
1. Marcus Abeforth
1. Marcus Abeforth
Semua karyaku tersedia dalam bentuk ebook, pdfdan juga tersedia di karyakarsa. Mampir ya, jangan lupa dukungannya. Akun karyakarsa-ku AokiRei sama dengan nama akun wattpadku. Yang mau beli pdf bisa kontak di no 081917797353
Jangan lupa tinggalkan jejak yah. Happy reading
🩷🩷🩷🩷
“Kenapa kau terlihat sangat senang, Alexa?”
Alexa menoleh menatap Marcus yang menatapnya dengan kening berkerut. Sangat khas Marcus sekali. Adiknya itu selalu saja tahu jika ada sesuatu yang aneh dalam pikirannya.
"Kenapa sekarang kau cemberut?" Marcus kembali bertanya begitu melihat perubahan raut wajah Alexa.
“Tidak bisakah sekali saja kau berpura-pura tidak tahu apa yang sedang aku pikirkan, Marcus?”
“Siapa bilang aku tahu apa yang sedang kau pikirkan?”
Alexa mendengkus. Ia tahu Marcus tengah menggodanya tapi tetap saja ia dibuat kesal oleh tingkah pria itu.
“Jadi apa yang sedang kau pikirkan?”
Alexa kembali menatap keramaian yang ada di hadapannya, pesta dansa yang entah sudah berapa kali dihadirinya namun tidak kunjung mendapatkan pria yang ingin dinikahinya.
Jika dipikir lagi sebenarnya Alexa bukan belum mendapatkan pria yang diinginkannya hanya saja pria yang saat ini benar-benar diinginkannya terlalu sulit digapai, apalagi pria itu dengan tegas mengatakan bagaimana hubungan mereka seharusnya berjalan.
Menyakitkan sudah pasti, tapi Alexa tidak bisa mengutarakan apa yang dirasakannya secara langsung. Ia tidak ingin pria yang disukainya memilih meninggalnya, jadi ia hanya bisa bersikap acuh seolah-olah ia tidak peduli dengan apa pun yang pria itu katakan, bahkan ia harus menahan rasa cemburu setiap kali pria itu bersama wanita lain.
"Kau melamun lagi. Apa sebenarnya yang kau pikirkan, Alexa?" tegur Marcus ketika mendapati Alexa tidak menjawab pertanyaan tapi malah terlihat melamun.
Alexa kembali menatap Marcus. Masalahnya tidak boleh diketahui Marcus. Ia harus lebih mengutamakan Marcus dari darinya. Bagaimanapun juga Marcus adalah penerus keluarga. Pria itu harus menikah dan menemukan wanita yang dicintainya. “Marcus...”
“Hhmm.”
"Apakah kau belum berpikir untuk menikah?" tanya Alexa. Melihat Liam dan Liana menikah membuatnya membayangkan hal sama terjadi pada Marcus. Pasti kedua orang tua mereka akan sangat bahagia karena Marcus adalah penerus keturunan.
“Kenapa kau tiba-tiba bertanya seperti itu?”
"Karena selama ini aku tidak pernah melihatmu dekat dengan wanita manapun. Maksudku kau selalu menghadiri season setiap tahunnya tapi selama itu aku tidak pernah melihatmu dekat bahkan bergaul dengan wanita selain aku dan teman-temanku," alis Alexa berkerut. “Kau bukan tidak suka wanita, 'kan?”
"Apa maksud pertanyaanmu itu?" Marcus balik bertanya. Ia benar-benar tidak mengerti arah pertanyaan Alexa karena ini untuk pertama kali ada orang yang bertanya seperti itu padanya.
“Maksudku kau bukan penyuka sesama jenis, 'kan?”
Marcus menyentil kening Alexa. Ia mengabaikan ringisan kesakitan Alexa karena perbuatannya. Salah Alexa sendiri karena begitu berani berpikir seperti tentangnya, membuatnya kesal saja.
“Kenapa kau menyentil keningku?”
“Seharusnya aku memukul mulutmu dan menarik lidahmu karena berani menuduhku seperti itu.”
Alexa menjauhkan tubuhnya sambil menutupi mulut dengan kedua tangan. “Teganya kau berpikir akan melakukan hal itu padaku.”
“Salahmu karena bicara omong kosong.”
“Aku hanya bertanya.”
"Bertanya?" Marcus mendengkus. “Aku justru merasa kau sedang menuduhku.”
“Hei, tolong bedakan bertanya dan menuduh.”
“Jika kau yang bicara maka arahnya sama saja.”
"Dasar menyebalkan. Percuma saja aku membela diri darimu," Alexa merengut. “Jadi sekarang jawab pertanyaanku. Kau masih normal, 'kan? Kau menyukai wanita, 'kan?”
“Tentu saja aku masih sangat normal.”
“Tapi kenapa kau tidak pernah terlihat terlibat dengan wanita?”
“Karena belum ada wanita yang membuatku tertarik.”
Alexa memajukan wajahnya untuk mengamati wajah Marcus dari dekat. “Benarkah seperti itu? Tidakkah kau ingin menikah seperti Liam dan juga Liana?”
Marcus mendorong wajah Alexa menjauh darinya. “Setiap orang pasti ingin menikah tapi tidak semua orang bisa menemukan pasangan yang tepat seperti orang lainnya. Kau juga tentu ingin menikah, bukan? Jadi daripada kau terus memikirkanku, lebih baik kau segera menikah karena kau itu wanita.”
“Jangan bilang kau mencurigaiku menyukai sesama jenis juga.”
“Aku tidak pernah berpikir seperti itu. Kau sendiri yang mengatakannya, atau jangan-jangan kau sendirilah yang penyuka sesama jenis.”
“Kau tahu bagaimana aku selama ini.”
Marcus mengangkat bahu acuh. Ia memang tahu bagaimana Alexa menjalani hidupnya selama ini. Sejujurnya Marcus tidak terlalu suka dengan pilihan Alexa itu, tapi ia tidak bisa melakukan protes lebih karena ia menghargai cara Alexa menikmati hidupnya karena setiap orang punya pilihannya masing-masing. “Bisa jadi hal itu sengaja kau lakukan untuk menutupi jati dirimu yang sebenarnya.”
Alexa menatap Marcus seperti orang bodoh. Ia tidak menyangka Marcus akan berpikir seperti itu tentangnya.
"Tidak ada yang tidak mungkin bukan?" lanjut Marcus acuh.
Alexa menghentakkan kedua kakinya di lantai dengan kesal. “Kau benar-benar menyebalkan Marcus. Bisa-bisanya kau berpikir seperti itu tentangku.”
“Aku hanya mengungkapkan apa yang aku pikirkan.”
"Terserah kau saja. Dasar perjaka tua," Alexa menggerutu lalu berlalu meninggalkan Marcus yang tertawa melihat tingkahnya.
Marcus menghargai kekhawatiran Alexa tentang dirinya. Abigail, sang mama dan Cedric, sang papa juga sudah kerap kali mengingatkannya untuk menikah, tapi Marcus tahu menikah tidak sesederhana yang orang-orang pikirkan. Menikah bukan hanya tentang mengikat janji suci di hadapan Tuhan, lalu memiliki anak untuk meneruskan garis keturunan. Baginya menikah adalah tentang dua hati yang saling mencintai, saling menyayangi dan dua hati yang memiliki tujuan hidup yang sama.
Marcus menginginkan sebuah pernikahan seperti pernikahan kedua orang tuanya, penuh cinta dan keharmonisan, namun sayangnya sampai saat ini ia tidak kunjung menemukan wanita yang bisa menarik perhatiannya.
Bukan karena tidak ada wanita yang mendekatinya. Siapa yang tidak mengenal Marcus Abeforth? Ada begitu banyak wanita yang mendekati Marcus karena ia merupakan salah satu pria paling potensial untuk dijadikan calon suami. Tapi begitulah, dari sekian banyak wanita yang mendekatinya, belum pernah ada satupun dari mereka yang menarik perhatian Marcus. Alhasil ia masih betah melajang sampai saat ini.
“Dasar perjaka tua.”
Marcus terkekeh mengingat gerutuan Alexa tentangnya. Jika orang lain yang mengatakannya ia pasti akan marah, tapi Alexa selalu menjadi pengecualian untuknya, kakaknya itu selalu memiliki ruang khusus di hatinya.
“Dasar perjaka tua.”
Marcus menoleh dan menatap pria di sampingnya dengan kesal. Entah sejak kapan Lawrence berada di sebelahnya dan mendengar apa yang dirinya dan Alexa bicarakan. “Sejak kapan kau ada disana?”
Lawrence tersenyum lebar. “Sejak Alexa meragukanmu.”
“Aku tidak seperti yang kau pikirkan.”
“Aku tahu tapi mendengar keraguan Alexa, aku mulai ikut meragukanmu, apalagi kau jelas-jelas masih perjaka sampai saat ini.”
Marcus mendengkus. “Jangan karena aku masih perjaka kau berpikir aku memiliki kelainan seperti yang kau dan Alexa pikirkan. Aku perjaka karena memang tidak ada wanita yang membuatku tertarik. Sesederhana itu alasannya.”
“Justru karena tidak ada wanita yang membuatmu tertariklah aku mencurigai kenormalanmu itu.”
Marcus melipat kedua tangan sambil menatap Lawrence kesal. “Aku tidak mengerti kenapa aku harus berurusan dengan orang cabul sepertimu.”
Lawrence menunjuk hidungnya. “Aku? Kau mengataiku cabul?”
“Siapa lagi kalau bukan kau? Disini cuma ada kau.”
"Dasar kau perjaka tua," gerutu Lawrence lalu berlalu meninggalkan Marcus yang menatap kepergiannya dengan senyum lebar di wajahnya karena berhasil mengusir Lawrence. Salah Lawrence sendiri karena berani mengusiknya.
🩷🩷🩷🩷
17062025
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
