Cinta Terpendam - Bab 1

5
0
Deskripsi

Selamat Membaca

Bab 1

"Kamu dari mana?" Fatma menoleh, ia menatap Mamanya sebelum memeluk perempuan paruh baya itu. "Keluar. Ada apa Ma?"

"Tumben... Tadi Dimas kemari waktu kamu belum pulang." Melepaskan pelukan Fatma memilih untuk duduk di sofa yang tidak jauh dari Fitri. "Ada apa? Tumben."

"Mama yang harusnya bicara kaya gitu. Tumben kamu menghindari Dimas."

"Ah itu perasaan Mama saja, Fatma tidak." Mana mungkin ia mengatakan jika hatinya sedang patah, dan menghindar adalah caranya melepas luka.

"Mama tahu apa yang kamu rasakan, jadi jangan bohongi Mama." Fitri mendekat dengan meletakkan teh hangat, mereka berdua di rumah karena Ayah Fatma sedang keluar kota.

"Itu perasaan Mama. Fatma baik-baik saja."

Fitri menghela napas panjang dan mengangguk, tangannya mengambil teh hangat dan menyesapnya. "Jika ada masalah bicarakan kalian sudah dewasa untuk hal itu. Lagian Mama pikir kalian pacaran."

Netra Fatma yang semula menatap layar televisi yang menyala sontak menoleh ke arah Fitri. "Mana ada? Kami hanya sahabat." Sahabat yang berakhir cinta lanjut Fatma dalam hati.

"Oh ya? Mama pikir kalian punya perasaan lebih."

"Mana ada Ma, Dimas mau tunangan asal Mama tahu."

"Apa itu alasan kamu menghindari dia?" Netra keduanya bertemu, tetapi Fatma kemudian memutus tatapan. Ia tidak mau Fitri tahu akan apa yang ada di hatinya.

"Tidak Ma, memang pekerjaan Fatma saja yang banyak."

"Oh... Yaudah kalau begitu, kalau saran Mama sebagai orang tua selesaikan masalah kalian. Nggak baik saling menghindar."

Fatma mengangguk, ia tahu maksud baik Fitri tetapi hatinya tidak bisa diajak bekerjasama akan kepura-puraan ini. Jika hatinya bisa maka dengan senang hati Fatma akan menghadap Dimas dengan senyuman.

"Fatma masuk dulu Ma. Capek."

"Iya." Selesai mengatakan itu Fatma melangkah ke dalam kamar tidurnya, membersihkan diri sebelum bergelung ke atas ranjang mencoba mengistirahatkan tubuhnya.

Suara sering ponsel membuat Fatma menatap benda persegi panjang itu dan melihat siapa yang menelpon. Ya, siapa lagi kalau bukan Dimas. Otaknya yang enggan menerima mencoba mengabaikan panggilan itu. Dan tak berselang lama sebuah chat masuk.

Dimas:

Besok ada acara nggak? Aku butuh bantuan, please.๐Ÿฅฒ

Tanpa menjawab, Fatma mematikan layar ponsel dan kembali bersiap untuk tidur.

Paginya Fatma bersiap seperti biasa, ia harus bekerja. Dengan tampilan casual ia melangkah menuju kubikel tempatnya bekerja.

"Fat, lo dicari sama Dimas." Panggil Sisi saat ia baru saja datang dan melihat Fatma. "Buat apa?" Dimas dengan Fatma berbeda kantor, dan tumben sekali Dimas mampir.

Mengedikkan baju Sisi juga tidak tahu, ia tadi berjumpa dengan Dimas di lobby.

"Nggak tahu, gue tadi ketemu dia di lobby. Buruan gih kesana."

"Nggak penting." Jawab Fatma.

"Ya Tuhan, buruan kesana aja. Lagian lima menit palingan, kasihan dia kalau nggak ketemu lo."

"Males."

"Tumben, biasanya senang bisa ketemu Dimas." Itu dulu, batin Fatma. Tetapi Fatma yang tidak bisa menjelaskan sontak melangkahkan kaki menuju lobby kantornya.

Ia menatap ke arah pria yang tengah terduduk di sofa dengan tangan yang menggenggam ponsel.

"Ada apa?" Sapa Fatma dengan tubuh yang masih berdiri dan tangan yang terlipat di depan dadanya. Fatma enggan untuk duduk.

"Duduk dulu Fat."

"Nggak mau, ada apa?"

"Apa begini memperlakukan sahabat." Sontak dari ucapan itu Fatma memilih untuk mengikuti keinginan Dimas dan duduk di sofa berhadapan dengannya.

"Apa aku memiliki kesalahan?" Untuk pertama kali Dimas mengeluarkan pertanyaan setelah peristiwa itu.

Fatma diam, karena ia tidak bisa menjawab. Bukan Dimas yang salah tapi hatinya, ya, hatinya yang salah dalam kasus ini.

"Enggak."

"Terus kenapa kamu menjauhi aku?"

"Tidak ada alasan. Mungkin cuma aku yang capek akhir-akhir ini."

"Itu tidak mungkin, karena saat aku akan menemuimu di kantor kamu sudah pulang. Dan jika aku menemuimu di rumah, pasti kamu sudah pergi." Tolak Dimas, ia bukan bocah yang bisa dibohongi.

"Itu hanya perasaan kamu saja."

"Please jelasin ke aku kalau aku punya salah, Fatma? Aku butuh penjelasan bukan kaya gini. Kalau aku salah aku minta maaf." Jika kesalahan itu ada, yang pasti yang harus meminta maaf adalah Fatma bukan Dimas.

Fatma yang lemah, Fatma yang egoislah yang membuat hubungan ini hancur. Lebih tepatnya akan hancur.

"Dimas, nggak ada yang salah disini. Dan aku jelaskan aku memilih menghindari kamu juga itu yang terbaik. Aku hanya butuh waktu." Ucap Fatma dengan menatap wajah Dimas yang kuyu, ia tidak tahu saja bahwa setelah kejadian Fatma menjauhinya, Dimas dilanda kesusahan tidur. Otaknya selalu memikirkan kesalahan apa yang membuat sahabatnya menjauhinya.

"Waktu for what?"

Fatma terdiam, ia enggan menjelaskan.

"Aku khawatir sama kamu Fat, makanya aku cari cara agar bisa ketemu sama kamu. Tapi sekarang saat kita berjumpa kamu hanya membuatku tambah pusing dengan pernyataanmu."

"Apakah hubungan kita tidak lebih penting dari masalah ini?" Lanjut Dimas dengan wajah yang mengiba. Didiamkan oleh orang terdekat membuat Dimas sakit, dan sakitnya bertambah dengan alasan yang tidak bisa ia terima.

"Persahabatan kita sudah hampir lima tahun, dan dengan masalah ini hubungan kita jadi renggang. Apa kamu sadar?"

Ya, sadar. Tapi Fatma yang lemah lebih memilih membalut luka dengan diam. Ia tidak mau menghancurkan rencana kehidupan sahabatnya. Biarkan ia dicap sebagai orang yang jahat.

"Aku kasih kamu waktu untuk sendiri, tapi ingat jangan pernah menghindariku." Ucap Dimas dengan berdiri dan melangkah keluar meninggalkan Fatma sendiri.

Fatma terdiam, ia mengutuk hatinya ini. Tapi ia hanya perempuan yang lemah jika itu berurusan dengan perasaan.

"Lo ngapa?" Sisi bertanya akan wajah Fatma yang murung. Fatma menggeleng, ia mencoba tersenyum.

"Nggak usah bohong Fat, lo suka sama Dimas, kan? Gue bilang apa sama lo dulu. Nggak ada namanya sahabat kalau itu laki sama perempuan." Dulu Sisi pernah mengatakan hal itu, tapi jiwa muda Fatma menolak.

"Sekarang lo yang kesusahan, kan? Kalau saran gue, lo harus jelasin isi hati lo sebelum terlambat."

"Nggak semudah itu, asal lo tahu."

"Fine, tapi lo harus coba. Lagian Dimas belum nikah masih aman."

"Tapi dia mau tunangan." Sisi terkikik geli, tunangan? Hubungan yang masih rentang, bahkan di bilang rapuh.

"Tunangan itu hanya formalitas. Intinya dia masih single, lagian lo juga sudah kenal dia lama. Jadi nggak salah, kalau lo mengeluarkan isi hati lo."

"Gue nggak mau melukai hati perempuan lain." Jawab Fatma dengan menundukkan kepala, ia frustasi dengan apa yang terjadi.

"Tapi hati lo yang sakit? Masalah nanti Dimas milih siapa itu hak dia, tapi izinkan dia tahu akan perasaan lo. Please percaya gue, sebelum lo akan nyesel." Nasihat Sisi. Fatma terdiam, ia menganggap masukan Sisi benar tapi ia juga bingung jika harus menjelaskan perasaannya semua serba abu-abu.

Tbc
ย 

ย 

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi ๐Ÿฅฐ

Kategori
Cinta Terpendam
Selanjutnya Cinta Terpendam - Bab 2
4
0
Selamat Membaca
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan