
Keyshava Yasmina, seorang aktris yang kariernya sedang berada di puncak kejayaan, harus menelan pil pahit, saat khalayak mencium skandal perselingkuhannya dengan seorang aktor yang telah memiliki istri.
Key, yang selama ini dielu-elukan oleh banyak orang, mendadak menjadi orang nomor satu yang paling dibenci se-Indonesia. Karier yang sudah dibangunnya sejak masih duduk di bangku SD harus kandas. Keyshava memilih untuk menarik diri dari dunia hiburan.
Dua tahun berlalu sejak skandalnya membuat heboh...
Bab 1
I’m too young to be this stressed.
“Pokoknya kamu nggak usah keluar dulu, kamu harus tenang. Serahin semuanya sama Mbak, oke?” Suara Mbak Ana—manajerku—terdengar di telepon. Ia berusaha menenangkanku yang sudah luar biasa panik dan bingung.
“Tapi Mbak, ini wartawan udah ada di sekitaran apartemenku.”
“Iya, Mbak tahu. Tapi kamu harus tenang. Pokoknya kalau kamu perlu sesuatu, telepon, Mbak. Nanti Mbak yang bantu. Intinya jangan keluar dulu untuk saat ini.”
Aku akhirnya mengiyakan ucapan Mbak Ana. Aku tahu selain wartawan, kumpulan ibu-ibu anti pelakor juga pasti akan bergerak dan menyerangku karena skandal pagi ini. Aku membantingkan tubuh ke sofa, kemudian memijat kening. Rasanya kepalaku akan pecah sekarang juga, bagaimana bisa foto-foto dan juga rekaman suara itu bisa beredar di sosial media? Siapa yang membocorkannya. Apakah Mas Juna? Karena hanya aku dan dia yang memiliki itu.
Aku melirik ponselku yang lain, yang sejak tadi tidak berhenti bergetar. Panggilan dari banyak orang, yang tidak satupun ingin kuangkat. Karena kesal, akhirnya kumatikan saja ponsel itu. Aku masih ada satu ponsel lagi yang akan menghubungkanku dengan Mbak Ana. Satu-satunya orang yang bisa membantuku saat ini adalah dia.
Bencana ini di mulai pagi tadi. Saat aku sedang tertidur lelap, karena lelah sehabis party tadi malam bersama dengan teman-temanku. Suara deringan ponsel yang tidak ada hentinya membangunkanku dan membuat kepalaku sakit sebelah. Padahal semalam aku tidak minum, tetapi rasa sakitnya sudah seperti orang habis mabuk. Well, aku memang tidak bisa minum alkohol. Dan kalau aku berani-berani mencobanya, pasti papaku tidak segan menggantungku dari lantai dua rumah kami.
Dan, mungkin setelah berita ini sampai di telinga beliau. Papa punya alasan untuk benar-benar menggantungku. Jadi, tadi pagi, namaku menjadi tranding topik di Twitter. Karena beberapa foto dan juga rekaman suara yang memang benar adalah suaraku beredar di internet. Foto itu memang buka foto syur dan suara itu bukan suara desahan. Tetapi, foto diriku bersama dengan Mas Juna, alias Arjuna Wibowo. Seorang aktor, sekaligus lawan mainku di film terakhir. Foto itu menampilkan aku yang sedang bersandar di bahunya, kemudian juga ada foto tangan kami yang saling bertaut saat Mas Juna sedang menyetir. Kemudian rekaman suara itu adalah suaraku yang memintanya untuk menemuiku di apartemen. Mampuslah aku! Tamat sudah hidupku kali ini.
Kalau saja, Mas Juna masih single, mungkin akan berbeda cerita. Pastinya para penggemar kami akan mendukung hubungan yang kami jalani. Tapi, masalahnya adalah Mas Juna sudah memiliki istri dan memiliki dua anak kembar. Aku memang bodoh karena jatuh cinta padanya. Harusnya aku memikirkan ini sejak awal. Tetapi, aku terlalu hanyut akan sikapnya. Rasanya, aku tidak pernah mendapat perlakuan semanis itu dari laki-laki, bahkan dari ayahku sendiri.
Perhatiannya membuatku luluh, dan akhirnya mencoba untuk membuka hati. Mbak Ana yang mengetahui hal ini tentunya sudah memperingatkanku, tetapi namanya orang jatuh cinta, yang kulihat hanyalah Mas Juna. Selain itu semuanya blur. Aku seperti memakai kaca mata yang di setting hanya bisa melihatnya. Bahkan sebulan lalu, aku diminta untuk bertemu dengan istrinya, tetapi mataku seperti benar-bener tertutup.
Satu bulan yang lalu....
Aku masuk ke sebuah restoran, mataku celingak-celingkuk mencari seseorang yang sebenarnya sudah sering aku lihat di ponsel pacarku, hanya saja belum pernah bertemu secara langsung. Mataku menatap seorang perempuan berhijab biru dengan gamis senada. Itu dia, perempuan yang merupakan istri dari pacarku. Aku mendekatinya, semakin dekat, semakin terlihat perbedaan kami. Ia terlihat seperti perempuan-perempuan muslimah yang salehah. Sedangkan aku, mengenakan crop top yang dilapisi jaket jins, dan ripped jins berwarna biru pudar.
Aku duduk di depan perempuan bernama Dyah ini. Aku memperhatikan wajahnya ekspresinya datar. Seperti tidak ada emosi. Dan aku benci wajahnya, wajah polos tanpa dosa yang mengintimidasiku. “Ada masalah apa ya, Mbak? Ngajak saya ketemu di sini?” tanyaku to the point.
Kali ini dia tersenyum. Dia memajukan tubuhnya ke arahku. “Kamu pasti sudah tahu alasannya. Kenapa malah pura-pura nggak tahu?”
“Masalah apa ya?” Aku benar-benar bersikap sebagai seorang jalang sekarang, jelas aku sudah tahu ia pasti ingin membahas hubunganku dengan suaminya. Tetapi, aku malah pura-pura tidak tahu.
“Kamu ada main kan sama suami saya?”
Aku mengatur wajahku agar terlihat tidak tegang atau cemas. Bagaimanapun aku harus tenang. “Oh, jadi Mbak udah tahu.”
Mbak Dyah, mengembuskan napas. “Kamu bukan perempuan pertama yang saya hadapi begini. Sebelum kamu, saya udah ketemu dengan dua perempuan lain.”
Aku memandangnya, kemudian memberikan tatapan meremehkan. “Wow, jadi Mbak sering ya diselingkuhi. Jadi kenapa masih bertahan?” tanyaku.
Dia tertawa mengejek. “Apa menjadi selingkuhan membuat kamu bangga?”
“Ya... setidaknya kalau cowok itu selingkuh, artinya ada yang nggak beres kan sama pasangannya. Mbak nggak pernah mempertimbangkan masalah itu? Capek nggak sih, Mbak diselingkuhin terus? Mending juga pisah.” Aku menyarankan.
“Kamu pikir, dengan aku cerai. Kamu dan Juna bisa bersatu?”
“Maybe,” jawabku santai.
Mbak Dyah menggeleng-gelengkan kepalanya. “Keyshava... kamu itu masih muda. Aku lihat juga karier kamu lagi bagus-bagusnya. Apa kamu nggak takut kalau karier kamu hancur karena skandal ini?”
“Mbak ngancem saya?”
“Saya ngasih peringatan sama kamu. Saya mungkin udah mati rasa karena terlalu sering disakiti. Tapi, anak-anak saya. Mereka masih butuh bapaknya!” Setelah mengatakan itu Mbak Dyah berdiri, kemudian berjalan meninggalkanku, ia menghampiri tempat duduk lain yang letaknya agak jauh dari meja ini. Aku melihat ia menggendong seorang anak perempuan yang berusia sekitar tiga tahun, dan mataku juga menangkap seorang anak laki-laki yang memilih untuk berjalan bersama pengasuhnya. Aku tahu, itu adalah kedua anak kembar Mas Juna dan Mbak Dyah. Ada perasan tercubit di hatiku melihat keduanya, tetapi aku berusaha mengabaikannya.
****
“Gimana, Mbak?” tanyaku pada Mbak Ana, yang baru saja datang ke apartmenku. Dari raut wajahnya aku tahu kalau permasalahanku ini jauh lebih buruk dari yang aku bayangkan. “Beberapa brand membatalkan kontrak kerjanya sama kamu, Key. Dan barusan Mas Indra menghubungiku, dia bilang mereka butuh waktu untuk mempertimbangkan kamu sebagai pemeran utama film mereka.”
Mataku membelalak. “Lho, nggak bisa gitu dong, Mbak! Ini film impianku. Kerja sama dengan Mas Indra itu impianku!”
“Ya gimana, Key. Situasinya chaos banget.”
“Tapi kan, ini masalah pribadi, nggak bisa dong disangkut-pautin sama kerjaan.”
Mbak Ana menatapku, matanya terlihat benar-benar lelah. “Kamu tahu kan, orang melihat seorang publik figur itu dari apa? Dari imej yang mereka bangun, Key. Dan saat ini, masalah kamu fatal banget.”
“Jadi aku harus apa?”
Mbak Ana menggeleng. “Kita tunggung info dari manajemen. Pokoknya untuk sementara waktu kamu nggak usah ke mana-mana dulu. Dan Mbak minta, sudahi hubungan kamu sama Juna.”
Aku terdiam. Bagaimana bisa aku melakukan itu. Mas Juna adalah orang yang aku cintai. Bagaimana bisa aku meninggalkannya begitu saja?
Setelah mengatarkan keperluanku, Mbak Ana pergi meninggalkanku seorang diri. Aku lagi-lagi hanya bisa duduk kemudian membenamkan kepalaku ke lutut. Arjuna Wibowo, sosok lelaki yang selama ini aku dambakan. Ia bisa menjadi seorang teman, pacar bahkan seorang ayah. Kedekatan kami terjalin saat aku dan dirinya menjalani iklan, kemudian berlanjut saat syuting film. Banyak orang yang mengatakan chemistry yang kami bangun begitu sempurna. Hingga aku sendiri tidak sadar kalau ternyata chemistry itu kami rasakan di luar akting.
Mas Juna orang yang perhatian, dia selalu mengirimkan aku makanan setiap pagi, mengajakku makan siang tanpa perlu bertanya apakah aku sudah makan atau belum. Dia juga yang siap sedia membelikan obat gerd-ku bahkan mengantarkan serta menungguiku di UGD ketika asam lambungku kambuh. Bahkan, keluargaku saja tidak segitunya memperlakukanku.
Mas Juna juga pendengar yang baik, ia selalu mendengarkan keluh-kesahku. Bagaimana aku si anak kedua ini memang selalu dinomor duakan. Selalu dianggap rendah dibanding dengan kakak dan juga adikku. Dia yang mengerti perasaanku. Jadi, bagaimana mungkin aku bisa meninggalkannya? Aku mencintainya dan sepertinya tidak bisa hidup tanpanya.
*****
Seminggu sudah berlalu sejak skandalku mencuat ke publik. Dan hingga saat ini, masyarakat masih terus membicarakannya. Selama seminggu ini, mama berusaha untuk bertemu denganku, tetapi aku menolaknya. Aku tidak mau bertemu beliau dan berakhir diocehi habis-habisan. Apalagi kalau ternyata beliau datang bersama papa, nasibku akan lebih mengenaskan lagi.
Kakak dan juga adikku juga berusaha menghubungiku. Mbak Nura menanyakan kondisiku, yang sepertinya hanya basa-basi saja. Mungkin dia sama seperti Arfa yang merasa tidak nyaman mendengar gosip tentangku. Arfa, adik bungsuku, terang-terangan mengatakan kalau dia malu mempunyai kakak sepertiku. Dia malu karena teman-teman di sekolahnya itu terus menayainya tentang masalahku.
“Bilang aja, kalau gue bukan kakak lo! Gue anak pungut!” ucapku kemudian mematikan panggilan telepon itu. Aku, si anak kedua yang selalu membuat masalah dan membuat malu keluarga. Itu kata-kata yang selalu diucapkan oleh papa padaku. Ya, aku memang berbeda dari kedua saudaraku. Mbak Nura, adalah anak pertama yang pintar, berbakat dan selalu bisa menjadi kebanggaan orangtuaku. Mbak Nura seorang dokter militer yang saat ini bertugas di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat. Tentu saja sangat membanggakan, karena papa juga pensiunan Jendral TNI. Keberhasilan Mbak Nura menjadi dokter militer membuat papa bangga setengah mati.
Kemudian, Arfa adik bungsuku yang saat ini sedang mengeyam pendidikan di IPDN. Tidak jauh berbeda dengan Mbak Nura, ia juga menjadi kebanggaan papaku. Selalu rangking satu selama sekolah, bahkan memenangkan banyak kompetisi. Sangat berbeda dengan diriku, meskipun aku mendapatkan piala Citra sebagai pemeran pendatang baru terbaik, semua itu tidak ada artinya di mata papa. Baginya aku adalah anak yang tidak pernah membanggakannya.
*****
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
