mau kamu mati pun kami tidak akan peduli lagi." 

Setelah dia mengatakan itu, gadis itu melemparkan dirinya sendiri untuk duduk di tempat tidur Maya seakan kamar itu merupakan miliknya sendiri.

"Papa bilang kamu harus minta maaf pada calon suamimu hari ini juga. Bahkan jika kamu harus berlutut atau menjilat kakinya, kamu harus memastikan bahwa pria lumpuh sekarat itu tetap mau menikahimu di masa depan."

Wajah Maya berubah tanpa ekspresi saat dia menatap saudari tirinya itu. Bukan saja gadis itu berani untuk mengganggu tidurnya, gadis itu juga berani bertindak begitu arogan di hadapannya. Ketika Maya terdiam, gadis itu sebenarnya tengah berusaha keras sekali untuk menahan keinginannya untuk menampar keras gadis tidak tahu diri tersebut saat ini. Bagi Maya yang sudah mencapai usia dewasanya, saudari Finola ini hanya tampak sebagai anak tidak berguna saja di mata Maya. 

Maya tidak merasa dia memiliki kewajiban untuk menuruti perkataan orang tidak berguna seperti gadis itu. Tatapannya jelas-jelas merendahkan. Namun mungkin karena gadis itu terlalu besar kepala, dia bahkan tidak menyadari bahwa saudarinya yang selalu meringkuk ketakutan tampak benar-benar menyeramkan saat ini. 

Tetapi dalam hal meminta maaf, Maya tahu dia mungkin memang salah dan berkewajiban meminta maaf pada calon suaminya tersebut. Bersama pria itu jelas lebih baik daripada tetap di rumah yang penuh kekacauan ini. Maya tidak bisa mengacaukan segalanya, jika dia ingin keluar dari keluarga menyebalkan ini pada akhirnya.

"Aku akan pergi. Namun kamu tidak pantas menghina calon suamiku seperti itu. Di masa depan, aku harap kamu bisa memperbaiki sikap burukmu itu atau tidak ada satu pun pria yang akan jatuh hati padamu nanti."

Grace sedikit tercengang, hatinya merasa tidak bisa dijelaskan ketika dia akhirnya bisa menatap wajah Maya yang saat ini memiliki ekspresi mengancam di wajah cantiknya. Seumur hidupnya, Grace belum pernah melihat Finola mengungkapkan ekspresi perlawanan apa pun padanya. Mereka terlalu terbiasa dengan penampilan Finola yang berhati-hati, lemah, dan patuh terhadap apa pun yang mereka katakan padanya. Bahkan jika itu adalah kata-kata cacian, atau pukulan di kala mereka tidak berada dalam suasana hati yang bagus. 

"Apa yang sedang kamu lakukan? Sepertinya Mama memang benar. Kamu sudah kehilangan akalmu sejak percobaan bunuh diri itu!" Grace meraung, nada suaranya lebih tinggi dari sebelumnya saat nada pada akhirnya sedikit menajam. "Biar aku ingatkan lagi ya. Kami sudah bersedia mengurus anak haram sepertimu selama ini, tapi sekarang kamu sudah berani mendoakanku sesuatu yang tidak-tidak? Di mana rasa terima kasihmu hah?! Dan asal kamu tahu saja. Untukku yang merupakan anak sah, aku bahkan tidak perlu dijodohkan dengan pria lumpuh yang sekarat karena banyak pria pasti bersedia datang padaku tanpa perlu aku cari!"

Mata Maya menyipit saat dia tidak bisa menahan tawanya lagi. Baginya untuk mendengar ada gadis seyakin ini di muka bumi, Maya benar-benar merasa bahwa keluarga barunya ini benar-benar sebuah lelucon. 

Betapa percaya dirinya!

Walaupun Maya memang harus mengakui bahwa Grace cukup cantik sebagai seorang gadis muda, sikapnya yang keterlaluan ini pasti akan menjadi penghambatnya di masa depan. Belum lagi hatinya sendiri selalu segelap langit malam. Maya ragu seseorang masih ingin menjadi pasangan gadis itu jika Grace benar-benar menunjukan wajah aslinya pada seseorang, 

Ketika Maya tertawa, tawa itu terlihat seperti ejekan langsung di mata Grace. Dia sangat marah sehingga dia maju selangkah, mengangkat tangannya, sebelum berniat menampar Maya tepat di pipi. Namun sayang bagi Grace, kehidupan keras Maya di masa zombie jelas bukan tandingan gadis itu sama sekali. Maya dengan mudah dapat menghindari tamparan lemah itu, menyebabkan Grace sampai maju beberapa langkah tanpa bisa dia kendalilan. Sepatu hak tingginya tidak bisa berdiri kokoh, sampai dia akhirnya jatuh ke tanah karena posisi berdirinya yang tidak seimbang. 

"Oh ya ampun, itu sebabnya kamu lebih baik tidak memakai sepatu tinggi ketika kamu di dalam rumah."

Wajah Grace merah padam saat dia mendengar ejekan Maya yang dilontarkan dengan nada santai. Gadis itu dengan cepat berdiri. Grace melepas salah satu sepatu haknya dan hendak menghantam Amaya dengan sepatu itu. 

"Beraninya-"

"Ya Tuhan... Kamu ini benar-benar gadis yang berlebihan bukan?"

Dengan gerakan cepat, Maya menangkis serangan itu dengan salah satu tangannya. Kali ini, sepatunya melayang ke arah Grace dan mengenai gadis itu tepat di wajahnya. Grace menutupi wajahnya dan membeku. Dengan mata penuh air mata, dia menunjuk tepat ke tangan Maya sambil gemetar hebat. "Kamu bahkan berani melukaiku saat ini? Kamu berani memukulku?! Tunggu saja sampai aku melaporkanmu pada Mama dan Papa!"

Gadis itu berdiri, ketika dia berteriak seperti anak kecil di depan Maya. Ketika Grace akhirnya sampai di pintu, langkah kakinya berhenti, dan dia berbalik saat dia berkata dengan suara keras. "Aku berdoa semoga kamu segera menikah dengan pria cacat itu! Aku berdoa agar kamu akan tersiksa di sana! Menikah dengan orang yang tidak akan mencintaimu selama hidupnya! Dasar anak haram, beraninya kamu melukaiku seperti ini!"

Pintu mengeluarkan suara keras ketika kayu berat tersebut menabrak kusen pintu dengan cukup keras. Maya dengan tenang menatapi pintu yang sudah tertutup kembali. Maya hanya mengangkat bahunya tanda bahwa dia tidak peduli sama sekali dengan ancaman Grace, sebelum dia pergi untuk mencari baju yang lebih pantas di dalam lemarinya. 

Dia akan bertemu dengan calon suaminya lagi. Kali ini, Maya ingin memastikan bahwa dia meninggalkan kesan yang baik di benak calon suaminya itu.

BERSAMBUNG ….

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya [BAB 11-15] Terlahir Kembali Sebagai Istri Milyarder
0
0
Mati karena menyelamatkan keluarga dari serangan zombie, Maya menemukan bahwa dia telah pindah ke dunia yang damai di mana zombie hanyalah cerita fiksi yang digunakan untuk menakut-nakuti anak-anak nakal. Hidup nyaman adalah tujuan barunya. Namun tubuh asli yang dia gunakan, Finola, sepertinya telah bertunangan dengan seseorang sebelum dia akhirnya menggunakan tubuh ini.Dipaksa oleh 'keluarganya', Maya harus menikah dengan pria lumpuh yang terkenal karena temperamennya yang buruk dan dikabarkan akan segera mati. Namun itu bukan satu-satunya masalah yang dia miliki saat ini. Evan, suaminya sepertinya punya banyak orang yang ingin mencabut nyawanya setiap saat. Dan Maya bertekad untuk menyelamatkan pria itu, ketika dia mengetahui bahwa Evan adalah satu-satunya teman yang dia miliki di dunia yang aneh itu.Menggunakan pengalaman hidup sebelumnya, Maya memulai hidup barunya sebagai istri seorang miliarder yang dingin sejak hari itu!***DAFTAR ISIBAB 11 JIKA BUKAN KARENA EVANBAB 12 PERJANJIANBAB 13 TRAUMABAB 14 KECURIGAAN DAN KETEGUHAN HARIBAB 15 BALAS BUDI
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan