
Apapun pertengkaran yang terjadi, pada dasarnya ikatan antara anak dan orang tua tidak akan pernah terputus. Indomie selalu bisa menciptakan kenangan tapi dalam kondisi ini, Akankan Indomie bisa menyatukan hubungan Ayah dan Anak yang sudah retak sejak 16 tahun lamanya?

Mata bapak mulai memerah, wajahnya mengeras seakan sedang mencoba menahan amarah di dalam hatinya.
“Tidak perlu pak!” tegasku menepis sepiring full Indomie goreng dengan campuran jeruk nipis dan cabai merah di atasnya.” Aku tidak lapar.” lanjutku tanpa mau mendengar sedikit pun penjelasan yang dia lontarkan.
“Bapak sudah masak buat kamu, makan dulu.” ucap pria berusia 55 tahun itu menekan nada suaranya.
Aku tak bergeming, tanpa basa-basi aku langsung meninggalkannya.
Semenjak bapak berpoligami, hubunganku dengannya tidak lagi mulus. Setelah 16 tahun, baru bapak mencoba untuk memasuki duniaku tapi sudah terlambat. Bagiku tidak ada kata maaf.
***
Embun pagi secara serentak menghantam dedaunan seperti layaknya serdadu dalam pertempuran. Aroma segar sedikit tersamarkan dengan aroma lezat Indomie goreng yang sebenarnya merupakan varian favoritku. Namun karena tempo hari Bapak yang membuatnya, aku jadi tidak berselera.
“Makan dulu nak.” ucap Ibu menyodorkan sepiring Indomie goreng lengkap dengan toping telur setengah masak di atasnya.
Mataku berbinar seperti baru saja menang undian. Dengan semangat aku menyeruput helai demi helai mie dengan tekstur kekenyalan yang bisa dibilang sempurna. Perpaduan pedas, manis dan asamnya jeruk nipis membuat lidah seakan bergoyang. Namun ada yang beda dari Indomie buatan Ibu kali ini.
“Ini Ibu yang masak?” tanyaku spontan.
Untuk sesaat wanita paruh baya yang sangat suka mengenakan daster berwarna hijau itu terdiam.
“Bu? Kok diam.”
“Bukan nak.” jawabnya lembut.
“Loh, lalu siapa Bu?”
Wanita yang sejujurnya sangat menginginkan hubunganku dengan Bapak membaik itu lantas menundukkan pandangannya.
“Tadi Bapakmu ke sini.”
Aku mengerutkan kening, dari ucapan Ibu aku sudah bisa menerka kalau Indomie itu adalah buatan Bapak.
“Aku tidak mau makan!” seruku dengan nada emosi.
“Cukup Nak, tolong maafkan Bapakmu.”
Aku melotot tidak mengerti.” Tapi mengapa Bu? Bapak kan sudah menghianati Ibu!”
Mendengar nada suaraku yang mulai meninggi, mata Ibu seketika berkaca-kaca.
“Nak, meski Bapakmu pernah berbuat salah namun dia tidak pernah meninggalkan tanggung jawabnya. Dia selalu menafkai Ibu dan kamu.”
Bibirku seperti baru saja dilakban, mendadak tidak bisa berkata apa-apa. Di tengah perdebatanku dengan Ibu tiba-tiba anak Bapak dari istri keduanya menelepon.
Setelah kurang lebih 10 menit, Ibu kemudian menutup pembicaraan. Raut wajahnya menyiratkan kesedihan serta kecemasan yang mendalam.
“Bapak di rumah sakit Nak, kita harus segera ke sana.”
Seperti baru saja ditimpa beban ribuan kg, kakiku seketika lemas. Meskipun aku marah sama Bapak tapi bukan berarti aku tidak menyayanginya. Lagian sejak kecil aku sangat dekat dengan beliau bahkan sejak dulu aku selalu memiliki impian untuk memiliki suami seperti Bapak.
Sepanjang perjalanan, aku tidak berhenti menangis. Kupikir jika Tuhan masih memberi kesempatan, aku berjanji akan memanfaatkannya dengan semaksimal mungkin untuk memperbaiki hubunganku dengan Bapak.
“Permisi atas nama Pak Husain.”
“Anda siapa?” tanya salah seorang petugas di bagian administrasi.
“Saya Putrinya.”
“Oh, silahkan beliau masih di UGD.”
Aku mengangguk dan dengan secepat kilat menuju ruangan yang terdiri dari beberapa tempat tidur yang ditaruh di antara sekat gorden berwarna putih.
“Bapak di sini Kak.” Ucap seorang remaja yang kuperkirakan masih berusia 17 tahun.
Well, jujur aku tidak terlalu mengenal saudara yang lahir dari rahim yang berbeda denganku itu. Ada sedikit rasa tidak senang melihat Raf, tapi segera kutepis lantaran ini benar-benar bukanlah moment yang tepat untuk berkelahi.
Tanpa berkata apa-apa, segera kusingkap gorden yang menghalangi pandangan. Betapa hatiku seakan sedang dikuliti, situasi di depanku sungguh membuat bathinku tercabik-cabik. Satu-persatu kuamati pernak pernik medis yang saat ini sedang membelenggu pria yang sebenarnya sangat aku cintai.
“Pak aku minta maaf.” ucapku sembari berlinang air mata.
Dan tanpa diduga ternyata Bapak mendengarnya. Dengan lembut dia mengelus hijab coklat susu yang kukenakan sembari mengucapkan hal yang sama. Adegan permintaan maaf berlangsung dengan haru.
"Lekas sembuh ya Pak.”
“Makasih Nak, Bapak istirahat dulu.”
Aku tidak pernah beranjak sedetik pun. Meski hatiku masih dikerumuni oleh rasa cemburu mengingat selama ini Bapak cenderung lebih banyak menghabiskan waktu bersama Raf. Aku tetap berbesar hati dan memberanikan diri berbicara dengan Adikku.
“Kamu pulang saja dulu istirahat. Biar aku dan Ibu yang menjaga Bapak.”
“Baik Kak, apa mau titip sesuatu?”
Aku spontan menggeleng, melihat tingkahnya yang sopan seketika hatiku tersentuh. Semenjak Ibu Raf meninggal setahun yang lalu. Sejak saat itu Bapak mulai mendekat dan mencoba menyatukan kami namun tidak pernah membuahkan hasil.
***
Mendung yang manis di bulan November. Tidak pernah terpikirkan jika sakit yang diderita Bapak justru menjadi awal hubunganku dengannya membaik. Sudah 2 minggu Beliau mengkomsumsi obat batu empedu. Kondisinya sekarang jauh lebih bagus dari sebelumnya. Hanya Dokter menyarankan untuk operasi namun Bapak belum cukup memiliki keberanian.
“Ayo masak Indomie.” Teriak Bapak dengan semangat.
Raf dan Ibu asyik bercerita di teras sedangkan aku bertingkah seperti layaknya reporter pencari berita yang baru saja mendapat informasi kalau aktor kontroversi sebentar lagi akan memulai konferensi pers.
Diam-diam aku mengikuti Bapak ke dapur sembari mencari tahu resep rahasia yang selama ini dia gunakan untuk memasak Indomie goreng.
“Kok rasanya bisa 1000 kali lebih enak dari Indomie goreng buatan Ibu?”
Pria yang sejak dulu hobby memasak itu lantas mengambil minyak yang dia taruh di dalam botol kaca bekas sirup.
“Ini bumbu rahasianya Nak.”
“Minyak goreng biasa?”
Bapak refleks tersenyum,” Bukan Nak, ini minyak bekas goreng bawang putih dan bawang merah.”
Aku mengangguk sembari terkesima. Ternyata ini yang membuat rasa Indomie goreng buatan Bapak mantap.
“Nah, pertama rebus air, masukkan Indomie, terus tuang semua bumbu ke dalam wadah. Tambahkan minyak bekas goreng bawang, cabai dan perasan jeruk nipis. Lalu tiriskan mie yang sudah matang dan campur.”
Jujur aku tidak ingin melebih-lebihkan tapi rasanya benar-benar luar biasa. Kalian harus mencobanya di rumah.
***
Aku membersihkan lantai toko tempatku bekerja sebelum jam kerjaku berakhir. Rasanya sudah tidak sabar lantaran malam ini aku dan Bapak sudah janjian untuk masak Indomie goreng lagi bersama-sama.
Saat aku menyalakan ponselku tiba-tiba Bapak menelepon namun sungguh aku terkejut lantaran bukan suara Bapak yang aku dengar melainkan suara Raf.
“Kak, kakak jangan kaget ya.” Ucapnya sembari menangis.
Seketika aku seperti baru saja dibuang dari gedung tertinggi. Beragam pikiran negatif sudah menodai pikiranku.
“Apa yang terjadi Dek? Mana Bapak?”
“Bapak sudah tidak ada, Bapak sudah meninggal Kak.”
Hancur sudah duniaku, kaki ini tidak lagi menapak bumi. Aku berteriak histeris sampai pingsan berulang kali. Beruntung sahabatku Rian berkenan mengantarku pulang.
Sepanjang perjalanan aku tidak berhenti menangis. Masih teringat jelas saat Bapak melangkahkan kakinya keluar dari rumah sakit. Aku sempat berkata.
“Kalau Bapak sakit lagi biar aku yang menjaga.”
“Insya Allah Bapak tidak akan merepotkan lagi Nak.”
Jawaban singkat yang baru sekarang aku ketahui maknanya. Ternyata hari itu adalah hari terakhir Allah mengizinkanku untuk merawat Bapak. Sayup-sayup lantunan surat Yasin mengalun merdu di telinga namun berbalut pilu.
Hangat tubuh Bapak sekarang sudah berganti menjadi dinginnya es. Pria yang selalu menyenangkan anaknya dengan membuat beragam olahan Indomie itu kini terbujur kaku. Beliau meninggal karena serangan jantung.
Sampai saat aku mengantar Bapak ke peristirahatan terakhirnya. Aku tidak pernah berhenti memohon ampun atas semua kesalahan yang beliau lakukan. Kematian adalah pemisah yang paling besar lantaran tidak ada jalan lain lagi untuk bertemu sekalipun rindu membuatmu sekarat. Namun aku bersyukur, Indomie telah menciptakan kenangan yang setiap saat bisa kuhidupkan jika aku merindukan Bapak.

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
