Cahaya yang Pergi (Tentang Terang Yang Tidak Pernah Redup)

7
5
Deskripsi

Tulisan singkat “Tentang Cahaya Yang Tidak Pernah Redup” menggambarkan rasa saya ketika saya masuk pesantren dan harus berpisah dari orang tua dan keluarga dengan segala kecukupannya yang tidak saya temukan ketika saya di Pesantren, di awal berat saya rasa, namun semua itu adalah untuk kebaikan saya. Termasuk cover adalah foto ketika saya di Pesantren.

“Cahaya” Yang Pergi 
(Tentang Terang Yang Tidak Pernah Redup)

                Gemuruh sungai temani malamku, suaranya menghujam kedalam hati, deruhnya menusuk pikiran dan semua itu terjadi di tengah sayunya tatap, pandangan ini seperti terhalangi oleh kabut tebal dan meyesakan, disela-sela itu aku terus berharap. 

                Aku mengingat milyaran detik sebelum saat ini, rasaku tenggelam bersama dengan tenggelamnya kenangan, tenggelam kedalam lautan yang tidak aku tahu kedalamannya, hitam pekat karena mentari tidak mampu menyapanya. Tenggelamku ketika aku menghubungkan lalu dengan saat ini, ketika aku memisahkannya, maka ceritanya adalah “betapa indahnya”.

            Sebuah malam mengantarku kepada lalu
            Saat lalu yang tidak pernah berlalu
            Menghambat langkah yang merangkak maju
            Membiaskan tatap yang tengah menuju

                Betapa banyak cahaya saat itu. Begitu pijar menyilaukan tatap ini, bagaikan bintang yang tidak lupa untuk berkedip, bagai matahari yang tidak putus asa menyinari bumi saat mendung tiba. Ya, Cahaya itu berasal dari orang-orang terdekat dan begitu menakjubkan. Indah ku terbawa pijarnya cahaya-cahaya itu, berlari, menari, tertawa, untuk sekian lama, bahkan karena indahnya, perlahan kuredupkan cahaya ku sedikit demi sedikit. 

            Seiring berjalannya angin menyertai waktu
            Pijar menemani  jalan dan rumahku
            Aku meredup tanpa sedikitpun ragu
            Beranggap dengan ini aku sudah mampu

                Goresan waktu membawaku terus mengalir dan aku berpikir bahwa cahaya-cahaya itu sudah cukup untuku dan ku padamkan miliku. Lama aku terbang menembus angin dengan kilauan cahaya dari depan dan belakangku, atas dan bawah, kiri dan kanan, hampir dari seluruh sudut kehidupanku. Tapi seiring berjalannya waktu dan perpindahan ruang langkah yang ku lalui, lihatlah! Ada yang aneh, kilauan cahaya-cahaya terang itu sedikit demi sedikit membias lalu memudar, perlahan matahari-matahari itu menjadi titik-titik cahaya yang semakin mengecil berjalan  menjauh, meredup satu persatu kemudian menghilang dan  lenyap tidak ada satupun! Aku panik, gelap sekali, hingga aku tidak tahu apa yang ada di depan ujung kaki, apa yang  disentuh oleh jemari, harapan selama ini seolah mati, betapa buntu jalanku tanpa cahaya-cahaya itu, aku hampir tersesat .. dimana aku?

 “Hey! Kemana kalian pergi?”

 “Tidakah kalian memikirkan diri kecil ini?”

aku terus berteriak hingga parau dan tak mampu berkata lagi. Aku benci semua cahaya-cahaya itu, pergi tanpa sepatah kata yang setidaknya bisa membuatku mengerti dan meninggalkan jejak untuk aku ikuti. 

             Selalu bahagia arti rumah bagiku
            Kilauannya membuatku terpaku
            Hingga tidak percaya sakit akan bertamu
            Kini aku tertatih dan mulai layu

            Sudah seberapa jauh aku melangkah? Apakah aku sudah sampai pada titik asa yang putus?  Dalam keadaan ini, aku mencoba untuk duduk dan melupakan semua harapan buah dari kepanikan ini.

“Bukankah aku punya cahaya sendiri?” (tanyaku dalam hati)

Aku sadar, aku tahu, aku punya cahaya sendiri yang bisa ku pijarkan. Sedikit aku tersenyum dan ku coba nyalakan cahayaku.

“Tapi kenapa ini? Mengapa masih gelap?”

Seperti puncak kegelapan di tengah malam, kembali pikirku tidak menentu, aku bahkan lupa cara menyalakannya karena mungkin begitu lama aku memadamkannya.

                Dalam gontainya langkah saat ini, aku mencoba menguatkan pijakanku. Di tengah belaian badai ini aku mencoba terus tegar walau berjalan membelakangi depan, berteman dengan lilin yang kutemukan sampai langkahku disini, terus aku lindungi agar tetap bercahaya. Aku terus bertanya mengapa hal ini dapat terjadi, mengapa rasa sakit itu hadir dari mereka yang memberikan sejuta warna dalam hidupku, mengapa dan mengapa?. 

             Hingga semua benar telah berlalu
            Aku sudah sampai di ujung buntu
            Resah dan padamku menyatu
            Aku sudah lupa menyalakan diriku

                Dalam setiap jengkal tatap aku mencoba terus menemukan jawaban itu, hingga akhirnya aku tersadar ketika aku tidak melihat keluar dari diriku, justru aku menemukan jawabanya ketika aku melihat diri, mencoba menyelaminya lebih saksama. Aku sadar bahwa mereka pergi untuk menunjukan kepeduliannya yang semakin dalam, mereka lebih tahu bahwa sebetapapun mereka menyayangiku mereka tetap terbatas dalam memberikan cahayanya. Hal itulah yang dicoba agar aku mengerti dan tidak terlalu berharap kepada cahaya yang tidak bisa menerangiku secara sempurna dan setiap waktu. Aku harus belajar untuk menguatkan diri dan tidak terlalu  mengandalkan yang lainnya, bukan karena mereka berkhianat, bukan karena mereka mulai jahat dan membenciku tapi karena manusia terbatas untuk tetap tinggal, manusia terbatas mengerti satu sama lain. Dan yang terpenting dari semua itu adalah mereka ingin mengajarkan kepadaku bahwa ada Cahaya yang tidak akan pernah padam menyinariku, tidak akan pernah redup barang sebentar dan cahaya itu tidak terhalang oleh gelap malam, tidak terhalang oleh awan, cahaya itu lebih erat dari urat nadi dan tidak ada cahaya yang lebih dekat dariNya. Sampai detik ini, Cahaya itu tidak pernah berhenti menyapa seluruh kehidupanku. Namun cahaya itu seperti tidak ada karena pekatnya hati. Tapi sebetapapun Cahaya itu ditinggal pergi, Ia akan tetap tinggal, Ia tidak akan pernah redup barang sedetikpun.

            Sebuah jawaban mengetuk pintu
            Itulah cara semesta menyayangiku
            Tempat segala keluh kesah mengadu
            Maafku yang jarang mengingat-Mu, Tuhanku.

 

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya Bertahanlah Sejenak
1
0
Tulisan ini tentang pelajaran berharga dari Guru saya bahwa pahit, lelah, letih dan lain-lain untuk kebaikan akan berbuah manis kapanpun itu.
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan