
spoiler chapter 6
“Lily seandainya itu benar ‘Terry Sue’ yang gue kenal dan lo suka sama dia, dengan senang hati gue mengubur penantian panjang ini.” Dalam hati ai bergumam.
lily berbisik dengan mata mengantuk setengah terpejam.
“siapapun cowo itu, gue mau berterimakasih, karena ulahnya, gue jadi punya sahabat bernama tittari ai”
Chapter 6
Gadis kuat itu ai
Lily tersenyum memandang layar ponselnya, ia penasaran akan menu baru di café yang baru ia datangi tersebut.
“heh, lama lama itu layar mleyot disenyumin terus, kepo deh gue” ujar ai, sahabat satu satunya Lily sengaja pulang dari Osaka hanya untuk menemani Lily saat ini.
“engga ihhh, ini nih gue punya temen baru, lo inget ga cowo yang nyelametin gue beberapa hari lalu?”
Ai mengangguk
“nah sekarang kita temenan, first impression gue sama cowo ini positif lah ya”celoteh Lily sambil mengambil gelas air putih dan meneguknya.
“mana sih, kepo gue? Ga biasanya lo seantusias ini” ai menyibakkan rambutnya yang sebahu tergerai bebas.
Lily mengambil ponselnya dan mengetik “Terry Sue” di laman pencarian social medianya, lelaki itu hanya memposting beberapa foto dirinya, sisanya hanya foto makanan dan café nya.
“nah ini nih, mirip jack frost kan? Awalnya gue kira dia lagi cosplay, eh ternyata emang yang punya café yang di blok pojok perumahan ini hihihi” memberikan ponselnya kepada ai, Lily menertawakan kekonyolannya.
Ai memandangi lekat foto lelaki dan berucap “ya tuhan, ini…..”
Ia tak melanjutkan ucapannya, ponsel ditangannya terlepas sepenuhnya, ia kehilangan kata kata.
“ga usah speechless gitu liat cowo ganteng deh, dasar bule jepang” Lily memungut ponselnya sambil mengusap layar ponsel takut takut ada yang retak.
“heh apa lo bilang, bule jepang? Dasar penduduk lokal, pantas dijajah” sambil memukul kaki Lily dengan bantal empuk disampingnya.
“gomen-ne ai, gomen, ampun cimol bandung, udah udah ampun”
“cimol bandung?maksud lo gue bulet bulet kenyal gitu?” seketika serangan bantal berubah jadi kelitikan menyiksa Lily.
Begitulah persahabatan ai dan Lily yang terjalin semenjak SMA hingga saat ini, meskipun ai bekerja sebagai psikiater, ia selalu meluangkan waktunya untuk berkunjung ke rumah Lily yang sudah seperti keluarga kedua baginya.
Setelah keduanya tenang, Lily memutuskan untuk tidur, ai di sampingnya menatapnya penasaran lalu bertanya.
“jadi, andai cowo itu tertarik sama lo bukan sebagai temen, apa yang mau lo lakuin?”
Ai menatap lekat menunggu jawaban.
“gue ga bisa membayangkan itu, rasanya ga tau diri banget, lo tau sendiri kan, vonis dokter apa?”
“umur gue paling mentok 25 tahun, kalopun bisa lebih itu keajaiban”
Ai menepuk lembut pundak sahabatnya dari belakang, matanya berkaca kaca namun tak ada satu katapun keluar dari mulutnya. Sebenarnya itulah salah satu alasan ai memutuskan untuk menetap di Bandung, dia ingin selalu bersama Lilyana sahabatnya, sahabat seumur hidupnya.
Merasa diperhatikan dari belakang, Lily membalikkan badannya menghadap ai.
“eh tapi lain cerita kalo Arui yang jadi jodoh gue, se-limited apapun umur gue kalo Arui mah gas keun”
“mulai lagi deh nge fan-girl, ily kesayanganku, dari ribuan manusia di bumi ini masa iya Cuma Arui Arui itu yang bikin kamu membuka hati?”
ai gagal mellow melihat kelakuan sahabatnya ketika menceritakan tentang idolanya itu. Sejak masa kuliah Lily sering menceritakan sosok Arui hingga ai bosan.
“gimanapun Arui itu udah nyelametin gue ay, lagu lagu dia yang bikin gue merasakan hidup yang lebih bermakna, meskipun wajahnya misterius, tapi gue hapal banget suaranya, gue yakin dia ganteng”
“ganteng mulu dipikiran lo neng”
“serius ay, kalo nih ya ampe mati gue ga sempet liat wajah Arui, ntar gue di surga mau request sama Tuhan minta dikasih bidadara kayak Arui”
“yakin bener lo masuk surga, lagian mana ada bidadara” ai tidak suka topik percakapan ini
“yakinlah tsay, gue kan punya tiket VIV masuk surga, gue kan kalo pun meninggoy itu karena penyakit, auto masuk surga, asal sekarang pas hidup gue rajin beribadah, ikhlas atas semuanya, berbuat baik, golden tiket udah ditangan gue”
Percakapan tengah malam yang makin kesini makin kesana.
Ai pura pura tertidur demi menghindar dari celotehan Lily tentang Arui, makhluk yang tidak jelas keberadaannya di dunia ini.
“Lily seandainya itu benar ‘Terry Sue’ yang gue kenal dan lo suka sama dia, dengan senang hati gue mengubur penantian panjang ini.” Dalam hati ai bergumam.
Sesaat kemudian terdengar suara isakan halus disamping lily, lily terkejut dan mendapati ai dengan mata terpejam, menangis pelan.
“ehhh… ai lo kenapa nangis??” bisik lily sambil memeluk sahabatnya itu
“maapin gue jadi mellow, bentar ya ly”
Lily menepuk lembut punggung ai menenangkan. Beberapa menit kemudian isakan itu mereda.
“ini cerita gue yang gue pun malu nyeritainnya, lo jangan hujat gue abis ini ya” pipi ai memerah entah karena habis menangis atau malu, lily hanya mengangguk.
“dulu inget banget, gue kan hidupnya nomaden, ikut papa tugas Negara, kita semua sering pindah pindah perfektur. Waktu gue di Osaka gue sempet sekolah SD - SMP di internasional school gitu kan ya, saat itu gue ga punya temen, hanya ada satu orang yang mau temenan sama gue saat itu. Maklum gue bar bar sejak dini”
Tatapan ai menerawang jauh,
“bentar bentar, lo pernah internasional school? Gimana rasanya? Pasti seru” cecar lily.
“seru sih, lebih beragam orangnya, tapi buat gue yang saat itu bar bar, banyak yang ga mau temenan sama gue” kenang ai.
“nah sahabat gue ini cowo, dia foreign disana, seinget gue rambutnya hitam, irisnya gelap, ya meski khas western nya masih kentara tapi dia fasih kok bahasa jepang.”
“dia jago karate, suka menang pertandingan, suka banget makan, makanya gue cocok sama dia. Naik kelas dua, Gue bilang suka sama dia as a boyfriend, inget banget gue senyuman dia saat itu saat dia bilang kalo dia juga punya perasaan sama kayak gue” ai tersenyum dengan air mata menggenang.
“trus trus, seneng dong, bocil bocil udah suka sukaan deuuuhhh” lily menggoda.
“ya namanya juga bocil, suka sukaan nya juga paling belajar bareng, beli eskrim, ga yang aneh aneh”
“masuk ke pertengahan semester kedua kelas dua, dia ikut perlombaan karate tingkat internasional dan menang, suatu hari saat belajar kelompok di rumahnya, dia bilang kalo dia akan memberi kejutan kepada ayahnya yang berada di Indonesia atas kemenangannya. Berangkatlah dia ketika libur musim panas saat itu” air mata ai mulai berkumpul kembali.
Lily terdiam menunggu kelanjutan cerita ai. Ai menghela nafas menenangkan diri.
“saat itu gue ga pernah berfikir kalo itu pertemuan terakhir kita, kita mengobrol seperti biasa, seolah olah esokpun akan sama dengan hari ini”
“nyatanya untuk kita berdua tidak ada kata esok hari, dia menghilang ly”
“setahun kemudian setelah lulus SMP, gue nyusul dia dengan bersekolah disini, berbekal dengan keyakinan bahwa dia ada di Bandung. Masih untung saat itu uncle Yuga kebetulan bertugas di Jakarta.” Ai mengusap air matanya, bibirnya tersenyum, namun menyimpan banyak arti.
“gue bisa ngerti beratnya jadi elo, sendiri di lingkungan baru, jauh dari keluarga, ga ngerti bahasa, untung lo pinter ay, dan lebih beruntung karena lo ketemu gue saat itu” lily memeluk ai.
Kemudian lily berbisik dengan mata mengantuk setengah terpejam.
“siapapun cowo itu, gue mau berterimakasih, karena ulahnya, gue jadi punya sahabat bernama tittari ai”
Ai mendengar itu kembali banjir air mata, meski tidak bersuara namun air matanya tidak berhenti mengalir.
bersambung
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
