Kuda Hitam Part 7

2
0
Deskripsi

‘’bayangin disaat negeri kita dijajah, tan malaka dikejar, dipenjara tapi kagak lupain baca buku sama rajin nulis. Banyak banget tulisan dia mengulas perjuangan dan teori-teori ekonomi.’’ Ujar bima dengan nada sedikit pelan tetapi berapi-api.

Wahyu dan mahmud menatap wajah bima. Dia terus menjelaskan sosok tan malaka dan kiprahnya dalam memerdekkaan bangsa Indonesia. Bagi teman-temanya bima berbeda dengan guru sejarah di sekolahnya, bima selalu menghadirkan sesuatu yang berbeda, sesuatu yang tidak dipelajari diruang sekolah. 

Selepas mengaji isya, bima bergegas masuk ke kamar. Dengan terburu-buru dia menyimpan kitab di atas lemari kesayanganya. Perlahan kedua bola matanya melihat kondisi pondok miftahu salam. Bima memastikan pelarian keluar pondok malam ini aman. Mula-mula bima mengechek kondisi masjid yang banyak di isi santri menghafal ayat quran, selepas itu bima pergi ke warung, matanya tertuju melihat beberapa santri yang asik berbincang, bima juga melihat jadwal piket keamanan malam ini, sejemang kemudian bima mengambil satu ember pakaian kotor di taruh ke kamar mandi. 

Bima menyadari bahwa pondoknya beraktifitas seperti hari-hari biasa. Seusai memastikan kondisi aman, bima perlahan berjalan cepat ke halaman belakang pondok. Kedua langkah Kakinya berpacu cepat seiring dengan keyakinanya. Malam ini, bima berjanji kepada fatur dan ilham untuk segera bertemu di warung TJ. Mereka sudah saling mengerti satu sama lain, pelarian ini sudah sering mereka lakukan. Demi keamanan bersama, kini mereka berjalan sendiri-sendiri menuju tempat persembunyian. 

Bima dengan awas berjalan ketempat gelap. Jalan terjal, licin, horor, bima lewati setapak demi setapak. Dirinya memiliki zona khusus, apabila sudah melewati sungai yang biasanya dipakai santri putra berenang, baginya ini pertanda bahwa pelarianya aman. Dengan cepat bima berlari kecil, meski gelap gulita bima sudah mengenal medan pelarianya. Nafasnya terengah-tengah, matanya fokus melihat jalan takut tersandung batu. Suasana langit tak berbintang, angin malam berhembus menandakan hujan akan segera tiba. Namun, bima tak gentar. Dia tetap berjalan hingga sampai di warung TJ.

Rintik hujan datang membasahi tanah bersamaan itu sambaran petir menerangi langit yang gelap gulita. Bau tanah merah menyengat seiring tetesan gerimis yang datang secara tak diundang, angin kencang menggoyangkan semak-semak dan pepohonan, air sungai perlahan naik kepermukaan. Malam ini butiran air turun dari kelopak langit yang mulai menangis, disertai gemuruh petir mewarnai pelarian fatur seorang diri. Tanah merah yang licin membuat fatur lebih berhati-hati. Beberapa kali bayangan tentang hantu menyambangi pikiranya, isi kepalanya dipenuhi dengan sosok perempuan tua berkain putih duduk diatas batang pohon. Wajah yang seram itu terus bergelantung dibenaknya. Fatur terus berusaha menepis sugesti suara ketawa khas yang menakutkan itu.

Tiba di zona khusus, fatur berjalan penuh takut disekitar aliran sungai. Hatinya sudah tak tenang, nafasnya terengah lelah, gerimis terus turun tanpa henti. Kini pikiranya membayangkan sosok pria seram berbalut kain putih lusuh, kotor, dan meloncat-loncat. Wajah yang dipenuhi belatung itu terus berputar di kepalanya. Kini fatur berlari kecil, rasa takutnya tak main-makin. Kaki dan matanya tak fokus lagi. Dia memilih berlari kencang, sial tanah merah dicampur gerimis licin. Semakin dia berlari kencang, tubuhnya semakin tak seimbang. Bayangan seram itu terus mengendap dalam pikiranya. 

Kilatan petir menyambar langit, dijalan setapak dan licin fatur tak lari kecil lagi, kedua kakinya memilih mode kecepatan berlari kencang, bersamaan pikiranya tentang hantu, fatur lepas kemudi menyeimbangkan badanya. Tanah licin menerkam badan fatur hingga jatuh tersungkur, ia bergegas bangkit dan berlari kencang. Pikiranya sudah tak sabar ingin segera sampai, saat fatur melewati turunan jalan curam, hidungnya mencium bau hanyir kuat. Bau bangkai yang bisa membuat penciuman manusia mual. Sial, malam ini bagi fatur tak seperti biasanya. Lagi-lagi pikiranya diserang sosok wajah seram berkain putih kotor, entah melayang atau meloncat fatur sangat takut dengan hantu ini. Fatur memilih berlari kencang, berkali-kali badanya hampir jatuh, dia tetap teguh berlari cepat, satu ayun, dua ayun, tiga ayun, gedebug ! badanya jatuh, ia kembali bangkit lalu berlari, tanah merah mengotori celananya, wajahnya berkeringat bercampur air gerimis. Fatur membayangkan ada seseorang mengikuti dibelakangnya, dirinya semakin takut tak karuan. Sekejap kemudian, gedegum ! dia kembali terjatuh, dia segera bangkit. Malam ini baginya warung TJ terasa sangat jauh. 

Lidahnya ingin sekali berteriak minta tolong, jauh dalam hati fatur ingin sekali menjerit ketakutan. Sayangnya, dia memilih untuk terus berlari, tanpa lelah dicampur rasa takut akhirnya fatur sampai di warung TJ. Dirinya bergegas masuk dengan rusuh dibalut pakaian kotor, kedua tanganya lekas membuka pintu disambut wajah Bima memasang wajah heran. 

‘’lu kenapa tur ?’’ tanya Bima heran

‘’Ah, anjinglah malam ini. Goblok banget lu bim nyuruh sendiri-sendiri’’ pungkas Fatur dengan nada tinggi

‘’Heh ! kenapa ?’’ tanya ulang Bima

‘’Lu malah nanya kenapa lagi, udah tau gerimis mana gue sendirian tadi..’’

‘’lah terus kenapa ?’’ Bima terus bertanya

‘’Tailah, gue cium bau bangke dideket sungai yang pas jalan curam njing’’ jawab Fatur. 

‘’Hahaha’’ Bima tertawa

‘’Si anjing malah ketawa’’ jawab fatur dengan nada kasar

‘’Tenang bro, bukan lu aja, gue juga tadi sama pas mendung deket turunan jalan nyium bau bangke’’

‘’seriusan lu Bim?’

‘’Iya tur, merinding gue. Tapi bawa santai aja..’’

‘’Bawa santai pala lu. Gue bayangin pocong, kuntilanak njir’’

‘’Hahahahaha’’ Bima tertawa gurih

‘’Lu si bayangin hantu, gue mah bayangin siti.’’

‘’Ah si tai, mana bisa kondisi kek lagi gitu’’

‘’bisalah, eh si Ilham gimana ya di luar hujan gede’’

‘’iyanih bim, gue ngeri si Ilham juga cium bau bangke hahaha’’ Fatur tertawa berusaha menenangkan diri

‘’gue curiga si Ilham kagak datang deh’’ lanjut Fatur

‘’Kagak mungkin tur, Ilham militan’’ jawab bima dengan penuh optimisme

Bima lekas menyuruh Fatur membersihkan diri dan mengganti celananya yang penuh tanah dengan sarung. Sebagai penanggung jawab lingkar cinta, bima juga menyuruh fatur merokok terlebih dahulu. Di ruangan sederhana  itu, bima membuka beberapa buku yang menumpuk dipojok pintu. Markas besar lingkar cinta memang di dapur umi. Ia berada di ruangan paling belakang berlantai semen, berdinding bilik dan memiliki tungku api untuk memasak. Umi menyuruh pindah ke dapur dikarenakan jauh lebih aman ketimbang d iwarung depan. Meski demikian umi memberikan tikar agar mereka tak kedinginan. 

Diluar hujan, bunyi air terdengar keras diatas genting, suara petir berulang kali bima dengar, angin berkisur kencang, suara jangkrik berbunyi nyaring, semak-semak bergoyang, suasana malam semakin sepi. Bima dan fatur asik membaca buku. Asap rokok melambung ke udara, bau tembakau rokok keretek tercium khas, di malam ini ilham belum kunjung datang jua. Kedua sejoli setia mulai panik. Dalam hati bima mengendap rasa sesal, dia terus bertanya mengapa tak kabur berbarengan. Tapi bima mencoba menepis, dia meyakini bahwa patah, duka, sakit hati, harus ditanggung manusia sendiri tak bisa diwakili.

Jam di dinding sudah menunjukan pukul sepuluh. Ilham belum datang, fatur mencoba membuka obrolan kepada bima yang asik bertanya-tanya

‘’Bim, si Ilham kayanya gak dateng deh. Soalnya diluar hujan gede banget bro’’

‘’Tenang tur, ilham pasti datang kalo sudah sedikit reda. Kita sudah berkawan sejak lama, lagi pula ilham militansinya gak usah di tanya. Kita dulu berdua sering kabur malam kondisinya sama hujan juga.’’ Bima menjawab tegar

‘’seriusan lu ?’’

‘’iya, lu gak tau aja si ilham sama gue pernah jalan dua puluh kilo sama gue’’

‘’hah ? kapan itu bim lu kagak cerita’’

‘’waktu kita libur jumat, gue sama ilham sepakat buat jalan ke pantai gak pake kendaraan’’

‘’lu jalan kaki ke pantai ?’’ tanya fatur

‘’iya bro, gue jalan kaki sama ilham kabur’’

‘’lagian lu bego, naik bus cepet malah jalan kaki haha’’ Fatur menertawakan bima

‘’yeh, lu kagak tau si. Gue pernah baca hadis nabi, kalo mau liat sahabat sejati itu dari tiga waktu..’’

‘’apa aja tu bim ?’’

‘’Pas dia lagi marah, pas dia dikasih urusan duit, terakhir pas diajak jalan barengan jarak jauh. Gue liat ilham temen yang paling tulus’’

‘’ngeri juga lu bim, pake acara seleksi segala hahaha’’

‘’temen bagi gue ada dua, temen biasa sama temen sejati tur..’’

Bima asik bercerita kepada fatur sosok ilham dan militansinya. Ditengah gempuran hujan deras mereka semakin larut hingga tak sadar kini sudah menunjukan pukul sebelas malam. Tanpa bulan dan bintang, malam ini menyuguhkan butiran air tanpa henti. Berkali-kali air jatuh, berkali-kali itu juga bima yakin bahwa Ilham segera datang. Fatur merokok asik, bima masih diam termenung. 

Seketika diluar fatur mendengar deru langkah seseorang datang, tangannya bergegas mematikan rokok. Bima menyuruh teman yang kini diruangannya untuk tak mengeluarkan sepatah kata pun. bima bangkit berdiri, jari lentik tanganya membuka sedikit gorden tua, matanya memantau kearah keluar. Sial, bima tak melihat seorang pun yang datang. Hati fatur mulai panik, dia mengira ada pihak keamanan yang datang. Pikiranya membayangkan dijemput paksa lantas dihukum ketika sampai pondok. Bima berusaha menenangkan suasana. 

Rawut wajah fatur panik, rambutnya yang belum tumbuh berkeringat dingin. Bima terbawa suasana ikut panik. Bima lekas memastikan ulang, dia kembali membuka gorden tua, hatinya tiba-tiba kaget melihat seorang bertubuh kecil, berkulit hitam datang dengan baju basah kuyup. Kini dia tahu, matanya segera memberi kode fatur untuk sembunyi kebalik pintu yang tertutup. Fatur menyimpan pertanyaan besar, dia penasaran siapa yang datang ke warung TJ malam hari dalam kondisi hujan. 

Dekap langkah semakin mendekat. Bima menyuruh fatur untuk diam. Suasana dalam ruangan hening menyisakan air hujan yang semakin membesar diluar. Kepala bima berbisik pelan ke telinga fatur dengan penuh panik.

‘’si wahyu !’’ ucap bima pelan.

Fatur heran, dia bertanya-tanya adik kelasnya mengapa bisa tahu tempat persembunyian lingkar cinta. Hati bima campuraduk, pasalnya bima sudah tahu bahwa malam ini memang bagian wahyu jaga keamanan pondok. Suasana ruangan berubah menjadi tegang. Naas, telinga fatur dan bima tiba-tiba mendengar susulan deru langkah lebih banyak. Telinganya memasang tajam. Bima yakin diluar sedang tidak aman. Tetapi anehnya, bima mengenali deru langkah khas Ilham. Keadaan semakin mencekam. Jantung fatur berdebar kencang, degub nadi bima tak beraturan. 

‘’Bim, buka pintu ! ’’ teriak pelan diluar.

Fatur mengenali suara ilham. Bima menyuruh fatur diam. Pikiranya sekarang bertanya serius, apakah ini jebakan ? bisa saja ilham tertangkap keamanaan dan memancing mereka berdua lekas keluar. 

‘’Bim, buka pintu gue kedinginan’’ teriak ilham diluar

Bima dan fatur mematung diam. Dia menerka-nerka jumlah orang diluar, tanganya masih enggan membuka pintu. Namun, dengan keyakinan bima menyuruh fatur membuka pintu. Fatur menolak, dia bersikeras kepada bima untuk tidak membuka pintu. Tanpa aba-aba, tangan bima membuka slot pintu dan menghadap keluar. Syahdan ! mata bima kini melihat ilham, wahyu dan mahmud basah kuyup. 

Ketiganya bergegas masuk dan menutup pintu. Lantai semen kini basah, fatur terdiam bisu, bima memasang wajah heran. Ilham lekas membuka baju disusul mahmud dan wahyu. Suasana ruangan masih sunyi. Dibalut kaget ilham menjelaskan kronologis mengapa dia bisa membawa wahyu dan mahmud.

‘’   lu goblok banget si bim, kagak di buka-buka’’ hardik ilham

‘’yeh gue kaget oncom’’

Fatur diam. Mahmud dan wahyu tertunduk kedinginan.

‘’Sorry bim, gue bawa si wahyu sama mahmud tanpa kordinasi’’

‘’iya bim sorry, gue tadi sama wahyu jaga malem. Liat si ilham kabur, yaudah gue ngikutin’’ mahmud membuka suara

‘’ohiya lu jaga malem ya ?’’ tanya bima

‘’iya bim. Pas si ilham ditanya dia jawab mau diskusi sama lingkar cinta, yaudah gue sama si wahyu ikut’’

Fatur kini merasa lega. Bima lekas menyalakan tungku api. Dia juga ikut melepas baju, fatur memberanikan diri merokok. Ilham, mahmud dan wahyu memeras baju yang basah diluar. Sekarang bima memiliki tugas berat, kehadiran wahyu dan mahmud berati tambahan anggota inti diskusi lingkar cinta. Setelah semua mulai siap, bima memandu diskusi dan menjelaskan aturan main kelompok persembunyianya. Pertama-tama bima memastikan semua anggotanya perokok, namun wahyu mengatakan bukan perokok. Bima memaklumi. Dia menjelaskan bahwa persembunyian ini hal vital. Bima tak berharap ada satu pun orang yang menjadi cepu. 

Dengan nada sedikit pelan bima mengatakan lingkar cinta sebuah kumpulan bawah tanah diluar pondok untuk sarana belajar bersama. Dia juga menyarankan wahyu untuk terus berlatih menghafal al quran di pandu ilham. Di samping itu, fatur dan mahmud diinstruksikan untuk terus saling berkolaborasi dalam hal apapun. Bagi bima lingkar cinta bak keluarga. Bima yakin kelak segala sesuatu yang dia instruksikan pasti berguna dikemudian hari. Sambil menunjuk buku-buku di pojok pintu, bima mengatakan tingkat baca masyarakat kita masih rendah. Sebab itu dia mengeluarkan impianya ingin terus teman-temanya membumikan budaya membaca buku. 

Jam sudah menunjukan pukul satu malam. Ilham, fatur, wahyu dan mahmud masih melek mendengarkan setiap untaian kata yang bima lontarkan. Malam ini dia akan memandu diskusi bedah buku Tan Malaka, sesuai yang sudah diperintah fatur akan terlebih dahulu menjelaskan apa yang sudah dia baca selama di pondok. Sambil menghisap rokok, fatur sekarang akan menjelaskan beberapa halaman yang sudah dia baca buku Dari Penjara Ke Penjara karangan Tan Malaka. 

‘’sebelumnya, gue kagak biasa nih ngomong. Tapi dengerin aja ya’’ ucap fatur membuka diskusi

Bima, fatur, ilham, wahyu dan mahmud duduk melingkar di hiasi tungku api yang menyala sarana menghangatkan badan. Semuanya ikut melepas baju, diluar hujan sudah agak sedikit reda. Nada fatur pelan berusaha menjelaskan buku yang sudah di baca.

‘’Nah, Tan Malaka ini ternyata seorang pahlawan zaman kemerdekaan. Dia lahir di Sumatera Barat, buku yang kemarin di kasih bima menceritakan kisah hidupnya’’ ungkap fatur

‘’bukunya ini banyak jelasin soal pelarian dia dikejar-kejar ke berbagai negara. Dia dikejar karena perjuangan politik, bahkan punya banyak nama samaran. Sempet jadi guru, tapi dia memilih berjuang ke dalam dunia politik buat lawan kolonialisme’’

‘’nama samaranya siapa aja tur ?’’ tanya Ilham

‘’Sianjir, gue kagak inget susah banget ham, tapi yang gue inget tan malaka pernah punya nama samaran Hasan pas ke Singapura, terus dia juga pernah pake nama Hussein pas di pertambangan. Pokoknya lebih dari tiga nama ham...’’

 Semua khidmat mendengarkan fatur menjelaskan buku Dari Penjara Ke Penjara dengan logat Jakarta. 

‘’Tan malaka ini banyak keluar masuk ke penjara, tapi dia kagak kapok berjuang demi bangsa. Di buku itu banyak juga jelasin gimana pola penjajah ngeraup untung dari negara kita’’ pungkas fatur

Setelah lima menit menjelaskan sosok Tan Malaka dalam kacamata buku Dari Penjara Ke Penjara, bima melanjutkan apa yang sudah dipantik fatur.

‘’Dia memang tokoh pejuang kemederkaan yang jarang dikenal di buku sejarah sekolah, kita cuma kenal soekarno sama hatta, padahal kita punya banyak tokoh kemerdekaan. Tan malaka hidupnya selalu dalam himpitan siksaan. Di penjara, kagak menikah, bahkan dihabisi oleh sejarah itu sendiri..’’ tambah bima

‘’gagasan Tan Malaka kemerdekaan 100 persen, dia juga sempat beberapa kali buat partai. Partai itu dulu alat perjuangan berdasarkan keyakinan perjuangan yang dianut. Tan malaka yang sekolah di Belanda, begitu pulang ikut nyemplung mendirikan negara kita’’ 

‘’bayangin disaat negeri kita dijajah, tan malaka dikejar, dipenjara tapi kagak lupain baca buku sama rajin nulis. Banyak banget tulisan dia mengulas perjuangan dan teori-teori ekonomi.’’ Ujar bima dengan nada sedikit pelan tetapi berapi-api.

Wahyu dan mahmud menatap wajah bima. Dia terus menjelaskan sosok tan malaka dan kiprahnya dalam memerdekaan bangsa Indonesia. Bagi teman-temanya bima berbeda dengan guru sejarah di sekolahnya, bima selalu menghadirkan sesuatu yang berbeda, sesuatu yang tidak dipelajari diruang sekolah. 

Hujan diluar reda, udara dingin menusuk tubuh, kobaran api ditungku mulai habis, setelah satu jam asik berdiskusi, ilham menanyakan sesuatu diluar obrolan seputar tan Malaka.

‘’Bim, sekarang udah jam dua malem, kita balik ke pondok mau jam berapa ?’’ ilham bertanya sambil menghisap rokok

‘’ pulang jam setengah tiga aja gimana ? kita pulang dua kloter.’’

‘’  duh bim, jangan aneh-aneh lagi deh barengan aja’’ keluh fatur

‘’jangan dodol, nanti ketahuan sama keamanan pondok’’ ujar bima sambil memperingatkan gentingnya suasana pulang

‘’ iya deh bim dua kloter, satu dua orang, satu lagi tiga orang’’ ajak ilham

‘’bim, tau gak kita tadi di jalan curam nyium apa ?’’ tanya wahyu bertubuh kurus

‘’gue udah tau anjir, gue sama si fatur pas tadi datang langsung cerita cium bau bangke’’ jawab bima

Ilham, wahyu dan mahmud saling menatap seolah ada sesuatu yang disembunyikan menaruh wajah heran.

‘’kagak bim, justru gue sama yang lain tadi di jalan curam cium bau bunga melati’’

Bukan main, fatur, ilham, wahyu, Bima dan mahmud ketakutan. Semua mulai enggan untuk pulang. Konon jika kita mencium bau melati atau bangkai secara tiba-tiba ada kehadiran sosok mahluk halus berwujud perempuan, biasanya kuntilanak. Setelah perdebatan panjang, akhirnya bima memutuskan untuk berjalan secara bersamaan. Dia menyarankan ketika sudah sampai di semak-semak perbatasan pondok untuk segera berpencar. Bima mengatur siasat ilham dan fatur lekas masuk ke kamar seolah sudah berbincang curhat di tempat sepi, wahyu dan mahmud untuk langsung masjid berwudu seakan-akan tahajud dan bima memutuskan untuk ke WC berpura-pura mencuci pakaian. 

Bima juga menyuruh untuk segera mengganti pakaian yang basah kuyup begitu masuk kamar. Untuk menyembunyikan bau rokok di badan, bima menyarakan agar segera menggunakan minyak wangi atau langsung mandi. Mereka bersepakat mengikuti apa yang sudah bima sarankan. Secara bersamaan mereka pergi dari warung TJ menujuk pondok miftahu salam. Tanpa rasa takut berlebihan mereka perlahan berjalan pulang, fatur kini seolah menantang mahluk halus datang menyapa. Tanah merah yang licin menemani kelompok lingkar cinta pulang. Setelah tiba dijalan curam, semua mendadak kaget. Hidung mereka tak mencium apapun.  Fatur dengan sombong berbisik pelan disemua teman-temanya yang sedang berbaris jalan rapih.

‘’Sini lu kuntilanak !’’ tantang fatur

Bima menyarakan fatur untuk diam. Seketika semuanya dikagetkan dengan bau melati yang tiba-tiba datang menyumbat penciuman. Tanpa pikir panjang, mereka semua kompak berlari terbirit-birit hingga sampai di pondok miftahu salam. Untungnya, suasana sepi dan mereka selamat untuk melanjutkan aktivitas seperti biasanya.  

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya Lelaki Suka Meludah Part 8
2
0
’penghinaan fisik terhadap seseorang memang tidak dapat dibenarkan, apalagi rasisme terhadap mereka yang berkulit hitam. Islamku, Islam yang memandang manusia sama. Manusia yang setara tak ada keunggulan atas bangsa lain dan gelar mana pun. Allah tak memandang pakaian dan warna kulit manusia, penglihatan allah hanya tertuju pada amal dan ketakwaan hambanya.’’
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan