
"Kau yakin?" Damian menatap horor ke arah Skyler yang sedang sibuk mengunci kaitan besi ke pergelangan kaki Elea. Gelang besi itu terhubung ke rantai besi kecil yang cukup panjang untuk menjangkau hingga ke kamar mandi dan area balkon kamar, tapi tidak cukup panjang untuk keluar dari pintu kamar atau melewati pintu balkon kamar.
"Anak ini cukup liar, bertolak belakang dengan wajah dan tubuh mungilnya." Skyler menyeringai, memeriksa sekali lagi ujung rantai yang terpasang di dinding.
"Tidakkah lebih...
Chapter 3
Skyler tampak berbincang serius dengan seorang pria paruh baya yang memiliki penampilan kharismatik. Mereka berdua sedang duduk berhadapan di meja outdoor, di sebuah cafe yang terletak tepat di pinggir jalan.
Skyler meletakkan gulungan kertas yang cukup tebal di atas meja.
"Kuharap ini sesuai dengan permintaan kalian." Skyler menyandarkan dirinya, menatap pria di hadapannya yang langsung meraih gulungan kertas tersebut, memeriksa isinya.
"Wow, kalian berhasil mendapatkan semuanya." Pria itu mengangkat wajahnya, tersenyum lebar penuh kekaguman pada Skyler. "Ini lebih dari cukup untuk menghentikan aktivitas pembuangan limbah ilegal mereka."
"Kuharap juga begitu." Skyler mengangguk, bergumam rendah, "Jika kita membiarkan mereka melakukan hal tersebut terlalu lama, maka ekosistem laut akan semakin rusak."
"Kami akan memproses data ini secepatnya."
"Bagaimana dengan perusahaannya? Apakah kalian akan menutupnya?"
"Tergantung bagaimana respon mereka. Jika mereka tidak punya itikad baik, data ini cukup untuk menutup bisnis mereka."
"Jika ditutup, akan ada banyak orang yang kehilangan mata pencaharian mereka." Skyler mendesah pelan. “Angka pengangguran akan bertambah.”
"Aku tau itu, tapi jangan khawatir, semuanya akan kami pertimbangkan dengan baik. Kami akan mengambil keputusan terbaik untuk semua pihak."
"I trust you, sir." Skyler bangkit berdiri, "Aku harus pergi sekarang. Aku masih harus membereskan beberapa hal lagi."
"Thanks, anak muda." Pria itu mengangguk, mengangkat gulungan kertas di tangannya, "Beritahu kami jika kalian siap untuk bergabung di team khusus kepolisian. Kami benar benar butuh tenaga ahli terlatih seperti kalian."
"Hubungi kami saja jika kalian butuh bantuan." Skyler tertawa kecil, menggeleng pelan, "Kami lebih menyukai pekerjaan seperti ini, tidak terikat waktu dan bebas menentukan pilihan, apakah kami menerima tawaran pekerjaan itu atau kami bisa menolaknya tanpa ada beban apapun."
"Kami menawarkan gaji yang tinggi jika kalian menandatangani kontrak dengan kami. Dibandingkan seperti ini, kalian tidak mendapatkan apa apa."
"Uang bukan masalah."
"Aku tau, uang bukan masalah bagi kalian. Tapi setidaknya kami tidak ingin memberatkan kalian secara sepihak. Harus saling menguntungkan kedua belah pihak bukan?"
"Rilex, sir." Skyler tertawa kecil, "Suatu saat kami pasti akan butuh bantuan kalian. Saat itulah kuanggap sebagai bayaran dari semua pekerjaan yang sudah kami lakukan."
"Kau bisa percaya pada kami. Kami pasti akan membantu kalian." pria itu mengangguk tegas.
"I gotta go now, sir." Skyler mengangguk sopan, bergegas melangkah meninggalkan cafe, menyusuri jalan yang sedikit gelap hingga tiba di belokan jalan di mana sebuah mobil terparkir.
"Sudah?" Brandon yang duduk di kursi kemudi, melirik ke arah Skyler yang baru saja masuk ke dalam mobil.
"Kita kembali ke markas." Skyler mengangguk.
"Anak ini?" Damian melirik ke arah Elea yang sedang berbaring di kursi penumpang deret ketiga. Kedua tangannya terborgol ke depan.
"Besok saja kita pikirkan." Skyler menyandarkan dirinya di jok kursi.
"Berapa banyak obat bius yang kau suntikkan pada anak itu?" Damian menatap Skyler yang sudah memejamkan mata.
"Kurasa cukup untuk membuatnya tidur lelap sampai besok pagi. Sebenarnya dosisnya tidak banyak, tapi mengingat tubuhnya yang mungil, kurasa dosisnya bisa membuat anak itu tertidur lebih lama." Skyler bergumam serak dengan mata terpejam.
"Istirahatlah. Setidaknya dua jam cukup bagi kalian untuk tidur di mobil." Brandon mulai menjalankan mobil perlahan, "Aku akan mengawasi anak itu dari sini." Brandon menekan tombol kecil di bagian bawah layar kaca spion tengah. Kaca spion berubah menjadi gelap dan muncul dua layar, salah satu layar menampilkan kondisi di luar mobil, tepat di belakang mobil dan satu layar menampilkan kondisi di dalam mobil, tepat ke arah kursi penumpang deret ketiga.
"Bangunkan aku saat kita tiba di markas." Damian mengerang pelan dan mulai memejamkan matanya.
*********
"Kau yakin?" Damian menatap horor ke arah Skyler yang sedang sibuk mengunci kaitan besi ke pergelangan kaki Elea. Gelang besi itu terhubung ke rantai besi kecil yang cukup panjang untuk menjangkau hingga ke kamar mandi dan area balkon kamar, tapi tidak cukup panjang untuk keluar dari pintu kamar atau melewati pintu balkon kamar.
"Anak ini cukup liar, bertolak belakang dengan wajah dan tubuh mungilnya." Skyler menyeringai, memeriksa sekali lagi ujung rantai yang terpasang di dinding.
"Tidakkah lebih bijak jika kita memborgolnya saja?"
"No, Ian." Skyler menggeleng. "Dia bahkan mencoba mengigitku dengan sangat liar saat aku mengunci tangannya di punggung. Memborgolnya saja artinya membuka kesempatan bagi dirinya untuk kabur. Dia cukup nekad. Dan jika dia berhasil kabur, aku tidak bisa membayangkan kekacauan apa yang bisa dia timbulkan di daerah ini."
"Kurasa kita harus memikirkan apa yang harus kita lakukan pada Elea." Damian bergumam pelan, meraih name tag milik Elea, menaruhnya di atas nakas.
"Kita butuh pikiran tenang agar tidak membuat keputusan yang akan kita sesali nanti." Skyler mengangkat bahunya. "Kita bahas besok pagi saja. Sekarang kita semua butuh tidur."
Damian mengangguk pelan, melangkah di belakang Skyler, keluar dari dalam kamar dan tidak lupa mengunci pintu kamar, memastikan tawanan mereka tidak memiliki kesempatan untuk melarikan diri.
*******
Skyler keluar dari dalam kamar mandi. Tubuh kekar berototnya yang hanya terbalut handuk dari pinggang ke bawah, masih tampak lembab dengan beberapa bulir air yang jatuh dari rambutnya yang masih setengah basah.
Skyler berjalan menuju lemari kayu berukir klasik, membuka pintunya dan meraih dua potong pakaian.
Skyler melepas handuknya, mengenakan boxer dan celana panjang katun twill berpotongan rendah, menampilkan otot perut bawahnya yang seksi.
Skyler melangkah keluar dari dalam kamar, menuju ruang tengah di mana Damian dan Raymond sedang menikmati secangkir kopi panas.
"Mana Brandon?” Skyler meraih cangkir, mengisinya dengan kopi panas dari teko.
"Kurasa ia sedang mandi." Damian menatap ke arah pintu kamar yang tertutup rapat, "Sepertinya anak itu belum sadar. Kau terlalu banyak menyuntikkan obat bius, Sky."
"Salahkan tubuhnya yang terlalu mungil." Skyler tertawa pelan, "Dia tidak akan mati karena obat bius. Dosisnya masih aman.”
"Jadi apa yang harus kita lakukan pada anak itu?" Raymond menatap Skyler, "Kurasa kita harus memastikan terlebih dahulu apakah dia sudah menyebarkan fotoku atau tidak."
"Dia masih terbius jadi kurasa mungkin fotomu belum tersebar. Kalau pun sudah tersebar, kurasa medsosmu akan banjir notifkasi, Ray." Skyler mendengus, meraih cangkir kopinya, ”Aku akan memeriksa anak itu."
Damian menghela nafas, memandangi punggung Skyler yang shirtless dan menampilkan tatto kepala elang besar dengan hiasan rumit di sekelilingnya, yang memenuhi nyaris seluruh punggungnya, menghilang di balik pintu kamar yang sementara ini ditempati oleh Elea.
"Aku tidak mengira dirimu akan membuat kesalahan sangat fatal, Ray." Damian mendesah pelan.
"Maaf." Raymond menghela nafas panjang, penuh penyesalan, "Tapi jika identitasku terbongkar, aku bersumpah tidak akan membongkar identitas kalian. Apapun yang terjadi."
"Soal identitas, pihak kepolisian pasti punya cara untuk mengatasinya. Mereka pasti tidak akan lepas tangan begitu saja. Tapi yang menjadi masalah adalah jika fotomu tersebar di media sosial. Kariermu bisa tamat, Ray."
"Aku lebih takut dengan mom." Raymond meringis, "Mom bisa mengamuk jika tau apa yang aku kerjakan diluar urusan bisnis, kantor dan dunia model."
"Yeahh.. Kita semua akan berada dalam masalah yang sama." Damian mengangguk, menyeruput pelan kopi panasnya.
*******
Elea mengerang pelan saat merasakan sakit dan pusing di kepalanya. Matanya perlahan terbuka, kembali terpejam saat cahaya terang menerjang iris mata coklatnya.
Setelah mengejapkan mata beberapa kali, Elea menatap langit langit kayu di depan matanya.
Tunggu, aku di mana?
Elea berusaha bangkit dan duduk di atas ranjang. Jemarinya memegang kepalanya yang terasa sedikit pusing. Butuh beberapa saat bagi Elea untuk menyesuaikan diri dan menyadari kondisi di sekitarnya.
Pandangan matanya berputar, ke arah pintu yang tertutup rapat, lalu ke arah pintu kecil yang sepertinya adalah kamar mandi, lalu pandangan mata Elea terhenti pada sosok tubuh kekar berotot yang hanya mengenakan celana panjang berpotongan rendah tanpa atasan.
Pria itu sedang berdiri di depan pintu kaca yang terbuka, membelakanginya. Tubuh berotot itu tampak lebih jantan, misterius sekaligus seksi secara bersamaan dengan adanya tattoo kepala elang berukuran besar yang memenuhi hampir seluruh punggungnya.
Elea meneguk salivanya, menurunkan kakinya ke lantai kayu. Gerakannya menimbulkan suara dentingan logam yang saling berbenturan. Elea terkesiap, menatap horor ke arah gelang besi di pergelangan kakinya, lalu matanya bergerak menyusuri rantai dari pergelangan kakinya hingga berhenti di dinding tembok, di mana ujung rantai itu berakhir.
Sial! Apa apaan ini!
"Akhirnya kau sadar juga, little girl." Skyler menyeringai, memutar tubuhnya saat telinganya menangkap suara dentingan rantai.
"Di mana aku? Kenapa aku dirantai?" Elea menyentakkan kakinya, namun tindakannya tampaknya sia sia. Gelang rantai di pergelangan kakinya tampak sangat kuat dan justru pergelangan kakinya yang terasa nyeri akibat tindakannya.
"Di markas kami." Skyler mengangkat alisnya, tertarik melihat betapa kerasnya usaha Elea untuk melepaskan diri dari rantai di pergelangan kakinya.
"Markas?" Elea mendongak, menatap pria asing yang sialnya benar benar sangat tampan. Pria itu sedang bersandar di dinding kamar dengan santai.
"Benar, ini markas kami." Skyler menarik sebuah kursi, duduk dengan tenang.
"Lalu kenapa aku ada di sini? Aku bahkan tidak mengenalmu."
"Mungkin tidak, tapi kurasa kau mengenal dengan baik salah satu temanku yang sudah kau lumpuhkan dengan tongkat baseballmu."
Hening
"Jadi kalian ini komplotan pencuri?" Elea membelalak, menatap horor namun sekaligus tampak jengkel ke arah Skyler.
Sial! Wajah boleh tampan tapi ternyata kelakuan minus banget!
"Mungkin," Skyler mengangkat bahunya, tampak acuh, namun sejurus kemudian, wajahnya berubah menjadi serius, "Di mana ponselmu?"
"Ponselku?" Elea tampak terdiam sejenak, berpikir, sebelum desahan kecil keluar dari bibir mungilnya, "Ada di tasku."
"Dan tasmu?"
"Ada di lorong teras samping gedung."
"Aku bertanya dengan serius, little girl. Where is your smartphone?" Skyler mengeraskan suaranya.
"Aku sudah bilang ada di tasku dan tasku kutinggalkan di ujung lorong teras samping kantor."
"Kau tidak berbohong?"
"Untuk apa?"
"Kau tidak memotret wajah salah satu temanku?"
"Kalau sudah kupotret, jelas bakalan langsung kuviralkan di media sosial termasuk tiktok. Biar petugas polisi langsung menangkap kalian semua." Elea berdecak, "Cakep sih cakep, tapi sayang gak punya akhlak dan moral."
"Mulutmu cukup pedas," Skyler menyeringai mendengar kalimat ketus yang keluar dari mulut Elea, "Berikan nomor ponselmu."
"Untuk apa? Aku tidak sudi berhubungan dengan orang orang seperti kalian."
"Nomor ponselmu, little girl." Skyler kembali mengeraskan suaranya, memberi tekanan.
"Untuk apa?" Elea juga menaikkan suaranya, menatap tajam Skyler.
"Untuk memeriksa apakah kau bohong soal ponselmu atau tidak."
"Bagaimana kau bisa membuktikannya? Kau ke sana untuk memeriksanya?" Elea mencibir.
"Kami cukup memeriksa GPS lokasi signal ponselmu. That's so simple, little girl." Skyler menyeringai saat melihat wajah melongo milik Elea.
"Lalu jika benar, kau akan melepaskanku?" Mata Elea berbinar cerah, saat melihat ada kesempatan bagi dirinya untuk keluar dari dalam rumah yang disebut markas oleh Skyler.
"Akan kami pertimbangkan. Tapi saat ini aku butuh nomor ponselmu."
Elea menghela nafas panjang, bibirnya menyebutkan sederetan angka, nomor ponselnya. Skyler mencatat nomor ponsel Elea di ponsel miliknya.
"Okay, I'm gonna check it. Dan untuk sementara waktu, sambil menunggu hasil GPS ponselmu, kau bisa ke kamar mandi mencuci wajahmu yang kusut dan setelahnya, kau bisa sarapan. Kau jelas butuh energi setelah malam panjang yang kau lewati." Skyler menunjuk ke arah meja kecil di dekat jendela kaca lebar, di mana terletak baki berukuran sedang dengan segelas teh, sebotol air mineral dan sebuah piring berisi English breakfast.
"Hei!" Elea berdecak saat menyadari Skyler meninggalkan ruangan dengan sangat cepat, dan terdengar suara putaran anak kunci.
Sial! Dikunci!
Elea bangkit dari atas ranjang, melangkah pelan menuju ke arah meja di mana menu makanan tersaji. Elea menghela nafas panjang, menatap rantai panjang yang tersambung di gelang pergelangan kakinya. Dirinya benar benar sudah seperti hewan peliharaan yang dirantai. Dan sepatunya entah berada di mana. Sepertinya saat kakinya dirantai, saat itu pulalah, sepatunya dilepaskan.
Gerakan jemari Elea yang baru hendak meraih gelas berisi teh terhenti, pandangan matanya terpaku pada pemandangan di luar jendela kaca. Elea melangkah, mendorong pintu kaca hingga terbuka. Kakinya menapak di ambang pintu, tidak bisa lebih jauh lagi, panjang rantainya sudah mencapai titik terjauh yang bisa ia jangkau.
Ada kekesalan di hati kecilnya saat menyadari pergerakannya dibatasi oleh rantai, namun senyum mungil terpampang di wajah cantiknya saat hidungnya menyesap aroma segar pinus yang berhembus, sejuknya udara pagi yang berkabut tipis dan mata Elea berbinar cerah saat ia melihat pemandangan indah di hadapannya.
Danau!
Chapter 4
"Dia tidak berbohong." Skyler menatap layar laptop di hadapannya yang menampilkan peta GPS, "Ponselnya memang masih berada di kantornya."
"Artinya dia memang tidak memotret Ray," Damian menghela nafas penuh kelegaan, " Tapi tetap saja, saat ini kita punya masalah besar."
"Apa itu?" Raymond menatap Damian.
"Dia juga sudah melihat wajah Skyler, bego!" Damian menonjok pelan dada Raymond, "Dan wajahmu, terutama."
"Artinya identitasku dan identitasmu juga sudah ketahuan." Raymond bergumam pelan, tampak berpikir.
"Sepertinya dia tidak mengenali diriku." Skyler menutup layar laptopnya. "Saat kami berbicara berdua, dia tidak mengatakan apapun."
"Mungkin dia terlalu shock sampai tidak mengenali dirimu." Damian memotong.
"Tidak mungkin, Ian. Tidak ada seorang pun yang tidak mengenali wajah Sky. Wajahnya ada di mana mana. Dan kau bahkan tidak menggunakan pakaian saat bertemu dengannya." Raymond menatap Skyler, tatapannya tampak horor, "Itu artinya dia melihat tatto elang milik keluargamu. Seharusnya dia langsung bisa mengenalimu."
"Benar juga. Lalu apa yang harus kita lakukan dengan anak itu," Skyler berdehem, "Elea maksudku."
"Sial, kita tidak mungkin melenyapkannya. Itu tindakan kriminal dan pelanggaran hukum." Damian menggerutu pelan.
"Jangan sampai kita melenyapkan nyawa orang lain, Ian." Skyler menatap tajam Damian, "Kita melakukan misi hanya untuk bersenang senang saja dan membantu pemerintah."
"Lalu bagaimana dengan anak itu?"
"Tidak mungkin kita menahannya terus di markas ini. Anak itu juga punya kehidupan sendiri." Skyler mendesah frustasi.
"Bagaimana jika kita buat perjanjian dengan anak itu?" Damian menaikkan alisnya.
"Perjanjian? Perjanjian apa?"
"Perjanjian untuk menjaga kerahasiaan markas ini, termasuk menjaga kerahasiaan keterlibatan diri kita semua." Damian menyeringai miring.
"Apakah bisa berhasil?" Skyler bergumam pelan, tampak ragu.
"Harus dicoba, Sky."
"Selidiki dulu semua hal tentang anak itu termasuk latar belakangnya, baru kemudian kita putuskan perjanjian apa yang akan kita buat dengannya." Skyler menghela nafas panjang, berdiri dari kursi, "Lagipula aku tidak yakin apakah dia tau di mana dirinya berada saat ini."
"Siapa yang tidak tau," Damian tertawa tengil, "Anak kecil pun tau dia berada di tepi danau."
"Dan hanya ada satu danau terkenal di daerah ini." Raymond menyeringai, "We're really in a big trouble."
"Dan ini semua terjadi karena kau kurang berhati hati. Kau adalah biang kerok semua masalah ini." Skyler menepuk bahu Raymond, "Aku akan melihat anak itu."
************
"Kau menyukai pemandangannya?" Suara bariton Skyler mengejutkan Elea yang sedang duduk di lantai, di ambang pintu kaca balkon teras yang menghadap ke arah danau.
"Cantik." Elea mengangguk pelan, berdiri perlahan. Gerakannya menimbulkan suara gemerincing rantai, "Bisakah kau melepaskan rantai ini?" Elea menunjuk ke arah rantai di kakinya.
"Dan membiarkanmu melarikan diri?" Skyler menggeleng pelan, "Ada banyak hal yang harus kita bahas terlebih dahulu."
"Kakiku sakit." Elea mendesah, menatap ke arah pergelangan kakinya yang mulai tampak memerah.
"Itu karena kau terlalu banyak bergerak."
"Aku manusia bukan hewan peliharaan yang harus dirantai seperti ini."
"Tapi kau tawanan kami."
"Tawanan?" Suara Elea terdengar tercekat.
"Duduklah." Skyler memberi kode agar Elea duduk di ranjang, sementara dirinya menarik kursi dan duduk, tepat di seberang ranjang, di hadapan Elea.
"Apakah kau tau kau sedang berada di mana?" Skyler bersandar di kursi, menatap wajah Elea.
"Apa?"
"Any clue?" Skyler mengarahkan dagunya ke arah kaca pintu balkon yang terbuka.
"Danau?" Elea menggigit bibir bawahnya tampak berpikir, "Hanya ada satu danau di wilayah sekitar ini."
Skyler mengangguk pelan, menatap wajah Elea yang tampak serius, dan terlihat sangat menggoda saat sedang menggigit bibir bawahnya.
"Danau private?" Elea menatap Skyler.
"Menurutmu?"
"Tunggu dulu, jika ini benar danau private itu," Elea menatap pria tampan di hadapannya, "Tidak semua orang bisa masuk ke area danau, itu artinya kau penghuni di danau ini."
"That's right." Skyler mengangguk, menyeringai.
"Tapi bukankah seingatku, danau itu area pemukiman yang cukup private. Tapi sejauh aku memandang, daerah ini sepertinya tidak berpenghuni? Hutan pinus yang rapat, tebing yang tinggi, dan danau di depan kita."
"Tidak semua area danau adalah area yang dijadikan area pemukiman."
"Otakku benar benar sedang lelah untuk diajak berpikir dan kakiku benar benar terasa perih." Elea mengeluh pelan, menatap Skyler, "Bisakah kita langsung pada intinya?"
"Kau tidak mengenali aku?" Skyler menarik sudut bibirnya, tersenyum samar. Karakter gadis di hadapannya sangat menarik. Jika ia terbiasa menghadapi gadis dan wanita yang tergila gila dengan ketampanan dirinya, maka gadis di hadapannya ini sangat berbeda. Gadis di hadapannya ini, tampak tidak terpengaruh dengan penampilan Skyler yang bisa dibilang berada di rating 9.5/10.
"Memangnya kau selebritis?" Elea berdecak, "Wajahmu memang cukup lumayan tampan sih, tapi sayang kelakuan kalian semua minus."
"Minus?" Skyler tertawa kecil.
"Kalian pencuri."
"Yeah, hampir benar, walau tidak sepenuhnya benar." Skyler mengangguk pelan, "Tapi tahukah kau bisnis apa yang dijalankan perusahaanmu?"
"Tentu saja, bisnis kosmetik."
"Itu benar. Tapi tahukah kau jika perusahaanmu juga tidak sepenuhnya mengikuti aturan yang berlaku?"
"Maksudmu?"
"Apakah kau tau bagaimana sistem pengolahan limbah perusahaanmu?"
"Aku bukan bekerja di bagian produksi. Aku hanyalah seorang administrasi penjualan. Jadi aku tidak tau menahu soal limbah dan sebagainya."
"Bagaimana jika perusahaanmu membuang limbah di laut?'
"Tidak mungkin!"
"Tidak ada yang tidak mungkin, little girl."
"Berhenti memanggilku little girl!" Elea mendengus kesal.
"Tubuhmu masih seperti anak anak. Mungil." Skyler menyeringai kurang ajar.
"Tapi aku bukan anak anak!"
"Aku tau." Skyler mengangguk pelan.
Tubuhmu berlekuk cantik selayaknya wanita dewasa yang matang hanya saja dalam versi mungil dan itu cukup menggemaskan.
"Kembali ke topik awal. Perusahaanmu membuang limbah beracun mereka di laut. Itu sangat membantu perusahaan untuk memangkas biaya operasional mereka dan memberikan profit yang sangat besar bagi perusahaan." Skyler berdehem pelan, mengusir pikiran kotor dari benaknya.
"Anggaplah memang seperti itu, lalu apa yang kalian lakukan itu bukan tindakan ilegal? Itu ilegal! Kalian masuk tanpa ijin, dan memukuli security hingga pingsan."
"Bagaimana jika yang kami cari adalah bukti kecurangan perusahaanmu? Bukti pembuangan limbah beracun mereka ke laut? Dan satu lagi, kami hanya memukul hingga pingsan, kami tidak pernah berniat melukai petugas security."
Hening
"Kau menemukan bukti kecurangan perusahaanku?"
"Tentu saja."
"Jadi apa yang akan terjadi?"
"Kemungkinan pertama, perusahaanmu harus membayar denda besar dan memperbaiki ekosistem laut yang rusak, termasuk diwajibkan untuk membuat sistem pengolahan limbah. Kemungkinan kedua, perusahaanmu terpaksa ditutup."
"Ditutup?" Elea terperangah, "Itu artinya akan ada banyak orang yang kehilangan pekerjaan mereka."
"Itu terjadi, jika perusahaanmu menolak tawaran pertama."
"Siapa kalian sebenarnya?"
"Tidakkah kau mengenalku?"
"Kau? Kenapa aku harus mengenalimu? Kau kan bukan selebritis!" Elea berdecak.
"Okay," Skyler tertawa ringan, "Another clue, pria pemilik danau? Pria dengan tatto elang?"
Hening
"Skyler? Skyler Saputra?" Elea tertegun, menatap Skyler, meneliti penampilan Skyler. Ingatannya langsung kembali pada moment di mana Skyler sedang berdiri di depan pintu balkon dengan tubuh shirtless, menampilkan punggung lebar berototnya yang bertato, "Itu kau?"
"Bagaimana jika kukatakan itu benar."
"Tunggu dulu!" Elea menggeleng kecil. "Tidak mungkin! Skyler Saputra adalah pemilik dan pengusaha muda terkenal yang menjalankan semua bisnis properti dan pengembangan lahan dengan nama Saputra. Sedangkan kau adalah seorang pencuri."
"Kami mengerjakannya untuk bersenang senang di antara rutinitas harian kami yang membosankan." Skyler tertawa ringan, menikmati raut wajah bingung Elea yang tampak menggemaskan.
"Bersenang senang?"
"Kami semua sangat menyukai tantangan. Jadi kami membantu aparat kepolisian untuk menyelesaikan misi misi yang membutuhkan teknologi canggih, seperti meretas CCTV, mencuri data, mengambil kembali milik pemerintah. Apa saja."
"Tidak mungkin." Elea menggeleng pelan, "Lalu jika kau Skyler Saputra, bagaimana dengan temanmu yang aku pukul?" Elea meringis.
"Kau tidak mengenal wajahnya? Namanya Raymond." Skyler menyeringai, menatap penuh minat pada Elea.
"Raymond....." Mata Elea tiba tiba membesar, "Model?"
"Kau sengaja membongkar identitas kita semua?" Raymond melangkah masuk, menatap tajam ke arah Skyler.
"Kurasa tidak ada gunanya menutupi fakta yang sebenarnya jika kita ingin membuat kesepakatan dengan dia." Skyler melipat kedua tangannya di dadanya, tersenyum santai.
"Lalu kau?" Elea menatap Damian, pria lain yang masuk di belakang Raymond, yang juga terlihat sangat tampan dan seksi dengan tubuh tinggi kekarnya.
"Damian." Damian menjawab pendek, menunggu reaksi dari Elea.
"Wait!" Elea menatap ke arah Damian, wajahnya mulai tampak panik, "Jika kau Skyler dan dia Raymond, itu artinya dia Damian pengusaha batu permata?"
"Kau pintar." Damian mengangguk, "Tapi sayangnya, secara bersamaan, kau juga terlalu bodoh dan membuat dirimu terlibat dengan hal hal berbahaya. Jika kau tidak menyusup masuk dan memukul Ray, seharusnya kau tidak berada di sini."
"Itu....." Elea tercekat, sorot matanya tampak bingung dan ekspresi penyesalan terpampang di wajahnya.
"Setidaknya kami tidak seberbahaya yang ada di pikiranmu," Skyler berdiri, merogoh saku celana panjangnya.
"Apa yang mau kau lakukan?" Elea menegang, tampak waspada saat melihat Skyler mendekatinya.
"Membebaskanmu," Skyler memegang pergelangan kaki Elea, mengeluarkan kunci dari dalam sakunya dan membuka gelang besi yang berada di pergelangan kaki Elea.
Elea mengerang lirih, jemarinya langsung bergerak mengusap pergelangan kakinya yang memerah.
"Sakit?" Skyler mengusap lembut pergelangan kaki Elea.
'Tentu saja," Elea mengerang, menarik kakinya menjauh dari tangan Skyler. Sedikit tidak nyaman karena ada gelenyar rasa hangat aneh yang menjalar di tubuhnya saat jemari besar Skyler menyentuh kulitnya.
"Beristirahatlah," Skyler berdiri menjauh, "Aku akan membawakanmu salep penghilang nyeri dan memar."
"Apakah kalian akan membebaskanku?" Elea menatap penuh harap ke arah ketiga pria tampan di hadapannya.
"Setelah kita membuat kesepakatan."
"Kesepakatan apa?"
"Nanti kau akan tau." Skyler tersenyum samar yang sialnya memang terlihat sangat tampan di mata Elea.
Elea menghela nafas panjang menatap ke arah Skyler, Raymond dan Damian yang berjalan meninggalkan kamar yang ia tempati. Lalu pandangan matanya beralih ke arah pergelangan kakinya yang memerah.
Menjadi tawanan tiga pengusaha muda sukses yang tampan?
Yang benar saja.
Ini kan bukan kisah novel online.
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
