Eps 3 - Eps 4 (Cia Fayd)

46
28
Deskripsi

Nikah muda atau fasilitas dicabut?

Eps 3

 

Kemeja warna navy bermotif garis tipis yang dipadu dengan celana jeans warna drak blue. Rambutnya yang emang panjang tetep aja begitu, tergerai ke depan menutupi kening. Fayd menatap tajam pada gadis cantik yang duduk di sofa depannya sana, berhalang meja persegi kecil.

“Jujur saja, Bu Anna, saya kira Cia pacarannya sama teman sekelasnya itu. Malam itu saya mengurung Cia di kamarnya. Nggak taunya anak ini kabur keluar lewat jendela. Saya sama papanya nyari ke tempat yang bahkan kita nggak tau dia bakal kemana. Pokoknya sudah dibuat pusing sama tingkah Cia. Aahh, andai saja bu Anna melihat kejadian itu.” Mama Mega menggeleng frustasi, melirik galak ke anaknya yang terlihat jengah.

“Ma, tapi malam itu kita sama-sama jatuh. Iya kak aku nindih kak Fayd karna nggak sengaja. Aku udah jelasin lho, Ma,” rengek Cia, juga terlihat frustasi.

“Kamu malam-malam di tempat sepi, pinggir jembatan. Cuma berdua saja, tiduran di jalan sambil peluk-pelukan. Kalian—”

“Dia mau bunuh diri, Om. Saya selamati dia. Makanya jatuh sampai saya nggak sengaja nyiup dia.” Fayd angkat bicara sampai memotong kalimat papa Niko.

Mami Anna melebarkan kedua mata, sampai mengingsut duduk untuk menatap anaknya. “Kamu udah nyium dia, Fayd?”

Fayd balas menatap maminya. “Aku narik dia, Mi, terus jatuh di pinggir jalan smapai aku nindih tubuhnya. Makanya bisa ciuman dan ciumannya nggak sengaja.”

“Pi, anakmu, Pi,” seru mami Anna, menarik-narik lengan suami.

Papi Tian tetap diam, mencoba memahami situasi Fayd dan Cia. Lalu menatap Niko dan Mega yang duduk di hadapannya. Selanjutnya beralih menatap Cia serta Fayd yang tak saling tatap. Kelihatan sih, kalau mereka memang tidak mempunyai perasaan apa pun. kebohongan di keduanya juga tak terlihat.

“Saya rasa memang cerita anak-anak nggak ada yang direkayasa, Pak Niko.” Putus Tian setelah lama berfikir.

Fayd dan Cia sama-sama mengangguk dengan binar kelegaan. Akhirnya setelah tidak dipercayai, ada yang bisa melihat kejujuran cerita mereka berdua.

“Kalian masih sekolah SMA, Fayd masih kelas 12, Cia masih kelas 11. Kalau pun kalian ada hubungan perasaan, jangan sampai itu mengganggu konsentrasi belajar. Tetapi akan lebih baik jika fokus ke sekolah dulu. Pacaran ada masanya sendiri,” tutur papi Tian panjang. “Jangan sampai kita menikahkan kalian dini hanya karna kesalahan kalian ya,” ngomongnya, menatap Cia dan Fayd.

“Iya, Om,” sahut Cia dengan anggukan serta binar bahagia.

“Iya, Pi.” Fayd menjawab lirih.

Sementara Anna tersenyum gemas melihat wajah imut Cia. Iya, dia dan Tian punya anak cewek. Dua kakak Fayd cewek semua dan semuanya sudah dewasa. Mengambil kuliah di luar negri dan jarang pulang.

Karna pembicaraan mereka sudah menemukan titik terang, keluarga Fayd berpamitan untuk pulang. Fayd berada dalam satu mobil dengan mami dan papinya. Dia duduk diam dengan ponsel di tangan, main game.

“Pi, Cia cantik ya. Imut banget, liat dia jadi inget sama Zeya pas masih SMP. Kalau lagi merengek, mirip banget kaya’ Cia.” Anna memuji Cia yang memang cantik, dan entah kenapa Anna sreg lihat Cia tadi.

Padahal saat Fayd dekat sama Letta dulu, Anna nggak suka. Ya, walau memang Letta juga cantik, tapi asal Letta yang tak Anna sukai.

“Sebenernya punya mantu dia juga nggak masalah sih, Pi,” celetuk Anna kemudian.

Mendengar itu, Fayd jadi mengangkat kepala. Menatap ke arah maminya yang sedikit melirik padanya. “Jan ngacau deh, Mi!” kesalnya.

Tian tertawa kecil mendengar suara kesal anak gantengnya. Dia melirik Fayd melalui kaca di kecil yang tergantung di depan. “Papi jadi punya ide, Mi.”

Anna melirik Tian. “Ide apa?”

“Kalau nilai Fayd besok dibawah 80, usai kelulusan langsung nikahin aja, Mi. Pak Niko sama bu Mega kaya’ nya juga setuju kok kalau Cia nikah muda sama Fayd.”

“Pi,” rengek Fayd di belakang sana dengan menjatuhkan punggung ke sandaran kursi.

**

“Inget ya! Kalau sampai semester dua ini mama dipanggil lagi ke BK, pilihannya ada dua. Kamu nikah muda sama Fayd dan jadi ibu rumah tangga, atau kamu pindah di SMA Prambudi sana.” Mama Mega sudah ngomel lagi, menatap jengah ke anak gadis satu-satunya yang bandel.

Cia mengerucutkan bibir, hanya bisa diam karna menjawab omelan mama di saat yang seperti ini bukanlah pilihan yang tepat.

“Habiskan waktu libur untuk belajar, perbaiki nilaimu yang merah semua itu. Hhufft … setres mama mikirin bandelnya kamu!” mama Mega beranjak dari duduk, melangkah menuju ke luar rumah mencari angin.

Cia menggigit bibir, melirik ke arah papanya yang sejak tadi lebih banyak diam. Nggak mau dengerin ceramah lagi, Cia pun beranjak berdiri dan melangkah masuk ke dalam kamarnya. Kedua mata melebar mendapati jendela kamar yang udah dipalang pakai kayu dari luar. Dan jendela itu nggak bisa dibuka.

“Aaashh, mama ….” Rengeknya dengan wajah memelas. 

Cia berdecak malas, merebahkan tubuh ke kasur menatap plafon kamar. Lalu memejam memikirkan kehidupannya beberapa hari ini yang kacau. Nggak nyangka banget bakalan dikhianati sama lelaki yang dia bela di depan mama dan papanya. Dia juga bela-belain sering bolos demi bisa pacaran bareng, jalan bareng. Aash! Akhirnya tetep aja pengorbanan itu nggak diliat.

“Cckk, cowok brengsek!” makinya mengingat senyum Virza. “Katanya badboy itu setia. Dia apaan? Gue yang penurut aja diselingkuhi! Nggak mutu banget, anjir!” 

Cia menarik anfas dalam, lalu membuangnya dengan sangat kasar melalui mulut. Sakit hati masih terasa, bayangan Virza yang mengecup pipi Asila kaya’ nggak bisa hilang dari ingatan. Aah, kan abru kemarin liatnya. Kalo sekarang udah lupa, itu kecepeten juga sih.

Klunting!

Lamunan Cia membuyar saat bunyi notifikasi chat masuk. dia menoleh, meraih ponsel yang tergeletak di atas kasur. 

[yaang, sore jalan ya. Liat tanding balapan di Buana.]

“Males, Vir! Lo kira gue nggak tau apa! Brengsek!” makinya meluapkan kekesalan.

Cia melemparkan ponsel ke kasur, mendesah kasar dan berpindah posisi jadi tengkurap. Dia kembali menangis karna sakit hati. Untung sih semalam kabur. Coba dia nggak kabur, pasti nggak bakalan tau kalau Virza ada hubungan sama Asila.

Lama Ciara diam melamun, sampai dia merasa sangat jenuh. Scrool di aplikasi sosial media, liatin postingan teman-teman satu sekolahan yang nggak penting.

Ceklek!

“Cia,” panggil mama Mega yang berdiri di ambang pintu kamar.

Cia melirik mamanya tanpa menjawab.

“Pergi ke super market sana. Beliin mama obat nyeri sekalian sama pembalut. Perut mama sakit, nggak kuat buat ke sana.” Suruh mama, mengulurkan selembar uang berwarna merah.

Cia bernajak bangun, melangkah mendekati mama dan menrima uang itu. “Sama jajan ice cream ya, Ma.”

“Hhmm,” jawab Mama sembari melangkah pergi dan menjatuhkan punggungnya di sofa ruang tengah.

**

Cia keluar dari super market yang tidak terlalu jauh dari rumahnya. Dia mendekati motornya yang terparkir di depan super market. Diam di pinggir jalan menunggu jalanan senggang. Setelahnya dia mulai menjalankan motor menyabrang jalan.

“Aaa!”

Cciit!

Cia hampir saja jatuh, sangat beruntung rem motornya sangat berfungsi. Hingga cowok yang berteriak dan menjatuhkan diri di depan motornya tak tertabrak. Dengan degup jantung yang seperti berlomba-lomba, Cia mengusap dada.

“Mas, kenapa, mas?” seseorang yang mamakai motor king berhenti. Mematikan mesin motor dan turun. Jongkok memerhatikan si cowok yang mengusap-usap tangannya yang terluka.

“Aaggh,” ringis si cowok yang duduk di depan motor Cia. “Tangan saya sakit banget.” Akunya.

Cowok yang pakai topi hitam menengadah, menatap Cia yang masih diam di atas motor. “Tanggung jawab lo! Udah nabrak orang, patah nih tangannya.” Teriaknya, menatap sangar.

Kedua mata Cia melebar. “Dia jatuhin diri, saya nggak nabrak.” Elak Cia yang tentu tak merasa bersalah.

Si cowok yang masih memegangi lengannya menoleh, menatap galak ke Cia. “Udah nabrak, kok nggak mau disalahkan? Gue laporin ke polisi ya!”

“Nggak apa-apa, laporin aja. Aku nggak takut karna aku nggak salah.” Cia memundurkan motornya sedikit, kembali memutar gas, tapi si cowok yang pake topi menghadang jalan. Tepat di depan motor Cia.

“Tinggalin duit buat biaya berobat dia, lalu lo boleh pergi!” perintah si cowok.

Tak ada rasa takut, Cia justru membalas tatapan cowok itu. “Oh, jadi ini modus baru?” dia menoleh ke kiri kanan. “Tolong! Tolong! Tolong!” teriak Cia.

Iya, ada yang datang nyamperin, tapi sayangnya mereka adalah gerombolan dari dua orang yang mengganggunya. Bukan para warga atau orang baik yang kebetulan lewat. Cia mulai panik saat sekarang ada empat cowok berandal yang mengelilinginya.

“Awalnya Cuma minta duit seikhlasnya buat berobat, tapi karna lo nantangin. Mending tinggalin motor lo, lalu lo bisa bebas.” Si cowok yang pura-pura terluka bicara. Cckk, bahkan dia juga masih berpura mengusap lengannya yang baret-baret.

Cia menggelengkan kepala. “Gue bakalan tabrak kalian kalau sampai kalian maksa!” balas Ciara dengan tangan yang makin erat menggenggam stang motor.

“Cckk, bagus juga nyalinya.” Cowok yang ada di belakang Ciara menggenggam besi motor.

“Cantik, pasti masih perawan.”

“Susunya kecil, pasti belum pernah diremes.”

“Karna lo keras kepala, mending puasin kita sekalian deh, dek.”

Untuk urusan yang seperti ini, Ciara mulai ciut nyali. Bayangin deh, mereka berempat dan dia Cuma sendirian. Ciara menggelengkan kepala.

“Aaa! Lepasin! Lepasin!” teriak Cia ketika tangannya ditarik. Cowok yang lain memutar kunci motor, membuat mesinnya mati.

“Bawa masuk ke gudang aja!” perintah si cowok yang pakai topi.

“Pliis, lepasin! Lepasin gue! tolong! Tol—eeggh!”

 

Eps 4

 

“Cckk, sialan! Brengsek!” 

Umpat seorang cowok yang sejak tadi diam, duduk di atas sepeda sembari meneguk minuman kaleng. Iya sih, sejak tadi udah lihat si Cia yang muncul dari jalan belokan sana. Lalu ada cowok yang emang sengaja banget menjatuhkan diri di depan motor Ciara. Pokoknya Fayd udah pura-pura buta, pura-pura budeg. Aahh, tapi liat Ciara yang digotong jiwa pahlawannya meronta juga.

Fayd melemparkan kaleng minumnya ke tumpukan sampah yang ada di pinggir jalan. Dia melangkah lebar menuju ke arah lelaki yang menuntun motor Ciara.

Bhukk!

Tanpa banyak bacot Fayd menendang tubuh si cowok. Lalu motor matik warna putih itu jatuh tergelimpang karna yang tuntun juga jatuh.

“Bajingan!” umpat si cowok yang lehernya penuh dengan gambar.

“Sampah banget hidup lo! Jadi brandal jalanan nggak masalah, tapi bukan jadi sampah juga kali. Ciih!” Ejek Fayd. Lalu meludah ke samping.

Cowok dengan leher bergambar itu beranjak bangun. Memegangi sisi perutnya yang jadi nyeri karna tendangan Fayd tadi. Dia menyunggingkan senyum, kedua tangan mengepal dan mulai pasang kuda-kuda.

Berlari maju, lalu menyerang Fayd. “Aaa!” teriaknya ketika satu tangannya dicekal, lalu dipelintir. Dia jatuh ke aspal saat Fayd menjegal kaki dan memukul sisi kepalanya. 

Fayd membiarkan saja cowok itu meringis dengan kaki dan tangan yang sepertinya sih retak. Memilih berlari mengejar tiga cowok yang sudah menggotong Ciara entah ke arah yang mana. Bisa-bisanya kan, si Ciara lewat jalan sepi dan area pasar yang udah lama dikosongkan begini? Nyari masalah emang!

“Aaa! Jangan!”

Teriakan yang samar, masuk ke pendengaran Fayd. Fayd diam, konsentrasi untuk mendengar suara itu.

“Tolong! Bajingan kalian!”

Yakin jika suaranya ada di sebelah selatan, Fayd berlari cepat.

Brak!

Tiga lelaki yang ada di dalam ruko kosong itu menoleh bersamaan. Kedua mata Fayd melebar melihat Ciara yang sudah ditidurkan di lantai kotor dengan keadaan yang kacau.

“Siapa lo?!” teriak salah satu cowok.

“Kalian sampah, anjing!” umpat Fayd. Dia paling benci liat lelaki yang beraninya main keroyokan sama cewek. 

Lalu perkelahian tiga lawan satu itu menjadi tontonan Ciara yang sudah menangis di pojokan. Awalnya pengen kuat, pengen nunjukin kalau dia itu bukan cewek lemah. Nggak taunya ternyata preman itu bawa bala. Aahh, sial memang!

Menit berlalu, Ciara menengadah, menatap bayangan yang berdiri di depannya. “Kak Fayd,” serunya, dengan bulir yang kembali menetes di pipi.

Fayd meringis dengan kedua tangan yang berkacak pinggang. Perutnya terasa nyeri dan dia lelah ngelawan preman-preman tadi. Wajahnya sudah penuh luka, punggung tangannya pun mengeluarkan darah karna adu jotos.

“Lo tadi nggak diapa-apain, kan?” tanya Fayd dengan suara lelahnya.

Ciara menggeleng ragu. Tadi udah sempet dipegang-pegang dadanya sama mereka. Bahkan kaos yang dia pakai sudah hilang entah kemana. Sekarang dia Cuma pakai tengtop tipis yang warna BH-nya keliatan dari luar. Tapi dirasa itu tetap nggak apa-apa karna fayd datang menolongnya. Ciara menatap wajah Fayd yang bibirnya sobek.

“Kak, lo butuh ke klinik?” tanya Ciara.

Fayd menggelengkan kepala, dia melepaskan kaosnya, mengurlukan ke Ciara. “Pake ini,” suruhnya, karna tau kalau Ciara telanjang.

Ragu, tapi Ciara tetap menerimanya. “Tapi lo jadi telanjang.”

“Dari pada elo yang telanjang.” Sahut Fayd, dia ngeloyor keluar dari ruko dengan tangan yang mengusap pelan sudut bibirnya.

“Itu, pak! Mereka mesum di dalam!” 

Baru saja akan melangkah keluar, Fayd sudah dikagetkan dengan banyaknya orang yang berbondong menuju ke arahnya.

“Itu, Pak, dia nggak pakai baju!” salah satu pereman yang tadi dia habisi di dalam ruko menuding ke arahnya. “Tadi sempat kita pergoki. Kita berniat baik, eh malah dia ngelawan. Makanya kita gebukin dia tadi.”

Fayd menuding galak. “Bajingan! Jangan ngelempar tai, Ashu!” teriak Fayd, tak terima.

“Ya Allah ….”

“Astagfirullah ….”

**

Di sini, di aula yang tak jauh dari pasar kosong itu. Fayd yang tak mamakai baju duduk tepat di samping Ciara. Tadi ada bapak-bapak yang nawari jaketnya untuk Fayd pakai, tapi Fayd menolak karna jaketnya bauk.

Tak lama papa Niko datang, kedua mata langsung melebar melihat rambut Ciara yang awut-awutan. Apa lagi anak gadisnya sudah pakai kaos milik Fayd.

“Pa,” rengek Ciara dengan wajah memelas.

“Orang tuanya yang gadis, Pak?” tanya salah satu bapak-bapak yang berdiri di depan Fayd.

Niko mendengus menatap anaknya. Dia mengangguk lalu memijat kepala. Iya, benar kata istrinya. Pusing menghadapi Ciara yang setiap hari buat masalah. Ada aja sesuatu yang bikin naik darah.

“Astaga, Fayd,” pekik mami Anna begitu melihat anak gantengnya nggak pakai baju. Terlebih melihat wajah babak belur anaknya. Beruntung di punggung tangan Fayd sudah dibalut dengan kain kasa.

“Menurut keempat saksi, dua anak ini berbuat mesum di ruko kosong di dalam pasar sana.” Tutur seorang bapak-bapak yang berkumis.

“Mereka bohong.” Fayd menyahut cepat dengan lirikan tajam.

“Kamu kenapa nggak pakai baju? Dia juga, kenapa pakai baju kamu? baju dia kemana?” bapak yang lain menyangkal.

“Dia mau dilecehin, saya ini nyelamatin. Saya digebukin sama empat ornag tadi makanya bisa sampai terluka begini.” Fayd membela diri.

Cia mengangguk. “Iya bener. Kita nggak mesum. Dia nyelamatin saya.”

Niko mengangguk. “Terima kasih untuk info ini, Pak. Kami para orang tua akan menyelesaikan masalah ini di rumah.”

“Lho, di sini ada aturannya, Pak. Nggak bisa asal pergi begitu saja.”

Anna menyerahkan kartu nama. “Ini alamat kantor suami saya. Orang tua si lelaki. Bisa bicarakan dengan suami saya melalui via telpon untuk aturan di kompleks sini.”

Si bapak yang baru saja bicara itu menatap lekat kartu nama berwarna cream di tangan. Sangat jelas tertera nama perusahaan beserta sebuah nama yang tak asing. 

Buxel group

Vicent Zetian Buxel

“Ini … tuan Tian?” tanya si bapak, menatap Anna dengan wajah terkejut.

Anna mengangguk santai. “Iya, Tian nama suami saya. Pabrik kertas yang ada di belakang pasar sana, itu milik adik suami saya. Namanya Velag Buxel. Sepertinya warga sini ada beberapa yang bekerja di sana.”

“Iya, saya baru sebulan kerja di sana.” Ada yang menyahut, di belakang sana.

Si bapak yang paling berseangat membungkukkan badan. “Maaf, saya benar-benar nggak tau kalau ini keluarganya tuan Tian.”

Melihat semua mengenal siapa papi-nya, Fayd beranjak dan langsung ngeloyor pergi menuju ke mobil mamanya. Langsung masuk ke dalam mobil, dia males dengrin mereka mendrama.

**

Tian menatap anak lelakinya yang bonyok di mana-mana. “Kamu beneran nggak ngapa-ngapain Ciara kan, Fayd?”

Fayd menatap jengah. Ini sudah pertanyaan yang entah keberapa. “Pada nggak percaya banget sih?” lalu meringis dengan mulut yang ia gerak-gerakkan. Sudut bibirnya sobek, perih pastinya.

“Mami juga nggak tau, baru kemarin ketahuan mesum sama Cia. Baru diomongin pagi. Kok sorenya udah bikin ulah lagi. Ulahnya juga sama, mesum lagi. Astaga … nggak tau lah, Pi.” Anna menatap kesal ke Fayd. Menjatuhkan punggungnya ke sandaran sofa dengan cukup kasar. “Tarik aja semua fasilitasnya, Pi.”

“Mi—”

“Nikahi Ciara atau semua fasilitas yang kamu pakai papi tarik?”

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya Eps 5-6 (Cia - Fayd)
41
26
“Astaga … kalian mesum lagi, kan? Udah ketahuan beberapa kali masih aja mau nyangkal. Mami juga nggak percaya sama cerita kalian berdua. Sekarang mami udah liat sendiri kalau emang kalian mesum.” Teriak mami Anna yang sudah berdiri di ambang pintu.
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan