
The way we talk represent the way we think.
its not about technics , its about mindset! …
Disclaimer :
Cerita dari series ini diangkat dari pengalaman saya pribadi , semua nama, jabatan dan instansi yang tertulis disini memiliki penyesuaian demi menjaga dan menghargai privasi banyak pihak.
Kang Den menunjuk whiteboard bertuliskan huruf Hijjaiyah “Dal”
Beliau menjelaskan secara singkat bahwa berbeda dengan public speaker lain , seorang radio announcer atau penyiar adalah sebuah profesi yang secara utama dikenal lewat pengolahan suara.
Seorang announcer harus menguasai diluar kepala teknik artikulasi , Intonasi , aksentuasi gabungan dari itu semua akan melahirkan karakter yang solid sehingga announcer bisa memiliki ciri khas atau identitas sehingga mereka layak disebut sebagai radio personality.
Banyak orang menilai aku memiliki aksentuasi yang khas , timbre suara aku tipis sehingga suara yang dihasilkan tinggi namun hal itu tidak dikelola dengan benar sehingga saat aku mengeluarkan suara jadinya cempreng dan sakit saat didengarkan ditambah lagi efek gagap yang aku alami.
Walalupun aku sudah berlatih bertahun - tahun untuk berbicara sendiri di depan cermin, mengikuti les vocal bahkan sempat mencoba ngerap.. iya aku tertarik dengan musik hiphop dan sempat ngerap.
Rapping membantu untuk mengakomodir kesulitanku berbicara, namun ada efek sampingnya, bicaraku kadang menjadi terlalu cepat.
Bayangkan suara tipis nan cempreng dengan tempo berbicara cepat jadinya mbrebet.
Singkat kata walaupun suara aku memiliki ciri khas , ada aksentuasi di situ tapi secara intonasi dan artikulasi aku payah.
Kang Den mencoba mengajarkan aku teknik artikulasi yang baik dan benar dengan metode yang cukup unik sebenarnya.
“ Coba deh saat lo ngucapin huruf D sama kayak lo ngucapin Dal ini penempatan lidahnya” ucap Kang Den.
“Ulang lagi dari awal semua skrip lo, Tung bantuin Aswin ya” pungkas Kang Deni sambil menunjuk orang di balik monitor yang berada di depanku, namanya El , tapi orang-orang terdekatnya memanggil dia dengan panggilan Mas Tung.
El pun menjawab singkat “Siap Kang”.
Setelah itu Kang Den keluar ruangan.

Kang Den meninggalkan kami berdua di ruangan petak persegi panjang, dengan 4 unit komputer dan meja berhadap-hadapan dengan satu meja dan komputer diujung tempat ruangan kerja Kang Den.
Ruangan itu akan selalu aku kenang sebagai ruangan paling keren dan paling tegang.
Ada banyak stiker tertempel di white board menyisakan sedikit ruang di tengah untuk menulis dan kumpulan poster para musisi lokal tertempel merata di seluruh bagian temboknya, begitu ratanya hingga kami tidak melihat warna asli dari temboknya.
El adalah seorang kawan lama, aku kenal dia sejak tahun 2005, dia adalah seorang Rapper, Produser , Mentor rap dan di radio anak muda dengan tagline teenage spirit ini dia menjabat sebagai produksi.
Kami bertemu lebih dari 10 tahun yang lalu di sebuah radio anak muda lain dimana saat itu ada program acara HipHop dan El sudah menjadi Co Host plus Rapper tetap , saat itu kami masih sama-sama SMA, Kami berdua memiliki takdir dan pengalaman hidup terpisah yang dijalani masing-masing namun selalu dipertemukan dalam event komunitas hiphop atau tongkrongan yang sama.
Saat dulu kami sama-sama masih bersekolah di Sidoarjo beberapa kali aku jemput dia untuk mengantarkan ke Surabaya supaya kami bisa ngerap, saat sudah lulus SMA dan kuliah aku sering main dan nongkrong di tempat El bekerja yaitu sebuah warnet di pinggiran Surabaya pusat.
Di warnet itu selain El ada juga Loz temanku yang lain, kami selalu mendengarkan musik hiphop, El adalah book freak, dia selalu memamerkan buku barunya ke aku , buku-buku yang cukup berat mulai dari sastra sampai buku-buku ideologis.
Begitu aku mencoba peruntungan menjadi MC di acara-acara Gigs dan Pensi dia terus bekerja sehingga menempati posisi saat ini sebagai seorang production staff di Radio Teenage Spirit, dia adalah orang yang menawarkan aku lowongan sebagai penyiar di radio ini pada November 2013.
Bisa dibilang tanpa bantuan dia tidak mungkin aku bisa menjalani hal yang aku idamkan yaitu menjadi trainee penyiar di radio ini.
El berdiri, memakai baju hitam XL dengan logo Phat farm dan celana jeans gombrong.
sambil berdiri di sebelahku dia nyeletuk sambil menunjuk ke arah pintu “Eh sebat sik yok”
Kami membuka pintu yang penuh tempelan poster , beberapa dari poster itu aku masih ingat ada Endang Soekamti angka 8 the album , LA Lights Indiefest dan Coklat tertempel di balik pintu itu.
Kami pun keluar ruangan sambil menyalakan rokok, dia nyengir sambil geleng-geleng “Pin, pin..” iyap El memanggilku dengan nama panggilan pin.
“Pin coba tenang ae kalau ngomong, nafasmu diatur jangan digas terus” sambil dia menghisap rokoknya.
“koen kurang tenang pin, mesti kesusu” pungkasnya.
Kami duduk di meja depan ruang siaran, setelah El berkata seperti itu aku berpikir sangat dalam, bahawa definisi pelan yang aku maksudkan bukanlah pelan dalam definisi yang orang ketahui, pelan tetapi tidak tenang hasilnya akan sama saja, outputnya tidak akan bagus.
The way we talk represent the way we think.
El membuatku menyadari satu hal bahwa agar kita bisa berbicara dengan baik maka pikiran kita juga harus berpikir dengan baik dalam hal ini harus tenang.
its not about technics , its about mindset! dan obrolan singkat siang itu aku tanam dalam-dalam di otakku.
Kapanpun aku harus berbicara adalah saat dimana aku harus berbicara dengan tenang, ini bukan tentang tempo tapi cara kita berpikir, semakin tenang pikiran kita semakin banyak ruang di otak kita untuk mengatur omongan kita,
dan hal itu aku pegang sampai detik ini bahkan sampai waktu tulisan ini kubuat.
Karena itu adalah salah satu cara ampuh untuk bisa membantu mengatasi gagap yang aku alami.

Saat aku berkutat dengan pikiranku, sedetik kemudian aku sadar, pada saat itu A.K.A El dalam Dunia Rap adalah Eltikei sava, dan Sava dalam bahasa Ibrani memiliki arti ketenangan.
- Bersambung -
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
