Best Friend Forever

0
0
Deskripsi

Tidak ada hubungan persahabatan antara pria dan wanita. Salah satu dari mereka pasti ada yang menaruh hati. Hal itu juga terjadi pada Fanny dan Samuel. Fanny sudah menyukai Samuel sejak dulu. Namun Samuel tidak pernah menyadari perasaannya.

Fanny pun memendam rasa sukanya hingga Samuel memiliki kekasih, Jessica. Ia harus rela membantu sahabatnya untuk menyenangkan kekasihnya meski hatinya terasa pedih.

Suatu hari Fanny mengetahui kebusukan Jessica. Ia mengatakan pada Samuel. Namun Samuel tidak percaya...

“Kamu mau bantu aku kan?!”pinta sebuah suara dengan nada permohonan. 


 

Lawan bicaranya hanya bisa menarik napas dengan pasrah. Ia tidak kuasa menolak permintaannya. “Oke, baiklah...tapi aku harus mulai dari mana?!”


 

“Mudah kok. Kamu tinggal kasih ide sama event organizernya!”


 

“Kenapa harus aku?! Kalau hanya begitu, kamu juga bisa mencari event organizer yang bagus dan kamu tinggal bilang mau konsep apa?!”ujarnya sembari mengambil gelas dan meminum capucino.


 

“Ayolah, Fan, kamu kan tahu aku kaya bagaimana?! Aku lebih percaya sama kamu sebagai sahabat aku. Aku yakin kamu bisa menyiapkannya. Kamu kan tahu kesukaan Jessica dan aku.”katanya sambil tersenyum lebar.


 

“Oke….oke….baiklah.”


 

“Terima kasih banyak ya, Fan! Aku tahu kamu sahabatku yang terbaik dari dulu!”ujarnya tersenyum lebar seraya memegang tangan Fanny yang membalas senyumnya.


 

Bunyi deringan ponsel di atas meja mengalihkan perhatian mereka. Tangan itu pun terlepas dari genggamannya dan menjawab panggilan ponsel. Mulutnya tersenyum lebar melihat nama penelepon yang tertera di layar. Segera menggeser ikon berwarna hijau agar si penelepon tidak menunggu lama.


 

Fanny hanya bisa tersenyum kecil melihat siapa yang menelepon. Ia pura-pura sibuk menyeruput minumannya seraya mendengar pembicaraan mereka. Tidak ingin menguping namun mereka berbicara di depannya.


 

Samuel mematikan hubungan telepon. Memasukkan ke dalam kantung kemejanya dan menatap Fanny dengan senyum lebar. “Fan, aku pergi dulu ya! Jessica mengajak pergi keluar!”ucapnya dengan nada semangat sambil berdiri.


 

“Baiklah!”sahut Fanny tersenyum mengangguk.


 

“Aku akan bilang sama pemilik kafe kalau kamu ijin satu hari. Kuharap hasilnya memuaskan ya!”


 

Fanny mengangguk kembali seraya melambaikan tangan pada Samuel yang berjalan keluar kafe dekat kampus mereka berdua. Ia menghembuskan napas dengan berat. Semoga ini adalah pilihannya yang terbaik, batinnya. Membantu sahabat serta lelaki yang ia cintai selama ini. Ia rela melakukan apapun asal Samuel tetap bersamanya, meski hatinya akan terluka.



 

❤️❤️❤️



 

Persiapan acara ulang tahun sudah selesai. Mulai dari tempat kafe yang mendukung suasana untuk candle light dinner yang romantis dan nyaman, kue ulang tahun sesuai selera Jessica dan Samuel, tidak lupa dengan musik serta dekorasi bunga dengan balon. Fanny memperhatikan hasil kerjanya. Sebenarnya rencananya ini pun merupakan impiannya juga. Tapi mirisnya ia menyiapkan semua bukan untuk dirinya, melainkan untuk sahabat serta kekasihnya.


 

“Perfect! Semuanya sangat sempurna, Fan!!!”seru Samuel menatap taman sebuah kafe yang sudah disulap menjadi candle light dinner romantis. Meja dengan dua buah kursi yang sudah dihiasi kain pink dan bunga mawar terletak di tengah taman kafe. Vas bunga cantik dengan bunga mawar diletakkan di tengah meja. Sepanjang jalan menuju meja makan itu dihiasi lampu kelap kelip. Dua buah pohon yang berada di belakang meja dihiasi lampu serta spanduk dengan tulisan happy birthday. Sementara di bawah pohon sudah disiapkan tempat untuk band musik beraksi membawakan musik romantis. 


 

Fanny hanya tersenyum kecil. Hatinya terasa pedih. Dalam hatinya ia merasa bersyukur karena cuaca malam ini mendukung acara ulang tahun Jessica.


 

“Terima kasih banyak ya, Fan!”seru Samuel dengan nada girang memeluk Fanny.


 

“Sama-sama, Sam!”


 

“Tidak sia-sia aku punya sahabat kaya kamu! Tidak sia-sia aku minta bantuan kamu! Jessica pasti menyukai semuanya ini!!”


 

Fanny mengulas senyum melihat betapa semangatnya Samuel. “Sudah waktunya kamu menjemput Jessica kemari.”


 

Samuel melihat jam tangan yang membalut pergelangan tangan. “Ah kamu benar! Aku pergi dulu ya!”


 

“Oke! Sebentar lagi aku akan menyalakan lampunya ya!”


 

“Oke! Thanks ya, Fan!!”


 

Fanny melambaikan tangan dan mengangguk. Ia terduduk lemas di bangku taman setelah Samuel pergi. Matanya kembali memandangi dekorasi hasil kerja kerasnya. Samuel tidak tahu bahwa sebenarnya ia tidak membayar jasa event organizer untuk menyiapkan acara ini. Semuanya ia yang siapkan. Semuanya ia yang dekor. Untungnya salah satu pegawai kafe mengenal dan membantunya. Badannya terasa lelah dan pegal. Namun ia merasa puas. Fanny tahu dirinya sangat bodoh. Untuk apa bersusah payah jika dirinya yang akan merasa terluka nanti?! 



 

❤️❤️❤️



 

Satu jam kemudian Fanny yang masih duduk di bangku taman melihat pergerakan dari sudut matanya. Ia melirik. Melihat Samuel sudah datang bersama Jessica. Gadis itu terlihat sempurna dan menggoda dalam balutan gaun berwarna biru lembut. Rambut panjangnya dibiarkan tergerai dengan bagian ujung dibuat curly. Sungguh serasi dengan Samuel yang memiliki tubuh tegap dan gagah. Yang pria tampan dan sang wanita cantik.


 

Fanny melihat Jessica tampak terkejut dengan dekorasi di depan matanya. Wajahnya begitu terpukau melihat keindahan lampu kelap kelip di hari yang sudah gelap. Ia tersenyum puas. Siapapun pasti akan menyukai acara ini, termasuk dirinya. 


 

Semakin Fanny melihat interaksi Ke dua orang itu, hatinya terasa semakin perih. Air mata pun mulai mengenangi pelupuk matanya. Dadanya semakin sesak.  Apa yang ia lihat sungguh mengejutkan dirinya. Meski ia tahu saat ini akan tiba, namun tetap terasa pedih jika melihatnya secara langsung. Setetes air mata pun jatuh membasahi pipinya. Dan semakin deras ketika ia melihat kelanjutannya. 


 

Fanny membekap mulut, mengikuti gerakan Jessica, ketika melihat Samuel berlutut di hadapan Jessica. Pria itu mengeluarkan sesuatu dari dalam kantung celananya. Ia tahu benda apa itu. Samuel seperti membuka benda itu dan berkata sesuatu. Ia bisa mendengar Jessica terpekik bahagia. Kepala gadis itu mengangguk. Dan detik kemudian Samuel berdiri untuk memeluk Jessica.


 

Fanny menutup mata membiarkan air mata jatuh di pipinya. Menahan isakannya agar tidak terdengar. Mencoba melupakan putaran kejadian tadi namun tetap saja terbayang. Ia memilih pergi menjauh dari tempat ini. 



 

❤️❤️❤️



 

Sudah delapan tahun mereka bersama. Pertemuan mereka yang tidak sengaja saat menempuh pendidikan sekolah menengah atas justru membuat mereka makin dekat. Samuel selalu menjaga Fanny, terutama dari kejaran para pemuda yang mendekatinya. Samuel akan mengancam siapapun yang berani mengajak jalan bersama atau kencan. Dengan kekuasaan yang ia miliki, ia bisa melakukan apapun yang ia mau. Samuel merupakan pelajar yang disegani dan terkenal di kalangan siswa terutama kaun hawa. Samuel lahir dalam keluarga yang berada, memiliki wajah tampan dan tubuh tegap sempurna, mempunyai kepintaran. Sungguh sosok lelaki yang sangat diidamkan para wanita.


 

Fanny menemukan Samuel duduk dalam keadaan terluka di pinggir jalan. Gadis itu tidak tega dan menolongnya. Ia pun membantu memapahnya berjalan menuju panti, tempat tujuan saat pulang sekolah. Kondisinya cukup parah sehingga Samuel langsung tertidur setelah Fanny mengobatinya. Keesokan harinya Samuel siuman dan mengucapkan terima kasih padanya. Dan saat itulah mereka dekat menjadi sahabat.


 

Karena sudah menyelamatkan nyawa Samuel, orang tua Samuel mengucapkan terima kasih pada Fanny. Mereka membantu menyekolahkan Fanny hingga kuliah. Menganggapnya seperti putri sendiri. Fanny sangat bersyukur dengan hal tersebut. 


 

Saat kuliah, hubungan ke dua orang sahabat itu masih dekat. Meski mereka mengambil jurusan yang berbeda, tetap menjalin komunikasi dan pergi keluar bersama jika ada waktu luang atau saat akhir pekan. Samuel mulai menjauh setelah mengenal sosok Jessica. Lelaki itu lebih banyak menghabiskan waktu dengan gadis pujaannya. Fanny paham dengan hal tersebut. Cepat atau lambat Samuel pasti akan pergi darinya. Mereka tidak mungkin terus bersama. 


 

Fanny tahu bahwa tidak ada persahabatan antara pria dan wanita. Salah satu pasti memiliki perasaan pada sahabat lawan jenisnya. Dan hal tersebut terjadi padanya. Ia terpaksa memendam rasa sukanya pada Samuel. Apalagi kini ada sosok Jessica yang memenuhi benak pria itu.


 

Fanny sedang duduk melamun di pinggir jendela ketika mendengar suara ponselnya berbunyi. Samuel meneleponnya. Ia mengambil ponsel pemberian orang tua Samuel. Sebuah ponsel sederhana dan model lama tapi cukup baginya. Samuel pernah menawarkan untuk mengganti ponselnya dengan yang baru dan lebih modern. Tapi Fanny menolaknya. Asalkan ia masih bisa berhubungan dengan Samuel, hal itu sudah cukup baginya.


 

“Hai, Sam!”sapanya memaksa nada riang saat menjawab panggilan telepon.


 

“Hei Fan, kenapa kemarin malam kamu pulang duluan?! Aku kan mau kamu ikut merayakan hari spesial kami!”


 

Fanny mendesah pelan. Mulutnya tersenyum muram. Ia berusaha berbicara dengan nada biasa. “Tidak mungkin aku mengganggu acara spesial kamu. Btw, selamat ya…”


 

Samuel terkekeh. Suaranya terdengar sangat bahagia. “Terima kasih ya, Fan! Semua ini berkat kamu juga!”


 

“Sama-sama.”


 

“Sebagai rasa terima kasih, besok aku traktir kamu makan deh!”


 

“Boleh, aku minta makan yang banyak dan enak ya?!”


 

Samuel terbahak. “Siap. Apa sih yang enggak buat kamu?!”


 

Fanny tertawa kecil. Namun hatinya terasa perih. Perkataan terakhir Samuel hanya ditujukan pada dirinya sebagai sahabat, bukan seperti terhadap Jessica. Mereka berbicara beberapa menit hingga akhirnya Samuel pamit undur diri. Apa lagi kalau bukan ingin menelepon Jessica. 


 

Fanny mematikan hubungan telepon dan menatap layar ponselnya yang gelap. Sesak kembali melanda dadanya. Sekali lagi, ia hanya bisa merelakan sahabatnya bersama Jessica. Hanya bisa mendoakan kebahagiaan mereka.



 

❤️❤️❤️



 

Hari ini adalah acara kelulusan Fanny dan Samuel. Acara tersebut berlangsung dengan lancar. Ketika acara selesai, Fanny keluar dari ballroom dan mencari sosok Samuel. Mulutnya tersenyum melihat sosok sahabatnya dengan toga serta jubah hitamnya. Tampak keren dan gagah. Samuel menyongsong dan memeluknya. Mereka saling mengucapkan selamat atas kelulusan mereka.


 

“Samuel!!”seru Jessica.


 

Fanny mengurai pelukannya. Samuel menoleh ke belakang dan tersenyum lebar. Pria itu mendekati Jessica dan memeluknya seraya tertawa. Sementara Fanny hanya berdiri memperhatikan mereka seraya tersenyum kecil.


 

“Aku lulus!!”pekik Jessica.


 

“Ya, kita semua lulus!”sahut Samuel. “Bagaimana jika rayakan bersama?!”


 

“Tapi aku ingin merayakan berdua saja denganmu?!!”kata Jessica dengan nada merajuk.


 

“Tapi, Jess…..”


 

Fanny berdehem canggung. “Aku...biar aku merayakan bersama temanku saja…”kata Fanny pelan dan beranjak pergi. Namun langkahnya terhenti karena Samuel mencekal tangannya.


 

“Fan….”


 

Fanny menatap Samuel dan menggeleng dengan senyum kecil. “Tidak apa.”ujarnya melepaskan tangan Samuel dan pergi menjauh.


 

Samuel menarik napas saat memandangi punggung Fanny yang berjalan menjauh. Ia tahu bahwa Fanny tidak memiliki banyak teman. Fanny hanya berteman dengannya.


 

“Yuk, Sam!”ajak Jessica menarik lengannya.


 

Fanny membuka pintu, menaruh semua bawaannya di meja dan langsung berbaring di tempat tidur. Matanya terpejam dan tanpa sadar air mata menetes jatuh. Sungguh ia merasa kesepian. Hidup sendiri tanpa orang tua. Dan kini sahabat satu-satunya telah meninggalkan dirinya sendiri. Ia hanya bisa merayakan kelulusannya sendiri dalam rumah kontrakannya yang kecil. 


 

Deringan ponsel mengalihkan perhatiannya. Matanya terbuka. Ia beranjak duduk seraya mengusap air mata. Mulutnya tersenyum melihat nama teman masa kecilnya. 


 

“Hai Gladys!!”


 

“Kak Fanny!”


 

“Apa kabar?!”


 

“Aku baik. Bagaimana dengan kabar kakak?!”


 

“Baik!”


 

“Kak, kita ketemu sekarang bisa? Aku sudah pulang nih!”


 

Mata Fanny melebar girang. “Benarkah?! Aku bisa!”


 

“Tempat biasa. Sekarang ya!”


 

“Oke, sampai nanti ya!!”


 

Fanny langsung mengganti pakaian dengan yang lebih kasual. Lalu gadis itu pergi menuju tempat tujuan yang sudah disepakati tadi. Gladys adalah gadis yang tinggal bersamanya saat masih di panti. Hubungan mereka dekat hingga harus berpisah karena kerabat Gladys membawanya pergi untuk tinggal bersama. Meski demikian ke dua orang gadis itu masih menjalin hubungan. Untungnya keluarga Gladys tidak keberatan dengan hal itu.


 

“Kak Fanny!”seru Gladys melambaikan tangan padanya saat Fanny sudah sampai di sebuah kafe.


 

Fanny menoleh dari pintu. Ia segera mendekat seraya tersenyum lebar. Gladys pun ikut berdiri dan menyambut memeluknya. 


 

“Betapa aku merindukanmu, kak!”


 

Fanny tertawa dan membalas pelukannya. “Kata-katamu seperti lirik lagu saja?!”


 

Mereka tertawa berdua dan duduk. Memesan makanan lalu melanjutkan percakapan mereka. Tidak lama pesanan pun datang. Fanny memesan capucino sementara Gladys memilih juice alpukat.


 

“Kakak tahu tidak?! Nenek menjodohkan aku dengan cucu temannya! Masa aku harus menikah muda?! Aku kan masih mau bebas!”keluh Gladys.


 

Fanny tertawa melihat Gladys yang bercerita dengan wajah cemberut. “Kamu masih tidak berubah. Lalu apa kamu sudah bertemu dengan calon suamimu?”


 

“Dia bukan calonku!”


 

Fanny tertawa. “Oke baiklah….”


 

“Tapi dia memiliki wajah yang tampan sih, hanya saja sikapnya menyebalkan! Masa dia mengikuti aku terus ke mana-mana?! Nenekku juga tidak masalah dengan sikap anehnya! Menyebalkan! Kaya aku anak kecil saja sampai harus diikuti! Dan yang lebih bikin kesal lagi, dia mau menyusul aku kemari!”


 

Fanny terkekeh. “Kurasa lelaki itu benar-benar tertarik padamu?! Kalau dia serius, kamu tinggal tunggu kedatangannya kemari.”


 

“Tidak mungkin dia mau datang ke sini?!”


 

“Ah jadi ada yang mengharapkan kedatangannya nih?!”goda Fanny menyeringai lebar.


 

“Tidak!”sahut Gladys cepat dengan wajah merah padam.


 

Fanny tertawa melihat reaksi Gladys. “Liburan yang memyenangkan di rumah nenek ya?! Cuci mata healing plus dapat jodoh?!”


 

“Ah kakak, jangan menggodaku dunk!”protes Gladys manyun.


 

Fanny kembali tertawa. Sejenak ia bisa melupakan bayangan Samuel bersama Jessica. Melupakan hatinya yang pedih dan bimbang. Percakapan mereka terus berlanjut. Membicarakan kegiatan mereka saat ini. Gladys memberi selamat atas kelulusan Fanny. Ia berjanji akan membantu temannya mencari pekerjaan.


 

“Sayang, kenapa kamu tidak bilang kalau kamu ada di sini?!”


 

Fanny dan Gladys menoleh kaget. Terutama Gladys. Gadis muda itu tampak sangat terkejut melihat kemunculan seseorang. “Darren?! Apa yang kamu lakukan di sini?!!”


 

Pria bernama Darren duduk di kursi kosong samping Gladys. Mulutnya tersenyum. “Aku sudah bilang kalau aku akan menyusulmu bukan?!”


 

Gladys melongo. Tidak mengira lelaki itu benar-benar serius dengan ucapannya. “Apa kamu tidak sibuk?!”


 

“Buat kamu apa sih yang enggak?!”sahut Darren yang disambut dengusan kesal dari Gladys. Mata pria itu berpaling kepada Fanny yang duduk di seberang. Memperhatikan mereka dengan sorot mata penasaran. Ia mengulurkan tangan. “Halo, aku Darren, calon suami Gladys!”


 

Fanny terkekeh. Ia menyambut uluran tangan Darren dan menyalaminya. “Aku Fanny! Kalian tampak serasi loh!”


 

“Menyebalkan!”ketus Gladys beranjak bangun. “Aku mau ke toilet dulu!”


 

Gladys pun pergi meninggalkan Fanny duduk dengan Darren. Mereka berbincang santai. Meski Fanny merasa canggung karena baru kenal, Darren bersikap ramah dan hangat padanya. 


 

“Fanny!!”


 

Fanny menoleh kaget ke arah pemilik suara yang memanggilnya. Matanya membulat melihat Samuel ada di dekatnya bersama dengan Jessica. Lelaki itu mendekat dengan mata penuh amarah dan menarik tangannya pergi dari sana. Mengabaikan Jessica yang heran dengan perbuatannya serta memanggilnya. Wajahnya mengeras. Ia tidak suka melihat Fanny bersama pria lain yang tidak dikenalnya. 


 

“Dia siapa?! Kenapa kamu bersamanya?! Kenapa kamu tidak bilang padaku?!”seru Samuel emosi ketika sudah berada di dalam mobil.


 

Fanny terkejut dengan reaksi Samuel. Ia melihat dengan takut. “Aku...tidak mengenalnya. Aku baru bertemu dengannya. Dia calon suami temanku…”


 

Samuel menatapnya dengan dahi berkerut. “Benarkah?!”


 

“Untuk apa aku bohong?! Temanku tadi sedang pergi ke toilet, Sam.”


 

Samuel mendesah lega. “Baiklah…”



 

❤️❤️❤️



 

Waktu berlalu. Kini mereka berdua sudah bekerja sebagai karyawan. Samuel bekerja di perusahaan milik ayahnya. Sementara Fanny bekerja di perusahaan yang bergerak di bidang property. Meski sudah jarang bertemu karena sibuk bekerja, mereka tetap menjalin komunikasi melalui Ponsel. Mereka sering bertukar kabar. Jika ada waktu luang, mereka akan menyempatkan diri untuk makan bersama seminggu sekali.


 

Seperti malam ini. Fanny dan Samuel makan malam di apartemen milik lelaki itu. Mereka memilih membeli dan membungkus makan malam agar lebih santai dan leluasa berbincang.


 

“Fan, aku rasa beberapa bulan lagi aku akan menikah dengan Jessica.”


 

Mata Fanny membulat padanya. “Benarkah?!”tanyanya dengan nada kaget. Ia berusaha tersenyum. “Kalau begitu selamat ya! Aku turut senang mendengarnya!”


 

“Ya, Jessica sedang mengandung anakku.”


 

Mata Fanny kembali melebar. Rasanya tidak percaya dengan perkataan Samuel. Tidak menduga hubungan mereka bisa sejauh itu. Tidak menyangka sahabatnya bisa melakukan perbuatan tersebut. Hatinya perih namun ia menahan air matanya jatuh. 


 

“Se..Selamat ya...kamu akan menjadi seorang ayah….”



 

❤️❤️❤️



 

Sore itu Fanny makan di restoran bersama teman satu divisinya. Fanny merasa bahagia bisa ikut dalam acara itu. Teman kantornya pun sangat baik dan ramah. Di sini pertama kalinya ia memiliki teman. Meski awalnya agak canggung dan ia lebih banyak diam, kini ia sudah merasa nyaman. 


 

Khusus acara hari ini, teman Fanny memesan sebuah ruangan privat untuk merayakan ulang tahun. Terasa lebih nyaman dan bebas. Mereka makan sembari berbincang dan bercanda. Tidak lupa menggosipkan kabar panas di kantor.


 

Ketika acara sudah selesai, Fanny minta pamit lebih dulu. Ia tidak berani pulang malam karena tidak memiliki kendaraan pribadi. Fanny pun berjalan melewati lorong dengan banyak pintu ruangan privat lainnya di restoran itu. Langkahnya terhenti saat mendengar suara yang ia kenal. Matanya menoleh ke arah pintu yang sedikit terbuka. Mengintip ke bagian dalam. Matanya melebar kaget melihat sosok Jessica bersama seorang lelaki di dalam. Dan lelaki itu bukan Samuel!


 

“Tapi….Alex….ini anak kamu! Anak kita! Dan kita sering melakukannya tanpa pengaman, apa kamu lupa itu?! Aku hanya memakai pengaman jika bermain dengan Samuel saja! Karena aku hanya mencintaimu! Dari dulu hingga sekarang aku hanya mau kamu!”isak Jessica seraya menyentuh perutnya.


 

“Apa kamu lupa?! Aku belum mau menikah! Kalau kamu mau menikah, menikahlah dengan Samuelmu itu!!”


 

“Tidak! Aku ingin menikah denganmu! Kamu ayah dari anak ini, Lex!”


 

“Aku tidak bersedia!”ujar pria itu tegas. 


 

Fanny hanya bisa diam terpaku mendengar percakapan ke dua orang itu. Dadanya berdebar begitu kencang. Ternyata Jessica membohongi Samuel. Ia terus berdiri diam tanpa menyadari bahwa pria di dalamnya telah berdiri dan melangkah keluar. Lelaki berpakaian rapi dengan jas hitam itu tampak terkejut melihat Fanny berdiri di depan pintu.


 

“Fanny?!”ujar Jessica kaget. Tubuhnya tampak menegang. 


 

Mata Fanny menatap ke arah Jessica dan lelaki tadi bergantian. Lalu ia bergegas melangkah menjauh. Dadanya berdetak begitu kencang. Haruskah ia mengatakan kebenaran tadi kepada Samuel? Tapi apa sahabatnya itu akan percaya padanya?! Dan ia akan merasa jahat jika tidak menyampaikan kebenaran ini. Perbuatan Jessica salah. Tidak Seharusnya ia bohong pada Samuel dan keluarganya.


 

“Fanny!”seru Jessica yang mengejarnya. “Kita harus bicara!”sambungnya saat berhasil menyusul Fanny dan berjalan bersisian.


 

“Apa yang harus dibicarakan? Aku sudah tahu semuanya.”


 

“Kalaupun kamu mengatakan pada Samuel, belum tentu dia percaya. Dia akan lebih percaya padaku, wanita yang Samuel cintai.”ucap Jessica sinis dengan sengaja menekankan nama kekasihnya.


 

“Kebenaran pasti akan terungkap. Aku bisa memintanya melakukan tes DNA.”


 

“Oh ya?! Benarkah?!”sahut Jessica.


 

“Tentu! Kamu tahu siapa aku bukan?! Aku sahabatnya sejak dulu. Aku lebih paham bagaimana menyampaikan semua ini padanya.”kata Fanny.


 

Mereka sudah berada di luar kafe dan Jessica menatapnya dengan penuh benci. Fanny melihat gerakan dari kejauhan. Ia tersenyum. 


 

“Lihat siapa yang datang?! Kita bisa mengatakannya bersama. Bagaimana, Jessica?!”tanya Fanny.


 

Jessica menoleh. Samuel memang baru saja sampai di kafe hendak menjemput kekasihnya. Lelaki tersebut tersenyum lebar melihat wanita yang ia cintai sedang bersama sahabatnya.


 

“Hai! Bagaimana kalian bisa bertemu?!”tanya Samuel melihat ke arah dua orang gadis tersebut.


 

Fanny melirik kepada Jessica sebelum akhirnya ia memalingkan wajah pada Samuel dan berkata, “Sam, ada yang ingin aku katakan padamu!”


 

“Oke. Di apartemenku saja ya?!”


 

“Tidak usah. Di sini saja!”sahut Fanny.


 

“Sam, kita pulang saja yuk! Aku capek. Kalian lain hari saja berbicaranya!”rajuk Jessica memeluk lengan Samuel.


 

“Sam, sebenarnya anak yang dikandung Jessica bukan anak kamu! Jessica memiliki kekasih selain kamu dan anak ini adalah anak mereka! Kamu bukan ayah kandungnya!”kata Fanny dengan nada cepat dan tegas.


 

“Tidak! Dia bohong! Aku tidak pernah selingkuh, Sam! Aku hanya cinta kamu!”tukas Jessica.


 

“Dia bohong!”sahut Fanny.


 

“Aku tidak bohong. Anak ini memang anakmu. Anak kita! Kamu adalah ayahnya! Kamu percaya aku kan?!”ujar Jessica seraya menyentuh perutnya. Ia menatap Fanny dengan wajah sedih dan terluka. “Dia hanya bohong! Dia tidak suka melihat kebersamaan kita! Fanny tidak ingin kita menikah dan bahagia!”


 

Fanny membelalakkan mata pada Jessica. “Jessica, apa maksudmu?! Dia bohong, Sam!!”


 

“Cukup!”sergah Samuel yang dari tadi diam.


 

“Kamu harus tahu, Sam. Fanny ingin menghancurkan hubungan kita. Dia menyukai kamu. Karena itu dia berbohong agar kita tidak menikah dan Fanny bisa memiliki kamu!”kata Jessica.


 

Fanny terdiam dengan wajah tegang. Menatap Samuel yang membalas tatapannya dengan sorot mata tidak percaya dan marah.


 

“Dia sudah memfitnah anak kita!”


 

“Apa itu benar, Fan?! Kalau kamu sudah mencintai aku…”kata Samuel.


 

“A…aku….”gumam Fanny yang tidak bisa melanjutkan ucapannya. 


 

Samuel memandangi Fanny yang tampak gugup dan tegang. Gadis itu hanya diam. Membenarkan perkataan Jessica tadi.


 

“Aku kecewa sama kamu, Fan. Aku merasa lebih kecewa lagi karena kamu sudah memfitnah anak dalam kandungan Jessica! Aku muak padamu! Jangan muncul lagi di hadapanku!”ujar Samuel penuh amarah. Ia menarik tangan Jessica pergi.


 

Air mata Fanny langsung menetes deras di pipinya. Ia merasa lemas dan jatuh terduduk. Apa yang ia cemaskan selama ini benar terjadi. Samuel marah padanya dan pergi jauh darinya.



 

❤️❤️❤️



 

Fanny merasa sedih sejak pertemuan terakhirnya dengan Samuel. Ia sama sekal tidak berniat untuk memfitnah bayi Jessica. Ia hanya ingin membantu Samuel. Membantu agar kebohongan Jessica tidak makin larut. Bagaimanapun Samuel bukan ayah kandung anak itu. Ayah kandungnya yang seharusnya bertanggung jawab. 


 

Tapi usahanya malah membuat Samuel marah padanya. Kecewa padanya. Sahabatnya sudah dibutakan oleh cinta hingga sudah tidak percaya padanya lagi. Fanny yang sudah berteman lama sudah tidak ada artinya lagi. 


 

Masalah ini membuat Fanny tidak fokus saat bekerja. Ia lebih banyak melamun. Lebih banyak diam. Entah sudah berapa kali ia melakukan kesalahan saat menyiapkan laporan dan menerima banyak teguran dari atasannya. 


 

“Lo kenapa sih?! Dari pagi kayanya tidak fokus.”


 

Fanny hanya tersenyum kecut. “Tidak apa kok. Hanya lelah.”


 

“Sakit?! Kalau iya, lebih baik ijin pulang, Fan.”


 

“Tidak apa kok. Lagipula sebentar lagi juga jam pulang. Dan laporan ini juga masih harus dibereskan.”kata Fanny tersenyum kecil.


 

“Ya sudah. Pulang langsung rehat ya. Mukamu pucat loh itu!”


 

“Iya, terima kasih ya, Des!”sahut Fanny kembali memilih fokus untuk menyelesaikan pekerjaannya.


 

Fanny menarik napas lega ketika laporannya sudah selesai bertepatan dengan jam pulang kantor. Setidaknya ia tidak perlu lembur. Fanny mengirim email hasil kerjanya lalu pamit pulang pada atasanya. Ia mematikan komputer dan membereskan barang. Lalu beranjak pergi dari ruangan divisinya yang sudah sepi.




 

“Hai Fanny….”


 

Fanny mendongak dan membelalakkan mata melihat Jessica berdiri di depan rumah kontrakannya. “Apa maumu?!”


 

Jessica tersenyum sinis. “Kamu bisa lihat kan?! Aku yang menang. Dia lebih percaya aku. Dan sekarang dia membencimu.”


 

“Lalu?! Dan kamu bahagia hidup dalam kebohongan seperti ini?!”


 

“Ya, aku bahagia! Aku bahagia melihat kamu hancur! Aku bahagia melihat Sam membencimu! Aku sudah menunggu hari seperti ini! Hari di mana Samuel benci dan tidak sudi bertemu denganmu lagi!!”


 

“Kamu gila.”desis Fanny. “Asal kamu tahu! Kamu tidak bisa terus berbohong selamanya! Suatu saat kebenaran pasti akan terungkap! Dan saat itu Samuel bisa lebih membencimu! Dia bisa marah dan benci kamu karena sudah berani selingkuh saat kalian masih pacaran. Dia akan kecewa karena tahu anak dalam kandunganmu bukan anaknya! Dia akan marah jika tahu kamu menikah dengannya hanya untuk mengincar harta!!”


 

Jessica terdiam terpaku. Fanny mendengus kesal. Ia memilih untuk meninggalkan Jessica. Sudah tidak ingin melanjutkan perdebatan mereka. Fanny mengambil kunci dan membuka pintu pagar lalu berjalan masuk.


 

“Hei tunggu!”seru Jessica mencekal tangan Fanny.


 

Fanny menoleh seraya menepis kasar tangan Jessica. Saat itu Jessica terpeleset jatuh. Fanny menatap Jessica yang jatuh dan menjerit kesakitan. Wajahnya pucat ketakutan melihat darah mengucur keluar dari pangkal paha Jessica. Fanny mendekat dan terisak panik saat Jessica mengerang kesakitan. 


 

Fanny mengangkat kepala hendak meminta tolong tetangga atau orang yang melintas. Namun tidak ada yang bisa ia minta tolong. Dengan tangan gemetar, ia mengambil ponsel dan menelepon Samuel. 


 

“Samuel akan datang! Ia akan datang! Bertahanlah, Jessica!”seru Fanny.


 

Tidak lama kemudian terlihat mobil berwarna hitam berhenti di depan mereka. Samuel telah tiba. Lelaki itu bergegas keluar. Wajahnya tampak kalut. 


 

“Jessica!”seru Samuel berlari mendekat dan memeluk gadis itu. Ia menatap Fanny dengan wajah penuh emosi dan mendesis kesal. 


 

“Ma...maafkan aku, Sam! Aku tidak bermaksud membuatnya celaka...sungguh…..aku….”


 

“Aku tidak akan pernah memaafkanmu! Jangan ganggu kami lagi! Ingat itu!!”seru Samuel membopong tubuh Jessica dan membawanya ke dalam mobil. Meninggalkan Fanny yang masih duduk terpaku. Hanya bisa memandangi kepergian mobil itu dengan hati pedih dan terluka.



 

❤️❤️❤️



 

“Sam….”


 

Lelaki yang dipanggil menoleh. Matanya langsung menyorotkan tatapan penuh benci dan sarat emosi. Membuat orang yang memanggil langsung menciut ketakutan. “Kenapa kau datang lagi?!”desisnya.


 

“Aku….aku mau minta maaf, Sam…”


 

“Aku tidak butuh kata maaf darimu!!”


 

“Tapi….”


 

“Kamu pikir dengan berkata maaf bisa mengembalikan semuanya?!”seru Samuel dengan geram membawa Fanny menjauh dari kamar rawat Jessica. Menariknya jauh dan terpencil agar tidak menarik perhatian orang di rumah sakit.


 

Fanny meringis kesakitan karena bahunya terbentur dengan tembok. Ia melihat wajah Samuel yang mengeras karena amarah. Matanya menyiratkan kebencian padanya.


 

“Jessica sudah kehilangan anaknya! Apa kamu puas?! Kalau sampai terjadi sesuatu lagi pada Jessica, aku tidak akan pernah memaafkanmu! Aku tidak akan membiarkan kamu hidup tenang!”desis Samuel.


 

“Apa kamu sudah lupa siapa aku?! Apa kamu lupa siapa keluargaku?! Ingat, ini peringatan terakhir dariku! Jangan ganggu kamu berdua lagi! Menjauhlah dari kehidupanku! Atau kamu ingin anak di panti terlantar lagi seperti dulu?!”


 

Fanny merasa lemas. Ia tidak berani membayangkan hidup anak di panti yang akan terlantar hanya karena kesalahannya. Ia tahu siapa Samuel dan keluarganya. Mereka yang sudah banyak membantu hidupnya. Juga hidup banyak anak di panti. 


 

Samuel mengepalkan tangan lalu meninju dinding putih di samping wajah Fanny. Membuat gadis itu membekap mulut karena kaget dan ketakutan. Air mata menetes jatuh di wajah Fanny. Tubuhnya merosot jatuh ke lantai seraya menangis ketika sahabatnya pergi menjauh.



 

❤️❤️❤️



 

Fanny memutuskan untuk pergi jauh. Jauh dari kehidupannya. Jauh dari sahabatnya. Sesuai permintaan Samuel. Ia sudah mengajukan permohonan resign dan disetujui. Meski terasa berat untuk berpisah dengan perusahaan yang sudah membuatnya nyaman serta betah, tapi ia harus melakukannya. Fanny harus melanjutkan hidup. Meninggalkan segala kenangan pahit.


 

Sebelum pergi ia sudah menemui orang tua Samuel. Mengucapkan terima kasih serta maaf atas kejadian yang menimpa Jessica. Ia melakukan hal itu tanpa sepengetahuan Samuel. Meski sebenarnya Fanny rindu dan ingin bertemu dengannya. Ia tidak berani. Tidak ingin menyulut kemarahan lelaki itu.


 

Fanny ingin pergi dari kota ini. Kota dengan segala kenangan manis dan sedih. Dan sebelum pergi, ia pamit dengan pengurus panti.


 

“Aku merasa tidak sanggup lagi bu….”isak Fanny memeluk wanita yang sudah mengurusnya selama ini di panti.


 

“Kamu harus kuat. Ingatlah untuk apa selama ini kamu berjuang. Jika kamu menyerah hanya karena masalah ini, masih ada perjalanan yang harus kamu jalani hingga meraih kebahagiaan. Tuhan maha adil. Dia pasti sudah merencanakan hidup yang indah untukmu. Tapi sebelum itu, kamu harus mengikuti semua yang sudah direncanakan oleh Tuhan. Tuhan menyayangi kamu dan selalu ada untukmu.”ujar wanita itu seraya mengusap punggung dan kepala Fanny.



 

❤️❤️❤️



 

Fanny berdiri termenung di depan pintu berwarna coklat dengan nomor 815. Perlahan ia menarik napas dan memencet tombol angka yang sudah ia hapal di luar kepala. Kenop dipegang dan diputar hingga pintu itu terbuka. Aroma yang khas menyambut indra penciumannya saat masuk ke dalam ruangan yang remang. Ia menyalakan lampu. Memandangi ruangan yang sudah terang.


 

Ia akan merindukan semua ini. Merindukan segala yang berhubungan dengannya. Fanny menutup pintu. Berjalan menuju dapur dan menaruh paper bag di atas meja makan. Ia tahu Samuel sedang tidak ada di apartemennya. Karena itu ia datang kemari.


 

Fanny berjalan menyusuri setiap ruangan. Menatap setiap sudut dan mengenang semua peristiwa yang terjadi selama masa persahabatan mereka. Dadanya terasa sesak mengingat hubungan mereka putus hanya karena Samuel lebih memilih Jessica. Samuel lebih percaya dengan Jessica ketimbang dirinya yang sudah berteman lama. 


 

Fanny merasa tidak sanggup lagi. Ia pun kembali mengarah ke meja makan. Mengeluarkan sebuah kotak besar dari dalam paper bag. Lalu membuka tutup kotak tersebut. Terlihat sebuah kue ulang tahun berwarna coklat dengan tulisan : Happy Birthday to Samuel. 


 

Fanny mengulas senyum kecil. Ia menutupnya kembali. Menaruh di bagian tengah meja makan. Lalu ia mengeluarkan sebuah amplop berwarna putih dari dalam tas. Meletakkan surat itu di atas kotak kue ulang tahun. Ia ingin memberikan yang terbaik dan terakhir di hari spesial Samuel ini. Ia tidak yakin apakah Samuel akan menerima kuenya atau membuangnya. Setidaknya ia sudah berusaha memberikan yang terbaik untuk sahabatnya. Sebelum Fanny pergi jauh dan menghilang dari kehidupan Samuel.


 

“Happy birthday, Samuel.”lirihnya.



 

❤️❤️❤️



 

Satu bulan kemudian 


 

Samuel tahu semua perbuatan Jessica. Dan gadis itu memanfaatkannya sebagai pelampiasan. Ia kecewa. Ia marah. Egonya terasa terluka. Ia sudah merencanakan akan menikahi Jessica. Tapi apa yang ia lihat sungguh mengejutkan dan membuatnya murka. Samuel datang ke apartemen Jessica. Menemukan gadis itu sedang bersama lelaki lain dan sedang mengungkapkan perasaannya. Kenyataan itu menyadarkan dirinya dengan ucapan Fanny. Samuel sangat marah dan kecewa. Ia telah dibohongi dan tidak percaya dengan sahabatnya sendiri. Ia telah melukai perasaan Fanny. Ia merasa sangat bersalah pada gadis itu.


 

Samuel langsung mendatangi rumah kontrakan Fanny. Ketika berdiri di depan rumah itu, ia merasa heran. Kenapa rumah itu begitu gelap?! Kenapa lampu di dalam tidak dinyalakan? Apa Fanny belum pulang? Ataukah ia sudah tidur? Kakinya berjalan pelan mendekati pintu seraya mengamati rumah yang sunyi sepi itu.


 

Samuel mengetuk pintu dan menunggu. Tidak ada suara apapun dari dalam. Ia kembali mengetuk pintu setelah lima menit dan masih tidak ada suara langkah kaki dari dalam.


 

“Maaf, pak, bapak cari siapa ya?!”


 

Samuel menoleh dan melihat tetangga Fanny dari balik pagar. “Oh selamat sore, pak, saya mencari Fanny, pak.”


 

“Oalah, bapak belum tahu ya?! Mbak Fanny sudah tidak tinggal di sini lagi!”


 

“Apa?!”sahut Samuel terkejut. “Se...sejak kapan?!”


 

“Sudah sebulan, pak.”


 

“Apa bapak tahu Fanny pindah ke mana?”tanya Samuel.


 

“Saya tidak tahu, pak. Bapak bisa coba hubungi ponselnya.”


 

Samuel hanya bisa mengangguk. Ia pun pamit pergi. Kenapa Fanny pindah, tanyanya dalam hati. Apa karena dirinya? Apa karena ia sudah marah dan tidak ingin bertemu dengannya lagi sehingga gadis itu memilih menjauh?!


 

“Fanny, aku sungguh menyesal...ke mana kamu pergi?!”tanyanya cemas. Ia kembali mencoba menghubungi ponsel Fanny dan sekali lagi tidak terhubung. Entah apakah Fanny mengganti nomor ponselnya atau gadis itu memblokir nomornya.


 

Esok paginya Samuel mendatangi kantor tempat bekerja Fanny. Dan kembali menemui kebuntuan. Gadis itu sudah resign sejak sebulan yang lalu. Sebulan setelah kejadian Jessica keguguran dan Samuel marah pada Fanny. 


 

Samuel merasa lemas tidak bertenaga. Napasnya tercekat. Ia teringat dengan kue ulang tahun serta surat dari Fanny ketika pulang ke apartemennya dulu. Menemukan kado dari sahabatnya. Dan ia membuang kue itu. Rasa bersalah melanda benaknya. Ia sudah marah dan menghina Fanny. Namun gadis itu masih menyempatkan diri untuk membelikannya kue serta hadiah ulang tahun. Tapi ia malah membuang pemberian gadis itu. Sungguh kejam dirinya.


 

Waktu telah lama berlalu. Samuel tidak tahu keberadaan Fanny. Gadis itu seakan menghilang. Namun bayangannya selalu ada dalam ingatan dan pikiran Samuel. Ia selalu memikirkan Fanny. Sedang apa gadis itu?! Apa ia baik saja? Apa ia sudah makan? Ia hanya bisa berdoa dan berharap Tuhan bisa mempertemukan mereka lagi. Memberinya kesempatan untuk minta maaf atas sikapnya dulu. Memberinya kesempatan ke dua. 



 

❤️❤️❤️



 

“Selamat siang, pak. Untuk perjalanan bisnis besok, saya sudah siapkan tiket pesawat beserta dokumen yang dibutuhkan.”ujar seorang wanita yang bekerja sebagai sekretaris seraya menaruh map berisi tiket serta dokumen yang dikatakannya tadi.


 

“Baik. Terima kasih.”sahut Samuel sambil terus menulis di atas sehelai kertas. Membiarkan sekretarisnya melangkah keluar ruangan hingga terdengar suara pintu tertutup.


 

Ia menarik napas. Mengambil map dan membukanya. Memeriksa dokumen di dalam. Malam nanti ia akan pergi ke Bali untuk urusan bisnis. Mengingat nama pulau yang indah itu membuatnya teringat dengan sahabatnya. Fanny.


 

Ia sangat ingat bahwa dulu Fanny ingin sekali bisa pergi ke pulau Bali. Samuel juga ingat mereka pernah berjanji untuk liburan berdua ke sana. Namun sayangnya gadis itu menghilang. Tidak ada kabar lagi sejak kemarahannya di rumah sakit. Entah Fanny pergi ke mana. Teman kantornya pun tidak ada yang tahu.


 

Samuel menutup map dokumen dan memilih untuk kembali fokus dengan pekerjaannya. Ia harus menyelesaikan sebelum pulang dan bersiap pergi ke bandara. Kini Samuel kerja di perusahaan milik ayahnya. Membantu hingga kelak ia mewarisi jabatan sang ayah.


 

Menjelang sore, Samuel membereskan barang dan keluar seraya membawa map yang sudah disiapkan sekretarisnya tadi. Di luar ia bertemu dengan wanita itu. “Saya duluan! Kalau ada masalah, kamu bisa hubungi saya!”


 

“Baik, pak! Saya beritahu pak Udin ya, pak! Hati-hati di jalan, pak!”


 

Samuel mengangguk dan berjalan keluar menuju lift. Karena kesibukannya, ia sudah tidak memiliki waktu lagi untuk pulang mandi dan berganti pakaian. Untungnya ia sudah siap dengan koper. Samuel memutuskan untuk langsung menuju bandara. Menghabiskan waktu sambil menunggu jadwal penerbangan tiba.


 

Supir sudah siap dengan mobil di bawah lobby. Ia pun langsung masuk dan duduk. Pak Udin mengemudikan mobilnya keluar dari area gedung perkantoran. Melintasi jalan yang belum terlalu padat karena saat itu memang belum waktunya jam pulang kantor. Sehingga Samuel tiba di bandara sebelum jadwal pesawat.


 

Supir membantu menurunkan koper dan pamit undur diri. Samuel mulai melangkah masuk ke bandara dengan tangan menyeret koper. Sementara tas ransel disandangnya. Ia langsung menuju ruang tunggu. Duduk di salah satu sofa kosong. Memilih untuk memeriksa email dan mengerjakan beberapa pekerjaan seraya menunggu jadwal penerbangan tiba.



 

❤️❤️❤️



 

Pesawat mendarat dengan sempurna di bandara Ngurah Rai. Samuel menyandang tas ransel dan berdiri menunggu koper bersama para penumpang lain. Sesekali ia menguap. Hari sudah malam. Ia ingin segera tiba di hotel, membersihkan diri dan berbaring di kasur. Hanya itu yang lelaki itu inginkan.


 

Samuel segera mengambil koper miliknya. Berjalan keluar dan menemukan seorang pria berdiri seraya mengangkat tinggi kertas putih bertuliskan namanya. Ia mendengus kecil. Senyum miring tersungging di bibirnya.


 

“Halo, bro!”


 

“Hei lo kira gue turis asing?! Kenapa tidak sekalian pakai spanduk kain?!”protes Samuel.


 

Pria di depannya nyengir lebar. “Tadinya sih gue mau pakai cara itu. Tapi gue terlalu sibuk jadi tidak sempat bikin!”


 

Samuel terkekeh. “Apa kabar?!”tanyanya seraya menepuk pundak pria itu.


 

“Baik, bro! Yok kita jalan. Langsung ke hotel?”


 

“Iya. Gue capek.”


 

“Ternyata seorang Samuel bisa merasakan capek juga ya?!”


 

“Gue juga manusia kali!”


 

“Biasanya kan lo gila kerja!”


 

“Robotnya butuh di charge dulu!”kata Samuel nyengir.


 

Ia berjalan mengikuti langkah kaki temannya seraya berbincang seputar kegiatan mereka belakangan ini serta hal lainnya. Pria itu Teman kuliah Samuel dulu dan kini mereka akan bekerja sama. Samuel akan membuka cabang di Bali. Ia menunjuk temannya sebagai penanggungjawab cabang di Bali.


 

Hari sudah malam sehingga jalanan cukup lenggang. Dalam waktu cepat mereka tiba di hotel. Samuel berpamitan dan berjanji akan bertemu kembali besok pagi di hotel. Samuel menarik koper mendekati meja resepsionis. Mendapatkan kuncinya dan segera pergi menuju kamar.


 

Ia mendesah lega ketika sudah di dalam kamar hotel. Duduk di sofa kecil. Melepas sepatu serta kaos kakinya. Manik hitamnya memandangi pemandangan kota Bali di malam hari. Terlihat indah dengan kelap kelip lampu bangunan serta kendaraan yang melintas. Pandangan matanya menerawang jauh dan pikirannya melayang kepada sosok yang selalu ia rindukan serta pikirkan selama ini.



 

❤️❤️❤️



 

“Fanny! Tolong antar makanan ini ke meja nomor empat!”


 

“Iya, bu! Segera!”


 

Fanny berjalan seraya merapikan bajunya. Ia mendekat dan mengambil nampan berisi makanan serta minuman. Lalu membalikkan badan mengarahkan kaki menuju meja yang di tuju dengan senyum mengembang. 


 

“Selamat pagi! Pesanan anda, tuan!”


 

“Terima kasih.”sahut seorang pria paruh baya mengangkat wajah dan membalas senyum Fanny.


 

“Sama-sama, tuan! Selamat menikmati sarapan anda!”ujar Fanny.


 

Fanny sedang kembali menuju meja belakang kasir. Tempat ia biasa berjaga ketika terdengar suara pintu kafe terbuka. Gadis itu menoleh dan menyapa sang tamu. “Selamat pagi! Selamat datang di kafe!”


 

“Halo, pagi, Fan!”


 

“Oh pak Ryan! Selamat pagi, pak!”


 

“Sudah kubilang jangan panggil aku dengan bapak! Aku bukan bapakmu loh!”


 

Fanny terkekeh. “Maaf, pak, aku sudah kebiasaan…”


 

“Nah kan bapak lagi!”protes pria itu memasang wajah galak. 


 

“Baiklah, kak Ryan!”


 

Ryan tertawa. “Anak pintar!”


 

“Pesanan seperti biasa, kak?!”


 

“Ya. Bikin dua porsi ya!”


 

Mata Fanny membulat. “Wah kakak sedang lapar sekali ya?!”


 

Ryan tertawa. “Iya aku sangat sangat lapar!”


 

Fanny tersenyum. “Baiklah. Tunggu sebentar ya. Aku pesankan dulu!”


 

“Siap! Aku tunggu di meja biasa ya!”kata pria itu berjalan menuju meja dekat jendela di mana ia bisa duduk sembari memandangi ke jalanan.


 

Fanny pun mendekati meja kasir. Memproses pesanan Ryan dan menyampaikan kepada koki yang langsung menyiapkannya. Ia ikut masuk ke dalam dapur kafe. Membuatkan segelas teh manis untuk Ryan. Lelaki itu merupakan pelanggan setia kafe tempatnya bekerja. Setiap pagi ia akan datang dan memesan sarapan. 


 

“Tehnya, kak!”


 

Ryan menoleh dan tersenyum. “Ah terima kasih! Ayo duduk dulu temani aku ngobrol sambil tunggu pesanan!”


 

Fanny tampak canggung dan tidak enak. “Tapi….”


 

Ryan mengamati sekitar. “Aman. Kafe lagi sepi. Lagipula owner sini sudah kenal aku kok! Nanti aku yang sampaikan.”


 

Fanny menghela napas. Ia duduk dan menaruh nampan di atas meja. “Kakak habis olahraga ya?! Sampai pesan dua porsi sarapan loh! Tumben?!”


 

Ryan nyengir. “Tidak. Satu porsi lagi untuk temanku.”


 

“Oh….”


 

“Btw apa kamu masih belum memikirkan penawaran aku kemarin?!”tanya Ryan. Fanny terdiam dan menunduk. “Aku tahu pasti kamu bimbang ya. Tapi kan tidak ada salahnya di coba. Atau….kamu sudah nyaman di sini?”


 

“Bisa dibilang begitu, kak. Aku cukup nyaman dengan pekerjaan dan kehidupanku sekarang. Meski gajinya tidak terlalu besar tapi cukup untuk hidupku.”


 

“Kamu harus memikirkan untuk masa depan loh. Untuk tabungan masa depan kamu. Untuk keperluan mendadak juga. Aku yakin kamu pasti bisa mengatur waktu kerja kamu.”


 

Fanny tersenyum kecil. “Aku pikirkan dulu ya kak.”


 

“Siapa tahu kamu sukses kan?! Lumayan loh! Aku suka dengan hasil karyamu!”


 

Fanny mengulas senyum. “Terima kasih, kak! Sangat jarang loh bertemu dengan laki-laki yang menyukai membaca novel?!”


 

Ryan meringis. “Sebenarnya aku juga ketularan adikku. Dia hobi koleksi novel. Waktu itu aku sakit dan merasa bosan, akhirnya terpaksa membaca novel koleksinya. Yah sejak itulah aku jadi tertular…”


 

Fanny tertawa kecil. “Jadi begitu ya…..”ujarnya nyengir.


 

“Tuan Ryan, maaf mengganggu, pesanan anda sudah siap.”


 

Percakapan mereka terhenti karena seorang pelayan membawakan bungkusan berisi pesanan Ryan. Pelayan itu menaruh di atas meja dan pamit undur diri. Sebelum membalikkan badan, ia sempat mengedipkan mata ke arah Fanny dengan jahil. Fanny melihat tingkah temannya. Matanya menyipit sementara gadis pelayan tadi menjauh sambil terkekeh.


 

“Jangan lupa pertimbangkan lagi penawaranku tadi ya.”kata Ryan mengambil dompet dan mengeluarkan sejumlah uang untuk membayar makanannya. “Ini untuk pesananku.”


 

Fanny meraih dan menghitungnya. “Aku ambil kembaliannya dulu ya kak!”


 

“Tidak perlu! Sisanya untukmu saja! Anggap aku traktir makan siang!”


 

Fanny menatap Ryan dengan alis terangkat. “Tapi, kak, sisanya terlalu banyak…”


 

Ryan nyengir. “Tidak apa!”ujarnya seraya beranjak berdiri. “Aku duluan ya! Sampai besok!”


 

Fanny ikut berdiri. “Terima kasih banyak, kak!”tukasnya tersenyum. Ia melangkah menuju meja kasir. Memasukkan uang pembayaran dari Ryan tadi dan mengambil kembaliannya. Mulutnya mengulas senyum kecil. 


 

“Cie….yang pagi-pagi sudah ketemu gebetan!”goda pelayan yang tadi mengantarkan pesanan Ryan tersenyum jahil pada Fanny.


 

Fanny mendengus. “Apa sih?! Ayo lanjut kerja!”tegurnya pura-pura galak dan sedetik kemudian tertawa bersama rekan kerjanya.



 

❤️❤️❤️



 

Sore hari Fanny memutuskan untuk berjalan kaki menuju tempat kos. Sore yang cerah dan sejuk menemani perjalanan pulang setelah seharian kerja di kafe. Sesekali ia berhenti melangkah dan menatap ke arah matahari yang sudah mulai kembali ke peraduannya. Langit menjadi berwarna orange kekuningan. Begitu indah. Fanny berdiri seraya menutup mata merasakan angin menggoyangkan rambut serta kaosnya. Perlahan Fanny membuka mata. Langsung menatap ke arah laut dengan warna indah.


 

Fanny tersenyum menarik napas dan kembali berjalan kaki dengan pelan. Sore itu cukup banyak pengunjung yang berada di pantai. Ada anak-anak yang sedang bermain pasir atau berlarian. Ada juga yang bermain air. Sementara pengunjung dewasa lebih banyak duduk menikmati pemandangan matahari terbenam. Ada juga yang sedang mengabadikan dengan kamera.


 

Melihat suasana pantai sore hari itu yang ramai menimbulkan keinginan Fanny untuk ikut menikmati waktu di pantai sejenak. Ia pun melangkah menginjak pasir. Sebagian pasir masuk ke dalam sandal dan membuat sensasi geli di telapak kaki. Ia melangkah di tepi pantai sambil memandangi matahari tenggelam.


 

“Fanny?!”


 

Tubuh Fanny menegang. Suara itu, batinnya kaget. Ia membalikkan badan dan berhadapan langsung dengannya. Seakan tersadar dan ingat dengan ancaman Samuel, ia bergerak mundur. Lalu membalikkan badan untuk berlari mencoba menjauhi Samuel.


 

“Fanny!”seru Samuel mengejar gadis itu. 


 

Fanny mempercepat kakinya untuk berlari. Ia sama sekali tidak menyangka bisa bertemu dengan Samuel lagi. Yang ada dalam pikirannya saat ini hanyalah menghindar dari mantan sahabatnya itu. Meski sebenarnya ia merasa rindu dengannya, tapi ia tidak ingin Samuel mengacaukan kehidupan di panti karena dirinya.


 

“Fan!!”ujar Samuel berhasil menyusul serta mencekal lengannya. “Fanny…..”


 

Fanny berhenti berlari dan napasnya terengah. Jantungnya berdebar begitu kencang. “Lepaskan….”


 

“Lihat aku, Fan.”pinta Samuel membalikkan badan Fanny dan menatapnya. 


 

Perlahan Fanny mendongak. Mata mereka bertemu dan saling menatap dalam diam. Sibuk dengan pikiran masing-masing. Fanny melihat Samuel tampak tidak berubah sejak ia pergi. Sahabatnya itu masih saja menarik dan gagah di matanya. 


 

“Aku benar-benar bertemu denganmu…”ujar Samuel masih dengan nada tidak percaya. Ia melihat Fanny tampak lebih kurus.  “Selama ini aku mencarimu.”


 

“Biarkan aku pergi. Anggap kamu tidak pernah melihatku, anggap kita tidak pernah bertemu…bukankah kamu sudah bilang tidak mau melihatku lagi?!”


 

Samuel menatap Fanny dengan mata membulat. Sorot matanya berubah menjadi pedih dan rasa bersalah. “Aku sudah tahu semuanya! Maafkan aku karena sudah melukai dan menyakiti perasaanmu dulu. Aku sudah memarahi kamu. Maafkan aku karena tidak mempercayaimu. Aku sungguh bodoh! Sangat bodoh! Aku telah dibutakan oleh cinta! Aku sudah dibodohi oleh Jessica selama ini. Aku sungguh menyesal, Fan!”


 

“Sam….”


 

“Aku terus mencarimu, Fan. Ke rumahmu. Ke kantormu. Tapi kamu tidak ada. Kamu menghilang. Aku juga tidak bisa menghubungi ponselmu.”


 

Fanny hanya terdiam. Samuel sudah tahu perbuatan Jessica, batinnya. “Jadi, kamu sudah percaya denganku kan?!”


 

“Maafkan aku…”ujar Samuel dengan nada bersalah. “Seharusnya aku lebih percaya dengan perkataanmu dulu.”


 

Fanny merasa risih karena Samuel masih memegang lengannya. Ia juga merasa canggung karena semua orang banyak yang memperhatikan mereka. “Lepaskan aku…..”


 

“Kita harus bicara.”ajak Samuel seraya menarik tangan Fanny dan berjalan menjauhi kerumunan orang. Mereka berjalan bergandengan melewati jalan setapak. Samuel mengajak Fanny menuju sebuah kafe dekat pantai.


 

Mereka duduk dan di sambut oleh seorang pelayan membawakan buku menu. Samuel memesan capucino dan Fanny memilih juice alpukat. Pelayan pun mencatat pesanan mereka dan pamih pergi. Kini hanya ada Samuel dan Fanny. Keheningan sempat menyelimuti ke dua orang itu. Fanny hanya bisa menunduk memainkan tisu di tangannya. Ia bisa merasakan mata Samuel tertuju padanya.


 

“Apa kabar kamu?”


 

Fanny mendongak. Tersenyum kecil dan berkata, “Aku baik. Seperti yang kamu lihat. Kamu bagaimana?”


 

“Baik...dan kacau….”sahut Samuel pelan. “Beberapa hari sejak aku tahu kebohongan Jessica dan kamu menghilang, aku sangat kacau….”


 

“Maaf….”


 

“Kamu tidak perlu minta maaf. Kamu tidak salah. Aku yang salah….”


 

Ucapan Samuel terhenti karena pelayan datang membawakan pesanan mereka. Pelayan itu menaruh minuman di hadapan Samuel serta Fanny. 


 

“Terima kasih.”kata Fanny.


 

“Selamat menikmati minuman anda.”sahut pelayan tersenyum dan pergi.


 

“Apa kamu sedang liburan di sini?”tanya Samuel setelah menyeruput capucinonya.


 

“Aku...tinggal di sini.”


 

Mata Samuel melebar menatapnya. “Kamu pindah ke Bali?!”


 

“Ya.”sahut Fanny. “Bagaimana dengan kamu?”


 

“Aku sedang ada urusan bisnis di sini. Dan tidak kuduga malah bertemu denganmu. Seharusnya dari dulu aku sadar kalau kamu pindah kemari. Mengingat dulu kamu pernah bilang kamu menyukai pantai di Bali bukan?!”


 

Fanny mengulas senyum dengan pipi merona. “Kamu masih ingat?!”


 

“Tentu saja.”


 

Fanny merasa tersentuh karena sahabatnya masih ingat dengan impiannya. Saat masih sekolah, ia menemukan sebuah foto pemandangan pantai di Bali yang indah dan memukau. Sejak itu ia memiliki impian ingin pergi ke pulau dewata. Dan rencananya baru bisa dilakukan saat Samuel marah padanya. Saat itulah ia terpikir untuk pindah ke Bali. Bermodalkan tabungan yang ia miliki, Fanny pun pergi ke Bali. Mencari tempat kos dengan harga murah dan mencari pekerjaan. Ia mendapat pekerjaan sebagai pelayan di kafe. Meski tidak sesuai dengan pendidikannya, ia tidak peduli. Baginya yang penting ia mendapat pekerjaan untuk melanjutkan hidup.


 

“Fanny.”


 

“Ya.”


 

“Bagaimana jika kita berteman lagi?! Beri aku kesempatan ke dua. Biarkan aku menebus kesalahanku.”pinta Samuel. Fanny menatapnya. “Kumohon….”


 

“Aku….”


 

“Hei Samuel! Lo ada di sini?!”seru suara seorang pria dengan langkah kaki mendekat. Fanny menoleh dan terkejut. Begitu pula dengan lelaki itu. Matanya menatap Fanny dengan kaget dan heran. “Loh….Fanny?!”tunjuknya seraya melihat Fanny dan Samuel bergantian.


 

“Kak Ryan?!”


 

“Lo kenal Fanny?!”


 

Ryan nyengir lebar dan duduk di kursi yang kosong. Kembali melihat ke dua orang itu bergantian. “Dunia sempit ya?! Ternyata kita bertiga saling kenal?! Aku kenal Fanny karena sering mampir ke kafe tempat ia bekerja.”


 

Samuel bergumam oh. 


 

“Oh doank?! Kalian sendiri kenal dari mana?! Atau….kalian pacaran?!”tebak Ryan.


 

“Bukan!”


 

“Belum!”ucap Samuel dan Fanny bersamaan.


 

Ryan tertawa. “Jadi mana yang benar nih?!”


 

“Fanny teman kuliah gue.”


 

Ryan memalingkan wajah pada Samuel. “Teman kuliah yang lo cerita ke gue?!”tebaknya dengan suara keras membuat wajah Samuel langsung merah padam dan salah tingkah. Reaksi Sam menyebabkan Ryan kembali tergelak. Sementara Fanny hanya mendengar dengan tidak paham. “Jadi dia orangnya?!”


 

“Kalian bicara apa sih?!”tanya Fanny.


 

“Tidak…..tidak ada….”sahut Samuel gugup.


 

Fanny melihat ke arah Ryan. “Apa yang Sam ceritakan mengenai aku?!”tanyanya menuntut jawaban dari Ryan karena penasaran.


 

Ryan menyeringai sembari menatap Samuel. Ia terkekeh melihat Samuel menggelengkan kepala perlahan memberi tanda agar ia tidak memberitahu Fanny. Ryan kembali menatap Fanny. “Aku dan Sam juga teman sejak kuliah. Aku sering melihat kalian berdua. Kukira kalian pacaran loh?!”


 

“Jadi kita satu kampus dunk?! Kok aku tidak pernah melihat kak Ryan ya?!”tanya Fanny heran.


 

“Bagaimana kamu bisa melihat aku kalau matamu hanya tertuju pada Samuel?!”


 

“Eh…”gumam Fanny dengan wajah merah padam. “Kak Ryan ngomong apa sih?!”


 

Ryan tertawa melihat tingkah dua orang itu yang tampak salah tingkah dan malu-malu. “Jadi, kalian sudah bertemu lagi ya?! Kenapa lo tidak langsung mengajaknya pacaran saja, Sam?!”


 

“Jangan bercanda!”sahut Samuel ketus.


 

“Ayolah...buat apa kalian saling jaga gengsi?! Gue tahu kalian saling menyukai. Gue tahu Fanny suka sama lo dari dulu. Elonya saja yang kurang peka dulu! Dan sejak Fanny hilang, lo baru sadar kan sama hati lo kalau lo juga suka sama Fanny?!”kata Ryan.


 

Fanny berpaling menatap Samuel. Tidak percaya dengan ucapan Ryan barusan. “Sam…”


 

“Ryan…”desis Samuel mendelikkan mata kesal pada temannya.


 

“Gue benar kan?! Gue sudah gemes sama kalian! Daripada kelamaan, bagaimana kalau kalian jadian sekarang saja?!”


 

“Ceritanya lo jadi mak comblang nih sekarang?!”ujar Samuel yang semakin malu dengan ulah Ryan. Karena Ryan, Fanny jadi tahu perasaannya. Seharusnya ia yang mengatakan secara langsung pada Fanny. Bukan Ryan. Namun ia tahu, untuk menyampaikan perasaanmua mungkin membutuhkan waktu lama baginya. Ia tahu Fanny menyukainya, namun Samuel masih merasa bersalah. Ia tidak mau mengambil resiko Fanny menolak dan pergi lagi.


 

Ryan terbahak. “Ya. Gue bantu biar kalian cepat jadi pasangan kekasih! Jadi gue tidak perlu mendengar keluh kesah Samuel lagi!”


 

Samuel mendengus kesal. Kalau saja tidak ada Fanny mungkin ia sudah menghajar temannya itu. Perkataan Ryan membuatnya gugup dan malu setengah mati. Baru kali ini ia merasa salah tingkah di hadapan Fanny. 


 

Sementara sang gadis hanya bisa diam berusaha memahami serta menenangkan jantungnya. Hari ini sungguh merupakan kejutan baginya. Ia bertemu lagi dengan Samuel. Ternyata Samuel mengenal Ryan. Dan sekarang Ryan membantu memasangkan dirinya dengan Samuel. 


 

“Gue tidak perlu menanyai Samuel lagi. Bagaimana denganmu, Fan?!”tanya Ryan menatap Fanny. Ia tersenyum kecil melihat wajah Fanny sudah merah padam. 


 

Fanny melirik ke arah Samuel. Ia merasa geli melihat wajah lelaki itu yang merona. Terlihat menggemaskan melihat Samuel yang salah tingkah. “Tapi kakak belum menjawab apa saja yang sudah Sam ceritakan mengenai aku.”


 

“Samuel mengatakan ia sangat menyayangi teman masa sekolahnya. Teman yang sudah menyelamatkan nyawanya ketika terluka karena sok ikut tawuran.”kata Ryan yang membuat Samuel mendengus. “Sam juga bilang sangat rindu dan kehilangan kamu setelah kamu pergi. Kamu pasti tidak tahu betapa kacaunya dia waktu kamu hilang. Sam sudah kaya orang gila loh!”


 

Fanny tertawa kecil. Ia menatap Samuel yang menunduk malu seraya mengacak rambutnya. “Kamu tahu, Sam, sebenarnya sejak tadi pun aku sudah memaafkan kamu.”


 

Wajah Samuel mendongak menatap Fanny. “Benarkah?!”tanyanya dengan mata berbinar.


 

“Baru diterima maafnya loh, bukan diterima perasaannya!”tegur Ryan sambil tertawa.


 

“Biarin!”sahut Samuel ketus. Ia kembali menatap Fanny. “Apa kamu mau memberi kesempatan ke dua untukku? Aku rindu dengan masa kebersamaan kita dulu.”


 

Fanny tersenyum kecil. “Aku juga rindu dengan masa itu, Sam.”


 

“Apa itu artinya kamu memberiku kesempatan?”


 

Fanny mengangguk lalu menutup wajahnya dengan ke dua tangan karena malu. Sementara Ryan menepuk meja dan bertepuk tangan seraya mengucapkan selamat. Menimbulkan rasa penasaran para pengunjung kafe. 


 

“Selamat untuk kalian berdua!”seru Ryan mengangkat gelas capucino Samuel seakan bersulang lalu meneguknya hingga habis dan mendapat omelan dari temannya.





 

Tamat






 

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya I Love You, My Past
0
0
Si gadis cupu…Itulah julukan yang diberikan kepada Celine Wijaya.Suatu hari ia menerima kiriman bunga dengan surat dari pengirim berinisial K. Setiap hari hingga kamarnya penuh dengan bunga.Celine tidak tahu siapa pengirimnya dan tidak ingin tahu hingga ia menemukan kenyataan yang mengejutkan.
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan