Sebening Embun (Part 3)

18
0
Deskripsi

Part 3 Permohonan

Part 3 Permohonan

 

Pagi ini rumah besar keluarga Juragan Prabu Kusumawardhana didatangi utusan dari keluarga Rajendra yang bermukim di desa bagian utara. Kabar burung terdengar dulunya kedua belah pihak menjalin kekerabatan yang erat dari keturunan keluarga terdahulu.

Juragan Prabu sendiri menjamu para tamu utusan keluarga tersebut di balai tengah. Ketika Embun ditugaskan menyuguhkan minuman ke tengah mereka, Embun bisa merasakan suasana begitu tegang, terasa aneh sekali, bukankah seharusnya pertemuan yang lama sudah ndhak terjadi menjadi hangat karena dulunya kedua belah pihak keluarga menjalin hubungan yang baik.

Setelah menyuguhkan minuman itu Embun undur diri beranjak meninggalkan balai tengah.

Langkah Embun menyusuri lorong rumah menuju bilik dapur. Namun, sayup-sayup ia mendengar obrolan para abdi pelayan yang sedang berkumpul.

"Firasatku ndhak baik tentang utusan dari keluarga Rajendra yang datang ke rumah ini."

"Apa mungkin ini sudah saatnya, mengingat usia Ndoro Ayu sudah 22-tahun."

Kening Embun mengerut, sungguh ndhak mengerti apa yang abdi pelayan itu bicarakan dan apa kaitannya tentang kedatangan utusan keluarga Rajendra dengan Ndoro Nuria?

Embun melanjutkan langkahnya, hingga kembali bertahan ketika melintasi pelataran belakang, bisa Embun lihat Ndoro Nuria duduk seorang diri di atas dipan kayu memandang lurus ke arah perkebunan.

Embun pun memutuskan menghampiri sang Ndoro, berdiri tidak jauh seraya menyapa lembut.

"Pagi Ndoro Ayu."

Ndoro Nuria menoleh tanpa menjawab sapaan Embun, memilih memandangi arah perkebunan kembali.

Embun menggigit bibirnya, semakin bingung dengan situasi ini, ketika ia menyuguhkan minuman di balai tengah suasana terasa tegang di sana dan kini Ndoro Nuria pun terlihat nampak muram yang biasanya Ndoro Nuria selalu menyambut pagi dengan ceria serta senyuman yang menghiasi wajah ayu beliau.

"Ndoro Ayu baik-baik saja?" tanya Embun memberanikan diri yang kembali tidak mendapatkan jawaban. Memang sungguh lancang dirinya mungkin Ndoro Nuria ingin sendiri tanpa tergganggu oleh siapa pun.

"Ngapunten Ndoro kehadiran saya mengganggu Ndoro, kalau begitu saya undur diri." Embun membungkuk memutar tubuhnya berniat untuk pergi.

"Apakah mereka masih di sana bersama romoku?" tanya Ndoro Nuria menghentikan langkah Embun yang memutar kembali tubuhnya menghadap sang Ndoro.

"Inggih Ndoro Ayu."

"Kamu mendengar apa yang mereka bicarakan?"

"Ngapunten Ndoro, saya ndhak mendengar apa pun."

Ndoro Nuria menghela napasnya seraya tertunduk sedih membuat Embun prihatin dan penasaran apa yang sebenarnya mengusik kegelisahan hati Ndoro Nuria.

"Ini buruk, sangat buruk, yang membuatku ketakutan sekali," lirih Ndoro Nuria hingga Embun kali ini lebih mendekat dan tanpa disuruh duduk di samping Ndoro Nuria.

"Apa maksud Ndoro toh, saya ndhak paham, memang apa buruk Ndoro dan membuat Ndoro takut?"

Atau semua kegelisahan hati beliau datang dari utusan dari keluarga Rajendra?

"Di balai tengah itu mereka datang untuk meminta harga diriku."

Deg, pupil Embun melebar, jadi kedatang mereka berniat ndhak baik, pantas saja suasananya begitu ndhak biasa.

"Aku akan dipaksa menjadi pengantin perempuan salah satu putra keluarga mereka."

"Apa Ndoro!"

"Ya, perjanjian ini sudah lama ketika kami kecil. Kami dijodohkan kedua belah pihak keluarga. Awalnya Romo antusias dengan perjodohan ini. Namun, karena sesuatu terjadi di keluarga itu membuat Romo ragu dan memutuskan hubungan kekerabatan. Sungguh ndhak disangka mereka ingat dengan janji yang sudah lama dan kini menagihnya."

"Ndoro berhak menolaknya."

"Bagaimana bisa toh Embun, tradisi ndhak membenarkan mengingkari janji yang sudah disepakati. Maka akan berdampak buruk bagi keluarga ini dan lebih kutakutkan juga berdampak pada tanah desa ini. Namun, untuk menikah dengan lelaki cacat itu..."

Deg, Embun membeku mendengar kalimat terakhir yang keluar dari bibir Ndoro Nuria.

"Putra yang dianggap melindungi pengkhianat dulu telah menerima hukumannya. Lalu bagaimana biasa aku berkawin dengan lelaki yang buruk perangainya."

Embun sungguh ndhak mengerti, tapi ia mampu menangkap bahwa lelaki yang dijodohkan dengan Ndoro Nuria bukanlah lelaki baik-baik.

"Saya ndhak tahu harus berbuat apa Ndoro," bisik Embun tertunduk. Sementara dirinya hanya seorang abdi rendahan di rumah ini yang ndhak bisa ikut menentang pejodohan itu. 

"Ndhak apa-apa Embun, aku hanya ingin kamu mendengar keluh kesahku sebelum aku ndhak tinggal lagi di sini. Mungkin ini pembicaraan kita untuk terakhir kalinya."

"Ndoro jangan bicara seperti itu toh, ndhak bagus."

"Mau gimana lagi toh, aku ndhak mungkin mengorbankan keluarga dan desa ini demi keegoisanku. Aku akan menerima perjodohan meski hidupku di sana ndhak akan bahagia."

Embun mengeleng keras mencengkram jariknya sendiri.

"Ndhak boleh, Ndoro Ayu ndhak boleh menyerah, pasti... ada jalan lainnya. Saya percaya itu."


 

***

Para utusan keluarga Rajendra baru saja meninggalkan rumah besar. Embun memrperhatikan dari jendela dapur pada rombongan kereta kuda yang keluar dari gerbang rumah. Raut wajah Embun bersedih mengingat pembicaraan barusan dengan Ndoro Nuria. Kasihan Ndoro Nuria harus berkoban dan kelak tidak bahagia dalam pernikahan dengan lelaki yang buruk perangainya.

Bukankah sebelum terjadi harusnya bisa dicegah tapi bagaimana caranya? Embun sendiri dalam kabingungan dan hanya jalan buntu ia temui di pikirannya.

"Ndhuk." Sentuhan di pundak Embun menyentakannya yang menoleh ke belakang pada kehadiran Mbah Imas.

"Mbah, ada apa?"

"Juragan Prabu memanggilmu di bilik kerja beliau."

"Inggih Mbah, Embun akan segera menghadap."

Mbah Imas menyadari raut wajah Embun yang nampak pucat.

"Kamu sakit toh Ndhuk atau ada hal yang kamu pikirkan?" tanya Mbah Imas.

"Simbah ndhak tahu toh permasalahan yang sudah terjadi, utusan barusan yang datang telah membuat hati Ndoro Nuria gelisah."

"Tentu Mbah tahu, Namun, mau gimana lagi toh Ndhuk ini tentang perjanjian yang ndhak bisa diingkari."

"Ndhak ada cara lainkah untuk menolak perjodohan itu? karena... karena Ndoro Ayu ndhak bahagia."

"Ndhak bisa Ndhuk. Ndoro Nuria harus berkorban demi kesejahteraan, kalau ndhak maka akan ada perpecahan yang bisa turut merugikan masyarakat desa."

Memang benar apa yang dikatakan Simbah. Namun, Embun rasanya ndhak rela bila Ndoro Nuria harus hidup dalam lingkaran kesengsaraan.

"Ya sudah segeralah ke bilik kerja, Juragan Prabu sudah menunggumu."

"Inggih Mbah." Langkah Embun lesu menuju bilik kerja sang Juragan besar. Sebelumnya Embun memberi salam yang diminta masuk Juragan Prabu yang berada di dalam bilik.

Kini Embun duduk bersimpuh di lantai di hadapan Juragan Prabu yang duduk di kursi terpisah meja. Sesaat suasana terasa hening sebelum Juragan Prabu bicara.

"Bagaimana kabarmu hari ini Embun?"

"Inggih Juragan, Baik."

Kembali terdiam Embun bisa mendengar Juragan Prabu mengambil napas yang dalam lalu menghembuskannya.

"Barusan utusan keluarga Rajendra datang dari desa bagian utara. Keluarga itu semakin sangat disegani di sana karena kedudukan dari Juragan Rajendra telah beralih di bawah pimpinan putra pertama beliau. Maksud kedatangan mereka menagih janji yang sudah terlanjur disepakati di kedua belah pihak keluarga di masa lalu untuk meminta putriku dijadikan pengantin perempuan untuk putra mereka. Kamu tahu Embun rasanya hatiku ndhak rela mengikhlaskan putri satu-satunya harus direnggut paksa dariku."

Embun semakin tertunduk bisa merasakan kesedihan mendera sang Juragan Prabu.

"Maka dari itu aku meminta sesuatu darimu, demi putriku."

Embun mengangkat wajahnya menatap binar permohonan di manik mata Juragan Prabu.

"Apa yang Juragan minta dari saya?"

"Maukah... kamu menggantikan posisi putriku sebagai pengantin perempuan untuk putra keluarga Juragan Rajendra? Aku mohon." Juragan Rajendra bersimpuh di lantai dan bersujud pada Embun.

Tubuh Embun membeku, lidahnya kelu tanpa bisa bicara. Rasanya barusan saja dirinya disiram dengan lahar yang panas yang seketika melepuhkan jiwanya.


 

Tbc

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya Sebening Embun (Part 4)
20
3
Part 4 Pengantin Pengganti
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan