She Is Not My Sugar Mommy - Bab 8

0
0
Deskripsi

“Aku akan membuat orang satu kampung gempar.”

Bab 8 Gelang bayi 

“Apa kamu bilang tadi? saling mencintai? Hah!” Bening memalingkan muka, ia menyambar minuman miliknya di meja tanpa menoleh. Tenggorokannya terasa kering, belum lagi dadanya yang tiba-tiba bergemuruh tak karuan. Gila, ini gila. Bagaimana bisa pemuda yang umurnya lima tahun di bawahnya ini bisa membuatnya panas dingin.

“Hem, bukankah membesarkan anak harus dengan kasih sayang, bagaimana bisa memberikan cinta jika orangtuanya tidak saling mencintai?” tanya Glass. 

Bening terkekeh geli, untuk pemuda seusianya pemikiran Glass menurutnya sangat dewasa. Berbeda dengannya yang terkadang masih kekanak-kanakan.

“Tidak ada kata saling mencintai,” tegas Bening. “Aku hanya butuh kamu untuk menyelamatkan mukaku, jadi jangan pernah berpikir untuk saling mencintai!” 

Bening melirik Glass dan kembali berucap, “Aku akan membiayai kuliahmu, pengobatan ibumu dan juga pernikahan kakakmu, tidak perlu berpikir macam-macam asal kamu mau menikah denganku.”

“Kakak pasti sudah mengantongi semua informasi tentangku,” ucap Glass. “Lalu apa setelah anak itu lahir kita akan bercerai?” tanyanya.

Bening mengangguk dan bergumam dalam hati, “Semoga aku tidak jatuh cinta ke berondong sepertimu.”

“Jadi pilihlah, mau berbicara pada ibumu sendiri bahwa kamu menghamiliku atau aku yang datang menemuinya.”

🥛🥛🥛

Karena pertemuannya dan Bening, Glass sampai tidak bisa konsentrasi mengikuti perkuliahan, hingga mata kuliah terakhir hari itu selesai, Glass masih duduk di bangkunya. Hingga teman-temannya yang sudah berdiri hendak keluar ruangan terlihat mematung, mereka sibuk memegang ponsel dan menoleh ke arahnya yang masih melamun.

“Bukankah ini wanita yang tempo hari datang menonton pertandingan Glass?”

“Wah … apa dia berpacaran dengan wanita kaya?”

Beberapa dari mereka mulai bergunjing, entah siapa yang pertama kali menyebar foto Glass dan Bening yang duduk berduan di kafe, yang pasti kini pemuda itu dipandang negatif oleh teman-temannya.

“Glass, woi … ngelamun?” Dimas yang berbeda kelas dengan Glass sengaja menghampiri temannya itu, ia memutar badan lantas mengernyitkan kening melihat mahasiswa yang masih berada di dalam ruangan itu menatap aneh ke lawan bicaranya. “Mereka kenapa?”

Glass berdiri lalu menggendong tas, matanya menyisir mahasiswa yang masih berada di sana. Ia mencoba mencari tahu maksud dari pertanyaan Dimas kepadanya barusan. Glass hanya mengedikkan bahu lalu berjalan ke luar ruangan, hingga Dimas mengejar dan menunjukkan sebuah foto.

“Ternyata ada gosip buruk tentangmu.”

Menghentikkan langkah kaki, Glass meraih ponsel Dimas. Wajahnya datar terkesan dingin saat melihat potretnya yang terpampang, dia pun mengembalikan benda pipih itu ke sang pemilik sedikit kasar. 

“Biarkan saja!”

“Apa kamu tidak merasa terganggu?” tanya Dimas yang tak lain sebenarnya adalah penyebar foto itu.

“Tidak!” Glass berlalu begitu saja, dia masih mencurigai Dimas sebagai dalang di malam dia mabuk.

🥛🥛🥛   

Memarkirkan motor bebeknya di halaman rumah, Glass bergegas masuk ke dalam rumah untuk mandi dan berganti baju. Ia melihat ibu dan sang kakak berada di ruang makan, sepertinya Roy kembali membicarakan masalah pernikahan. Glass pun memilih berlalu begitu saja masuk ke dalam kamar mandi melewati dua orang itu, tapi diam-diam dia berhenti sejenak untuk menguping pembicaraan.

“Dua ratus juta, ibu dapat uang dari mana?” Fitria bertanya ke Roy. 

“Ya ngutang kek Bu, keluarga Emma ingin resepsi pernikahan di gedung. Itu sudah termasuk mahar, mencari uang untuk Glass ibu selalu bisa tapi kalau buat aku sepertinya ibu keberatan."

“Glass nggak pernah minta uang sebanyak itu Roy,” sanggah Fitria.

“Pokoknya kalau sampai ibu nggak dapat uang dua ratus juta dan berujung aku nggak jadi nikah sama Emma, aku nggak bakal nganggap ibu orangtua lagi.”

Roy menggebrak meja, meninggalkan ibunya begitu saja dan menendang pintu begitu keras. Ia bahkan menendang motor Glass sampai ambruk. Glass yang memang belum masuk ke kamar mandi langsung keluar dengan emosi, tapi ditahan oleh Fitria.

“Glass nggak usah! Biarkan saja dia!” cegah Fitria.

Roy memang keterlaluan. Jika dibilang salah didikan, nyatanya Glass yang satu asuhan bisa tumbuh dengan perilaku yang baik. Fitria hanya bisa mengurut dada, dia duduk bersama putra bungsunya yang tidak jadi mandi.

Glass terdiam padahal niatnya setelah mandi ingin berbicara perihal Bening. Namun, melihat sitausi dan kondisi yang baru saja terjadi, rasa-rasanya malah akan semakin membuat ibunya sedih jika bercerita, maka dari itu Glass pun memilih mengurungkan niatnya. 

“Dari mana ibu bisa dapat uang sebanyak itu?” Fitria mengeluh, wanita itu mendongak saat Glass meraih tangannya.

“Apa aku cuti kuliah saja dan kerja ya Bu? Nanti aku bisa lanjut kerja sambil kuliah kalau udah punya tabungan,” ucap Glass.

Fitria melebarkan bola mata, sorot ketidaksukaan jelas terpancar dari sana. Wanita itu menggeleng dan membalik posisi tangan sang putra. Ia meremas tangan Glass dan berucap, “Nggak perlu! kalau terpaksa, ibu akan jual saja warung ibu di pasar.”

“Tapi Bu, itu ‘kan sumber penghasilan ibu? Tempat ibu mencari nafkah, kalau tidak jualan di pasar, ibu mau jualan di mana?” tanya Glass yang khawatir jika ibunya membuat keputusan yang gegabah.

“Jual saja motorku, dan--” Glass menjeda kalimatnya, dia tahu ada satu benda yang bisa dijual ibunya untuk mendapatkan uang.

“Nggak, ibu nggak akan jual gelang bayi kamu,” ucap Fitria. 

Menurut cerita dari sang ibunda, dulu saat Glass lahir ada orang baik yang memberikannya sebuah gelang dengan tulisan ‘Glass’ dan Fitria berkata bahwa harganya sangat mahal jika dijual. 

“Ibu nggak akan pernah memberikan itu,” tegas Fitria lagi.

Glass pun tidak bisa melakukan apa-apa, sampai Fitria menyuruhnya bergegas mandi dan pergi ke masjid.

🥛🥛🥛   

“Mana pria itu? kenapa tidak juga kamu bawa menemui Mama dan papa?”

Bening yang baru pulang harus mendengar omelan dari Rea. Ia berjalan masuk dan mengabaikan sang Mama yang belakangan curiga dengan perubahan sikapnya.

“Be, tidak biasanya Mama ngomong kamu cuek seperti ini?” bentak Rea. Ia dekati Bening yang sudah hampir melangkah menaiki anak tangga.

“Ma, aku capek. Aku banyak kerjaan di kantor. Bisa tidak kita bahas ini besok. Tenang saja! aku pasti akan menikah secepatnya, aku tidak akan mempermalukan Mama dan Papa,” ucap Bening.

“Kamu sudah melakukan hal tercela itu dan dengan entengnya berkata seperti ini ke Mama sekarang?” Rea terkekeh ironi, tak percaya dengan sikap putri tunggalnya. “Kamu keterlaluan Bening!” Rea meninggalkan sang putri begitu saja.

Bening hanya bisa tertunduk lesu, merasa bersalah sekaligus merasa jahat ke Rea. Ia menaiki anak tangga dengan langkah gontai, hingga berpikir harus mengingatkan Glass lagi. Bening pun mengirimkan sebuah pesan ke pemuda itu. 

[ Jangan lupa! kamu dan ibumu harus datang ke rumahku untuk melamar segera, kalau bisa Sabtu ini]

Mata Bening melotot tak percaya. Bukannya membalas, Glass hanya membaca pesan itu.

“Kamu pikir sedang berurusan dengan siapa? lihat saja besok, aku akan membuat orang satu pasar dan satu kampungmu gempar, Ananda Glassio kamu!” Bening mengepalkan tangan ke depan ponselnya, bibirnya sudah meliak-liuk ke sana kemari karena gemas.

_

_

Halo ini Nasya, untuk bab selanjutnya sudah gembok ya. Semoga kalian mau dukung agar aku bisa tetap semangat berkarya.

Terima Kasih

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya She Is Not My Sugar Mommy - Bab 9, 10 dan 11
0
0
“Ibunya Glass!” tembak Bening saat melihat Fitria, wanita itu pun mengangguk sambil mengaduk es teh pesanan pembeli.“Iya,” jawab Fitria kebingungan.“Perkenalkan! Bening, calon menantu ibu.”__Selamat Membaca
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan