2|Serangan Vertigo

2
0
Deskripsi

Pernikahan kontrak harus diakhiri tetapi Asmara tidak mau kehilangan Elgara. Segala cara akan Asmara lakukan termasuk melumpuhkan suaminya sendiri dan membuatnya selamanya bergantung padanya.

Asmara bangun dalam keadaan perasaan yang tidak baik. Sendirian dan sangat menyedihkan. Bahkan Elgara benar-benar membuktikan keseriusannya dengan tidak kembali ke kamar mereka. Entah menempati ruangan mana di rumah mereka.

"Kamu keterlaluan..." gumam Asmara.

Gaun tidurnya masih utuh. Pakaian berbahan tipis dan licin berwarna hitam tersebut bahkan tidak sama sekali mampu mengembalikan gairah suaminya untuk menyentuhnya. Asmara begitu saja ditinggalkan tanpa benar-benar diinginkan.

Atau memang selama ini dirinya tidak pernah diinginkan?

Semuanya hanya ilusi. Pernikahan mereka, setiap pelukan dan ciuman bahkan keintiman yang mereka bagi semuanya palsu. Elgara tidak pernah benar-benar menginginkannya dan hanya dirinya yang jatuh cinta sendirian.

"Aku nggak bisa begini. Kalau aku hanya manangis dan diam, maka semuanya akan benar-benar hancur."

Tangan Asmara menjangkau nakas dan memeriksa pesan masuk. Pesanannya telah dikonfirmasi dan kini dirinya hanya perlu melakukan usaha terakhir. Seandainya saja ini berhasil maka mungkin saja dirinya masih memiliki kesempatan.

"Halo Na, hari ini tolong kosongkan jadwal saya ya. Saya ada urusan pribadi dan tolong pesankan satu VIP room atasnama saya. Kirimkan saja tagihannya ke kartu saya." Asmara memunguti kepingan pikiran warasnya dan memilih segera bertindak untuk menghubungi asiatennya di rumah sakit.

"Baik Bu. Apa ada yang sakit sampai Ibu memesan VIP room?"

Asmara menggeleng, "lakukan saja seperti apa yang saya minta."

"Baik Ibu. Ada lagi yang bisa saya lakukan?"

"Tidak. Untuk sementara itu saja. Dan nanti kalau ada pihak lab mengkonfirmasi pesanan, tolong diterima dan letakan saja di kantor saya."

Sambungan diputus tidak lama kemudian. Waktunya tidak banyak dan Asmara memilih bergegas mandi untuk bersiap-siap. Ketika selesai dengan penampilan kasualnya hari ini berupa celana bahan dan blouse santai, dirinya termenung saat menerima notifikasi email.

Sebuah dokumen pengajuan perceraian.

Rupanya Elgara sekali lagi tidak main-main dengan perkataannya. Tapi kali ini Asmara akan menegarkan diri dan tidak akan semudah itu menyerah. Dirinya tidak mau bercerai dan Elgara tidak bisa pergi darinya.

Digit kontak digulir dan Asmara menghubungi asisten suaminya untuk mendapatkan jadwal dari Elgara hari ini. Karena sudah pukul sepuluh maka Asmara sangat yakin kalau suaminya tersebut pastilah sudah tidak ada di rumah ini. Dan Asmara memerlukan jadwalnya untuk bisa menjalankan rencananya.

"Halo Wisnu, ini saya." Asmara menjeda saat asisten Elgara yang bernama Wisnu tersebut menyapanya ramah. "Bapak ada bersama kamu sekarang?"

"Benar Bu, Bapak sedang meeting di Manjilo Resto. Ada yang bisa saya bantu Bu?"

Manjilo Resto. Itu adalah salah satu restoran yang ada di Jakarta Selatan. Sepertinya suaminya itu baru akan kembali ke kantornya setelah makan siang kalau menilik jaraknya. "Saya ada perlu dengan Bapak, ini kejutan jadi jangan beritahu Bapak kalau saya menelepon."

"Oh, apa ini mengenai berkas yang dikirimkan pengacara? Kalau benar, saya bisa—"

Gigi Asmara menggeretak karena ternyata rencana perceraian mereka bahkan sudah diketahui oleh asisten Elgara. Benar-benar keterlaluan!

"Tidak, bukan masalah itu. Tolong kamu kirimkan saja jadwal Bapak hari ini kepada saya. Saya tunggu." Lalu Asmara dengan cepat mematikan sambungan telepon. Muak sekali kalau harus mendengar lebih banyak.

Meski dalam hatinya sekarang sedang meradang. Tega sekali Elgara memperlakukannya seperti ini. Tidak hanya berniat membuangnya tetapi juga mempermalukannya. Bahkan sekelas asisten saja sampai diberikan kepercayaan mengurus berkas yang sangat penting itu.

"Kamu sendiri yang membuat aku menjadi seperti ini El. Jangan salahkan aku kalau aku juga akan melakukan semuanya sesuai dengan caraku." Gumam Asmara ketika akhirnya membuka laci untuk meraih tabung obat.

Dirinya sudah memikirkan ini matang-matang. Sebelum Elgara kembali ke kantornya, dirinya akan masuk ke ruangannya dan menukar tabung obat milik suaminya dengan obat racikannya sendiri ini. Tidak sampai membahayakan, hanya saja mungkin dengan ini akan sedikit menghambat suaminya.

"Maaf El, kamu yang memaksa aku untuk melakukan ini."

Asmara meraih tas tangan dan kacamata miliknya lalu keluar kerena sebelumnya sudah meminta supir untuk menyiapkan mobil. Jarak rumah dan kantor suaminya tidak terlalu jauh, sengaja karena Elgara memang memiliki mobilitas yang tinggi. Bahkan Asmara sendiri memilih mengalah dan menempuh jarak yang lebih jauh untuk mencapai WD Hospital.

Dalam tigapuluh menit mereka sampai di lobi depan antor pusat WD Grup. Beruntung jalanan tidak terlalu macet karena memang belum mencapai waktu jam makan siang. Asmara yang langsung dikenali dibagian front office depan langsung disambut ramah.

Tidak lama bagian tim sekretaris mendatanginya dan mengantarkannya menuju lantai 40 dimana kantor suaminya berada. Sebelumnya Asmara memang meminta untuk dijemput di lantai dasar karena baru menyadari tidak memiliki akses lift ke ruangan sang suami.

Ternyata, selama ini dirinya lebih dari sekedar menyedihkan sebagai seorang istri.

"Maaf Bu, apa ada sesuatu yang harus saya lakukan? Saat ini Pak Elgara sedang tidak ada di ruangannya. Meeting bersama Wijaya Corp setidaknya baru akan selesai setelah makan siang."

"Tidak masalah, saya akan menunggu di dalam. Tidak perlu terlalu merasa terbebani, saya hanya mampir sebentar."

Ada kernyitan di kening staf sekretaris Elgara tersebut. Tentu saja heran karena Asmara yang selama satu tahun ini menjadi istri dari atasannya tersebut tidak pernah datang apalagi secara tiba-tiba seperti ini.

Pintu lift berdenting. Keduanya keluar di lantai 40 dan staf kesretaris langsung mengarahkan Asmara menuju pintu berwarna cokelat diujung lorong. Satu-satunya ruangan paling besar dimana diabtara lorong terdapat dinding kaca tembus pandang. Beberapa kubikel dari staf direktur dan staf sekretaris memang mengantor disana.

"Mari Bu, silahkah."

Asmara melirik sekilas pada kartu akses yang staf sekretaris tersebut gunakan untuk membuka pintu ruangan Elgara. Betapa menyedihkannya karena bahkan sebagai seorang istri dirinya tidak bisa mengaksesnya secara pribadi dan membutuhkan bantuan orang lain.

"Terima kasih."

■■□■■

Pukul setengah dua dan Elgara baru bisa kembali ke ruangannya yang nyaman. Itu adalah salah satu meeting yang alot juga menguras pikirannya. Beruntung pertemuan tersebut dilakukan di restauran sehingga dirinya tidak harus menunda makan siangnya.

"Tunda dan mundurkan jadwal saya selanjutnya, saya akan beristirahat sebentar."

Wisnu menerima jas luar milik Elgara dan menggantungnya pada tiang otoman. "Perlu saya mintakan obat untuk sakit kepala?"

Elgara menggeleng. Tubuhnya lumayan lelah karena semalam tidak tidur dengan baik. Ditambah lagi meeting bersama Wijaya Corp yang cukup untuk membuatnya menjeda aktivitas. Biasanya dirinya tidak selemah ini tetapi penyakit vertigo yang dimilikinya ini bisa sangat merepotkan jika terus dibiarkan.

"Saya hanya butuh istirahat sebentar. Kamu keluar saja, bangunkan pukul dua nanti." Elgara rasa setengah jam sudah cukup untuk menghilangkan peningnya.

Wisnu mengangguk dengan sedikit gamang. Staf sekretaris memberitahu kedatangan Asmara tetapi sepertinya Wisnu merasa ragu untuk mengkonfirmasinya. "Pak, Andini menginfo saya tadi kalau Bu Asmara sempat datang ke kantor tadi."

"Asmara?"

"Benar. Bu Asmara istri Bapak."

Elgara mengangguk kecil dan melanjutkan gerakan tangannya membuka laci meja. Ada tabung obat yang selalu disediakannya di kantor untuk situasi darurat. "Apa yang dia lakukan disini?"

"Beliau hanya mampir dan menunggu sebentar karena Bapak ada meeting diluar." Wisnu juga merasa heran karena sebelumnya Asmara sudah menghubunginya dan seharusnya tahu kalau Elgara tidak ada di kantor ketika datang. "Bu Asmara pergi setengah jam kemudian."

Berbeda dengan Elgara yang tidak terlalu mengambil pusing mengenai kedatangan Asmara yang memang tidak biasa. Dirinya berpikir bahwa istrinya itu hanya belum menyerah dan masih mencoba peruntungannya yang lain. Sayangnya keputusannya untuk bercerai tidak akan pernah berubah.

"Biarkan saja, nanti saya yang akan bicara dengannya dirumah." Elgara menunjuk gelas air putih dan Wisnu mendekatkannya. "Bagaimana dengan dokumen pengajuan perceraiannya? Sudah kamu kirimkan?"

Elgara memasukan dua pil obat untuk vertigonya kedalam mulut dan baru meminum air untuk membantu menelannya. Wisnu mengangguk membenarkan dan menunjukan bukti email pengiriman dari pengadilan agama.

"Saya menunggu tanda tangan dari Bu Asmara agar berkasnya bisa segera diproses dan jadwal sidang mediasinya bisa dimulai."

"Bagus, kamu urus semuanya." Elgara bangkit dari duduknya dan hendak menuju pintu ruangan pribadinya untuk beristirahat lebih nyaman. "Masalah sekretaris baru, kamu juga yang urus. Minta rekomendasi dari Andini kalau perlu untuk mendapatkan kandidat yang terbaik."

"Baik Pak."

Elgara memasuki ruangan pribadinya saat pandangannya mulai berkunang-kunang juga tubuhnya terasa meringan. Hanya sempat melepas sebelah sepatunya sebelum menumbukan diri keatas ranjang single yang ada disana dan jatuh terlelap.

Sementara itu, pintu penghubung ruangan pribadi Elgara dibuka perlahan tanpa suara. Ada Wisnu yang berdiri di bingkai pintu dengan ponsel menempel di telinga. "Halo Bu Asmara, Pak Elgara baru saja meminum obatnya dan sekarang tertidur."

"Bantu saya untuk membatalkan semua jadwal suami saya hari ini. Katakan saja kalau dia sedang tidak sehat. Vertigonya kambuh."

Wisnu mengangguk meski Asmara tidak bisa melihatnya. "Baik Bu, saya mengerti."

Sambungan telepon diakhiri dan Wisnu hanya harus tinggal untuk mengawasi atasannya sampai seseorang datang menjemputnya atas perintah dari Asmara. Dalam diam, Wisnu menatap Elgara yang berbaring tengkurap pada ranjangnya.

"Maafkan saya, Pak. Seharusnya... Bapak langsung menunjuk saya sebagai sekretaris yang baru dan bukannya meminta saya merekomendasikan pegawai baru."

Elgara tidak bergeming sementara Wisnu gamang meremas-remas kedua tangannya. Berharap dengan membantu Asmara dirinya bisa menaikan jenjang kariernya sesuai yang dijanjikan.

Semoga.

■■□■■

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya 3|Dalam Perawatan Asmara
2
2
Pernikahan kontrak harus diakhiri tetapi Asmara tidak mau kehilangan Elgara. Segala cara akan Asmara lakukan termasuk melumpuhkan suaminya sendiri dan membuatnya selamanya bergantung padanya.
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan