[BAB 11-15] Terlahir Kembali Sebagai Istri Milyarder

0
0
Deskripsi

Mati karena menyelamatkan keluarga dari serangan zombie, Maya menemukan bahwa dia telah pindah ke dunia yang damai di mana zombie hanyalah cerita fiksi yang digunakan untuk menakut-nakuti anak-anak nakal. Hidup nyaman adalah tujuan barunya. Namun tubuh asli yang dia gunakan, Finola, sepertinya telah bertunangan dengan seseorang sebelum dia akhirnya menggunakan tubuh ini.

Dipaksa oleh 'keluarganya', Maya harus menikah dengan pria lumpuh yang terkenal karena temperamennya yang buruk dan dikabarkan...

BAB 11 JIKA BUKAN KARENA EVAN

Ya, bagus sekali. Maya mengangguk puas saat dia menatap pantulan dirinya sendiri di cermin yang ada di kamarnya. Walaupun Maya tidak mengerti tren pakaian di dunia ini, gadis itu setidaknya puas Finola memiliki beberapa pakaian pantas di lemari kecilnya itu. Tampilannya saat ini benar-benar tidak terlalu buruk menurut Maya. Maya tahu, dia harus bisa tampil baik jika dia ingin bertemu dengan Evan kali ini. 

Kesan pertamanya di benak pria itu sudah pasti benar-benar kacau. Maya hanya bisa memperbaiki kesannya di pertemuan kedua ini. Dia tidak boleh mengacau, atau keluarganya yang kacau ini akan benar-benar mencoba mengakhiri hidupnya. 

Namun untungnya, saat tengah menjelajahi ruangan Finola, Maya menemukan barang bagus yang mungkin bisa dia gunakan untuk melawan keluarga Finola di saat terdesak. Mata Maya memerhatikan benda yang kini ada di tangannya. Dia tersenyum, saat dia menyimpan benda itu di saku pakaiannya yang sekiranya tersembunyi. 

Tepat setelah dia selesai mempersiapkan dirinya sendiri, pintu kamarnya tiba-tiba didorong terbuka oleh seseorang. Seorang pria berusia empat puluhan bergegas masuk tanpa meminta ijin dari Maya. Segera, Maya bisa tahu siapa yang baru saja menerobos kamarnya dengan tidak sopan seperti itu. Sosok ayah yang seharusnya melindunginya, tengah menatapnya marah kali ini. 

Di belakangnya, berdiri Sarah dan Grace yang diam-diam menertawakannya. Maya menatap ketiga manusia itu dengan bosan. Dia benar-benar tidak mengerti, mengapa dia sampai harus terlahir di keluarga yang penuh lelucon seperti ini. 

Max, ayah kandung dari Finola tinggal dua langkah darinya, ketika nada suaranya tiba-tiba meninggi sementara matanya menatap Finola dengan penuh emosi. "Bukan hanya kamu berani melampiaskan amarahmu pada ibumu, kamu juga berani memukul saudarimu hari ini? Apa percobaan konyol mu itu benar-benar telah merusak otakmu Nola?!"

Maya melirik para pelayan yang diam-diam menonton drama keluarga ini dan mulai merasa bahwa kekerasan bukanlah ide yang baik. Lagipula, Maya juga takut dicurigai jika dia tiba-tiba berubah terlalu ekstrim. Saat ini dia hanya bisa menekan amarahnya untuk tidak keluar dalam situasi ini. Gadis itu diam-diam menarik napas, lalu menghilangkan semua emosi negatif yang semula dia rasakan. 

Maya dengan tenang mengambil langkah maju, menyebabkan pria tua itu mundur selangkah dengan waspada. Maya mungkin memang sangat tenang kali ini. Namun kadang dalam ketenanganlah, seseorang bisa melihat badai besar yang mengamuk di dalam mata gadis itu. 

Maya dengan tenang tersenyum pada pria tua itu saat dia menjawab pertanyaan Max dengan nada sedih dan tak berdaya. "Dia hampir memukulku dan jatuh karena pijakannya sendiri yang tidak stabil. Aku tidak menyentuhnya sama sekali. Lagipula aku tahu kedudukanku di keluarga ini. Aku tidak akan berani melukai siapa pun di rumah ini."

Max mendengus saat dia tiba-tiba saja tidak bisa membaca kebenaran atau kebohongan dari ucapan gadis itu. Sikapnya semakin waspada, saat dia membalas ucapan Maya dengan nada menuduh. 

"Jadi kamu ingin mengatakan bahwa istri dan anakku saat ini tengah berbohong? Sarah benar. Aku mungkin terlalu memanjakanmu sampai kamu mulai berani melawan keluargamu sendiri saat ini." 

Max bicara saat dia menatapi Maya dengan tatapan jijik. Namun tidak peduli apa, Maya hanya terus berdiri di sana dengan wajah tenang. Pria itu dengan kasar mengangkat dagu Maya untuk memprovokasi Maya lebih jauh. Tatapannya dipenuhi oleh amarah, ketika dia melanjutkan ucapannya dengan nada geram pada gadis tersebut.

"Jika aku tidak membuat janji agar kamu bisa bertemu dengan Evan hari ini, aku tidak akan mungkin melepaskanmu dengan mudah. Bersyukurlah karena aku telah menjodohkanmu dengannya, kamu akan aman untuk sementara waktu. Setidaknya, aku tidak bisa meninggalkan bekas apa pun padamu di pertemuan kedua kalian bukan?" Dia bicara rendah untuk menakuti gadis tersebut. Finola biasanya akan patuh jika dia sudah mengancam begitu. Namun Maya sekali lagi tetap tenang, sampai Max akhirnya melepaskan dagu Maya untuk berbalik dan pergi keluar. 

"Tampaknya kamu sudah selesai bersiap. Pergilah sekarang. Minta maaf yang benar, atau kamu akan menerima hukuman atas kegagalanmu nanti," ucap pria itu mengancam. 

Mata dingin Maya menyipit saat dia menjawab ucapan itu. "Aku mengerti," balasnya dengan sangat tenang. Max menganggap ucapan itu sebagai bentuk kepatuhan Finola yang biasa. Perasaan pria itu sedikit membaik, saat dia menugaskan seorang supir untuk mengantar Maya ke rumah Evan menggunakan salah satu mobilnya. 

Lagipula, Max juga tidak bisa kehilangan wajahnya di depan pria itu. Di depan semua orang, keluarga itu tetap saja berdedikasi dalam memainkan peran sebagai keluarga yang perhatian dan sayang pada Finola. Maya puas saja dengan pengaturan itu. Lagipula, permainan sebenarnya belum dimulai saat ini. Mereka semua tidak tahu, bahwa ada banyak hal yang bisa Maya lakukan demi kelangsungan hidupnya sendiri. Max dan keluarganya mungkin jahat. Namun kejahatan mereka hanya terlihat seperti badut di depan Maya, jika gadis itu sampai menunjukan sifat aslinya yang sebenarnya. 

Maya melewati Grace dan Sarah yang diam-diam kecewa karena Max tidak melakukan apa pun atas aduan mereka. Gadis itu dengan patuh masuk ke mobil, saat dia tersenyum penuh arti melihat rumah keluarganya sendiri perlahan semakin menjauh dari pandangannya. 


***

Perjalanan kedua Maya hanya diisi oleh kesunyian saat tidak ada satu pun orang yang bersedia bicara di dalam mobil tersebut. Sang supir terlihat tidak peduli dan enggan membawa Maya, sementara Maya sendiri lebih tidak peduli dengan siapa pun yang mengantarnya saat ini. Supir itu membawa Maya ke lingkungan yang benar-benar sepi. Awalnya, Maya sudah mulai waspada karena dia takut supir itu akan membawanya untuk membunuhnya di suatu tempat yang sepi. Namun setelah mereka melewati hutan pinus yang lebat, Maya tiba-tiba saja melihat gerbang besar yang menjulang di ujung jalan sepi yang kini mereka lalui. 

Perasaan Maya hanya bisa tenang setelah dia melihat rumah besar bergaya Eropa yang terlihat semakin dekat. Tanpa perlu bertanya, Maya sudah tahu bahwa rumah besar itu merupakan kediaman calon suaminya saat ini. 

Setelah penjaga gerbang memverifikasi mobil mereka, mereka akhirnya diijinkan masuk ke dalam halaman luas rumah milik Evan. Mobil berhenti tepat di bagian depan rumah besar tersebut. Maya buru-buru turun dari mobil itu, lalu melirik sang supir yang ada di kursi depan. 

"Kamu tidak perlu menungguku. Aku akan menelepon jika aku akan kembali nanti."

Sebenarnya, supir itu sudah tahu bahwa sebagai anak haram, Finola bahkan tidak memiliki fasilitas sederhana seperti ponsel atau semacamnya. Gadis itu pasti tidak akan bisa menghubunginya nanti. Namun sekarang mereka berada di rumah keluarga Evan yang terkenal itu. Bagaimanapun caranya, gadis itu pasti bisa menghubungi rumahnya jika dia telah selesai bicara nanti. Supir itu mengangguk tanpa mengatakan apa pun, sebelum dia menutup kaca jendela lagi untuk pergi meninggalkan halaman luas itu. 

"Jadi, kamu tidak ingin kembali ke rumahmu hari ini?"

Maya membuat suara "ah" yang samar ketika dia berbalik untuk melihat pria yang baru saja menghampirinya. Maya tersenyum, ketika dia menyapa pria lain yang juga mengejuknya di rumah sakit ketika dia baru saja sadar saat itu. 

"Selamat sore. Aku datang untuk minta maaf hari ini, atas tingkah tidak sopan yang telah aku tunjukan waktu itu. Tentu saja aku harus menujukan niat yang baik pada hari ini. Datang sebentar lalu kembali, kalian tidak akan bisa menilai ketulusanku jika aku benar-benar melakukannya bukan?"

Kevin menatap lama Maya yang berbicara tanpa merubah terlalu banyak ekspresinya. Gadis itu tetap tenang dan tenang. Sampai orang seperti Kevin pun, kesulitan untuk mengetahui isi pikiran Maya yang sebenarnya. 

"Sudah kuduga, gadis ini memang berbahaya," gumam Kevin dalam hati ketika dia ikut memasang senyuman kecil di hadapan gadis itu. "Evan tidak sepelit itu untuk memaafkan seseorang. Tidak perlu bagi gadis sepertimu untuk datang ke rumah berisi para pria ini seorang diri. Apalagi, kamu juga sampai meminta supirnya kembali di tempat antah berantah ini," ujarnya memberi tahu sambil memanggil akrab temannya itu di depan Maya. "Namun dia pasti akan menghargai niat baikmu saat ini," lanjutnya lagi dengan penuh arti. 

"Kamu bisa mengikuti aku. Evan sudah menunggu kedatanganmu di dalam rumah."

Maya tersenyum ketika gadis itu mengikuti Kevin untuk masuk ke rumah besar itu. Bagian bawah rumah besar itu ditutupi dengan lantai marmer. Atapnya sangat tinggi sampai Maya harus benar-benar mendongkak untuk melihat bagian atasnya. Atap itu juga dilengkapi dengan lampu kristal yang indah. Maya tidak pernah melihat bangunan seindah ini dalam hidupnya. Gadis itu berkali-kali diam-diam berdecak kagum, ketika dia menemukan banyak hal baru di dunia yang asing ini. 

Pandangan Maya tiba-tiba terhenti ketika dia melihat seorang pria tampan tengah duduk di kursi roda dengan sebuah buku yang dipegang oleh jari-jari kuatnya. Pria itu baru menutup bukunya ketika Kevin dan Maya akhirnya mendekat. Tatapannya menyapu Maya, seakan pria itu berusaha menilai Maya seperti yang Evan lakukan di rumah sakit sebelumnya.

 

BAB 12 PERJANJIAN

Melihat gadis yang baru saja datang ke rumahnya,  Evan kesulitan untuk menentukan siapa di antara mereka yang sebenarnya lebih rapuh. Evan sadar dia mungkin memang sakit-sakitan dan duduk di kursi roda. Namun gadis yang ada di depannya ini memiliki tampilan yang sangat buruk karena kekurangan gizi selama bertahun-tahun. Bahkan dengan pakaian indah yang Maya gunakan, Evan masih bisa melihat tulang-tulang Maya yang terlihat menyedihkan. Dahi Evan sedikit berkerut ketika dia akhirnya bisa menatapi calon istrinya dengan benar. Calon istrinya itu seharusnya anak dari keluarga yang cukup terkemuka di kota mereka. Namun tampilannya, bahkan lebih buruk dari anak yatim piatu yang Evan temukan di salah satu panti asuhan yang pernah dia kunjungi.

Walaupun tubuhnya memang kurus dibandingkan anak-anak seumurannya, gadis itu memiliki sepasang mata yang terlalu kontras dengan tampilannya yang menyedihkan. Cerah dan penuh dengan kekuatan. Mata itu terlihat begitu menawan sampai Evan sendiri merasa sulit untuk sekedar mengalihkan pandangannya.

"Evan?"

Evan akhirnya sadar kembali saat Kevin menegurnya dengan suara pelan. Pria itu terkejut dengan perilakunya sendiri. Ini pertama kalinya, Evan bisa begitu terpukau pada seseorang walaupun mereka tidak banyak bertemu sebelumnya.

"Kamu datang," ujar pria itu dengan suara datar ketika dia akhirnya kembali pada akal sehatnya lagi. Maya membalasnya dengan tersenyum kecil. "Kita bertemu lagi. Aku datang ke sini untuk meminta maaf padamu atas apa yang telah aku lakukan sebelumnya. Keluargaku tampaknya menilai permintaan maafku kurang tulus saat itu. Aku yang tidak perhatian. Kuharap kedatanganku kali ini bisa lebih menenangkan hati Tuan Evan."

Maya memang memiliki senyum alami di luar. Namun di dalam hatinya, dia tetap merasa sedikit malu mengingat dia hampir saja membunuh calon suaminya sendiri di pertemuan pertama mereka. Evan menatap Maya sekali lagi sebelum dia mengatur kursi rodanya untuk berjalan ke arah lain. Kevin memberi kode agar Maya mengikuti ke mana pria itu akan pergi. Mereka berhenti di perpustakaan yang sepi, sebelum Evan akhirnya bicara dengan nada serius pada Maya yang terus mengekor di belakangnya.

"Panggil aku Evan saja. Aku ingin membuat perjanjian denganmu saat ini. Kita bisa menikah. Namun kita hanya akan bersama karena aku ingin menghabiskan sisa hidupku dengan tenang saat ini. Aku akan membayarmu dengan harga yang tinggi, jika kamu mau membuat perjanjian denganku tentang masalah ini," jelasnya sambil mengambil sebuah surat yang memang sudah disediakan di ruangan tersebut. Evan kembali memandang Maya lagi setelah dia selesai membaca isi perjanjian itu. "Aku akan memberimu fasilitas seperti yang tertulis di surat perjanjian itu. Selama kamu tetap mau menjaga hubungan kita sebagai mitra kerja selama perjanjian ini masih berlaku."

Maya tahu. Sama sepertinya, Evan juga tidak suka jika dia tiba-tiba harus menikah dengan seseorang yang tidak pernah mereka temui sebelumnya. Namun keduanya juga sama-sama terpaksa untuk melakukannya. Maya membutuhkan tempat lain untuk bertahan hidup. Sementara Evan, Maya yakin pria itu juga memiliki rencananya sendiri.

Mengambil kertas dari Evan, Maya melihat bahwa kontrak tersebut berisi berbagai ketentuan dan keuntungan yang akan Maya dapatkan jika dia setuju untuk menandatanganinya. Apartemen, mobil, rumah, bahkan bagian saham dari perusahaan yang dirintis keluarga Evan tertulis dengan jelas dalam perjanjian tersebut. Maya tersenyum saat dia menatap Evan lagi.

"Bisakah kita sedikit mengubah perjanjiannya?" tanya Maya. Mata Evan sedikit menyipit saat pria itu tidak menyangka orang seperti Maya bahkan merasa kurang dengan apa yang telah dia tawarkan. Namun di luar pria itu tetap terlihat tenang, tidak terpengaruh sama sekali dengan permintaan yang baru saja dibuat oleh Maya.

"Tidak masalah. Kamu bisa memberi tahu aku berapa banyak yang kamu inginkan untuk perjanjian ini," balasnya dengan tenang.

Dalam hatinya, Maya tahu dia akan  memperlakukan Evan sebagai tempat hidup gratis untuk kedepannya. Dia tidak berani mematok imbalan yang kurang pantas. Jadi dengan malu, Maya segera menyebutkan apa yang dia mau dengan suara pelan.

"Aku tidak perlu fasilitas lainnya. Aku juga tidak terbiasa dengan gaya hidup yang mewah. Jadi memberikan terlalu banyak kemewahan padaku juga hanya akan berakhir sia-sia pada akhirnya. Jika aku boleh memilih, aku akan lebih senang jika kamu membantuku melepas hubungan keluarga yang aku miliki dengan keluargaku saat ini. Lalu... Aku ini hanya seorang lulusan SMA. Jika bisa, aku juga ingin melanjutkan kuliah agar aku bisa hidup mandiri jika kita memutuskan untuk berpisah suatu saat nanti."

Dengan cara begitu, dia tidak perlu khawatir keluarganya akan mencoba untuk menganggu dia di masa depan. Maya tidak bisa lebih bahagia ketika dia memikirkan rencananya sendiri. Maya telah memastikan bahwa Evan berasal dari layar belakang yang kuat. Membantunya untuk memutuskan hubungan dengan keluarganya pasti bukan permintaan yang berat bagi pria tersebut.

Sedikit kejutan melintas di mata Evan setelah dia mendengar penuturan dari gadis tersebut. Kevin juga tidak kalah terkejut. Pria itu dengan sopan mendekati Maya sampai Maya ikut menoleh untuk menatapnya.

"Apa... Aku meminta terlalu banyak?" tanyanya dengan khawatir.

Kevin menatap Maya dengan ekspresi yang tidak begitu jelas. Bukannya menjawab, dia malah berbalik untuk menanyai Maya kembali. "Apakah kamu tahu apa arti dari permintaanmu itu?"

Bukan hanya menolak berbagai jenis kemewahan yang Evan tawarkan, gadis itu juga berencana untuk memutuskan hubungannya dengan keluarganya sendiri setelah ini. Maya juga dengan tegas mengatakan bahwa dia berencana untuk hidup sendiri jika Evan berniat untuk menceraikannya nanti. Itu berarti gadis itu memang benar-benar tidak tertarik pada perebutan harta yang tengah terjadi saat ini. Tidak tertarik, atau mungkin tidak mengerti menurut Kevin.

Maya sendiri, dia malah merasa pertanyaan Kevin hanya berarti dia telah meminta terlalu banyak saat ini. Gadis itu tercekat saat dia buru-buru menambah ketentuannya. Maya ingat, dia hanya perlu menurunkan penawarannya untuk membuat Evan tidak berubah pikiran saat ini.

"Begini saja. Aku... Aku tidak keberatan jika kalian tidak ingin membiayai kuliahku. Hanya saja, kalian mungkin harus mengijinkanku mencari pekerjaan tambahan setelah itu. Jika ketentuannya begitu... Apa kalian tidak keberatan?"

Maya sebenarnya tidak pernah ahli dalam hal negoisasi begini. Di kehidupan masa lalunya, mereka hanya perlu menggunakan kekuatan untuk menekan pihak lain. Namun Maya berada dalam dunia yang damai kini. Dia harus memutar otak, hanya agar tangkapannya tidak melarikan diri darinya saat ini.

Melihat wajah cemas Maya, Evan tidak ingin memikirkan terlalu banyak hal saat dia akhirnya ikut bicara. "Aku tidak keberatan sama sekali. Kamu telah banyak membantuku dengan berpura-pura menjadi istriku untuk sementara waktu. Tetapi permintaanmu itu tetap terlalu sedikit. Selama kamu tidak meminta sesuatu yang keterlaluan, kamu bebas meminta apa pun padaku mulai saat ini. Biaya kuliahmu juga tetap aku yang akan membayar. Kamu bisa fokus belajar saja, sementara biar aku sendiri saja yang mengatasi permintaan pertamamu itu."

Permintaan pertama berarti Evan telah setuju untuk membantu Maya melepaskan hubungan keluarga yang dia miliki saat ini. Tidak seperti Finola, Maya tidak memiliki keterikatan apa pun dengan keluarga itu. Maya lebih suka menyingkirkan apa pun yang memiliki potensi untuk menyusahkannya di masa depan. Gadis itu senang. Dia  tanpa sadar tersenyum cerah saat dia memuji Evan tanpa ragu-ragu.

"Baiklah. Kamu benar-benar orang yang baik," puji Maya dengan sangat tulus. Maya sama sekali tidak sadar bahwa Evan kaku sejenak saat dia mendengar pujian Maya. Di matanya terdapat kilatan aneh, saat dia berkata pelan pada gadis itu. "Kamu yang meminta terlalu sedikit," ucapnya pelan sekali sampai Maya saja kesulitan untuk mendengarnya. 

Evan telah melihat terlalu banyak orang mendekatinya hanya untuk hartanya saja selama ini. Ketika dia memutuskan untuk berpura-pura menikah dengan Maya, Evan sebenarnya sudah siap kehilangan banyak uang saat dia melakukannya. Tetapi dia tidak berharap Maya benar-benar malah melepaskan penawarannya begitu saja. Gadis itu lebih suka bertindak sederhana, seakan harta benda tidak ada nilainya sama sekali di mata gadis tersebut.

Belum lagi keputusan Maya untuk memutuskan hubungan dengan keluarganya juga cukup mengejutkan bagi Evan. Selama ini, dia hanya tahu bahwa sekalipun Finola merupakan anak dari wanita lain, keluarganya selalu memperlakukan gadis itu dengan baik. Keluar dari keluarganya untuk hidup mandiri bukanlah pilihan yang mudah. Namun ketika Evan mengingat tubuh kurus Maya lagi, dia tiba-tiba merasa mungkin hubungan keluarga Finola tidak sesederhana yang dia pikirkan selama ini.

Evan membuang nafas panjang saat dia berhenti memikirkan tujuan Maya sebenarnya. "Kalau begitu tolong tunggu sebentar. Aku akan meminta pengacaraku untuk mengubah isi dari perjanjiannya," ujar Evan memberi tahu. Maya dengan mudah mengangguk. Gadis itu dengan patuh menunggu, saat Kevin membawa surat itu untuk dia revisi bersama dengan pengacara Evan.

Setelah Kevin keluar, suasana di perpustakaan itu tiba-tiba menjadi sangat sunyi dan itu membuat Maya merasa sedikit tidak nyaman. Dia menggusap lehernya dengan gerakan canggung, sampai Evan sadar bahwa gadis itu memiliki sesuatu yang tengah dipikiran olehnya pada saat ini.

"Apa ada yang lain?" tanya pria itu secara tiba-tiba. Maya mendongkak untuk menatap malu Evan, sebelum dia berucap dengan nada sedikit berbisik.

"Um... Sebenarnya... Bisakah kamu memberiku tempat tinggal sampai hari pernikahan kita tiba nanti? Aku tidak ingin kembali ke rumah itu. Dan kau tahu... Aku tidak memiliki ponsel, uang, atau apa pun yang bisa aku gunakan untuk bertahan hidup saat ini."

Evan menatap lama Maya sebelum akhirnya tetap mengangguk juga. "Kita akan menikah dalam waktu sebulan lagi. Tidak ada bedanya jika kamu tinggal bersamaku sekarang ataupun nanti. Aku akan meminta seseorang menyiapkan kamar tamu untukmu di rumah ini. Untuk pakaianmu... Aku akan meminta seseorang mengambilnya bersama dengan file-file yang harus keluargamu isi untuk memutuskan hubungan keluarga."

Maya mengangguk puas mendengar Evan bersedia untuk bersikap murah hati padanya saat ini. "Terima kasih," ucapnya dengan nada tulus. Evan mengangguk kecil saat Kevin akhirnya kembali bersama dengan kontrak baru di salah satu tangannya. Kevin memberikan kontrak itu pada Evan, agar pria itu membacanya dan menandatangani kontrak itu sebelum dia menyerahkan kertas itu pada Maya sendiri.

Setelah Maya membaca kontrak tersebut dengan hati-hati, tatapannya melayang ke nama kolom tanda tangan yang ada di bawah lembar kontrak tersebut. Maya tiba-tiba ingat bahwa sebagai orang asing yang menempati tubuh orang lain, dia tidak pernah tahu seperti apa tanda tangan Finola selama ini. Bahkan dari beberapa kilasan ingatan yang dia dapatkan dari Finola, Maya tidak pernah mengingat gadis itu menandatangani surat apa pun. Maya kesulitan untuk mencari jalan keluarnya sekarang. Dia jelas tidak bisa menggunakan tanda tangan yang lain saat ini. Satu-satunya jalan, dia hanya bisa berpura-pura bingung sebelum dia bicara pada calon suaminya sendiri.

"Aku... Bisakah jika aku menandatangani kontrak ini dengan sidik jariku?" tanyanya dengan khawatir. Awalnya Maya takut Evan atau Kevin akan curiga karena permintaannya. Namun Evan dengan mudah mengangguk, sebelum dia meminta seseorang membawa apa saja yang diperlukan di depan Maya.

Maya diam-diam menghela nafas lega karena tindakan tidak banyak tanya Evan. Gadis itu sedikit tersenyum, sebelum dia juga ikut membubuhkan sidik jarinya ke dalam kontrak tersebut.

 

BAB 13 TRAUMA

Ruangan hening menyambut Maya saat dia kembali bangun dari tidurnya. Melihat jam yang ada di kamar itu, Maya tahu bahwa dia tidak tidur terlalu lama kali ini. Maya ingat dia tidur melebihi tengah malam setelah sibuk membahas persiapan pernikahan mereka yang mendadak bersama dengan Evan dan juga Kevin. Namun ketika dia bangun, langit masih saja gelap sementara Maya belum bisa mendengar keramaian apa pun dari daerah di sekitar kamar barunya ini.

Jam menunjukan pukul lima pagi. Memang masih terlalu dini baginya untuk bangun. Namun Maya, tidak ragu sedikit pun saat dia bangun untuk memulai latihan yang telah dia rencanakan sejak kemarin.

Setelah menghabiskan waktu bertahun-tahun di mana hanya yang kuat yang bisa bertahan di dunia itu, Maya merasa bahwa tubuh yang dia gunakan saat ini terlalu lemah untuk menjadi tubuhnya sendiri. Dia hampir kehabisan napas hanya karena berlari seratus meter, dan hampir pingsan hanya karena dia mencoba memaksakan tubuhnya untuk berolahraga sesuai porsi biasanya. Di masa lalu, Maya selalu terbiasa untuk berolahraga. Maya tentu saja tidak akan membiarkan tubuhnya terus-menerus lemah, apalagi setelah dia yang bertanggung jawab atas tubuh barunya saat ini.

Awalnya, Maya sedikit takut dia tidak akan bisa bangun pagi karena dia terus saja tidur seperti orang mati beberapa hari ini. Namun tanpa diduga, bahkan tanpa alarm, dia bisa bangun seperti jam biologisnya di masa lalu. Maya pikir setelah kelahirannya kembali, rutinitas yang sudah terukir di alam bawah sadarnya akan hilang karena dia berada di tubuh yang berbeda. Namun setelah dia baik-baik saja saat ini, tampaknya jam biologisnya kembali dan dia tidak lagi merasa kurang tidur bahkan jika dia bangun begitu pagi.

Maya menghela napas panjang saat dia akhirnya bangkit, menyalakan lampu kamar sebelum pergi untuk mandi dengan langkah gontai.

Melihat kamar yang Evan atur untuknya, Maya akhirnya sadar bahwa kamarnya di rumah asli Finola benar-benar tidak ada apa-apanya dengan kamar yang ada di rumah besar ini. Saking lengkapnya fasilitas yang ada di kamar ini, Maya sampai kesulitan untuk menggunakannya dan berakhir meminta bantuan Kevin hanya agar dia tahu cara mandi di kamar mandi. Maya tahu bahwa Kevin dan Evan sempat menatapnya dengan tatapan rumit ketika dia mengatakan pada mereka bahwa dia memang tidak memiliki ponsel, rekening, atau kekayaan apa pun sebelum ini. Namun Maya berusaha untuk tidak terlalu memikirkannya, saat gadis itu lebih fokus untuk mempelajari hal-hal baru yang dia dapatkan di rumah Evan.

Lagipula penemuan itu membuat Maya tidak perlu lagi mengumumkan alasan dia ingin memutuskan hubungan keluarganya pada mereka berdua. Maya yakin kini keduanya telah mengerti, bahwa Maya semata-mata hanya ikut menggunakan Evan agar dia bisa lepas dari keluarga sampahnya untuk saat ini.

Dengan begitu, Maya berharap Evan juga tidak akan lagi terlalu waspada padanya. Karena secara tidak langsung Maya telah membuktikan pada Evan, bahwa dia benar-benar berada dalam kapal yang sama dengan pria itu saat ini.

Karena Maya memang tidak membawa apa pun ketika dia pergi dari rumah aslinya, Maya hanya bisa meminjam pakaian pelayan lain sebagai pakaian ganti untuk saat ini. Selesai mandi, Maya dengan rapi menggulung pakaian pinjamannya agar lebih mudah baginya untuk bergerak bebas dengan pakaian yang sedikit kebesaran itu. Maya sekali lagi menarik nafas panjang, saat gadis akhirnya keluar dari kamar yang Evan atur untuk dia tempati.

Pada saat ini, Maya, yang bangun pagi sekali di mana kebanyakan pelayan bahkan masih tidur, muncul dengan tenang di halaman rumah Evan untuk melakukan gerakan peregangan dasar.

"Nona muda, mengapa Nona muda bangun sepagi ini dan berada di sini? Apakah ada sesuatu yang bisa kami bantu?"

Pekerja kebun yang biasa bangun paling pagi di kediaman Evan langsung terkejut ketika mereka melihat Maya keluar dari dalam rumah di waktu sepagi ini. Gadis itu bukan hanya telah bangun dengan awal dari orang kebanyakan, tetapi juga hendak melakukan aktivitas di saat orang-orang saja masih malas untuk bergerak dalam suhu dingin di pagi hari.

"Tidak apa-apa. Aku hanya tidak bisa tidur lagi, jadi aku keluar untuk sedikit berolahraga di pagi hari. Ah, tidak apa-apa jika aku berlari di sekeliling tempat ini bukan?"

Melihat wajah khawatir tukang kebun itu, Maya takut ada larangan tertentu selama dia tinggal di rumah milik Evan yang belum dia tahu. Namun tukang kebun itu buru-buru menggeleng. "Nona memang bebas pergi ke mana pun Nona mau. Namun ini masih terlalu pagi, biasanya tidak ada yang keluar rumah di waktu sepagi ini. Tempat ini juga terlalu luas untuk di kelilingi. Tidak semua tempat mendapat penerangan karena luasnya tempat ini."

Sejak dulu Maya sudah terbiasa dengan tempat yang minim cahaya. Jika bisa dibilang, Maya bahkan lebih terbiasa dalam kegelapan daripada hidup dalam tempat serba terang di dunia barunya. Gadis itu melihat wilayah di sekelilingnya, sebelum mengangguk yakin pada tukang kebun itu.

"Tidak terlalu gelap. Aku akan baik-baik saja. Jika ada yang mencariku, katakan saja bahwa aku tengah berlari berkeliling tempat ini. Aku juga tidak akan menganggumu lebih lama lagi. Selamat bekerja, aku akan pergi sekarang."

Para tukang kebun itu tercengang saat mereka melihat Maya dengan tenang mulai berlari seakan olahraga itu merupakan rutinitas hariannya. "Nona muda ini bersemangat sekali. Kita saja hanya bisa keluar dengan pakaian hangat. Namun Nona itu, dia dengan bisa pergi keluar hanya dengan pakaian tipis itu. Ya ampun, aku hanya berharap dia tidak sengaja mengundang penyakit setelah ini." Salah satu dari tukang kebun berkata saat dia menggelengkan kepalanya. Perlahan satu per satu dari mereka mulai bubar. Mereka juga masih memiliki tugas mereka masing-masing, rasanya percuma juga jika mereka terus mencoba melarang seorang gadis untuk berkeliaran di sekitar rumah.

Ketika orang-orang mulai sibuk dengan urusannya masing-masing, Maya yang tengah berlari mulai terengah-engah walaupun dia belum lari terlalu jauh dari titik awalnya. Langkah kakinya terasa berat sekali, seakan dia tengah memikul beban puluhan kilo sambil berlari saat ini. Maya tahu dia merasakannya karena tubuh aslinya jarang sekali berolahraga sebelum ini. Namun Maya tidak akan membiarkan tubuhnya terus lemah begini. Target Maya, paling tidak tubuhnya bisa mencapai tingkat yang sama dengan tubuh aslinya di dunia sebelumnya. Tubuh kecil ini harus bisa lincah, dan tahan dari olahraga mudah semacam ini.

Memikirkan kehidupan lamanya, Maya terus berusaha memacu langkahnya ketika tubuhnya sebenarnya sudah berteriak untuk menyerah. Melihat sudut-sudut yang tidak diterangi cahaya, Maya perlahan merasa seluruh tubuhnya merinding sampai gadis itu tanpa sadar mulai mempercepat tempo larinya. Awalnya Maya tidak berpikir banyak mengenai respon tubuhnya tersebut. Namun saat dia mulai menyusuri pinggiran halaman Evan yang gelap gulita, perasaan tidak enak itu semakin kuat saat pikiran Maya perlahan-lahan berubah semakin kacau.

Sepertinya Maya terlalu meremehkan kematiannya saat ini. Dia jelas tidak takut melihat tempat yang gelap sebelumnya. Namun ketika dia memang berdiri begitu dekat dengan kegelapan, tubuhnya tanpa sadar mulai meremang saat Maya secara naluriah mulai menghindari tempat-tempat semacam itu. Berkali-kali Maya mencoba meyakinkan dirinya sendiri bahwa zombie tidak ada di dunia damai ini. Namun suara teriakan zombie masih terus saja teringiang-ngiang di telinga Maya, ketika matanya buru-buru menghindari dari sudut-sudut halaman rumah Evan yang gelap.

"Hah, hah."

Maya hanya bisa mendengar suara nafasnya sendiri ketika dia terus berlari di lingkungan sunyi itu. Keadaan semakin memburuk saat Maya tiba-tiba saja membayangkan bahwa dia berada dalam dunia lamanya saat ini. Suasana sunyi yang sama. Kegelapan yang sama. Para zombie akan menerkamnya jika dia berhenti berlari saat ini.

"Finola!"

 

BAB 14 KECURIGAAN DAN KETEGUHAN HATI

Maya baru tersadar kembali saat dia terjatuh dan menabrak seseorang ketika dia tengah berlari tidak tentu arah. Melihat tangannya yang bergetar, Maya akhirnya sadar bahwa dia telah berlari karena ketakutan sebelumnya. Dia takut untuk sesuatu yang tidak nyata. Sesuatu yang sudah menghilang. Sesuatu yang hanya tersisa berupa kenangan, yang tidak akan bisa melukainya di masa depan.

Karena tubuhnya sendiri memang tidak terbiasa dipaksakan berlari seperti yang Maya lakukan sebelumnya, tubuhnya seketika lunak saat Maya tidak memiliki kekuatan untuk kembali berdiri setelah dia akhirnya bisa berhenti berlari. Gadis manis itu terengah-engah di tanah, saat dia sendiri tengah berusaha menenangkan kembali pikirannya yang sebelumnya sempat kacau hanya karena dia melihat tempat yang gelap.

Padahal Maya yakin dia tidak merasa takut sedikit pun bahkan menjelang kematiannya. Wanita itu tidak takut pada zombie, apalagi kegelapan sampai berlari tidak beraturan seperti tadi. Namun perasaan saat kulitnya terkelupas setelah digigit telah menanamkan trauma tersendiri di benak Maya. Gadis itu mungkin tidak benar-benar takut pada kegelapan atau zombie saat ini. Kematiannya yang menyakitkanlah, yang telah membuat Maya secara naluriah merasa takut pada penyebab-penyebab kematiannya di dunia sebelumnya.

"Kamu baik-baik saja?"

Melihat gadis yang terengah-engah di tanah seperti dia baru saja dikejar hantu, telah membangkitkan perasaan iba di hati kecil Kevin. Pria itu keluar karena dia mendapat laporan bahwa calon istri Evan berkeliaran di halaman rumah sekalipun hari masih terlalu pagi. Kevin mewakili Evan untuk memeriksa apa yang sebenarnya tengah gadis itu coba lakukan. Namun wajah pucat yang terlihat takut ini, jelas tidak termasuk dalam daftar awal dugaan Kevin tentang rencana gadis itu.

Pria itu mencoba untuk membantu Maya berdiri lagi. Kali ini berhasil, gadis itu sudah bisa berdiri walaupun tubuhnya masih sedikit gemetaran sampai saat ini.

"Mengapa kamu berlarian sepagi ini, Finola? Tidak kurang, sambil terlihat ketakutan juga," tanya Kevin dengan nada heran. Maya membuang napas panjang saat dia menggeleng pelan. "Aku hanya ingin berolahraga," jawabnya dengan jujur. Namun ketika dia hendak mengatakan bahwa dia ketakutan karena tempat yang gelap, gadis itu segera menelan kembali ucapannya saat Maya memilih untuk kembali diam saja.

Bagi Maya, percuma juga jika dia menambahkan ucapannya saat ini. Kevin hanya akan curiga padanya. Dan tidak akan ada juga yang akan percaya padanya, jika Maya mengatakan bahwa dia sebenarnya berasal dari dunia lain pada orang-orang. Kevin atau Evan mungkin malah berakhir memasukannya ke rumah sakit jiwa, karena dia terlihat seperti orang yang berdelusi dengan membicarakan banyak omong kosong seperti zombie ataupun kelahiran kembali.

Maya terdiam dengan wajah tertekuk, ketika dia membayangkan hidup sebagai seseorang yang pindah dunia mungkin tidak semudah yang dia bayangkan selama ini.

"Lupakan."

Melihat bahwa Maya sepertinya tidak ingin mengungkapkan alasannya lebih jauh, Kevin memutuskan untuk melupakan masalah ini begitu saja. Selama Maya tidak berniat jahat, Kevin tidak akan terlalu peduli bahkan jika Maya melakukan hal-hal aneh yang tidak dapat dijelaskan. Kali ini Kevin tidak lagi ingin menyebut Maya sebagai gadis yang berbahaya. Mungkin, pikir Kevin. Sejak awal gadis itu memang sedikit aneh.

Dia melihat pakaian Maya yang sedikit kebesaran saat ini, sebelum dia berkata dengan suara yang telah normal kembali.

"Evan telah mengirim pengacaranya untuk datang ke rumahmu kemarin malam. Namun sepertinya keluargamu menolak untuk menandatangani berkas-berkas yang dibutuhkan tidak peduli apa pun yang kami lakukan. Dia menuduh bahwa kami menyekapmu dan memaksamu untuk memutuskan hubungan dengan mereka demi kebaikan kami sendiri. Memaksa mereka untuk tanda tangan mungkin perlu waktu. Kami juga tidak bisa membawa barang-barangmu dari tempat itu kemarin malam."

Kevin berucap dengan nada menyesal, saat dia akhirnya melaporkan juga bahwa percobaan pertama mereka memang gagal kali ini. Maya juga mencoba berpikir. Mengingat bahwa dirinya sekarang menjadi kunci dari perebutan kekuasaan yang terjadi di antara mereka, Maya memang ragu bahwa keluarga itu rela melepaskannya begitu saja. Gadis itu mungkin terlalu bergantung pada Evan saat ini. Maya menyesal. Mungkin seharusnya, dia memang datang sendiri untuk menyelesaikan masalahnya kali ini.

Maya berhenti berpikir ketika dia bicara dengan suara tenang.

"Kalau begitu, bagaimana jika aku sendiri yang datang dan meminta mereka menandatangani surat itu? Dengan begitu mereka seharusnya tahu bahwa memang aku yang ingin memutuskan hubungan dengan mereka."

Kevin tidak menyangka Maya akan begitu lugas dalam masalah ini. "Apa tidak apa-apa? Aku pikir kamu meminta kami untuk mengurus masalah ini karena kamu tidak ingin bertemu mereka lagi," ujar Kevin jujur. Bahkan jika Maya belum ada sehari tinggal bersama mereka, Kevin sudah bisa tahu bahwa hubungan gadis itu dan keluarganya sebenarnya tidak pernah baik-baik saja. Kevin khawatir membawanya kembali hanya akan membangkitkan emosi negatif, yang sebisa mungkin ingin Kevin hindari jika dia masih bisa membantunya.

Akan tetapi, Maya tetap mengangguk dengan yakin. "Ya, aku memang tidak ingin bertemu mereka lagi. Namun keluargaku bisa menjadi masalah jika aku sampai belum bisa memutuskan hubungan dengan mereka sebelum aku menikah nanti. Tidak apa-apa, aku akan mencari jalan keluar."

Kevin menatap Maya untuk memastikan bahwa dia serius dan tidak hanya mengucapkan omong kosong pada saat ini. Bukan hanya gadis itu dengan berani memutuskan untuk keluar dari keluarga yang selama ini menghidupinya, Maya juga secara terang-terangan telah mengungkapkan bahwa keluarganya memang memiliki niat buruk pada Evan selama ini. Kevin tidak tahu apa yang telah keluarga Maya lakukan sampai gadis itu bertindak begitu nekat kali ini. Di wajah Maya, tidak ada jenis emosi apa pun saat dia berencana menjatuhkan keluarganya sendiri. Kevin menghela nafas panjang. Dia menghubungi pengacara Evan untuk bertanya lagi tentang masalah ini.

Setelah menutup telepon, dia memberi tahu Maya tentang hasil dari diskusi mereka. "Pengacara Evan akan mengatur pertemuan kalian nantinya. Evan belum bangun saat ini. Namun setelah dia bangun, aku juga akan mengatakan hasil keputusan ini padanya nanti."

Maya mengangguk tidak masalah. "Kalau begitu aku akan menantikan kabar lanjutan juga dari kalian," ujar Maya memberi tahu. Gadis itu memberhentikan Kevin ketika pria itu hendak pergi. Maya tersenyum kecil, ketika dia lupa berterima kasih pada Kevin yang sebelumnya telah membantunya keluar dari pikiran buruknya sendiri.

"Terima kasih, karena telah membuatku berhenti tadi," ujar Maya tulus. Kevin terdiam sebelum tersenyum kecil, saat dia menunjuk rumah Evan dengan jari telunjuknya.

"Di dalam rumah ada ruang gym khusus jika kamu memang senang berolahraga. Ruangan itu memang dikunci semenjak Evan... Kecelakaan. Namun aku bisa bicara padanya, agar kamu bisa berlatih di sana daripada berlari-lari di luar dalam cuaca dingin seperti ini."

Maya mengangguk sambil tersenyum kecil setelah mendengar kata-kata Kevin. "Terima kasih, untuk itu juga," balasnya lagi. Kevin mengangguk kecil, sebelum kali ini dia benar-benar pergi menjauhi Maya.

 

BAB 15 BALAS BUDI

Selesai membersihkan dirinya sehabis berolahraga, Maya mendatangi ruang makan seperti intruksi dari pelayan yang sebelumnya datang ke kamarnya untuk memberi tahu bahwa Evan telah bangun dan tengah menunggunya untuk sarapan bersama. Walaupun Maya saat ini hanya menumpang di rumah Evan, pria itu tampaknya tidak berniat untuk memperlakukannya secara tidak hormat. Evan dan Kevin telah terlebih dahulu tiba di ruang makan, saat Maya akhirnya masuk untuk sarapan bersama dengan mereka.

"Maaf aku membuat kalian menunggu."

Sebagai bentuk kesopanan, Maya lebih memilih untuk menggunakan pakaiannya yang kemarin dibandingkan baju kebesaran yang dia pakaian untuk berolahraga sebelumnya. Evan tampaknya menyadari dia menggunakan pakaian yang sama seperti saat pertama kali Maya datang, karena pria itu terus menatapnya lama sebelum mengangguk tanpa mengatakan apa pun lagi. Seorang pelayan dengan sigap segera menuntun Maya ke kursinya sendiri. Gadis itu bahkan tidak perlu menggunakan tangannya, saat orang lain dengan sopan membantu Maya untuk duduk dengan nyaman bersama dua orang lainnya.

Untuk sarapan itu sendiri, ruangan itu berubah hening ketika sarapan langsung dimulai begitu Maya akhirnya duduk di kursinya sendiri. Kevin dan Evan tidak banyak berbicara ketika mereka tengah makan, sementara Maya sama sekali tidak berbicara ketika makanan enak di hadapannya berubah jauh lebih menarik dari apa pun juga. Suasana di meja makan itu agak kaku, sampai Evan akhirnya menyimpan peralatan makannya dengan gerakan sopan.

"Kevin memberi tahuku bahwa kamu berolahraga di luar sekalipu cuacanya buruk hari ini. Di masa depan, jika kamu memang ingin berolahraga, kamu bisa menggunakan ruang gym yang ada di lantai dua. Lalu, tidak perlu bagimu untuk terburu-buru mendatangi keluargamu hanya agar kami bisa mengambil pakaianmu. Hari ini, pergilah bersama seseorang untuk membeli pakaian baru. Tidak perlu khawatir tentang uang. Aku yang akan membayar semua biayanya."

Maya mendengar bahwa ucapan Evan memang masuk akal. Gadis itu mengangguk, sebelum dia mencoba mencari jalan lain untuk membalas kebaikan dermawannya ini.

“Sebenarnya... Aku memiliki permintaan lain. Bolehkah aku meminjam dapurmu? Aku bisa memasak, dan aku ingin sesekali bisa memakan makananku sendiri.”

Sebenarnya itu hanya dalih agar Maya bisa sekaligus mengembangkan teknik memasaknya di rumah ini. Melihat Evan yang sedikit pucat pagi ini, Maya sedikit merasa kasihan karena Evan sepertinya tidak terlalu memperhatikan gaya hidupnya selama ini. Maya ingin menebus kebaikan pria itu dengan memasakannya makanan sehat. Makanan itu merupakan resep rahasia para peneliti selama mereka berada dalam dunia di mana krisis makanan merupakan masalah utama. Sebisa mungkin, manusia harus mencari terobosan baru agar dengan sumber daya yang sedikit, manusia tetap bisa bertahan hidup dengan beberapa tumbuhan yang masih tersisa. Jika Maya bisa menemukan bahan-bahannya ketika dia berbelanja nanti, Maya yakin bawa Evan akan merasa lebih baik setelah memakannya.

Para relawan biasanya memakan makanan itu jika kinerja mereka bagus saat evaluasi. Tidak peduli betapa lelah mereka, selama mereka memakan makanan itu, semua rasa lelah mereka bisa hilang pada keesokan harinya. Para peneliti yang menemukan terobosan itu. Itulah mengapa, para peneliti selalu memiliki bagian paling banyak dalam pasokan makanan atau barang pokok lainnya.

Sebagai salah satu peneliti, Maya tentu tahu benar resep makanan tersebut karena dia merupakan salah satu kelompok peneliti inti yang secara langsung ikut mengembangkan makanan luar biasa tersebut. Dalam dunia zombie, menjadi peneliti merupakan satu-satunya jalan jika dia ingin bertahan hidup walaupun dia tidak memiliki siapa pun lagi. Walaupun Maya telah bertekad bahwa dia tidak akan lagi bergabung dalam kelompok peneliti di dunia ini, membantu calon suaminya untuk kembali sehat sepertinya bukan masalah yang terlalu besar bagi Maya.

Dia ingin Evan sehat. Pria baik seperti Evan, berhak sehat seperti orang-orang di sekitarnya.

Evan sendiri, pria itu tanpa sadar mengangkat alisnya saat dia mendengar permintaan Maya. "Dia benar-benar bisa memasak?" pikirnya dengan terkejut. Evan sempat terdiam sebentar, sebelum akhirnya tetap mengangguk pelan. "Kamu bebas untuk melakukannya. Selain itu, ini juga akan menjadi rumahmu jika kita telah menikah nanti. Kamu bisa meminta bantuan pelayan jika ada barang yang tidak kamu mengerti cara menggunakannya. Bahan-bahan di rumah ini biasanya lengkap. Namun kamu bisa meminta pada pelayan jika ada bahan-bahan khusus yang kamu butuhkan nantinya."

"Baiklah."

Maya tersenyum saat dia membalas ucapan Evan dengan nada senang. Sepasang matanya yang besar samar-samar mengandung rasa bahagia, ketika dia melanjutkan ucapannya kembali dengan penuh harapan. "Kalau begitu, biarkan aku yang memasak untuk makan malam kita nanti. Aku akan memasak makanan yang bagus untuk kesehatan kalian. Namun sebelumnya, apa ada di antara kalian yang memiliki alergi pada sesuatu?" tanya Maya cepat. Kevin dengan cepat menggeleng sambil tersenyum kecil. Namun Evan, Maya tidak tahu bahwa pertanyaan sederhananya itu telah mengguncang sesuatu dalam hati Evan.

Semenjak kematian keluarganya, rasanya Evan telah kehilangan sesuatu yang sering orang-orang sebut sebagai makanan rumah. Dulu ketika ibunya masih hidup, wanita itu akan selalu membantu pelayan untuk memasak makanan yang akan dimakan oleh keluarga mereka. Masakan itu membawa rasa khas di lidah Evan. Makanan lain tidak ada bedanya lagi di mata pria itu. Tidak ada yang bisa meniru rasa masakan rumah seperti yang ibunya lakukan. Baik itu masakan koki bintang lima yang dia pekerjakan di rumahnya, sampai penjual makanan di pinggir jalan.

Karena Evan tidak pernah puas dengan masakan siapa pun, biasanya tidak ada orang yang cukup berani mencoba menarik perhatian Evan dengan memasakan pria itu seperti yang Maya coba lakukan saat ini. Akan tetapi, tidak ada yang pernah mencoba bukan berarti Evan sendiri yang melarang mereka. Evan hanya menatap lama Maya, ketika Evan ikut menggeleng seperti yang dilakukan oleh temannya Kevin.

"Apa pun baik-baik saja," ujarnya pelan walaupun dia tidak terlalu banyak berharap pada gadis itu. Evan segera menyelesaikan makanannya setelah itu. Pria itu pergi tanpa mengatakan apa pun lagi, saat dia masih harus bekerja setelah dia selesai dengan sarapannya.

Maya merasa sedikit ditinggalkan saat Evan masih saja bicara begitu dingin padanya bahkan setelah mereka sebentar lagi akan menikah. Mereka mungkin memang tidak saling mencintai, dan hanya bersama karena kepentingan mereka masing-masing. Namun Maya sebenarnya berharap, mereka bisa menjadi teman yang akan saling bahu-membahu dalam situasi sulit mereka saat ini. Maya sudah sekali menghabiskan masa hidupnya sendirian dalam situasi yang sulit. Di kehidupan yang sekarang, Maya sebenarnya ingin setidaknya dia memikiki teman untuk saling bertukar pikiran.

Akan tetapi, semuanya sepertinya masih terlalu cepat bagi Evan. Maya mencoba berpikir positif, saat dia segera menghabiskan sarapannya agar dia bisa pergi berbelanja secepat yang dia bisa.

BERSAMBUNG ….

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya [BAB 16-20] Terlahir Kembali Sebagai Istri Milyarder
0
0
Mati karena menyelamatkan keluarga dari serangan zombie, Maya menemukan bahwa dia telah pindah ke dunia yang damai di mana zombie hanyalah cerita fiksi yang digunakan untuk menakut-nakuti anak-anak nakal. Hidup nyaman adalah tujuan barunya. Namun tubuh asli yang dia gunakan, Finola, sepertinya telah bertunangan dengan seseorang sebelum dia akhirnya menggunakan tubuh ini.Dipaksa oleh 'keluarganya', Maya harus menikah dengan pria lumpuh yang terkenal karena temperamennya yang buruk dan dikabarkan akan segera mati. Namun itu bukan satu-satunya masalah yang dia miliki saat ini. Evan, suaminya sepertinya punya banyak orang yang ingin mencabut nyawanya setiap saat. Dan Maya bertekad untuk menyelamatkan pria itu, ketika dia mengetahui bahwa Evan adalah satu-satunya teman yang dia miliki di dunia yang aneh itu.Menggunakan pengalaman hidup sebelumnya, Maya memulai hidup barunya sebagai istri seorang miliarder yang dingin sejak hari itu!***DAFTAR ISIBAB 16 BELANJABAB 17 MAKANAN DARI DUNIA LAINBAB 18 SULIT MENGUNGKAPKAN PERASAANBAB 19 MIMPI BURUKBAB 20 HARAPAN BARU
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan