(Un)Perfect Life (chapter 1 - 5)

2
0
Deskripsi

(Un) Perfect life Chapter 1 - 5

Versi revisi dari wattpad dengan beberapa perbaikan 

 

Cover from freepik :

Image by teksomolika on Freepik

Prolog

We fall in love by chance
We stay in love by choice
I am trapped in your love 
And my escape button is not working
I looked into your soul once
And I am trapped for eternity

Siapa yang bakalan nyangka kalo masuk ke mini market dan membeli minuman akan merubah seluruh hidup seseorang?  Gak ada, termasuk Nadine.  Tapi keputusan Nadine masuk ke sebuah mini market ternyata telah merubah semua rencana hidupnya,  memaksanya menghadapi hidup yang tidak pernah dibayangkan, bahkan bertemu dengan pria dingin dan menakutkan yang merenggut kehormatan yang dia jaga dengan baik. 


Nadine :
" Pertemuan kita sebuah kesalahan,  lepaskan aku dan biarkan aku menjalani hidupku "
 

Adrian
" Kamu sudah ditandai dan kamu milikku,  hanya milikku "

Cerita ini hanyalah fiksi belaka,  kesamaan nama,  karakter,  tokoh,  lokasi dan lain lain hanyalah kebetulan semata
Cerita ini merupakan Saputra Series yang pertama

 

 

 

 

Chapter 1

Nadine merasa keputusannya untuk meninggalkan kota asalnya sudah cukup tepat.  Terlalu banyak kepedihan yang sulit dilupakan jika ia terus berada di sana. 

Kematian ayah dan ibunya karena kebakaran rumah mereka, membuat hidupnya benar benar hancur.  Ia harus merelakan kehilangan kedua orang yang sangat disayanginya, termasuk kehilangan semua harta bendanya.

Keluarga mereka bukan orang yang mampu untuk membayar asuransi, karena itu Nadine pun harus berjuang dengan sisa sisa tabungan yang ia miliki. 
 

Nadine melihat ke luar jendela bus yang ia tumpangi. Bus melaju dengan kecepatan sedang di jalan poros antar kota yang tidak terlalu ramai. Nadine ingin mencoba mencari kerja dan peruntungan di kota sebelah, kota yang berjarak 12 jam perjalanan dari kota di mana ia dibesarkan. 

Sejujurnya, ia tidak memiliki persiapan apa apa, ia tidak punya kenalan,  rumah yang akan ditumpangi sementara di kota tujuan pun tak ada.  Tapi Nadine berpikir mungkin ini pilihan terbaik yang bisa dilakukan dan membantunya memulihkan luka akibat kehilangan kedua orang tuanya
 

" Perhatian perhatian,  ini adalah perberhentian pertama kita,  hanya untuk ke toilet,  tapi jika tidak ada,  kita langsung lanjut ke perberhentian berikutnya " kondektur bus berteriak menyampaikan pengumuman
 

" Saya mau ke toilet "  Nadine mengangkat tangannya
 

" Baiklah hanya 5 menit,  toilet yang di ujung ya,  hanya toilet dan tidak ke mana mana termasuk ke mini market yang di sebelah sana. " kondektor mengingatkan
 

" Hm....kalo masih bisa ditahan, mending di perberhentian berikutnya saja" ibu yang duduk di samping Nadine memegang tahan Nadine
 

" Kenapa bu? " 
 

" Hm.....daerah ini bukan daerah aman,  ini daerah konflik " ibu itu bergumam rendah
 

" Serius bu? " Nadine sedikit terkejut
 

" Tampaknya kamu baru pertama kali keluar kota,  atau baru pertama kali lewat di sini. Lihatlah tidak ada satupun orang yang turun " ibu itu berbisik dan mengedarkan pandangannya ke dalam bus
 

" Aku benar benar kebelet,  bu"
 

" Hati hati,  dan hanya ke toilet yang di ujung ya? "
 

Nadine mengangguk dan segera mengambil syalnya dan turun dari bus,  angin sore bertiup agak kencang.  Ia menuju ke toilet yang ditunjuk oleh supir dan kondektur bus. Nadine segera masuk ke dalam toilet.

Setelah keluar dari toilet,  Nadine merapikan dirinya di depan cermin besar yang ada di dalam toilet. 


Perberhentian yang aneh,  tak satupun penumpang yang turun,  dan area ini benar benar sepi
 

Nadine membatin. Dengan acuh, dia keluar dari toilet,  bus berhenti dengan kondisi mesin masih menyala.  Dari jauh Nadine melihat ada sebuah mini market,  hanya 100m dari bus.  


Kurasa tidak ada salahnya jika mampir sebentar ke sana,  hanya 2 menit


Nadine merogoh saku celananya dan menemukan sedikit uang.  Ia berjalan ke arah mini market dan berniat membeli sedikit minuman dingin untuk mengurangi rasa haus dan laparnya. 
 

Nadine mendorong pintu mini market, sangat sepi,  tapi cukup sejuk dengan hembusan AC. Nadine dengan cepat menuju ke lemari pendingin dan menarik beberapa botol minuman,  menuju ke kasir untuk membayarnya. 
 

" Ini saja? " pria tua yang menjaga mini market itu bertanya
 

" Iya... Ini saja pak... " Nadine mengangguk dan merogoh saku celananya
 

Brakkk.... 
 

Tiba tiba pintu mini market didobrak dan seorang pria masuk dengan terburu buru. 

Nadine dan pria tua yang berada di meja kasir sama sama terkejut.  Pria itu tampak terengah engah dan memandang berkeliling seolah mencari sesuatu. Dengan gugup ia memandang Nadine dan pria tua itu


Brakkk....


Kembali pintu dibuka kasar.  Beberapa pria muda masuk dan memandang dengan tajam ke arah pria pertama yang masuk tadi. 


" Kembalikan apa yang kau ambil dari kami... 

" seorang pria yang tampak seperti pemimpin di antara pria pria itu berbicara dengan nada suara yang sangat dingin


" Aku tidak mengerti apa yang kamu bicarakan “ pria yang masuk pertama menggeleng pelan  berpura pura tidak tau. 

” Mana flash disknya? " pria itu tersenyum dingin.  


Nadine bergidik melihat apa yang terjadi di hadapannya.  Dengan segera ia menyesali keputusannya untuk membeli minuman dingin.  Seharusnya tadi ia langsung kembali ke dalam bus setelah keluar dari toilet. 


Toetttt..... Toetttt 

Nadine mendengar klakson bus beberapa kali.  Ia merasa panik, jangan jangan sudah lewat 5 menit dan bus tidak mau menunggu. 

Nadine beringsut ingsut di dinding meja kasir hendak keluar,  ketika tiba tiba tubuhnya ditarik paksa oleh pria yang masuk pertama
 

" Jangan mendekat atau dia kubunuh... " pria itu mengunci Nadine dalam pelukannya dan sebuah pisau diacungkan di leher Nadine
 

Nadine merasa detak jantungnya berhenti.  Ia dengan segera menyadari bahwa ia menjadi sandera pria yang pertama masuk. 
 

" Aku tidak peduli... Maaf aku tidak mengenalnya.... " pria yang di pintu menjawab acuh tak peduli.  
 

" Hei.... Lepaskan aku... " Nadine mulai panik,  ia merasa tekanan benda dingin dan tajam di lehernya
 

" Serahkan saja milik kami,  dan aku anggap semuanya selesai sampai di sini.. " pria itu berkata dingin. 
 

Pria yang memegang Nadine mulai panik dan menyeret Nadine masuk ke dalam lorong minimarket
 

Toetttt.... Toettt..... 
 

" Heii... Lepaskan aku.. Aku tidak ada urusan di sini... Busku akan segera jalan..... " Nadine berteriak panik
 

Salah satu pria yang berdiri di dekat pintu, keluar dari mini market dan menembakkan pistol ke atas.  Dengan segera Nadine mendengar suara mesin bus dipacu.  Bus benar benar meninggalkannya.
 

" Heiiiii.... Sialan... Kalian membuatku ketinggalan bus... " Nadine mulai putus asa dan panik
 

" Diam.....!! " pria yang menyandera Nadine membentak dan menyentak kasar tubuh Nadine 
 

" Ahhh... " Nadine mengeluh karena sentakan itu membuat tubuhnya sakit 
 

Pria yang berdiri di depannya menatap tajam Nadine 
 

" Kau benar benar sial. Busmu sudah berangkat, dan mungkin kamu akan kehilangan nyawamu di sini " pria itu memasang wajah iba
 

" Lepaskan aku !!! " Nadine memberontak,  tapi sia sia,  pria itu mengunci tubuhnya dengan kuat
 

" Baiklah, jika tidak mau cara baik baik... " pria itu meregangkan lengannya dan memberi kode ke pria pria lain yang berada di belakangnya. 
 

Pria pria lain yang berada di belakang pria itu segera maju mendekati pria yang menyandera Nadine. Merasa didekati pria itu mulai panik dan mengacungkan pisaunya ke arah pria pria itu. 
 

Pria yang tampaknya sebagai pemimpin memberikan tendangan memutar ke arah lengan pria yang memegang pisau.  Begitu pisau terlepas dan terjatuh, dengan segera pria pria lain menyerbu pria itu.  Kegaduhan pun terjadi di dalam mini market. Perkelahian tak imbang terjadi.  Barang barang berjatuhan dari rak,  beberapa botol jatuh dan pecah di lantai. 
 

Dalam kekacauan itu, Nadine merasa tangannya ditarik dan dibawa ke meja kasir. Nadine mengangkat wajahnya dan melihat pria itu,  pria yang tampaknya sebagai pemimpin, memandangnya
 

" Kamu benar benar di tempat yang salah dan waktu yang salah... " pria itu berbisik dengan suara dingin
 

" Aku tidak peduli,  yang kutahu, gara gara salah satu orangmu menembak,  busku meninggalkanku " Nadine membentak kesal
 

" Tidakkah orang di busmu memperingatkanmu? " pria itu bergumam dan memandang tajam ke arah Nadine 
 

" Kupikir itu hanya gurauan.... "
 

" Hidup itu bukan gurauan, nona... " pria itu berbisik sinis
 

Nadine berbalik saat suara kegaduhan berhenti,  pria yang menyanderanya tadi tampak tergeletak di lantai mini market dengan wajah lebam dan darah di mana mana. Salah seorang pria mengacungkan sesuatu ke arah pria yang sedang berbicara dengan Nadine 
 

" Adrian, kurasa ini yang kita cari.... " pria itu mengacungkan sebuah flash disk 
 

" Hm, suruh Bastian memeriksanya " pria yang dipanggil Adrian memerintah
 

Pria itu kembali dan menyodorkan flashdisk ke pria lain.  Pria lain menyambungkan flash disk itu ke sebuah hp
 

" Kalian harus bertanggung jawab.. " Nadine mengeluh 
 

" Tanggung jawab?  Untuk apa? " Adrian mendengus
 

" Aku ditinggalkan bus,  barang barangku masih di dalam bus. Aku terdampar di sini! " Nadine berteriak dengan kesal
 

" Itu urusanmu... " Adrian mengangkat bahu
 

" Kamu.....!!! " Nadine dengan tiba tiba mengangkat tangannya dan memukul Adrian sementara kakinya menendang Adrian dengan kesal
 

Adrian menangkap tangan Nadine dan menangkis tendangan Nadine 
 

“ Kamu benar benar berani.... " pria yang tadi mengecek flash disk kembali dan hendak memukul Nadine saat melihat Nadine memukul dan menendang Adrian
 

" Cukup ! " Adrian tersenyum sinis " Sudah dicek? " Adrian tetap memegang kuat tangan Nadine yang terus memberontak berusaha melepaskan diri dari cengkraman kuat tangan Adrian
 

" Sudah.. Ini memang milikmu... "
 

" Baiklah... Mari kita kembali dan kau.... " Adrian tersenyum sinis menatap Nadine " Ikut denganku saja"
 

" Heiiii.... " Nadine melawan dan mencoba bertahan agar tidak bergeser saat Adrian menarik tubuhnya
 

" Dan ini untuk biaya kerusakannya... " Adrian meletakkan setumpuk uang di atas meja kasir. Pria tua itu menerimanya dengan acuh seolah tak ada kejadian apa apa
 

Adrian menyeret tubuh kecil Nadine keluar dari mini market, mengabaikan perlawanan Nadine,  berbelok ke arah samping,  melewati lorong kecil di mana tampak beberapa mobil terparkir di sana
 

" Tinggalkan dia, Adrian " 
 

" Aku ingin membawanya, Ivan... " Adrian mendengus
 

" Akan jadi masalah.. "
 

" Kujamin tidak. Lagian jika kau tidak menembakkan senjatamu,  dia tidak akan ditinggalkan bus " Adrian menatap tajam Ivan 
 

" Terserah dirimu lah... " Ivan mengangkat bahunya
 

Nadine diseret masuk ke dalam mobil oleh Adrian. Nadine masih mencoba melawan dan terus memberontak, tapi Adrian mengunci tangannya dengan kuat
 

" Kupastikan lenganmu akan patah jika terus melawan." Adrian mengeluarkan borgol dan mengacungkannya ke arah Nadine  " Siapa namamu? " Adrian bertanya dingin
 

" Na... Nadine... " Nadine menjawab dengan gugup
 

" Baiklah Nadine, namaku Adrian dan ini kesepakatan kita,  jika kau duduk diam dalam mobil,  kau akan aman sampai ke wilayahku,  tapi jika kau membuat kegaduhan, kupastikan lenganmu akan patah dan kau kubuang di mana saja, dan kau akan mati karena tidak akan ada seseorang yang menemukanmu,  bagaimana? "
 

Nadine menahan nafas karena takut.  Adrian memandang Nadine dengan tatapan sangat dingin dan menakutkan.  Nadine menunduk dan mengangguk pelan
 

" Baiklah, kita jalan... " Adrian  memberi perintah 
 

Mobil berjalan pelan menembus jalan yang kiri kanannya begitu tandus dan hanya ada gundukan pasir di mana mana. Nadine mencuri pandang ke arah Adrian yang duduk di sampingnya dan sibuk memainkan hpnya. Adrian sebenarnya cukup tampan, garis wajahnya tegas, tubuhnya tinggi dan kekar, tapi Nadine bergidik, sepertinya Adrian dan teman temannya bukan pria baik baik
Nadine menarik nafas panjang,  dadanya dipenuhi rasa kecewa dan menyesali keputusannya memasuki mini market,  tanpa sadar matanya berkaca kaca,  tapi semua sudah terjadi. Sementara itu Adrian yang duduk di sampingnya melirik Nadine dengan tatapan sulit diartikan

 

Chapter 2

Nadine merasa cukup lelah duduk di dalam mobil,  sebenarnya waktu yang ditempuh tidak terlalu lama,  tapi karena jalan yang dilalui tidak mulus, beberapa masih tanah merah pengerasan, ada juga yang masih berupa batu batu kecil,  mobil sering mengalami guncangan. Nadine melirik Adrian yang tampak santai dan sesekali membaca sesuatu di layar hpnya seolah olah tidak terganggu dengan kondisi jalan yang cukup buruk.
 

Tiba tiba mobil terasa mulai tenang.  Nadine melirik ke arah jendela mobil.  Jalan yang tadinya tidak jelas karena hanya berupa tanah dan bebatuan kerikil,  sekarang sudah mulai kelihatan warna aspalnya.  Pepohonan mulai terlihat lebih rapi.  Mobil melewati area lebih terbuka. Nadine melihat ada beberapa rumah kecil seperti pos penjagaan dan beberapa orang duduk di depannya 
 

Mobil mobil melambat dan membuka kaca mobil dan memberi kode sebelum melewati pos penjagaan. Setelah melewati pos penjagaan,  mobil berbelok tajam dan memasuki area pemukiman, rumah rumah kecil bergaya klasik tanpa pagar berjejer rapi di sepanjang jalan.  Anak anak kecil tertawa dan berlari di sepanjang jalan.  Kemudian mobil mereka melewati area seperti pusat pertokoan, dengan banyak bangunan kecil dengan papan nama dan tampak lebih ramai dibanding area pemukiman yang mereka lewati sebelumnya. 
 

Mobil melewati area pemukiman yang lebih terbuka dengan latar danau yang sangat cantik.  Beberapa perahu kecil tampak bersandar di tepi dermaga danau.  Anak anak kecil tampak berenang dan bermain air di danau itu.  Warna danau berkilauan cantik terkena sinar matahari sore
 

"  Wahhh.... " Nadine terpana melihat keindahan danau
 

" Ahhh..... Indah kan? " Adrian terseyum geli
 

" Hm... aku ingat,  antara kotaku dan kota tujuanku memang melewati danau kecil,  tapi tidak ada tanda ada daerah pemukiman di peta mana pun" Nadine tampak heran
 

" Ini memang daerah tersembunyi "
 

" Seharusnya jalan tadi diperbaiki. Akses ke daerah ini sangat buruk. " Nadine bergumam sambil memandang kagum ke arah danau. 
 

" Tidak akan dan memang sengaja dibiarkan seperti itu,  agar orang luar tidak mudah menemukan daerah ini.. "
 

" Kenapa ? Rasanya aneh, sebuah daerah menutup diri dari daerah lain di sekitarnya " Nadine bergumam
 

" Karena kami punya alasan... " Adrian menjawab acuh

Mobil menyusuri jalan kecil yang sedikit menanjak dan di ujung jalan Nadine melihat rumah besar seperti villa berdiri megah. Mobil berhenti di bagian depan rumah. 

Rumah dikelilingi pagar yang tinggi dengan banyak camera CCTV terpasang di sepanjang pagar.  Pintu pagar terbuka otomatis setelah mobil di bagian depan membuka kaca dan memberi kode ke arah kamera di pintu gerbang. Mobil menyusuri jalan paving block menuju ke arah rumah.  Di depan rumah tampak beberapa pria berbadan tegap berdiri menyambut mobil mobil yang berhenti. 
 

" Kita sudah sampai... " Adrian membuka pintu mobil dan keluar " Keluarlah.... "
 

Nadine dengan ragu keluar dari mobil.  Dari depan rumah,  ia bisa melihat danau di bawah mereka, indah dan terasa damai. Nadine kemudian menyadari semua mata menatapnya dengan tatapan aneh yang sulit dijelaskan
 

" Pak Adrian, maaf ini...? " salah seorang pria bertanya
 

" Dia tamuku dan tolong panggilkan bu Hanna kemari... " Adrian menjawab ketus
 

Pria itu segera masuk dengan terburu buru. Adrian memberi kode ke Nadine untuk mengikutinya masuk ke dalam rumah. Rumah itu bergaya klasik dengan langit langit yang tinggi. Interior dalamnya sangat cantik dengan perabotan klasik yang sangat mewah.  Nadine cukup takjub melihat isi rumah itu. 
 

" Pak Adrian memanggil saya? " suara wanita menyapa Adrian 
 

" Ahh iya.. Bu Hanna.. Ini Nadine... Siapkan kamar dan berikan dia baju ganti dan makan malam... " Adrian memberi instruksi pada Hanna 
 

" Kamar tamu yang mana? " Hanna bertanya
 

" Kamar....hm... Kamar di sebelah kamarku saja... " Adrian bergumam
 

" Maaf pak? Kamar di sebelah kamar bapak?" Hanna bertanya ragu
 

" Iya.... " Adrian mengangguk tegas
 

" Anda tidak salah, kan? " Hanna memastikan ulang 
 

" Tidak, carikan dia pakaian yang cocok, dia tidak membawa apapun " Adrian berkata dengan dingin 
 

" Baik pak.... " Hanna mengangguk menatap Adrian yang langsung meninggalkan Nadine dan Hanna berdua. 
 

" Nadine,  itu namamu? " Hanna menyapa Nadine 
 

" iya bu... " Nadine mengangguk dan menjawab dengan suara lirih
 

" Baiklah., kemarilah.... " Hanna berjalan mendahului Nadine.  Mereka melewati ruangan besar dan menuju ke koridor panjang dengan banyak pintu. Hanna berhenti di ujung koridor dan berbelok, membuka satu pintu dan masuk
 

" Ini kamarmu... "

Nadine terperangah menatap isi kamar itu. Kamar yang mereka masuki cukup luas dengan satu tempat tidur bergaya klasik berukuran king size.  Ada meja rias di sudut ruangan, lemari besar mengisi dinding yang lain.  Ada dua pintu di dinding lain,  satu pintu kamar mandi dan satu pintu kaca dan jendela kaca ke arah balkon.  Melalui jendela kaca yang tidak tertutup tirai, Nadine dapat melihat pemandangan danau di kejauhan
 

" Di mana kamu bertemu dengan pak Adrian? " Hanna membuka lemari besar dan Nadine melihat banyak sekali pakaian wanita tergantung dan tersusun di raknya
 

" Di mini market. Hm, bu, ini kamar siapa? " 
 

" Sudah lama kamar ini kosong dan tidak ditempati... " Hanna menjawab acuh sambil mencari cari pakaian " Hm, kamu baru bertemu pak Adrian tadi?  Atau sudah pernah bertemu sebelumnya? "
 

" Tidak, ini pertama kalinya dan aku terjebak dalam keributan mereka, aku juga ditinggalkan bus " Nadine merengut kesal mengingat kejadian tadi 
 

" Sedikit aneh dan bukan kebiasannya membawa wanita. Ini mungkin cocok, pakaian di sini mungkin agak sedikit kebesaran,  tapi pakailah dulu sementara sambil dicarikan yang pas. " Hanna meletakkan beberapa potong pakaian di atas tempat tidur
 

" Bu, kapan aku bisa kembali ke mini market dan mencari bus? "  Nadine memandang ke arah Hanna 
 

" Kurasa kau tidak akan kembali ke mini market. Pak Adrian bukan pria yang suka membawa wanita ke dalam rumah dan selama ini  hanya ada tiga wanita termasuk dirimu yang dibawa ke mari.  Pertama, wanita yang dulunya tinggal di kamar ini,  kedua adalah teman baiknya dan ketiga adalah dirimu... " Hanna berbisik
 

"  Aku tidak mengerti... " Nadine menggaruk kepalanya yang tidak gatal
 

" Mandilah dulu dan berganti pakaian.  Kau tampak begitu kotor dan letih. Itu kamar mandinya,  ini handukmu. Aku akan menyiapkan makan malam. " Hanna pamit
 

" Ehh bu.... Tapi bu..... Bu... Tunggu dulu... " Nadine berteriak tapi Hanna keluar kamar tanpa berkata apapun
 

Nadine menuju ke pintu balkon, mencoba membuka pintu,  tapi pintunya terkunci. Nadine menghela nafas dan menuju ke arah pintu kamar,  membukanya dan dia melihat dua orang pria berdiri di depan pintu
 

" Ada yang bisa kami bantu? " salah satu pria menyapa
 

" Ahhh tidak ada..... " Nadine menggeleng dan segera menutup pintu kamar kembali. 

Rumah ini bagai sarang mafia,  semua penjaga bertebaran di mana mana,  Nadine menggaruk lagi kepalanya dan merasa menyerah, otaknya tidak bisa diajak berpikir

Nadine akhirnya memutuskan untuk mandi. Ia memilih di antara tumpukan pakaian dan memutuskan mengambil atasan kaos dan celana kain selutut yang sedikit kebesaran untuk ukuran tubuhnya. Nadine mengambil pakaian dan handuk,  masuk ke dalam kamar mandi
 

Air shower yang hangat membuat tubuhnya terasa lebih segar.  Nadine mengeringkan rambutnya yang basah, segera berpakaian dan membungkus rambutnya dengan handuk kemudian kembali ke kamar. 
Nadine duduk di depan meja rias dan mengambil sisir yang berada di atas meja rias.  Ia mengeringkan rambutnya dan menyisirnya.  Setelah dirasa rapi dan sudah cukup kering,  Nadine kembali ke depan jendela balkon dan dengan takjub melihat warna keemasan langit sore.  Sudah cukup lama ia tidak melihat langit yang cantik, gedung bertingkat di kotanya tinggal, menutupi warna emas langit sore. 
Nadine kembali ke tempat tidur dan berbaring dengan malas.  Ia merasa seperti terperangkap di rumah ini,  tidak bisa ke mana mana,  bahkan di luar kamar pun ada orang yang berjaga.  Entah apa yang sebenarnya terjadi di sini. Pemandangan dan daerah yang menarik dan indah, tapi kehidupan serba tertutup membuat perasaan Nadine sedikit takut.  Tanpa sadar Nadine tertidur karena lelah

 

 

Chapter 3

Nadine membuka mata,  terasa tepukan lembut di pipinya,  samar ia melihat wajah Adrian begitu dekat di depan matanya. 

Dengan spontan dan kaget,  Nadine menggeser tubuhnya mundur menjauh
 

" Sana....!! " Nadine dengan refleks mendorong tubuh Adrian menjauh
 

" Tidurmu nyaman? " Adrian terkekeh kecil membuat wajahnya terlihat semakin tampan
 

" Hm.. " Nadine bergumam serak, enggan menjawab,  hidungnya mencium aroma makanan yang wangi dan menggoda selera
 

" Lapar?  Tuh makananmu sudah disiapkan bu Hanna.... " Adrian menunjuk kearah meja kecil beroda yang berisi beberapa menu. 

Adrian bisa membaca tatapan mata Nadine yang terlihat ragu dan waspada ke arah makanan
 

" Makanlah, Nadine. Makanannya tidak diracuni, itu jika benar ada dalam pikiranmu. Di sini racun tidak terpakai,  kalo memang mau, aku bisa langsung menembakmu mati... Dorr... " Adrian menyeringai 
 

" Lelucon yang tidak lucu.... " Nadine mendengus dan memasang wajah cemberut 

" Kamu tidak makan? " Nadine menarik meja kecil beroda itu.  Isinya sepiring nasi putih, ayam goreng dengan wangi menggoda,  ada tumisan sayur dan sambel yang benar benar wangi.  Ada dua gelas kosong dan satu teko kaca berisi es teh manis yang ditaruh di atas meja
 

" Aku sudah makan. Ini sudah cukup malam, makanlah cepat “ Adrian melirik ke arah arloji di pergelangan tangannya “ Aku ada sedikit urusan,  nanti aku akan kembali. Buat dirimu nyaman. " Adrian berdiri dan menuju pintu kamar,  keluar dan menutup pintu
 

Ditinggalkan seorang diri,  Nadine mengambil kesempatan untuk menikmati makanannya dengan santai.  Menunya benar benar nikmat dan menggugah selera.  Nadine tidak ingat kapan terakhir dia makan dengan nikmat, pastinya sebelum bencana kebakaran yang menimpa kedua orang tuanya
 

Nadine menuangkan es teh manis ke dalam salah satu gelas kosong dan menegaknya hingga tandas.  Perutnya terasa kenyang. Nadine mencoba sekali lagi menuju pintu kamarnya,  membukanya,  dan ternyata sekarang malah ada tiga orang yang berjaga di sekitar area pintu kamar Nadine 
 

“ Ada yang bisa dibantu? " salah seorang pria bertanya 
 

Nadine menggelengkan kepalanya, segera masuk ke dalam kamar dan menutup pintunya dengan keras. Perasaannya sangat kesal.  Ia benar benar merasa seperti tawanan di rumah ini.  Nadine menghempas tubuhnya dengan kasar di atas kasur, menatap langit langit kamarnya yang luas. Tanpa sadar dia tertidur kembali

************
Nadine membuka matanya dengan malas. Samar ia melihat sesosok pria berdiri di depan pintu balkon dalam posisi membelakangi Nadine.  Dengan segera Nadine mengenali itu sosok pria itu adalah Adrian 
 

" Kamu..? " Nadine bergumam dengan suara serak khas bangun tidur
 

" Sudah bangun? " Adrian memutar tubuhnya dan menatap Nadine 
 

" Kenapa ke sini? Ini sudah malam "
 

" Kau bertanya kenapa aku ke sini? Itu pertanyaan bodoh. Aku bebas ke sini. Ini rumahku... " Adrian berjalan mendekati ranjang dan duduk di tepinya
 

" Tampaknya makanan bu Hanna sesuai dengan seleramu" Adrian melirik piring piring yang tampak kosong di atas meja
 

" Hm... Iya enak.... " Nadine bergumam " Kapan aku bisa kembali ke mini market itu? " Nadine bertanya pada Adrian 
 

" Untuk apa? " Adrian mengambil gelas kosong yang belum terpakai dan menuang sisa teh yang ada di dalam teko ke gelasnya
 

" Aku ingin melanjutkan perjalanan ke kota tujuanku" 
 

" Untuk? " Adrian menjawab acuh sambil menyeruput teh di gelasnya
 

" Mencari pekerjaan... "
 

" Di sini juga bisa, ada banyak hal yang bisa dikerjakan " Adrian kembali meneguk tehnya dengan acuh
 

" Tidak.. Di sini berbeda.... " Nadine menggeleng samar
 

" Oh iya?  Apa yang berbeda? " Adrian meletakkan gelas teh di meja dan menatap Nadine dengan tatapan penasaran
 

" Suasana di sini sedikit berbeda dan bukan seperti kehidupan normal... "
 

" Oh iya? Kurasa sama saja, hanya kamu belum melihat semuanya " Adrian menjawab acuh
 

" Bedaaaaa... " Nadine menaikkan nada suaranya dan merengut dengan kesal
 

" Sama saja " Adrian terkekeh menatap wajah Nadine yang terlihat menggemaskan saat kesal " Ceritakan tentang kota asalmu "
 

" Tidak ada yg perlu diceritakan " Nadine menjawab ketus
 

" Apa pekerjaan orang tuamu? " 
 

" Hm... " Nadine menunduk dan meremas ujung pakaiaannya 
 

" Ceritakan.. Aku ingin tau... " suara Adrian melunak
 

" Mereka sudah meninggal karena kebakaran. Itu alasanku ingin ke kota seberang... " Nadine bergumam dengan suara sedih
 

" Keluarga yang lain? " Adrian menghela nafas samar. Ada perasaan iba menyeruak dalam hatinya saat mendengar Nadine kehilangan kedua orang tuanya
 

" Aku tidak tau jika ada keluarga lain,  orang tuaku tidak pernah bercerita atau memperkenalkan padaku " Nadine menarik nafas panjang 
 

" Berapa umurmu? " Adrian memperhatikan Nadine dengan seksama. Tatapan mata Nadine tampak lembut namun penuh kesedihan. Wajahnya manis dengan bibir mungil yang  menggemaskan. Tubuhnya juga kecil dan mungil, tidak mencapai bahu Adrian
 

" Hm... 20 tahun.. "
 

" Oke.. Masih 20 tahun.. Tidak punya keluarga sama sekali,  jadi kurasa tidak akan ada juga yang mencarimu. Kurasa di sini tempat yang cocok untukmu" Adrian menatap Nadine 
 

" Tidak ! Ini bukan tempatku !" Nadine meninggikan suaranya dengan kesal
 

" Ini akan jadi tempatmu,  kamu juga tampaknya menyukai tempat ini "
 

" Tidakkk... Aku tidak mau... Lepaskan aku... " Nadine memasang tampang kesal
 

" Lepaskan? " Adrian mengerutkan keningnya
 

" Iya.. Aku merasa seperti tawanan.. Ada banyak orang yang berdiri di depan pintu kamar " Nadine menatap Adrian dengan kesal “ aku bahkan tidak bisa keluar dari kamar ini. “
 

" Ahh itu..... " Adrian menyeringai " Itu untuk berjaga jaga,  karena kamu belum tau kondisi di sini dan menghindari terjadinya hal hal yang tidak diinginkan... "
 

" Berada di sini juga bukan hal yang aku inginkan ! " Nadine berbicara dengan nada suara tinggi
 

" Wahh kamu tipe pemarah juga. " Adrian terkekeh, menatap wajah Nadine yang semakin menggemaskan saat marah
 

" iyaaa, aku memang pemarah. Jadi berhati hatilah dan sebaiknya kembalikan aku ke mini market... "
 

" Lalu?  Kamu pikir bus akan mengangkutmu?  Tidak akan. Mereka takut menerima penumpang dari sini karena mereka takut kena masalah " Adrian mendekatkan wajahnya ke Nadine yang tampak kaget mendengar kalimat Adrian
 

" Kamu jahat ! Jika kamu tau seperti itu, harusnya temanmu tidak menembakkan pistol dan membuat busku meninggalkanku ! " Nadine berteriak kesal
 

" Makanya, aku bertanggung jawab dengan membawamu ke sini "
 

"bertanggung jawab kalo kamu membawaku ke kota tujuanku... " Nadine mendengus kesal
 

" Untuk apa? Di sini kamu juga bisa melakukan apa pun yang kamu inginkan"  
 

" Tidak mau.. " Nadine dengan kesal memukul dada Adrian 
 

" Wahh kamu benar benar galak " Adrian dengan sigap menangkap tangan Nadine dan memegangnya erat dengan tangannya yang besar
 

" Lepaskan... " Nadine berusaha menarik tangannya tapi cengkraman Adrian begitu keras
 

" Kamu benar benar cantik saat marah... " Adrian mendekatkan wajahnya ke wajah Nadine, menatap mata lembut Nadine yang memancarkan kemarahan. Ada sesuatu yang berdesir dalam hati Adrian
 

Nadine mendorong tubuh Adrian dengan tangannya yang lain.  Adrian kembali menangkap tangan Nadine. Kedua tangan Nadine kini dipegang kuat oleh Adrian. Adrian menekan tubuh Nadine ke atas ranjang hingga Nadine jatuh terlentang. Nadine berusaha bangkit tapi Adrian menahannya dengan kuat.  Adrian mendekatkan wajahnya ke Nadine dan mulai mencium bibir Nadine. Bibir itu terasa manis dan hangat, membuat sesuatu dalam diri Adrian bangkit dan menginginkan lebih
 

" Sialan.... Mesum.. Lepaskan... " Nadine memberontak dan mengunci bibirnya dengan rapat, tapi sia sia, Adrian menahan kuat tengkuknya Nadine
 

" Ahhh... Jangan munafik... Mari bersenang senang malam ini... " Adrian tersenyum dingin. Mengusap bibir Nadine yang memerah karena ciuman paksanya. Adrian melepaskan cengkramannya di tangan Nadine dan berdiri untuk melepaskan pakaiannya hingga menyisakan boxernya.  
 

Nadine bergidik takut,  tubuh Adrian yang tinggi dan kekar dihiasi dengan beberapa tato di dada dan punggungnya. Nadine menggunakan kesempatan saat Adrian sedang melepaskan pakaian untuk lari ke arah pintu,  tapi Adrian dengan cepat menangkapnya kembali, menggendongnya di atas bahu dan membawanya ke arah ranjang. 

Tanpa belas kasihan, Adrian menghempaskan tubuh mungil Nadine di atas ranjang
 

Adrian meraih kedua tangan Nadine, menggenggamnya dengan satu tangannya yang besar dan kasar,  mengunci pergerakan Nadine. Nadine bergidik,  tatapan Adrian berubah menjadi sangat dingin dan kelam. 
 

" Kamu benar benar berbeda dengan gadis lain dan itu membuatku tertarik" Adrian mulai mencium paksa Nadine. Nadine mengunci kuat bibirnya namun Adrian dengan licik menggigit bibir Nadine, dan saat Nadine mengerang dan tanpa sadar membuka mulutnya, dengan cepat Adrian menggunakan kesempatan itu untuk menjelajah  rongga mulut Nadine.
 

Nadine tetap memberontak, tapi sia sia, ia kalah kuat dengan Adrian yang bertubuh lebih besar dan kekar. Di satu sisi, Nadine mencoba tetap bertahan  dengan akal sehatnya dan menolak sentuhan Adrian, tapi di sisi lain, tubuhnya berdesir dengan ciuman dan sentuhan Adrian yang baru pertama kali dirasakannya. Tubuhnya terasa panas. 
Entah bagaimana caranya, Nadine baru menyadari pakaiannya sudah dilepas dengan cepat oleh Adrian, hanya meninggalkan pakaian dalamnya. Adrian menatap ke arah tubuh Nadine yang hanya terbalut pakaian dalam saja. Adrian meneguk salivanya dengan kasar, tubuh mungil di hadapannya benar benar membangkitkan semua hasrat dalam dirinya
 

" Lepaskan aku.. Aku berjanji akan bersikap baik" Nadine mulai menangis karena takut
 

" Jangan menangis, aku akan membuatnya jadi menyenangkan... " Adrian melepas boxernya, mengunci tubuh mungil Nadine, dan melepas kain terakhir yang menutup tubuh Nadine
 

Nadine mulai panik, ia menangis dan menjerit.  Dan ketika Adrian menghentakkan tubuhnya membuat penyatuan, Nadine berteriak histeris 
 

" Sakittttttt.... " Nadine terisak menahan rasa nyeri dan sakit luar biasa, seolah olah tubuhnya terbelah dua
 

Adrian merasakan ada sesuatu yang salah. Ada sesuatu yang basah di bawah sana, dengan segera Adrian melirik ke bawah dan menyadari ada darah
 

" Ini pertama kalinya? Are you virgin? " suara Adrian sedikit kaget namun melunak " Kenapa tidak bilang tadi? "
 

" Kau tidak bertanya,  brengsek !! " Nadine menjerit, cairan bening mengalir dari sudut matanya saat Nadine mengejapkan matanya menahan rasa nyeri
 

" Jangan melawan,  jika kau melawan akan semakin sakit " Adrian mencium bibir Nadine dengan lembut,  pandangannya melembut dan cengkramannya melonggar.  Adrian memeluk tubuh Nadine dengan lembut dan mulai bergerak perlahan

************

" Ada apa ini? " Ivan mendekat ke arah pintu kamar Nadine.  Dari ujung koridor, Hanna juga berjalan ke arah kamar Nadine 
 

" Kurasa untuk sementara, tidak ada yang masuk ke kamar ini dulu " pria yang berdiri di depan kamar terkekeh
 

Sayup sayup Ivan mendengar teriakan Nadine dan isakan tangis dari dalam kamar
 

" Apa yang terjadi? " Hanna bertanya dengan heran " Aku ingin mengambil piring kotor "
 

" Besok pagi saja, bu. Atau saat pak Adrian keluar nanti " pria di depan pintu menjawab acuh.
 

" Apa yang terjadi,  Tony? " Ivan bertanya dengan suara tajam dan dingin
 

" Kurasa pak Adrian akan menghabisinya malam ini, di tempat tidur... " Tony terkekeh
Ivan dan Hanna saling berpandangan dengan kaget. Samar terdengar suara barang jatuh dan pecah dari dalam kamar
 

" Ahh gadis itu memberi perlawanan. Malam ini akan jadi malam yang panjang " Tony bergumam
 

" Adrian... Kamu benar benar.... " Ivan tampak kesal
 

" Biarkan saja, pasti ada alasannya dia membawa gadis itu ke mari " Tony mengangkat bahunya
 

Ivan menarik nafas panjang dengan wajah khawatir dan menatap ke arah pintu kamar Nadine. Sayup sayup ia masih mendengar teriakan histeris Nadine

 

 

 


Chapter 4

Nadine terbaring tidak berdaya sambil menangis terisak isak. Adrian meraih tubuh Nadine dan memeluknya dengan lembut. Nadine terus terisak menahan kesedihannya karena telah kehilangan sesuatu yang dia jaga selama ini. Nadine bahkan tidak mampu menggerakkaan tubuhnya yang terasa remuk dan sakit terutama di area perut bawahnya hingga selangkangannya
 

" Stt... Apakah kamu akan menangis semalaman? Apakah sesakit itu? Seharusnya tidak " Adrian mengelus lembut rambut Nadine 
 

" Sakit.. Karena dirusak olehmu... " Nadine terisak, matanya memancarkan kemarahan dan perasaan terluka
 

" Hm.. " Adrian memeluk kembali tubuh Nadine yang bergetar karena menangis
 

" Aku menjaganya baik baik dan kau mengambilnya sesuka hatimu.. "
 

" Maaf.. Lagian sudah jarang yang menjaganya sampai usia 20 tahun " Adrian mengusap air mata Nadine dengan lembut 
 

" Aku menjaganya untuk suamiku kelak " Nadine mulai menangis kembali
 

" Berarti akulah suamimu... " Adrian berbisik lembut 
 

" Tidak... Kau bukan suami yang aku inginkan... " Nadine menggeleng putus asa
 

" Pelan pelan kamu akan menerimaku.. " Adrian mencium kening Nadine dan menarik selimut menutupi tubuh Nadine
 

" Jika sudah merasa baikan, mandilah dan bersihkan tubuhmu. Besok pagi, kita akan pergi berbelanja pakaian untukmu. " Adrian memakai pakaiannya sambil melirik bercak darah di atas sprai dan selimut putih. 
 

Nadine membuang mukanya dan tidak ingin melihat wajah Adrian sampai Adrian keluar kamar. Adrian membuka pintu kamar Nadine dan menatap tajam ke arah kerumunan orang di depan kamar. 
 

" Apa yang kalian lakukan di sini? " Adrian membentak " menguping? "
 

" Tidak pak... Suaranya terdengar sampai keluar " Tony menjawab dengan gugup
 

" Kamu benar benar kelewatan Adrian " Ivan memotong 
 

" Kenapa? Oh iya, bu Hanna, masuk dan bereskan kekacauan di dalam, ada beberapa pecahan gelas di lantai, jangan sampai Nadine menginjaknya. Jangan usik Nadine. Biarkan dia tidur dan istirahat. Besok saja ibu bereskan tempat tidurnya" Adrian memberi instruksi kepada Hanna dan segera berjalan menuju ke ruang kerjanya. 

Sementara itu, Ivan mengikutinya dengan tampang kesal
 

"Adrian, kali ini aku benar benar kesal dengan ulahmu... " Ivan berbicara dengan nada ketus

" Kenapa? " Adrian duduk di balik meja kerjanya, melirik sekilas ke arah Ivan dan membuka laptopnya
 

" Kamu sudah membawa Nadine secara paksa kemari dan kamu menidurinya dengan paksa. Jika boleh kupakai istilah itu... "
 

" Paksa? " Adrian menaikkan alisnya
 

" Kami semua mendengar teriakannya, sangat histeris... " Ivan menatap tajam Adrian 
 

" Ahh itu, dia tidak bilang, jadi aku tidak tau kalau dia masih perawan.. " Adrian berbisik
 

" Perawan? " Ivan tampak tercengang
 

" Ya, benar, dia masih perawan. Dan jelas pasti sedikit menyakitkan saat pertama kali, tapi kurasa dia juga terlalu histeris " Adrian tersenyum samar " tapi aku menyukainya "
 

" Ahh.....sudahlah aku tidak ingin membahasnya.... " Ivan berjalan meninggalkan ruang kerja Adrian

************

Hanna mendorong kereta kecil berisi perlengkapan bersih bersih. Dengan pelan ia mengetuk pintu kamar Nadine. Tidak terdengar sahutan atau respon apapun. Hanna perlahan membuka pintu dan masuk ke dalam kamar. Hanna cukup kaget melihat kekacauan di dalam kamar.  Tampak meja kecil terdorong cukup jauh,  di lantai berhamburan pecahan gelas dan piring lengkap dengan genangan air teh yang tumpah
 

Hanna mendorong perlahan kereta kecilnya mendekat ke arah tempat tidur.  Samar, ia mendengar suara isak tangis dari balik selimut 
 

" Nadine..... Ini aku... Hanna... " Hanna menepuk pelan selimut yang menutupi tubuh Nadine
 

" Ibu.... " Nadine membuka sedikit selimutnya. 
 

Hanna menghela nafas iba saat melihat Nadine tampak sangat kacau dengan mata bengkak kemerahan akibat terlalu banyak menangis,  rambut berantakan dan beberapa tanda kepemilikan yang ditinggalkan Adrian di areaa sekitar bahu dan lehernya.
 

" Minumlah sedikit agar kau merasa sedikit baikan... " Hanna menuangkan air putih ke sebuah gelas dari botol yang ditaruhnya di kereta, menyodorkannya ke arah Nadine 
 

" Terima kasih bu... " Nadine duduk dengan selimut membungkus tubuhnya dan menerima gelas itu dengan tangan gemetar
 

" Kau baik baik saja?  Ini pertama kali ya? " Hanna melirik ke arah bercak darah yang berceceran di atas sprai dan selimut 
 

" Rasanya sangat sakit, bu, dan kurasa aku tidak akan pernah baik baik, bu... " Nadine kembali terisak
 

" Mandilah, kau akan  merasa lebih baik setelah mandi air hangat " Hanna menarik nafas panjang
 

" Bu.... Tolong aku... " Nadine memandang Hanna sambil mengembalikan gelasnya
 

" Apa yang bisa aku bantu ? "
 

" Tolong aku, bawa aku keluar dari sini. Aku benar benar takut. Takut kejadian ini terulang lagi. Aku takut... " Nadine terisak
 

" Maaf... Aku tidak bisa... " Hanna menggeleng dengan muka sedih
 

" Tolong aku bu... Aku akan membalas jasa ibu dengan apa saja.. "
 

" Tidak Nadine.... " Hanna merapikan rambut Nadine " Saat ini semua orang sudah tau kalo pak Adrian tidak akan pernah melepaskanmu... "
 

" Apa maksud ibu? " suara Nadine tampak bergetar menahan isak tangis dan raut wajahnya menunjukkan ketakutan 
 

" Nadine, aku mengenal pak Adrian sejak kecil.  Ia tertutup,  pendiam dan sulit dekat dengan wanita. Seperti yang pernah aku katakan sebelumnya, hanya ada tiga wanita dalam hidupnya selama ini.  Pertama yang pernah menempati kamar yang sekarang kau tempati, kedua teman dekatnya, dan ketiga dirimu.... " Hanna memegang tangan Nadine 
 

" aku tidak mengerti bu dan aku tidak ingin tahu mengenai masa lalu Adrian... "
 

" Jika pak Adrian membawamu kemari, itu artinya kau sangat menarik dan spesial.  Dan satu lagi, Pak Adrian tidak pernah menyentuh wanita manapun kecuali wanita yang dulu tinggal di kamar ini dan tentu saja dirimu. Kamu sekarang mengerti kan?  Itu artinya kamu dianggap berbeda,  spesial dan khusus"
 

" Aku tidak menginginkannya bu. Aku ingin kembali ke kehidupanku... " Nadine menggeleng lemah
 

" Nadine, di sini semua gadis bersedia melakukan apa saja untuk dekat dengan pak Adrian. Tapi tidak ada seorangpun yang dilirik kecuali kamu saat ini... "
 

" Ibu, di mana wanita yang dulu pernah tinggal di sini?  " 
 

" Bukan hak ibu untuk menjelaskannya. Suatu saat kau akan tau sendiri lewat pak Adrian. Istirahatlah, aku akan membereskan pecahan kaca... "
 

" Maaf bu.. Aku yang menendang meja itu... " Nadine terlihat menyesal
 

" Tidak apa apa.... Aku mengerti... Tampaknya pak Adrian benar benar membuatmu takut dan kesakitan... Tidurlah... "
 

Nadine menarik selimutnya, berbaring sambil mengawasi Hanna yang membereskan pecahan gelas dan piring di lantai. Hanna mengambil jubah mandi dari lemari pakaian dan meletakkannya di tepi kasur.  Hanna mendorong meja kecil dan kereta ke arah pintu.  
 

" Nadine, ibu keluar ya... Ada jubah mandi di ranjangmu..." tanpa menunggu jawaban Nadine, Hanna langsung keluar.  Ia mendorong meja dan kereta kecil ke arah koridor
 

" Kubantu bu? " Ivan mengambil alih kereta dan mendorongnya
 

" Makasih pak Ivan " Hanna mengangguk dan mendorong meja beroda
 

" Bagaimana kondisi Nadine? " Ivan berjalan pelan menyusuri koridor menuju dapur 
 

" Buruk.... " Hanna berbisik 
 

" Buruk? " 
 

" Ia tampaknya tidak bisa berhenti menangis. Matanya sudah bengkak, rambutnya berantakan dengan tubuh penuh kissmark, dan sprainya penuh bercak darah... " Hanna berbisik pelan
 

" Ahh Adrian...... Seharusnya ia belajar memperlakukan wanita dengan baik... Apakah ia trauma? " Ivan mendesah kasar
 

" Entahlah, tapi yang pasti, ia cukup ketakutan.  Pak Adrian kurasa benar benar ....hm.. Kau tau...menghabisinya...... " Hanna berbisik pelan
 

" Ibu tau seperti apa Adrian kan. Delapan tahun tidak peduli pada gadis manapun dan tiba tiba malah memilih gadis itu, membawanya pulang dan melakukan hal gila.... "
 

" Aku tau alasannya. " Hanna berbisik
 

" Apa? " Ivan tampak penasaran
 

" Mungkin.... Hm.... Mungkin... Karena justru Nadine tidak menginginkan pak Adrian,  sikap yang berbeda yang ditunjukkan dengan wanita di sini kan? " Hanna menatap Ivan 
 

" Entahlah... Aku tidak mau berspekulasi.... " Ivan  berbisik " tapi kurasa Adrian tidak akan pernah melepaskannya"
 

" Kurasa begitu.  Nadine hanya perlu belajar menerima saja. Pak Adrian bukan pria yang buruk. Hanya mungkin caranya berbeda.... " Hanna berbisik kecil
 

" Hati hati, jangan sampai ada yang dengar... " Ivan menghentikan langkah di depan dapur " sudah sampai... Kutinggal ya bu.. "
 

" Makasih pak Ivan" Hanna  mengangguk dan segera mendorong meja dan kereta ke dapur, serta membuang pecahan piring dan gelas ke tempat sampah

************

Nadine bangkit dan duduk di atas ranjang. Hanna sudah keluar dari kamar.  Nadine menarik jubah mandi yang diletakkan di tepi ranjang dan memakainya.  Dengan langkah tertatih tatihmenahan rasa nyeri, Nadine menuju kamar mandi
 

Di kamar mandi, ia menatap dirinya di depan cermin . Wajahnya yang tampak pucat dengan mata bengkak,  beberapa bekas merah di leher dan bahunya,  Nadine tanpa sadar menangis terisak isak dengan sedih. 
Dengan putus asa, ia menyalakan shower dan melepas jubah mandinya,  membiarkan air shower menyiram tubuhnya yang terasa kotor dan sangat sakit. Entah berapa lama Nadine membiarkan tubuhnya di bawah shower sampai Nadine mulai bersin bersin. Nadine mematikan shower,  mengeringkan badan dan rambutnya dengan handuk, mengenakan kembali jubah mandinya dan menuju ke tempat tidur
Air mata Nadine kembali menggenangi matanya saat melihat bercak darah di atas sprai dan selimut.  Nadine berbaring dan mulai menangis sampai tertidur

 

 

 

Chapter 5

Adrian berjalan di koridor menuju kamar Nadine. Ia bertemu dengan Hanna yang baru keluar dari kamar Nadine
 

" Pagi,  bu... Nadine sudah bangun dan sarapan?" Adrian menyapa Hanna 
 

" Sedang sarapan pak. Ia baru selesai mandi dan berganti pakaian.  "
 

" Bagaimana kondisinya? " Adrian berbisik dengan nada rendah
 

" Sudah lebih baik dari semalam, tapi saya rasa dia masih sedikit shock dan ketakutan " 
 

" Baiklah... " Adrian menghela nafas dan mengangguk ke arah Hanna.  Hanna berjalan meninggalkan koridor
 

Adrian tiba di depan pintu kamar Nadine, membukanya, dan melihat Nadine sedang duduk di depan meja berisi sarapan. Adrian bisa melihat reaksi Nadine yang kaget melihat dirinya
 

" Pagi Nadine.... " Adrian menyapa lembut dan berjalan menghampiri Nadine yang hanya menunduk,  enggan menjawab sapaan Adrian
 

" Kau makan sedikit sekali.... " Adrian melirik piring berisi nasi goreng yang masih tampak penuh
 

" Aku tidak lapar... " Nadine  bergumam lirih
 

" Makanlah, kita akan keluar... "
 

" Keluar ?"  Nadine tiba tiba merasa ini mungkin kesempatannya untuk melarikan diri
 

" Iya, kita akan membeli pakaian dan semua yang kau butuhkan.  Makanlah dulu dan kemudian bersiap siaplah"
 

" Aku sudah kenyang... "
 

" Kau makan sedikit sekali... " Adrian menatap piring Nadine 
 

" Aku sudah kenyang... "
 

" Baiklah.... Bagaimana kondisimu? " Adrian mencoba menyentuh rambut Nadine,  tapi Nadine menarik tubuhnya mundur menjauh
 

" Kau bisa liat kan?  Aku tidak akan pernah baik baik lagi sejak tadi malam... " Nadine berbicara dengan suara parau.
 

" Maaf... Aku tidak tahu.. Kupikir gadis dengan prinsip konservatif sepertimu tidak ada lagi... "Adrian tampak menyesal "Ayo kita ke toko pakaian.. " Adrian mengulurkan tangannya meraih tangan Nadine namun Nadine mencoba menarik lepas tangannya, tapi Adrian menahannya dengan kuat. 
 

" Ayo.... " Adrian membawa Nadine keluar kamar,  melewati ruang tamu yang besar menuju ke arah pintu keluar. Di teras rumah, tampak sebuah mobil telah menunggu.  Ivan membuka pintu bagian penumpang saat melihat Nadine dan Adrian tiba di teras
 

" Masuklah Nadine "Adrian memberi perintah
Nadine masuk ke dalam mobil disusul Adrian.  Ivan menutup pintu mobil dan masuk ke bagian kursi kemudi,  menyalakan mesin dan mobil pun berjalan meninggalkan rumah,  melewati pagar dengan pintu otomatis dan segera memasuki keramaian pertokoan. 
 

" Adrian... " Nadine berbicara dengan suara parau

" Hm.. Ya? " Adrian menatap Nadine 
 

" Lepaskan aku.... Kembalikan aku ke tempat asalku.. "
 

" Setelah kejadian semalam? " suara Adrian berubah keras dan dingin
 

" Lepaskan aku... Tolong....Aku akan anggap kejadian tadi malam tidak pernah terjadi. " 
 

" Tidak...!! Aku pria yang bertanggung jawab atas apa yang sudah kulakukan.. " Adrian menggeleng tegas
 

" Ini bukan tempatku... " 
 

" Ini akan jadi tempatmu... " Adrian bergumam " Aku tidak mau berdebat tentang hal ini Nadine. Semua sudah kuputuskan.  Kamu akan tetap di sini "
 

" Kamu...." Nadine tampak kesal dan marah
Mobil kemudian berhenti di depan sebuah butik berukuran sedang
 

" Kita sudah sampai... Mari turun.. " Adrian memegang tangan Nadine.  Nadine tampak enggan untuk turun 
 

" Jangan bikin keributan di sini... " Adrian berbisik pelan tapi nada suaranya terdengar tegas dan tidak ingin dibantah " turunlah "
 

Nadine akhirnya keluar dari dalam mobil dengan wajah kesal.  Ia mengikuti Adrian yang memegang tangannya masuk ke dalam butik.  Di dalam butik, ada beberapa wanita sedang berbelanja dan langsung tersenyum memberi salam kepada Adrian. 
 

Seorang wanita muda berpenampilan sangat cantik dengan minidress biru mendatangi adrian dan memeluknya dengan hangat
 

" Ahhh Adrian... Sudah lama sekali kamu tidak pernah berkunjung ke butikku... " wanita itu tersenyum sambil melepaskan pelukannya
 

" Aku tidak akan kemari jika bukan karena sedang mencari pakaian wanita,  Clarisa " Adrian terkekeh
 

" Pakaian wanita?  Untuk? " Clarisa memandang dengan tatapan aneh ke arah Nadine
 

" Untuk dia " Adrian menarik tangan Nadine mendekatinya
 

Nadine kemudian menyadari tatapan dari wanita wanita yang ada di dalam butik, memandanginya dengan tajam seolah olah dirinya sangat aneh
 

" Dia? " Clarisa menatap Nadine dengan perasaan heran dan mengamati penampilan Nadine
 

" Iya,  carikan dan bantu dia memilih pakaian sesuai seleranya. Dia butuh pakaian dalam, baju tidur, baju sehari hari,  oh iya, mungkin syal karena cuaca sudah akan lebih dingin. Hm....dia juga akan butuh jaket dan tolong carikan dia setidaknya dua lembar gaun malam ya.... " Adrian menatap Nadine 
 

" Aku tidak mau dan aku tidak butuh... "Nadine mendengus kasar
 

" Masuk dan pilih... " Adrian berbicara dengan suara tegas dan mengintimidasi
 

" Kubilang aku tidak mau... " Nadine menaikkan suaranya
 

" Masuk dan pilihlah atau aku akan mengulangi kejadian tadi malam di sini... " Adrian menyeringai nakal
 

" Kau.. Kau tidak akan berani... " mata Nadine membelalak
 

" Mau mengujiku?  Maaf, bisa tolong kosongkan ruangan ini sekarang?  Clarisa, aku akan ganti rugi jika terjadi kerusakan " Adrian mengeraskan suaranya
 

Wanita wanita yang sedang berada di dalam butik tampak berbisik bisik dan bergeser ke dekat pintu.  Adrian menghampiri Nadine, mendorongnya kasar ke arah dinding dan mengunci tubuh Nadine
 

" jangan...... " Nadine tampak menggeleng ketakutan, bagaimana tidak, tubuhnya belum pulih sepenuhnya dan Adrian ingin mengulanginya kembali
 

" Di lantai atau di sofa? " Adrian mendekatkan wajahnya ke arah leher Nadine, berbisik serak

" Berhenti, aku akan masuk dan memilih pakaian... " Nadine berteriak panik
 

" Ahhh akhirnya kau menjadi anak yang baik.. " Adrian melepaskan tangannya yang mengunci tubuh Nadine " Maaf nona nona atas keributan ini... " Adrian tersenyum ke arah wanita di dekat pintu " silahkan lanjutkan aktivitas kalian"  
 

" Ahh satu lagi, “ Adrian kembali berbisik dengan penuh intimidasi di telinga Nadine “ jangan cari masalah dengan memilih baju aneh... Apapun pilihanmu kupastikan kau harus memakainya.. Bahkan jika baju itu terlihat sangat aneh.. " Adrian memandang tajam Nadine 
 

Nadine  menghentak kasar kakinya  masuk ke bagian dalam butik mengikuti salah seorang pegawai wanita. Sementara itu, Adrian duduk di salah satu sofa di dalam butik.  Clarisa ikut duduk di samping Adrian 
 

" Di mana kalian bertemu? " Clarisa membuka percakapan
 

" Mini market... "
 

" Mini market?  Mini market perbatasan? "
 

" Hm iya... "

" Dia tampak masih sangat muda " Clarisa bergumam
 

" Iya... Masih 20 tahun"
 

" Ahhh terlalu muda... Kau seharusnya memilihku, yang seusiamu" Clarisa terkekeh
 

" Kau sudah seperti adik bagiku... Aku tidak mau membahas ini" Adrian menjawab acuh
 

" Tidakkah kau akan kerepotan?  Sepertinya ia tipe pemberontak " Clarisa bergumam
 

" Dia hanya butuh waktu saja... " Adrian mengangkat bahunya
 

" Semalam....apa yang terjadi? Tadi aku dengar kau mengancamnya... " Clarisa memandang penuh selidik
 

" Ahh itu urusan orang dewasa,  Clarisa "
 

" Aku sudah dewasa... "
 

" Kau tetap adik kecilku.. " Adrian terkekeh 
 

" Aku akan masuk dan memeriksanya... " Clarisa berdiri dan masuk ke ruangan dalam. Ia melihat Nadine hanya memilih beberapa pakaian saja dan tampak kebingungan
 

" Kau suka pakaian seperti apa? " Clarisa memandang Nadine
 

" Pakaian biasa saja.. " Nadine menjawab dengan suara rendah
 

" Rok atau celana? "
 

" Celana" 
 

" Hm baiklah.... Kau suka polos atau bermotif? "
 

" Polos " Nadine tampak agak bingung dengan pertanyaan Clarisa 
 

" Ahh baiklah... " Clarisa menuju ke arah lemari baju,  menarik beberapa potong atasan bermodel sedehana,  berwarna lembut polos tanpa motif,  menarik beberapa celana jeans dan celana bahan kain dengan warna biru gelap dan hitam.  Clarisa menarik lagi beberapa pakaian berbahan kaos santai dan celana pendek berwarna lembut. Kemudian ia bergeser ke rak sebelah, menarik beberapa syal berwarna coklat muda,  krem dan coklat gelap,  mengeluarkan sebuah mantel coklat dan hitam,  dan dua gaun malam berwarna hitam dan biru gelap. 
 

" Cobalah.. Kau bisa meminta bantuan untuk pilihan ukuran dan warna atau model yang mirip. Kurasa ini seleramu... " Clarisa meletakkan tumpukan pakaian di atas sofa
 

" Terlalu banyak.... " Nadine menggeleng
 

" Tidak ada yg banyak untuk seorang Adrian... Lagian, kau sepertinya akan tinggal lama di sini... " Clarisa tersenyum ramah dan berjalan meninggalkan Nadine dan menghampiri Adrian yang masih duduk di sofa
 

" Sudah? " Adrian bertanya
 

" Dia kebingungan,  tampaknya dia bukan tipe wanita yang suka berbelanja " Clarisa terkekeh
 

" Bantulah dia.. Aku tidak ingin terjebak terlalu lama di sini... " Adrian menatap Clarisa dan kembali melirik ke arah arloji di tangannya
 

" Sudah, aku harap semua pilihanku sesuai seleranya... " Clarisa terkekeh
 

" Kau memang selalu bisa kuandalkan " Adrian tersenyum 
 

" Ingat.. Bonus ya " Clarisa terkekeh dan mengedipkan matanya
 

" Beres, tidak perlu khawatir masalah bonus. Usahamu lancar kan? " 
 

“ Lancar, bisnis saat ini berjalan bagus. Apalagi minggu depan akan ada acara kan? "  Clarisa terkekeh
 

" Makanya kuminta dua gaun malam.. " Adrian mengangguk mengiyakan
 

" Kau akan ke acara bersama dia? "
 

" Iya... Aku akan memperkenalkan Nadine secara resmi" 
 

" Ahh Nadine namanya ya?  " Clarisa bergumam
 

Percakapan mereka berhenti saat Nadine keluar dari ruangan dalam butik ditemani pegawai butik dengan setumpuk pakaian. 

Adrian tersenyum dan mengulurkan kartu ke arah Clarisa.  Clarisa menerima kartu itu,  dan dengan dibantu beberapa karyawan lain, pakaian itu dilipat satu per satu dan dimasukkan dalam satu paper bag besar. 

Salah seorang pegawai butik membawa paper bag dan berjalan menghampiri Adrian 
 

" Mobil anda di luar, pak? " wanita itu bertanya
 

" Iya, mobilnya diparkir di depan,  bawakan keluar ya... " Adrian mengangguk
 

Wanita itu segera keluar dari butik dengan membawa paper bag. Clarisa datang dan mengembalikan kartu pada Adrian 
 

" Sering sering kemari...." Clarisa tersenyum " Kuharap kau puas dengan pakaian kami, Nadine "
 

" Iya, makasih... " Nadine menjawab dengan kikuk
 

" Makasih Clarisa,  aku akan menghubungimu nanti... Ayo Nadine " Adrian menarik tangan Nadine keluar
 

Nadine mengikuti langkah Adrian namun langkahnya berhenti di depan mobil. Tatapannya mengarah pada mini market kecil. 
 

" Aku haus.. Bolehkah ke sana? " Nadine menunjuk mini market di seberang jalan
 

" Haus?  Baiklah.... Ayo... " Adrian memegang tangan Nadine menyeberang jalan yang sepi menuju ke arah minimarket dan  mendorong pintu minimarket
 

" Ahh pagi pak Adrian, apa kabar " pria tua di dalam mini market menyapa dengan hangat 
 

" Baik pak... " Adrian tersenyum ramah " masuk dan pilihlah apa yang kau sukai.. Aku akan mengobrol di sini.. " Adrian tersenyum pada Nadine 
 

" Dia.?  Bukan orang sini? " pria tua itu memandagi Nadine dengan tatapan heran
 

" Bukan.... " Adrian menggeleng
Nadine segera masuk dan menuju ke arah rak minuman. Ia berjalan dari satu rak ke rak lain. 

Nadine melihat Adrian tampak asyik mengobrol dengan pria tua yang tampaknya merupakan pemilik mini market
Nadine kini berada di rak dekat pintu keluar. Ia melihat seorang pria besar tampak menyelesaikan pembayaran di kasir dan segera keluar,  Nadine berjalan dengan cepat di samping pria bertubuh besar itu,  melewati Adrian dan pria tua itu.  Dengan cepat Nadine sudah berada di pintu keluar mini market 
Nadine melihat mobil Adrian terparkir di seberang jalan.  Ivan tampak santai berdiri di samping mobil sambil memainkan hpnya.  Nadine berputar ke arah samping mini market mencoba mencari jalan lain memutar.  Ia mencoba mengingat ingat arah ke pintu gerbang keluar
 

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya (Un) Perfect Life (Chapter 6 - 10)
1
0
Chapter 6 - 10 yang sudah direvisi dan diperbaiki dan sudah di unpublish di wattpad
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan