BE MY BU - Jadilah Kekasihku GRATIS - TAMAT

1
1
Deskripsi

Banyu Bening Pradipta dan Embun Sky Jordan adalah saudara kembar satu ibu beda ayah. Kelahiran mereka dalam dunia medis disebut superfekundasi heteropaternal, dan kemungkinannya hanya 1 dibanding 13.000 kelahiran bayi kembar. Meskipun kembar wajah Bening dan Embun sangat jauh berbeda. Mereka pun memiliki sifat yang berbeda. 

Karena suatu alasan Bening dan Embun harus terpisah, hingga saat Embun berumur 17 tahun, sang Papi menceritakan kebenaran bahwa dirinya terlahir kembar dan Jojo- wanita yang...

 

BAB 1 HADIAH ULANG TAHUN

 

“Papi!”

Embun berlari menuruni anak tangga lantas melompat kegirangan ke dalam pelukan Papinya, mengalungkan tangannya ke leher sambil menyandarkan kepalanya ke pundak sang Papi. Hari itu adalah hari ulang tahunnya yang ke tujuh belas, gadis manis berwajah tegas itu bahagia karena Axel-sang Papi menjanjikan sebuah hadiah yang besar di hari kelahirannya.

“Aku menagih hadiah yang Papi janjikan! apa aku akan mendapatkan sebuah mobil?” tanyanya penuh harap. 

Sejak Embun berumur empat tahun, Axel mengajak keluarga kecilnya pindah dari Indonesia ke Australia dengan alasan bisnis. Alasan yang tidak begitu kuat karena nyatanya ada alasan lain yang dia sembunyikan dari sang putri kesayangan. 

“Ayo sarapan dulu!” perintah Jojo-sang mami yang terlihat sibuk menata piring, membantu pekerjaan sang asisten rumah tangga yang bolak balik keluar masuk dapur. 

Embun pun melompat turun dari gendongan Papinya, kemudian memeluk wanita yang sangat dicintainya itu erat-erat. Sikapnya membuat sang adik laki-laki yang umurnya hanya selisih tiga tahun darinya mencibir, “Dasar, bayi besar!”

“Iri bilang!” kelakar Embun dengan lidah yang dijulurkannya keluar. 

Melihat sang adik yang hanya mencebikkan bibir, Embun pun tertawa dan langsung melingkarkan tangannya ke leher Sky-adik laki-lakinya. Mencium cowok itu di bagian pipi begitu dalam, Embun membuat Sky yang tengah duduk menunggu semua orang untuk memulai sarapan menjadi semakin kesal.

“Apa’an sih Bu!”

“Panggil aku kakak Sky!”

“Enggak!”

"Aku lebih besar darimu!"

"Tapi kamu lebih kekanak-kanakan dariku."

"Hiss ... "

Begitulah dua remaja itu setiap kali berdebat, tidak ada yang mau mengalah, sampai Jojo-sang Mami mengeluarkan jurus andalannya. 

Jojo akan mencium pipi Axel di depan Embun dan Sky, kemudian suaminya itu akan membalas dengan ciuman di bibir yang membuat kedua anak mereka malu dan geli, sehingga kakak beradik itu memilih menghentikan perkelahian mereka, dari pada melihat adegan sok romantis orangtuanya.

Stop it you two!” teriak Sky dan Embun bersamaan.

-

-

-

Malam harinya, Embun mendapat sebuah pesta ulang tahun yang sederhana. Namun, begitu hangat. 

Hidup gadis itu benar-benar sempurna, meskipun selama hampir tiga belas tahun tidak pernah pulang ke Indonesia. Oma, Oppa, paman dan bibinya selalu menghubunginya lewat panggilan video, dari hanya sekedar menanyakan kabar. Embun masih tidak sadar seberapa kaya Papinya, karena Axel memilih tinggal di rumah sederhana selama ini. 

Hari itu mereka pun melakukan hal yang sama, melakukan panggilan video untuk mengucapkan selama ulang tahun ke Embun, sampai pesta kelurga itu selesai. Embun menagih janji akan hadiah besar yang dijanjikan Axel. 

"Mana kado untuk ku Pi?" tanyanya penuh harap. 

Saling melempar pandangan dengan istrinya, Axel meminta Embun mendengarkan apa yang akan diucapkannya dengan baik. 

"Apa hadiahku hanya sebuah ucapan?" Embun mengerutkan kening, heran dengan sikap orangtuanya yang tiba-tiba memasang ekspresi serius.

"Sebenarnya, hadiah yang ingin kami berikan adalah sebuah rahasia besar. Papi dan mami menyimpannya selama hampir tujuh belas tahun, menunggumu cukup dewasa, agar kamu siap," ucap Axel penuh kehati-hatian. 

"Apa pun yang akan kamu dengar, Mami tetap lah Mami yang akan mencintai dan menyayangimu sampai mati," imbuh Jojo. 

"Papi dan Mami membuatku sedikit takut," ucap Embun dengan ekspresi wajah yang berubah tegang. 

"Jangan-jangan kamu anak pungut?"

"Sky!" bentak Jojo. 

Sebuah bantal dilemparkan Embun untuk menunjukkan kekesalannya ke sang adik.

"Bu, sebenarnya kamu terlahir kembar." 

Axel menatap dalam wajah Embun yang awalnya kaget, tapi setelah sepersekian detik putrinya itu malah tertawa terbahak-bahak. 

"Dan Mami bukan lah orang yang melahirkanmu," Imbuh Jojo. Wanita itu sudah menguatkan hatinya agar bisa mengungkapkan kebenaran yang harus Embun ketahui. 

"A-a-apa?"

Tak hanya Embun, Sky pun nampak terkejut. Cowok itu bahkan merasa apa yang disampaikan Papi dan Maminya hanyalah bualan belaka. 

"Maaf! tapi Papi dan Mami tidak bisa menyembunyikan rahasia ini lebih lama darimu."

 

BAB 2 FAKTA

"Saudara kandungmu bernama Bening, dia tinggal bersama Mama kandungmu di Indonesia."

"Kenapa Papi memisahkan kami?"

"Tidak ada yang memisahkan kalian, karena sebenarnya Papi tidak menikah dengan wanita yang melahirkanmu."

"Kenapa begitu? kenapa bisa?"

Embun menatap bergantian wajah Papi dan Maminya, saat Axel ingin menyampaikan apa yang ada di dalam pikirannya, Jojo lebih dulu meremas telapak tangan sang suami yang sedari tadi digenggamnya erat.

"Kesalahan medis, semua itu terjadi karena kesalahan medis," ucap Jojo

"Lalu, apa saudara kembarku tahu?" tanya Embun yang nampak kebingungan dengan fakta yang baru saja Ia ketahui.

"Mungkin, mungkin saja mama kandungmu sudah memberitahu saudara kembarmu."

_

_

_

Memeluk putrinya di atas ranjang, Jojo membelai rambut Embun penuh kasih, meski bukan putri kandungnya, tapi selama ini dia begitu menyayangi Embun, merawatnya dengan tulus sejak anak itu berumur satu setengah tahun.

"Bagaimana perasaan Mami saat tahu benih Papi masuk ke tubuh wanita lain dan bukan ke Mami?" tanya Embun yang tidur membelakangi Jojo.

Mungkin salah, tapi Jojo masih tidak sanggup memberi tahu Embun bahwa dia adalah anak dari hasil Papinya memperkosa wanita lain. Terlalu menyakitkan baginya jika Embun harus mengetahui fakta itu.

"Sedih, karena seharusnya Mami yang mengandungmu."

Membalikkan badan, Embun mengusap pipi Jojo sambil menekuk bibirnya. "Jadi Mami bukan ibu kandungku karena kesalahan medis?"

"Hem ... tapi tetap saja kamu anak mami, karena kamu anak suami mami," lirih Jojo yang berusaha menahan rasa sesak di dadanya.

"Dan karena benih yang dimasukkan ke wanita yang mengandungku milik dua pria, jadi wajah saudara kembarku sama sekali tidak mirip denganku?"

"Iya, Bening mirip papanya dan kamu mirip papimu." Suara Jojo semakin berat, Ia tidak ingin menangis. Namun, air matanya tak bisa terbendung lagi dan menetes begitu saja membasahi pipinya. 

"Kenapa mami menangis?" Mengusap pipi wanita yang paling dia cintai, Embun berucap, "Seperti yang mami bilang, aku tetap anak mami kan?" 

Mencurukkan kepalanya ke dalam dekapan Jojo, Embun memeluk erat pinggang wanita itu, sebenarnya dalam hatinya masih tersisa banyak tanda tanya. Namun, dia adalah anak yang cerdas, Embun tahu maminya pasti sedih dan mungkin tersiksa menyembunyikan kebenaran tentang dirinya selama ini. 

"Kamu anak mami, sampai kapan pun kamu anak mami."

***

Berbaring di atas ranjang berdua, Jojo menangis di dalam pelukan Axel, Ia mencurahkan kekhawatirannya ke sang suami, setelah meninggalkan Embun yang tertidur pulas di kamar. 

Berulang kali Jojo berucap tak sanggup jika Embun harus mengetaui fakta bahwa ia adalah anak hasil perkosaan. 

"Dia bahkan tidak menanyakan siapa nama Ibu kandungnya setelah mengetahui fakta ini," ucap Jojo setelah tangisannya reda. "Kenapa harus memberitahunya? kita bisa menyimpannya seumur hidup."

mengusap lengan Jojo dengan maksud menenangkan, Axel mengulang penjelasan yang sebenarnya sudah sering dia sampaikan ke sang istri. 

"Jika sampai kita berdua mati dan Embun belum mengetahui fakta ini, menurutmu apa dia akan bahagia? bagaimana jika dia tahu dari orang lain dan malah membenci kita?"

Terdiam mencerna ucapan suaminya, Jojo tetap bersikeras merahasiakan perihal bagaimana cara ibu kandung Embun yang bernama Rea, bisa mengandung dua bayi milik pria yang berbeda. 

"Embun anakku Ax, dia anakku," ucap Jojo penuh penegasan. 

"Iya, dia anakmu, tidak akan ada yang merebutnya darimu. Lihat saja! Ia bahkan sebandel dirimu, sepemberani dirimu dan selucu dirimu." 

Candaan Axel sukses membuat istrinya tersenyum. Jojo bahkan mencubit punggung suaminya itu karena terlalu gemas.

"Tapi bagaimana kalau Embun mencari informasi di internet?" rasa khawatir Jojo muncul kembali. "Dia anak yang cerdas."

"Kamu sepertinya lupa bahwa semua jejak digital telah dihapus."

 

BAB 3 BENING

Di Indonesia,

Sama halnya dengan Axel dan Jojo. Arkan dan Rea juga mengadakan pesta ulang tahun untuk Bening. 

Duduk bersama kedua orangtuanya, gadis manja itu menatap Arkan dan Rea secara bergantian, Bening tidak mengerti kenapa orang yang sudah membesarkan dirinya itu terlihat memasang wajah tegang.

"Pa, Ma. Ini hari ulang tahunku, kenapa Papa dan Mama memasang muka seperti itu?" tanya Bening. 

Rea menatap sang suami. Seperti Jojo dan Axel, mereka juga mengambil keputusan yang sama. Memberitahukan masalah status Bening dan Embun di hari ulang tahun putrinya yang ke-17. 

"Be, ada yang Mama sama papa mau omongin," ucap Rea yang tiba-tiba merasa gugup dan takut.

"Iya, Mama ngomong saja!" Bening terlihat santai, seakan kekhawatiran yang tersirat di wajah kedua orangtuanya bukanlah sebuah masalah besar.

Rea menoleh pada Arkan, menggenggam telapak tangan suaminya begitu erat. Arkan mengangguk, mengisyaratkan agar Rea memberitahu masalah kembaran Bening, yaitu Embun.

"Mama dan Papa sudah lama menyimpan rahasia ini, kami harap kamu bisa mengerti akan hal ini!" pinta Rea sebelum melanjutkan bicara.

"Hem...!" Bening benar-benar terlihat santai.

Rea menarik napas panjang dan menghela perlahan, akhirnya wanita itu membuka mulut dan siap bercerita.

"Sebenarnya kamu memiliki saudara kembar, dulu mama melakukan prosedur bayi tabung, tapi karena kesalahan dokter yang menangani mama, membuat Mama akhirnya mengandung dua bayi dari dua pria yang berbeda." Rea berhenti bercerita dan ingin melihat reaksi Bening.

Namun, tak seperti yang Rea dan Arkan bayangkan. Bening terlihat biasa saja, gadis itu malah menatap Arkan dan Rea dengan wajah bingung. Kenapa kedua orangtuanya seolah sangat takut bercerita tentang hal yang dianggapnya biasa itu. 

"Be!" panggil Arkan kemudian.

"Iya, Papa? gimana?" tanya Bening yang seolah menganggap cerita Rea itu tidak penting.

Arkan terkesiap, begitu pula dengan Rea. Padahal sebelumnya mereka sudah sangat ketakutan dan khawatir, bagaimana jika Bening bertanya di mana saudaranya, kenapa mereka dipisah. Tapi sepertinya hal yang mereka takutkan tidak akan pernah terjadi.

"Kamu tidak mau tahu, di mana saudara kembarmu, dan kenapa kalian terpisah?" tanya Rea balik.

"Oh, ya sudah. Sekarang aku tanya, di mana dia? Kenapa kami terpisah?" Bening malah mengulang pertanyaan Rea, seakan tidak memiliki ketertarikan akan hal itu. 

Melihat putrinya yang terlihat cuek dan tidak peduli, membuat Rea menyerah bicara, menyandarkan punggung dengan kasar dan satu tangan memijat kening. Hingga akhirnya Arkan yang menjawab pertanyaan itu.

"Dia ikut Papinya ke Australia, karena kalian satu ibu beda ayah. Kamu adalah anak Papa, dan dia adalah anak pria lain," ulas Arkan.

"Oh ... begitu."

Berbeda dengan Embun, Bening sejak kecil terlalu dimanjakan oleh kedua orang tuanya, segala kebutuhannya selalu tercukupi. Bagi Bening, tidak ada yang lebih penting dari bersenang-senang. 

Bening pun menguap, menengok pada jam tangan yang melingkar manis dipergelangan tangannya. Gadis itu berdiri, menepuk pelan kedua pahanya seolah membuang kotoran dari sana. 

"Papa sama Mama sudah tidak ada yang mau dibicarakan lagi, 'kan? Kalau tidak, aku mau tidur. Ngantuk," ucap Bening. 

Arkan dan Rea lagi-lagi dibuat geleng-geleng kepala dengan sikap Bening, bagaimana bisa gadis itu tidak peduli dengan rahasia sebesar ini. 

Karena Rea dan Arkan tidak menjawab, Bening memilih langsung keluar dari ruangan itu, sambil menguap berulang kali ketika berjalan pergi.

"Mas, kenapa Bening tidak peduli?" tanya Rea yang masih tidak habis pikir.

"Entahlah, mungkin karena dia sudah biasa sendiri," jawab Arkan.

Rea lagi-lagi mengembuskan napas, padahal wanita itu sudah menyiapkan hatinya jauh-jauh hari, bersiap menghadapi amarah putrinya jika mendengar kebenaran itu. Namun, sepertinya Rea tidak perlu khawatir, karena Bening sama sekali tidak peduli.

Baru berjalan menaiki anak tangga, langkah Bening terhenti ketika ponsel yang ada di dalam genggamannya bergetar. Ia mendapatkan pesan singkat dari salah satu temannya.

[Be, party yuk! Kamu 'kan ultah, tadi berpesta bersama orangtua membosankan]

Bening tersenyum mendapat pesan dari salah satu temannya, ia pun membalas pesan itu kemudian memutar badan dan berjalan cepat keluar dari rumah. Ia pergi ke sebuah klub tempat teman-temannya berkumpul. 

***

"Pesta, ini baru pesta!" ucap salah seorang teman Bening saat gadis itu baru saja bergabung. 

"Wah, makasih ya. Kalian repot-repot nyiapin pesta," kata Bening yang merasa senang karena merasa teman-temannya sangat perhatian.

"Tentu dong, bagaimana bisa kita nggak peduli sama kamu. Iya nggak!" timpal yang lain. 

Malam itu mereka berpesta, hanya ada gelak tawa dan kesenangan. Bening sangat suka pesta seperti itu, di mana merasa bisa lepas dan bebas. Namun, tanpa Bening sadari, ada salah satu temannya yang tidak menyukai dirinya. 

Gadis itu iri dan berniat jahat, Ia memasukkan sesuatu ke tas Bening saat putri Arkan itu tengah bercanda bersama temannya. 

_

_

_

"Diam di tempat!" Suara pria bersuara lantang menggema di ruangan tempat Bening dan teman-temannya melakukan pesta.

Mereka semua terkejut dan langsung menatap ke arah pintu yang dibuka paksa tanpa izin, beberapa pria berseragam Satpol-PP tampak menatap mereka satu persatu.

"Be, razia," bisik salah satu teman Bening.

"Kalau razia kenapa? Kita juga nggak melanggar hukum," bisik Bening balik tanpa rasa takut.

Gadis yang memasukkan sesuatu ke tas Bening tampak menyeringai, Ia tahu kalau malam itu memang akan ada razia, karena itu dia sengaja memasukkan sebuah plastik kecil berisi sesuatu ke dalam tas Bening.

Semua teman Bening terlihat takut, tapi putri Arkan itu terlihat santai. Membiarkan polisi pamong praja menggeledah tas satu persatu, hingga ketika menggeledah tas miliknya, air muka Bening seketika berubah pucat.

"Kamu nyabu?"

 

BAB 4 SIFAT YANG BEDA

Arkan dan Rea tampak berjalan dengan sedikit tergesa setelah turun dari mobil, beberapa waktu yang lalu mereka tiba-tiba dihubungi pihak kepolisian, membuat pasangan suami istri itu terkejut dan panik. Kini keduanya sudah berada di kantor polisi, dan langsung masuk untuk mencari Bening.

Mata Rea menangkap sosok putrinya-Bening duduk di kursi kayu panjang yang berada di sudut ruang tunggu.

"Itu Bening, Mas!" Rea menunjuk ke arah anaknya duduk. 

Arkan menoleh, melihat Bening yang menundukkan kepala dan diam. "Kamu ke sana dulu, aku akan bicara dengan petugas."

Rea mengangguk, kemudian menghampiri Bening sementara Arkan mengurus keonaran yang dibuat oleh putrinya.

"Be!" panggil Rea begitu hampir sampai di tempat Bening duduk.

Bening terlihat takut dan merasa bersalah, hanya menoleh sekilas pada wanita yang sudah melahirkannya itu kemudian kembali menunduk.

"Kamu kenapa bisa bermain-main sama barang haram itu, sih?" Rea begitu geram ketika polisi menghubungi dan mengatakan kalau Bening tertangkap razia karena membawa sabu.

"Bening nggak main-main sama barang itu, Ma! Bening nggak tahu kenapa benda itu ada di tas Bening!" Gadis yang tertangkap razia di hari ulang tahunnya itu pun berusaha membela dirinya.

Rea mencebik kesal, selain anaknya pergi tanpa pamit, kini putrinya harus berurusan dengan polisi karena sabu, sedangkan Arkan sudah terlihat murka sejak di rumah tadi. Rea ingin memarahi dan menasehati Bening, tapi sadar kalau mereka berada di fasilitas publik, hingga membuat wanita itu menahan diri untuk tidak meluapkan amarahnya di sana.

Bening menundukkan kepala, satu tangan mengusap lengan yang lain. Arkan datang dengan polisi yang mengurus penangkapan Bening. Pria itu menatap Bening tajam, seakan sedang menunjukkan kalau dia sedang marah besar.

"Hasil tes urinnya negatif, saudari Bening terbukti tidak memakai barang haram itu," ujar polisi.

Rea bernapas lega karena putrinya tidak terbukti mengkonsumsi barang haram itu. Bening masih terlihat menunduk karena Arkan menatapnya penuh amarah.

"Karena putri Anda tidak terbukti menyimpan atau membawa dengan sengaja sabu di dalam tasnya, jadi kami akan membebaskan dengan jaminan Pak Arkan akan memastikan kejadian ini tidak terulang lagi," ujar polisi itu lagi.

Setelah mengurus semua prosedur, mereka berterima kasih pada petugas, sebelum akhirnya membawa pulang Bening.

-

-

Begitu sampai rumah, Bening langsung disidang oleh Arkan dan Rea. Arkan sangat murka karena Bening sudah berani keluar tanpa izin hingga terkena razia.

"Papa sama mama kecewa, Be! Kenapa kamu bisa melakukan hal buruk seperti ini, hah!" bentak Arkan yang sudah menahan emosi sejak tadi.

Bening yang duduk dengan kepala menunduk pun terkejut hingga membuat kedua pundaknya bergedik. Baru kali ini sang papa membentak dirinya.

"Maaf," ucap Bening lirih, tidak berani menatap orangtuanya. 

Arkan berdiri di hadapan Bening dengan berkacak pinggang, hingga satu tangan digunakan untuk memijat kening yang pening akibat ulah putrinya. Rea sendiri hanya diam, menatap Bening yang terus saja menunduk.

"Pokoknya, mulai sekarang Papa tidak mau dengar kamu keluar di malam hari! Jika ingin pergi harus melapor, kalau kamu tidak bisa menurut dan merubah kebiasaan kamu, maka Papa dan mama akan mengirim kamu ke Jogja!" ancam Arkan agar Bening bisa mengubah kebiasaan buruknya.

Bening begitu terkejut, mana mungkin mau kalau dipindah ke Jogjakarta. Bening menatap Rea, seakan sedang meminta bantuan sang mama untuk menolongnya. Namun, Rea memalingkan wajah, tidak mau membela karena merasa perbuatan Bening kali ini sudah keterlaluan. Rea jadi menyesal karena terlalu memanjakan putrinya.

-

-

Di Australia,

Embun sedang sarapan bersama Axel dan Jojo, gadis itu terlihat tidak fokus dengan sarapannya, dan malah sesekali sibuk melirik pada Axel dan Jojo.

"Cepat makan sarapanmu, Embun sayang! Nanti keburu dingin," ucap Jojo yang melihat putrinya itu tidak segera menghabiskan sarapan.

Embun menarik napas panjang, hingga kemudian menghela perlahan. Sejak semalam ia sudah memikirkan, masalah tentang kembarannya.

"Pi, Mi!" panggil Embun sedikit takut.

Axel dan Jojo menghentikan aktivitas mereka, menatap ke arah Embun bersamaan.

"Ada apa, sayang?" tanya Jojo lembut.

Embun mencoba mengumpulkan keberanian, hendak mengutarakan keinginan yang sudah dipikirkan sejak semalam.

"Aku mau pergi ke Indonesia. Embun mau pindah dan sekolah di sana, ingin dekat dengan Bening," kata Embun akhirnya mengutarakan keinginannya.

Mendengar keinginan Embun, Axel dan Jojo saling tatap. Jojo bahkan langsung menggenggam erat telapak tangan Axel yang di atas meja.

"Aku mohon, Pi, Mi!" pinta Embun memelas.

Axel dan Jojo terdiam sesaat, hingga Embun kembali memohon. Gadis itu hanya ingin berkumpul dengan saudara kandungnya, sejak tahu kebenaran itu, membuat hati Embun jadi hampa. Jojo sebenarnya berat melepas Embun balik ke Indonesia. Namun, melihat pancaran mata Embun yang terlihat sangat ingin ke sana, membuat Jojo tak kuasa untuk melarang.

"Apa mau mami temani? kamu pasti butuh teman buat jalan-jalan kan?" wanita itu tersenyum, kemudian menoleh ke arah suaminya. 

Axel pun terdiam sebelum mengangguk dan mengusap pucuk kepala istrinya itu. "Mungkin sudah saatnya kita kembali," gumamnya dalam hati. 

 

BAB 5 KEPUTUSAN BE DAN BU

Nasib buruk memang sedang menghampiri Bening, setelah semalam terkena omelan habis-habisan dari kedua orangtuanya, paginya Arkan mengambil salah satu kartu kredit yang diberikannya sebagai fasilitas untuk putrinya itu. Bening yang patah hati pun berjalan keluar rumah menuju mobil yang akan mengantarkannya ke sekolah, dengan sesekali menendang kerikil yang ada di tanah.

"Sial banget!" umpatnya. 

Langkah Bening terhenti, dirinya mencoba mengingat siapa saja semalam yang berada di klub bersamanya. Bening yakin kalau tidak mungkin teman terdekatnya, yang memasukkan barang haram itu ke dalam tasnya. Ia ingat betul jika malam itu tidak ada yang mendekat ke tas miliknya karena semua anak tengah menari di tengah ruangan, hingga satu wajah muncul dalam pikiran Bening.

"Pasti dia!" Bening mencurigai salah satu temannya yang bernama Rossa. 

Bening tahu Rossa tidak pernah menyukainya, lalu kenapa gadis itu semalam berada di pestanya. Kepala Bening terasa mendidih, wajahnya merah padam menahan amarah, karena fitnah itu ia mendapat omelan dan hukuman yang seharusnya tidak didapatnya. 

Benar saja, setelah sampai di sekolah Bening berjalan cepat mencari keberadaan gadis yang dianggap sebagai pelaku yang menaruh barang haram itu dan membuatnya ditangkap satpol PP. 

Bening melihat Rossa yang sedang duduk di bangku kelas, gadis itu tengah bercanda dan tertawa lepas bersama teman lainnya. Melihat tawa yang dianggapnya sangat memuakkan, membuat Bening sudah tidak bisa menahan amarah yang membuncah di dadanya. Dengan cepat ia menghampiri, bahkan langsung menggebrak meja yang ada di depan muka Rossa, membuat semua teman sekelasnya berjingkat karena terkejut.

"Apaan sih, pagi-pagi udah bikin orang jantungan!" bentak Rossa. 

"Kamu yang masukin barang haram itu ke tasku, 'kan!" tuduh Bening, telunjuknya berada di depan hidung teman sekelasnya itu.

"Eh, jangan mengada-ada! Mana buktinya?!" Rossa berkilah, mana mungkin mau mengaku meski itu benar.

Bening yang terlampau kesal pun tak bisa berpikir panjang, dengan sigap tangannya meraih rambut gadis itu, menariknya begitu kuat hingga gadis tadi terjerembab dari kursinya. 

"Agghh! Bening apa kamu gila!?" teriak gadis itu memegang kepalanya yang terasa sakit.

Bening yang begitu geram hendak menghajar gadis itu, tapi langsung dicegah oleh beberapa temannya yang berada di sana.

"Jangan Be!" cegah Maudy, sahabatnya itu menahan tubuh Bening untuk tidak mendekat ke arah Rossa. 

"Lepas! Aku mau kasih pelajaran pada gadis sialan ini!" Bening ingin menginjak kaki Rossa tapi gagal, gadis itu buru-buru bangun dari lantai. 

Keributan terjadi ketika Rossa berniat akan membalas Bening, teman-teman mereka mencoba mencegah agar keduanya tidak berkelahi. Hingga suara teriakan wanita yang begitu lantang dan tegas, membuat mereka semua terdiam. Ya, guru BK yang tengah melintas di depan kelas Bening, menyaksikan keributan yang sedang terjadi dan langsung masuk ke dalam sana. 

"Ada apa ini?" tanya wanita paruh baya itu dengan sedikit membentak.

Semua siswa tertunduk, termasuk Bening. Karena kesal sudah ada keributan di pagi hari, akhirnya guru BK membawa Bening dan Rossa pergi ke ruang bimbingan konseling.

-

-

-

-

Arkan menatap putrinya begitu tajam, tidak berkedip sama sekali. Bening hanya menunduk seraya meremas jemarinya, sepertinya akan terkena omelan lagi dari papanya. Arkan merasa geram ketika dipanggil ke sekolah, yang lebih membuatnya marah adalah karena guru BK mengatakan jika Bening berkelahi. Hingga akhirnya Arkan meminta izin pada guru BK itu untuk membawa Bening pulang.

"Sudah Papa putuskan, kamu akan Papa pindah ke Jogja!" bentak Arkan tegas.

Bening langsung mendongakkan kepala dan menatap Arkan, gadis itu pun melayangkan protes.

"Papa kok gitu! Kenapa Papa nggak denger penjelasan Bening?" tanya Bening memprotes keputusan Arkan. 

"Papa semalam sudah bilang, Be! Jika kamu membuat masalah lagi, maka mindahin kamu ke Jogja adalah pilihan terakhir Papa. Jadi, sudah Papa putuskan dan itu tidak bisa diganggu gugat!" kekeh Arkan pada keputusannya, hingga kemudian meninggalkan Bening sendirian di ruang tamu.

"Pa! Papa!" teriak Bening memanggil, gadis itu menghentakkan kaki berulang kali ke lantai, bahkan memelas pada sang mama pun akan percuma karena Rea menyetujui keputusan Arkan. 

-

-

-

Australia

"Apa? Nggak! Aku nggak mau pindah!" protes Sky ketika Axel dan Jojo menyetujui keinginan Embun untuk kembali ke Indonesia. "Sky suka di sini, jadi nggak mau ke Indonesia!"

Jojo memggaruk kepalanya, bingung harus bagaimana. Sementara, Axel mencoba meyakinkan putranya tapi Sky bersikukuh tidak mau pulang ke Indonesia.

"Tapi Sky--" Jojo ingin memberi pengertian, tapi dipotong oleh putranya.

"Mami nggak sayang, Sky! Kenapa Embun saja yang dipikirkan!" protes Sky karena merasa kalau Jojo lebih sayang pada Embun ketimbang dirinya.

Embun hanya diam, sedangkan Jojo tampak menghela napas kasar. Jojo menoleh pada Axel, meminta keputusan pada pria itu.

"Begini saja, kamu temani Embun kembali ke Indonesia, biar aku menemani Sky di sini!"

Axel akhirnya memutuskan harus bagaimana. Pria itu tidak mungkin mengabaikan keinginan Embun, atau pun memaksa Sky ikut.

Sky berlari ke kamar setelah mendengar keputusan Axel. Jojo sendiri merasa cemas jika meninggalkan dua orang jagoannya itu berdua. 

"Yakin nggak apa-apa?" tanya Jojo ke suaminya. 

"Iya, aku akan nyusul setelah membujuk Sky untuk mau kembali ke Indonesia," jawab Axel sambil mengusap pipi istrinya. 

 

BAB 6 BERTEMU IBU KANDUNGMU

Embun menatap ke luar jendela pesawat yang tengah mengudara, sebentar lagi dia dan maminya hampir sampai di Indonesia. Memalingkan wajah melihat maminya, Embun tersenyum dan menyandarkan kepalanya ke lengan wanita itu.

"Bening, apa dia sama sekali tidak mirip denganku?" tanyanya.

"Em... mirip, kalian sama-sama cantik, kok" jawab Jojo.

Embun pun tersenyum, ia sudah membayangkan pasti rasanya akan senang jika memiliki saudara perempuan yang bisa diajaknya jalan-jalan bersama. 

Sesaat setelah sampai di Indonesia, mereka dijemput oleh sopir Jordan. Untuk sementara, mereka akan tinggal di sana sampai Axel dan Sky datang.

"Akhirnya kalian pulang juga," ucap Lidia yang tidak bisa menyembunyikan kebahagiaannya. Wanita itu langsung menyambut Jojo dan Embun yang baru saja turun dari mobil.

"Iya Ma," Jojo memeluk mama mertuanya, sebelum bergantian dengan Embun yang baru pertama kali bertemu langsung dengan kakek-neneknya setelah bertahun-tahun hanya bisa melihat dari panggilan video.

Lidia langsung mengajak keduanya masuk, membiarkan sopir dan pembantu rumah mengurus barang-barang Jojo dan Embun. Karena perjalanan yang lumayan lama, membuat Embun memilih beristirahat di kamar yang sudah disediakan oleh Lidia, sedangkan Jojo memilih duduk bersama dengan mertuanya.

"Papa sedikit terkejut ketika kalian bilang mau pulang. Apa hanya sementara atau seterusnya?" tanya Jordan, kemudian menikmati teh yang baru saja disuguhkan pembantunya.

"Ini karena Embun, dia ingin bertemu Bening. Meski sebenarnya sedikit berat, tapi sepertinya Embun sudah cukup dewasa untuk menerima kenyataan," jawab Jojo. "Untuk tinggal sementara di sini atau seterusnya, kami belum tahu, Kak Axel dan aku belum membicarakannya lagi," imbuhnya.

Lidia dan Jordan hanya mengangguk, hingga kemudian mereka membahas bagaimana kehidupan Jojo dan Axel selama di Australia, meski sudah sering mendengar mereka bercerita lewat panggilan telepon, tapi akan puas rasanya jika mendengar, saat bertatap muka secara langsung seperti sekarang.

Jojo masuk ke kamar Embun setelah selesai berbincang dengan mertuanya. Karena mereka tiba di Indonesia saat sore hari, Embun yang kelelahan pun terlelap tidur hingga malam. Jojo duduk di tepian ranjang putrinya, menatap wajah damai gadis itu. Ia mengusap lembut sisi wajah dan menyingkirkan anak rambut dari pelipis Embun

"Bagaimanapun tanggapan dan reaksi kamu saat bertemu ibu kandungmu nanti. Mami pasti akan menerimanya." Jojo bersuara lirih, jauh dalam lubuk hatinya Ia takut kalau Embun akan beralih menyayangi Rea dan mengabaikan dirinya.

-

-

Hari berikutnya, Jojo sengaja mengajak Embun ke rumah Rea dan Arkan bersama Lidia. Namun, sayang rumah itu terlihat sepi, dan hanya ada asisten rumah tangga yang menemui mereka.

"Bu Rea dan pak Arkan sedang keluar, sudah sejak tadi pagi paling sebentar lagi datang," ucap asisten rumah tangga Arkan.

"Oh begitu, kalau begitu kami tunggu saja," ujar Lidia yang sudah biasa datang ke sana.

Asisten rumah tangga Arkan mempersilahkan masuk, lantas meminta Lidia, Jojo dan Embun menunggu di ruang tamu, wanita paruh baya itu masuk untuk membuatkan minum.

"Ini rumah ibu kandung kamu," kata Jojo ketika mereka sudah duduk di sofa. 

"Jadi, Rea-ibu kandungmu adalah putri mama, sementara papimu Axel adalah putra kakek Jordan."

Embun mengernyit mendengar penjelasan neneknya. "Jadi, kakek dan nenek pernah menikah sebelumnya?"

"Benar, jadi papimu Axel dan Rea ibu kandungmu adalah saudara tiri," imbuh Lidia. 

"Lalu, terjadi kesalahan medis saat mama Rea akan melakukan proses bayi tabung dengan Mami Jojo?" Embun bertanya dengan polosnya, membuat Lidia langsung menoleh ke sang menantu. 

"Iya," jawab Jojo cepat. 

Embun pun tersenyum dan mengedarkan pandangan, rumah itu memang terlihat besar dan mewah. Embun memeluk lengan neneknya, masih dengan tatapan yang menelisik ke setiap sudut ruangan yang berada di sana.

Selang beberapa menit, suara mobil Arkan terdengar memasuki halaman. Jojo menoleh ke arah pintu, begitu juga dengan Embun dan Lidia. Hingga keduanya menangkap sosok Arkan dan Rea yang berjalan melewati pintu, Jojo langsung berdiri diikuti Embun. Hingga langkah Rea terhenti ketika melihat Jojo dan mamanya, kemudian tatapannya beralih pada gadis di sebelah Jojo yang sudah bisa ditebak kalau itu adalah Embun—putrinya.

"Jo, kapan datang?"

Arkan menyapa Jojo, kemudian beralih pada Embun, tatapan pria itu penuh kehangatan. Embun terdiam saat Arkan memeluk dan mengecup keningnya.

Rea berjalan perlahan ke arah Jojo dan Lidia, rasa tidak percaya ketika bisa kembali melihat putri kandungnya, meski kehadiran Embun pernah tidak diharapkan, tapi tetap saja itu putrinya. Jojo sadar kalau Rea pasti terharu, hingga kemudian meminta Embun untuk menyambut Rea terlebih dahulu.

"Dia Rea, mama kandung kamu," kata Jojo.

Embun bingung harus bagaimana, hingga akhirnya Rea yang memeluknya terlebih dahulu, mata wanita itu berkaca, seakan sedang meluapkan rasa rindu kepada putrinya itu. Embun termangu, ingin membalas pelukan tapi ragu, hingga ketika melirik Jojo dan maminya itu mengedipkan mata memberi isyarat, membuat Embun akhirnya membalas pelukan Rea.

Mereka pun duduk bersama, meski Embun sudah bertemu ibu kandungnya, tapi entah kenapa baginya Jojo tetaplah mami tercintanya. Ia bahkan tidak mau duduk di sebelah Rea saat wanita itu memintanya duduk di sebelahnya, Embun tetap memilih duduk di sebelah Jojo, terus memeluk lengan mami yang sudah membesarkannya. Mereka saling bertanya kabar, hingga kemudian Embun membuka mulut untuk menanyakan Bening yang tidak dilihatnya sejak tadi.

"Di mana Bening? apa dia sekolah?" tanya Embun. 

Arkan dan Rea sedikit terkejut, mereka saling tatap sebelum bersamaan menatap ke arah Embun.

Embun memeluk lengan Jojo semakin kuat, seakan bisa membaca tatapan Arkan dan Rea. Perasaan Embun tiba-tiba terasa gusar, hatinya berkata kalau dia tidak akan bisa melihat Bening. 

"Sebenarnya Bening, dia- dia baru saja kami antarkan ke bandara."

 

BAB 7 RAIN

"Bandara!" Embun sangat terkejut dengan jawaban Rea, hingga gadis itu menatap Jojo kemudian kembali menatap Rea dan Arkan secara bergantian.

 "Memangnya Bening mau ke mana?" tanya Embun lagi.

Rea terlihat bingung, sadar kalau Embun sepertinya sangat berharap untuk bisa bertemu dengan saudara kembarnya. 

"Kami memindahkan Bening ke Jogja untuk sekolah di sana. Di sini Bening sudah salah dalam memilih teman dan bergaul," jawab Rea apa adanya.

Raut kekecewaan terlihat jelas di wajah Embun, gadis itu sampai mendesau dengan muka yang tertekuk, ia kehilangan semangat. 

Rea dan Arkan saling tatap, sadar kalau Embun pasti kecewa karena tidak bisa bertemu dengan Bening. Jojo sendiri hanya mengusap punggung putrinya untuk memberi semangat. 

-

-

-

Di sisi lain,

Bianca Natania Sunny seorang pemilik perusahaan Fashion terbesar di negara ini beserta sang suami Skala Prawira, berjalan tergesa dengan raut wajah penuh amarah menuju kantor polisi. Bagaimana tidak? semalaman mereka kebingungan mencari putranya yang tidak pulang, hingga sebuah panggilan mengatakan kalau Rain—putra mereka, sedang berada di kantor polisi karena terkena razia balap liar. 

Begitu melihat Rain yang duduk dengan wajah lelah dan menunduk, Bianca pun menghampiri, sedangkan sang suami menemui polisi yang menangkap putranya.

"Rain!" panggil Bianca dengan raut wajah penuh kecemasan.

Rain mendongak dan melihat mamanya datang, sempat takut jika wanita itu marah. Namun, ketika melihat kecemasan dari pancaran mata wanita yang sudah melahirkannya, membuat perasaan Rain lega. Ia lantas bangun dan hendak menyambut sang mama. Namun, siapa sangka dugaan Rain salah, begitu sudah dekat dengan dirinya, Bianca langsung merubah ekspresi. Mengangkat tasnya tinggi-tinggi, wajah wanita itu berubah dari cemas ke garang, tak tanggung-tanggung Bianca langsung menghantamkan tas berharga ratusan juta miliknya ke tubuh sang putra berulang kali.

"Ma, ampun!" teriak Rain memohon seraya menghalau hantaman tas milik Bianca.

"Ampun apa, hah? Dasar anak kurang ajar, tidak pulang tahu-tahunya malah kena razia! Memalukan!" geram Bianca yang dengan tangan yang masih mengayunkan tas branded ke tubuh sang putra.

Para petugas yang melihat Bianca hanya bisa geleng-geleng kepala, bukankah sudah biasa kalau orangtua akan marah ketika anak mereka terlibat masalah hingga masuk ke kantor polisi.

Hingga Skala datang dan menghentikan aksi sang istri yang tidak bisa menahan diri. Skala melotot pada putranya, hingga pemuda itu langsung menunduk.

"Lepaskan aku sayang! Biar aku hajar anak kurang ajar ini!" Bianca sepertinya belum bisa meredam amarah.

"Tenang, Ca! Kita sedang berada di kantor polisi, nanti kalau sampai rumah, mau kamu hajar lagi dia, tak masalah," ucap Skala. 

Bianca mencoba meredam amarahnya, wanita itu baru sadar bahwa mereka berada di fasilitas publik. Rain sendiri hanya menunduk, karena dia tahu saat mamanya marah, kekuatannya akan melebihi seekor singa betina yang baru saja beranak.

Bianca tidak habis pikir, kenapa putranya bisa sebandel itu. Rain seharusnya sudah duduk di kelas 3 SMA, hanya karena salah pergaulan dan suka bolos sekolah, membuat anak itu tidak naik kelas dan masih duduk di kelas 2. 

Hingga saat di mobil menuju ke kantor polisi tadi, Bianca dan Skala memutuskan hal yang tidak pernah dibayangkan oleh Rain— anak itu akan Bianca dan Skala pindah sekolah ke luar kota.

-

-

-

-

Saat malam hari, Jojo dan Embun melakukan panggilan video dengan Axel. Embun memperlihatkan raut wajah kekecewaannya, hingga membuat Axel keheranan.

"Kenapa wajahmu cemberut?" tanya Axel dari seberang sana. 

"Pi, Embun mau pindah ke Jogja, ya!" 

"Hah! Apa? Kenapa?" Axel sangat terkejut dengan permintaan putrinya. Gadis itu meminta pulang ke Indonesia untuk bertemu saudara kembarnya, tapi kenapa sekarang malah ingin pindah ke Jogja. 

Melihat ekspresi Axel yang terkejut dan tidak senang, membuat Embun merasa takut. Ia menggenggam telapak tangan Jojo erat. Maminya itu mengangguk, mengisyaratkan agar Embun bicara lagi pada papinya. 

"Bening pindah ke Jogja, Pi. Karena itu aku mau pindah ke sana juga. Papi ngizinin, 'kan! Boleh ya, Pi. Boleh ya!" pinta Embun memelas.

Axel terlihat bingung sampai menatap pada sang istri yang duduk di sebelah Embun, hingga akhirnya Axel mengembuskan napasnya dan setuju kalau Embun pindah ke Jogja. 

-

-

-

Setelah mengakhiri panggilan video dengan Jojo dan Embun, Axel menghubungi teman dekatnya yang bernama Nic. Axel berniat menanyakan apakah apartemen Nic yang berada di Jogja kosong, dan bisa dipinjam untuk sementara waktu. 

"Oke kalau begitu, mungkin aku akan meminjamnya untuk beberapa bulan. Maaf sudah merepotkan mu."

Axel mengakhiri panggilan itu setelah mendapat izin dari Nic, sedikit lega karena setidaknya bisa mendapatkan tempat tinggal untuk Jojo dan Embun untuk sementara waktu. 

-

-

-

Keputusan Bianca dan Skala untuk mengirim Rain Ke Jogja sudah bulat. Malam itu Bianca mencoba menghubungi Mina—istri Nic. Sebenarnya mereka bertetangga, tapi kebetulan hari itu Mina sedang menginap di rumah mertuanya. 

Bianca menghubungi untuk menanyakan apakah apartemen milik Mina yang berada di Jogja kosong.

"Halo Mina, aku mau tanya sesuatu," ucap Bianca ketika panggilannya sudah tersambung. 

"Oh iya, Kak. Bagaimana?" 

"Apartemen milikmu yang di Jogja, apakah ada yang menempati?" tanya Bianca langsung.

"Oh, tidak ada Kak. Kosong," jawab Mina. 

"Bagus, bolehkan aku menyewanya untuk tempat tinggal Rain? Kami ingin mengirim Rain belajar di sana, jadi butuh tempat tinggal untuknya," kata Bianca lagi.

"Oh, begitu. Iya Kak, boleh. Pakai saja!" ujar Mina.

Bianca tampak senang, setidaknya masalah tempat tinggal sudah terselesaikan. 

 

BAB 8 PINDAH KE JOGJA

Bening baru saja tiba di rumah Anisa. Ia takjub saat turun dari mobil dan menatap rumah yang sangat sederhana, tapi memiliki lingkungan yang terlihat asri dengan beberapa pepohonan di sana. Bening mengedarkan pandangan ke seluruh halaman, hingga menyadari di mana dirinya berada sekarang. Bibirnya tertekuk masam. 

Dia seperti berada di dunia lain, di tengah perkampungan yang lumayan padat, jalan sekitar saja hanya cukup dilewati satu mobil. Banyak anak-anak berkeliaran tak jelas, bahkan tetangga Anisa terlihat duduk-duduk cantik di depan rumah seraya saling bercakap-cakap atau lebih seperti berbisik.

"Ayo masuk!" ajak Anisa, wanita yang dipercaya Rea dan Arkan untuk menjaga putri mereka selama di Jogja.

Bening tersenyum tipis, lantas berjalan mengekor wanita yang dipanggilnya Bu dhe itu. Ia membawa kopernya sendiri, ancaman papa dan mamanya cukup membuatnya takut. 

"Di sana kamu tidak bisa bersikap seenaknya, setiap  papa dan mama mendengar laporan kelakuan tidak baik yang kamu lakukan, maka papa dan mama akan memotong jatah jajanmu bulan depannya."

"Ini kamar kamu," ucap Anisa sambil membuka salah satu kamar di rumahnya. Bening pun tersdaar dari lamunannya dan seketika melongo. 

Gadis itu syok mendapati kamar yang akan ditempatinya, kecil, sempit, sederhana, dan alakadarnya, membuat bulu kuduknya tiba-tiba saja meremang jika harus tidur sendirian nanti malam. 

"Ayo, masuk!" ajak Anisa yang kemudian masuk dan menyimpan koper Bening di samping lemari. "Kamu pasti capek kan? kamu bisa istirahat dulu! Nanti pas makan malam Bu dhe panggil," ucap Anisa dengan senyuman ramah di wajahnya.

"Terima kasih Bu dhe," timpal Bening dengan senyum yang sedikit dipaksakan.

Anisa pun keluar meninggalkan Bening. Gadis itu langsung berjalan ke arah tempat tidur. Begitu menduduki kasur yang disediakan untuknya, Bening mendadak menggerutu.

"Kenapa papa tega banget, sih? sudah di tengah kampung, kamarnya kecil, kasurnya keras, bahkan AC pun nggak ada!"

Sesaat setelah turun dari pesawat, Bening memang sudah memikirkan nasip malangnya. Namun, ia tetap berusaha menjaga sikapnya, karena tidak mungkin dia meluapkan kekesalan pada Anisa dan keluarganya yang jelas-jelas berbaik hati mau menampungnya.

Saat malam tiba, Anisa mengajak Bening makan bersama. Di sana ada suami Anisa yang bernama Lucky. Pria itu adalah kepala sekolah tempat Bening akan bersekolah. Juga ada Zahra—putri ketiga Anisa dan Lucky, gadis manis yang seusia dengan Bening itu tersenyum ramah. 

Selepas makan malam, Bening duduk di teras bersama Zahra, mendengar suara jangkrik dan kodok yang saling bersahutan.

"Namamu Zahra, ya?" tanya Bening memastikan, karena saat tadi Anisa memperkenalkan, Bening kurang memperhatikan.

"Iya," jawab Zahra. "Nanti di sekolah, kita bakal sekelas lho," imbuhnya dengan logat khas orang Jogjakarta.

Bening tersenyum, perlakuan Anisa dan keluarganya memang sangat hangat kepada Bening, sehingga membuat gadis itu juga bersikap sama. 

-

-

-

-

Embun dan Jojo nampak sudah berada di pesawat, begitu Axel memberi izin dan mencarikan tempat tinggal untuk mereka, keduanya memang langsung memesan tiket untuk pergi ke jogja.

"Bu, apa kamu ingin langsung bertemu dengan Bening?" tanya Jojo pada Embun yang terlihat menatap ke arah luar jendela burung besi itu. 

Embun menoleh pada Jojo, terlihat berpikir hingga kemudian menjawab, "Tidak, Mi. Aku punya rencana sendiri untuk mendekati Bening."

Jojo mengernyitkan dahi mendengar jawaban putrinya. Tapi apa pun itu, Jojo percaya jika Embun pasti sudah memikirkannya matang-matang. 

"Aku juga mau minta tolong ke Mami," bisik Embun.

"Tolong apa?"

"Tolong Mami katakan pada semua keluarga, jangan sampai mereka mengatakan pada Bening kalau aku datang, terlebih tentang diriku. Aku mau mendekatinya perlahan, dengan begitu setidaknya kami akan dekat tanpa paksaan," pinta Embun penuh harap dan semangat.

Jojo pun memahami permintaan putrinya, mengulas senyum seraya merapikan anak rambut yang menutup pelipis Embun. "Oke, nanti Mami akan kasih tahu ke semua keluarga kita, untuk merahasiakan dan tidak membocorkan tentang kamu dan Bening." Jojo menerima keinginan Embun.

"Thanks you Mami, you are the best," ucap Embun sambil mencium pipi Jojo. 

 

BAB 9 PERTEMUAN 

Rain menatap gedung yang menjulang tinggi di hadapannya, mendesau pelan sebelum akhirnya memilih menarik koper dan masuk ke gedung apartemen milik tetangga mamanya sekaligus onty kesayangannya yang bernama Mina. Ya, Rain sudah sampai di Jogjakarta sendirian, kedua orangtuanya tidak mengantar karena masih sibuk dengan urusan pekerjaan.

Masuk ke unit apartemen yang akan ditinggalinya, dan sudah tahu password kunci pintu unit apartemen itu dari sang mama, Rain lantas terlihat mengeksplor setiap sudut ruangan yang terdapat di sana. Hingga Ia melompat ke sofa, meluruskan kaki yang pegal setelah duduk sekitar satu jam lebih di pesawat.

"Ahh … lelah." Rain meregangkan pinggangnya.

Di saat yang bersamaan Jojo dan Embun juga baru saja sampai di depan unit apartemen yang sama, keduanya langsung masuk dan membuka pintu karena juga tahu password apartemen itu. 

Namun, seketika Jojo dan Embun terkejut saat melihat Rain yang dengan santainya sedang bermalas-malasan di sofa.

"Eh, siapa kamu?" tanya Embun dengan nada membentak. "Kenapa bisa di sini, hah? Ini tempat kami!" Embun langsung memaki Rain, tidak memberi kesempatan cowok itu untuk berbicara.

"Eh, ngaku-ngaku! Ini apartemenku!" Rain membela diri.

"Enak aja! Ini apartemen kami, tahu nggak! Jangan-jangan kamu maling, ya!" tuduh Bening.

"Sekata-kata kamu ya. Kamu tu siapa? datang-datang main tuduh!" Rain tidak mau mengalah dari gadis yang lebih muda satu tahun darinya itu.

Jojo yang mendengar dua remaja itu bertengkar, malah bingung sendiri. Hingga akhirnya wanita itu memilih menengahi, meminta Embun dan Rain duduk di single sofa yang terhalang meja.

Embun masih menatap curiga pada Rain, pemuda itu pun melakukan hal yang sama. Keduanya memberi tatapan menusuk satu sama lain.

"Jadi kamu sudah dapat izin untuk tinggal di sini?" tanya Jojo pelan-pelan setelah menanyakan ke Rain, siapa dia dan bagaimana dia bisa masuk ke sana.

"Iya, kalau tidak bagaimana caraku masuk, Tante." Rain menjawab sopan ketika Jojo mengajaknya berbicara.

"Tante-tante, memangnya mami aku adik ibumu!" cibir Embun dengan tangan dilipat ke depan dada,  sambil memicingkan mata pada Rain.

Rain ingin sekali mengumpat, tapi ia ingat harus bersikap sopan kepada wanita, begitulah yang diajarkan papa dan mamanya. Apa lagi ada sosok Jojo yang sangat ramah kepadanya, beda dengan Embun yang jutek.

"Saya akan coba telepon mama saya dulu, Tante." Rain bergegas berdiri lantas mencoba menghubungi Bianca-ibundanya.

Jojo mengangguk, ia juga memilih menghubungi suaminya untuk mencari kejelasan tentang tempat tinggal mereka ini.

Rain berdiri di dekat dapur, mencoba menghubungi mamanya. Ia bertanya dengan sedikit kesal kenapa ada orang lain yang mengklaim tempat tinggal yang akan ditempatinya selama di Jogja.

“Ada orang lain yang akan tinggal di apartemen ini, apa Mama sudah pastikan ke tante Mina? Kalau apartemen ini belum dijual," tanya Rain begitu panggilannya dijawab oleh Bianca. Selang beberapa saat Rain hanya terdiam dan mendengarkan mamanya di seberang panggilan, cowok itu tampak mengangguk paham, kemudian mengakhiri panggilan.

Rain pun menoleh ke arah Jojo dan Embun, dirinya harus menunggu sang mama mengkonfirmasi masalah tempat tinggal itu ke Mina.

"Halo sayang, ada masalah tentang tempat tinggal kami. Apa kamu bisa bertanya soal ini pada Nic?" tanya jojo ketika panggilannya dijawab Axel. Jojo pun menjelaskan tentang keberadaan Rain di sana, hingga kemudian Axel mengatakan kalau akan mencoba menghubungi Nic terlebih dahulu dan akan segera memberi kabar.

Rain pun kembali duduk bersama Jojo dan Embun, Ketiganya duduk tanpa suara, hanya Embun yang berdecak berkali-kali karena merasa Rain hanya mengada-ngada untuk bisa tinggal di sana.

-

-

-

Beberapa saat kemudian, Jojo menerima panggilan dari Axel, suaminya menjelaskan kalau ternyata Mina mengizinkan putra tetangganya tinggal di sana dan Nic tidak tahu akan hal itu.

Rain juga sama, Bianca-mamanya menghubungi dan mengatakan kalau ternyata Nic sudah mengizinkan istri dan putri temannya tinggal di sana tanpa sepengetahuan Mina. 

Rain menatap Jojo yang baru saja selesai menghubungi Axel, lantas menyodorkan ponsel kepada wanita itu. "Mamaku mau ngomong sama Tante," ucap Rain.

Jojo mengernyitkan dahi, tapi tetap dengan sopan menerima dan menjawab panggilan Bianca. Jojo tidak banyak bicara, hanya mendengarkan Bianca bicara dan sesekali menganggukkan kepala.

"Ya – baik, saya mengerti. Anda tidak usah khawatir."

Rain menerima ponsel yang disodorkan Jojo kembali, dengan rasa penasaran Rain pun memberanikan diri bertanya, "Bagaimana Tante? Apa yang mamaku sampaikan?" 

"Ini karena miskomunikasi antara Nic dan Mina, tante tidak menyangka bahwa kamu ternyata tetangga mereka.” Jojo menipiskan bibirnya. “Bagaimana kabar Segara dan Biru?”

“Mereka baik,” jawab Rain.

“Jadi begini Rain, Mama kamu meminta tolong Tante untuk menjaga kamu sampai dia menemukan tempat tinggal buat kamu. Jadi, intinya kita akan tinggal bertiga selama beberapa waktu." Jojo menjelaskan apa yang dibicarakannya dengan Bianca tadi.

"Apa?" Embun terlihat terkejut, mulutnya megap-megap seolah tak terima. Sedangkan Rain hanya bisa terdiam, meratapi nasipnya yang sepertinya semakin sial.

 

BAB 10 TINGGAL DAN SEKOLAH YANG SAMA

Rain akhirnya tinggal bersama Jojo dan Embun di apartemen itu, setidaknya sampai orangtuanya menemukan tempat baru untuknya. Mereka bertiga pun terlihat seperti satu keluarga. Jojo dan Embun tidur di satu kamar, sedangkan Rain tidur sendiri. Beruntung luas apartemen Nic dan Mina lumayan besar dan memiliki dua kamar.

Malam harinya, Jojo memanggil Rain dan Embun yang sejak tadi mengurung diri di kamar, setelah selesai menyiapkan makan malam untuk disantap bersama. 

Embun masih tidak suka dengan keberadaan Rain di apartemen itu. Ia kesal kenapa maminya setuju untuk menampung cowok itu. Kesan pertama yang buruk membuat Embun sedikit benci dan menganggap Rain sangat menyebalkan.

"Hanya ada ini, nanti setelah makan Mami mau belanja buat stok besok. Kalian mau ikut ga?" tanya Jojo di sela menyantap makanannya. 

"Ikut donk, lagian siapa yang mau tinggal berdua dengan manusia tak tahu asal usulnya inj," jawab Embun dengan nada sindiran yang ditunjukkan ke Rain.

Rain sejujurnya kesal dengan sikap Embun yang sangat jutek kepadanya. Ia menahan agar tidak membalas gadis itu karena masih memandang Jojo sebagai orang yang lebih tua dan berbaik hati menampungnya. 

"Sepertinya besok aku akan pindah saja ke hotel tante," ucap Rain. 

"Hah? kenapa? tidak usah!" Jojo menatap Embun sedikit kecewa. "Nic dan Mina sudah seperti saudara untuk tante juga mamamu, jadi kita ini jyga saudara Rain, lagi pula mamamu sudah menitipkan kamu ke tante, sudah biarkan saja Embun. Dia memang gini kalau belum kenal."

"Mami!" Embun cemberut dan kembali menatap kesal Rain. 

"Jadi Rain mau ikut ga belanja?" tanya Jojo lagi. 

"Mau tante, lagian lusa juga sudah mulai berangkat sekolah, jadi aku butuh peralatan sekolah." 

Jawaban Rain membuat Embun terkejut, ia merasa kalau Rain hanya mengada-ada agar bisa ikut jalan-jalan.

"Oke, setelah makan kita pergi bersama," balas Jojo dengan senyuman di bibirnya. "Kamu sekolah di mana, Rain?" tanyanya kemudian.

Rain menyebutkan nama sekolah tempatnya akan menimba ilmu, hal itu membuat Embun yang sedang minum seketika tersedak.

"Wah, kebetulan. Embun juga akan sekolah di sana."

"Be-nar-kah?" 

Rain seakan tidak percaya. Bagaimana bisa sekolah mereka juga sama, sedangkan Embun semakin sewot, satu sekolah dengan cowok itu seakan menjadi musibah baginya.

_

_

_

_

Setengah jam berselang, Mereka bertiga berangkat ke Mall terdekat, selain berbelanja kebutuhan dapur, Jojo juga mengajak Embun dan Rain belanja kebutuhan sekolah.

Mereka sudah berada di toko tas sekolah. Jojo dan Rain sibuk memilih tas, sedangkan Embun asyik berjalan dan melihat-lihat sendiri, hingga tatapan mata Embun tertuju pada sebuah tas yang menurutnya bagus. Ia lantas mendekat untuk mengambil tas itu, tapi sayangnya bukan hanya dia yang menginginkan tas itu. Satu tangan lain tampak meraih tas, hingga membuat mereka berebut.

"Aku yang lihat dan pegang duluan." Gadis yang memegang tas itu langsung merebut dari tangan Embun. Tanpa Ia tahu, gadis yang berebut dengannya adalah Bening.

Bening langsung memeluk tas itu, meninggalkan Embun yang termangu. Entah kenapa dia tiba-tiba saja merasa tidak ingin memperebutkan tas itu. Embun menatap punggung Bening yang berlalu, merasa tidak asing dengan gadis itu.

Jojo dan Rain yang sudah selesai memilih tas pun langsung menghampiri Embun. Jojo heran melihat Embun yang malah melamun.

"Ada apa, Bu?" tanya Jojo seraya ikut melihat ke mana Embun menatap.

"Ga ada apa-apa Mi," jawab Embun. "Aku cuman mau ambil tas," imbuhnya seraya mengambil tas lain asal-asalan.

Jojo mengulas senyum, lantas mengajak Embun dan Rain ke kasir untuk membayar belanjaan mereka.

_

_

_

Hari di mana Rain dan Embun mulai masuk sekolah pun tiba. Keduanya pergi berjalan kaki menuju sekolah yang jaraknya memang tidak terlalu jauh dengan apartemen. Embun terlihat senang dan bahagia ketika melangkahkan kaki, itu dikarenakan sudah terbiasa berangkat sekolah dengan berjalan kaki ketika masih berada di Australia, beda dengan Rain yang sepanjang jalan mengeluh, itu karena putra Bianca terbiasa naik mobil atau motor. 

"Ah, aku capek!" gerutu Rain yang baru saja setengah jalan dan sudah mengeluh.

Embun tidak menanggapi keluhan Rain, gadis itu masih terus melangkahkan kaki dengan riang.

"Hoi, aku mau pesan ojol, kamu mau sekalian nggak?" tanya Rain menawari Embun.

"Naik aja sendiri." Embun tak acuh, memilih terus melangkah hingga meninggalkan Rain berhenti.

Rain mencebik, lantas memilih memesan ojek lewat aplikasi jasa antar jemput online.

-

-

-

Embun sudah sampai di sekolah, dan tentu saja Rain sudah sampai terlebih dulu. Embun mengembangkan senyum, sebentar lagi dirinya berharap bisa bertemu dan tahu rupa saudari kembarnya, Ia sudah tidak sabar untuk melihat kembaran yang berbeda wajah dengannya.

Namun, lagi-lagi Embun harus merasa kesal. Bukankah kelas di sana tidak cuman satu, kenapa dirinya sangat sial harus sekelas dengan Rain.

"Hai!" sapa Rain tanpa dosa.

Embun ingin sekali menghindar dengan mencari tempat duduk lain, tapi ternyata lagi-lagi gadis itu harus ketiban sial karena bangku kosong tinggal satu, tepat satu meja dengan Rain.

"Sial!" umpat Embun pada diri sendiri. Mau tidak mau, Embun pun duduk sebangku dengan Rain.

Embun sangat berharap kalau Bening satu kelas dengannya. Namun, sayangnya keinginannya tidak tercapai, tidak ada nama Bening di kelasnya. 

 

BAB 11 HARI PERTAMA

Bel sekolah berbunyi nyaring, menandakan jam pelajaran dimulai.

Embun mengeluarkan buku dan alat tulisnya, begitu pula dengan Rain yang siap belajar meski agak sedikit malas. Keduanya tidak banyak bicara, seakan tidak saling kenal.

Hari itu mereka mendapatkan pelajaran fisika di jam pertama, dan siapa sangka kalau Anisa yang mengajar mata pelajaran itu menjadi wali kelas Embun dan Rain. 

"Selamat pagi semua!" sapa Anisa dengan senyum hangat di wajah, menyambut anak didik agar mereka lebih semangat dalam belajar.

Semua anak di kelas serentak membalas sapaan Anisa. Mereka terlihat begitu bersemangat meskipun pelajaran fisika bisa dibilang bukan pelajaran yang mudah.

"Oh ya, kita punya teman baru hari ini. Bagaimana kalau kita persilahkan mereka untuk memperkenalkan diri." Anisa berbicara dengan tatapan yang tertuju pada Rain dan Embun.

Embun menoleh pada Rain, di mana cowok itu langsung mengangkat dagu, mengisyaratkan agar Embun berdiri terlebih dulu.

Embun menutup buku secara kasar dengan perasaan kesal, merasa kalau Rain tengah memerintah dirinya. Hingga akhirnya Embun berdiri dan berjalan ke depan kelas untuk memperkenalkan diri. Setelah Embun selesai, Rain pun bergantian memperkenalkan diri.

"Baiklah, itu teman baru kita. Sekarang kita lanjutkan pelajaran kemarin," ujar Anisa yang kemudian memulai membuka buku. 

Setengah jam berlalu, Anisa sudah selesai menjelaskan materi yang dipelajari. Rain terlihat malas-malasan, sedangkan Embun begitu memerhatikan setiap penjelasan Anisa. 

"Pemalas!" cibir Embun melirik Rain yang tidak memperhatikan sama sekali.

Namun, Rain terlihat begitu santai meski mendengar cibiran teman satu bangkunya itu. Cowok itu seakan tak acuh dan bersikap biasa saja.

"Ada yang mau mencoba menjawab soal yang ada di papan tulis?" tanya Anisa pada para murid setelah beberapa saat. 

Tidak ada yang menanggapi wanita itu, bahkan semua murid tampak menunduk karena tidak mau ditunjuk. Hingga tatapan Anisa tertuju pada Rain. 

"Rain, coba maju!" titah Anisa.

Embun menoleh pada Rain, tersenyum mengejek karena yakin kalau cowok itu pasti tidak akan bisa menjawab. Dengan santainya Rain berdiri dan berjalan ke depan kelas. Ia mengambil spidol yang diulurkan Anisa. Lantas mulai menjawab pertanyaan yang tertulis di papan. 

Embun terlihat memerhatikan Rain yang mengembalikan spidol pada Anisa, dan kembali duduk ke bangkunya. 

Anisa pun mengecek jawaban Rain dan matanya berbinar. "Wah, hebat!" pujinya. 

Embun terkejut karena jawaban Rain benar bahkan sampai mendapat sanjungan sang guru. Ia semakin kesal saat Rain meliriknya, kini cowok itu tersenyum dengan mimik wajah menghina.

-

-

-

Saat jam istirahat, Embun berjalan menuju kamar mandi. Menyisir rambutnya dengan jemari di depan cermin, ia dikejutkan dengan munculnya seorang gadis lain yang keluar dari bilik kamar mandi. 

"Kenapa kamar mandinya menjijikkan? Bau, kotor pula!" keluh gadis yang tak lain adalah Bening.

Gadis itu menutup hidung, bahkan mengibaskan satu tangan di depan wajah untuk membuat aroma tidak sedap dari kamar mandi tidak sampai ke hidungnya.

"Bagaimana bisa kamar mandi sekolah bisa sekotor ini? Siapa pula yang tahan? Benar-benar tidak habis pikir! Memangnya tidak ada yang membersihkan?" Bening terus bicara, memprotes keadaan kamar mandi kepada Embun.

Embun termangu menatap Bening, memori otaknya mengingat kalau Bening adalah gadis yang berebut tas dengannya kemarin. 

"Ah, sudahlah!" Bening lagi-lagi mengibaskan tangan di depan wajah. "Kamu juga tidak akan mengerti!" Bening langsung pergi dari area kamar mandi dengan kesal. 

Embun menatap punggung Bening yang pergi menjauh. Sejak pertama kali melihat dan bertemu dengan gadis itu, Embun merasa ada perasaan aneh yang menggelitiki dadanya. 

Bening yang bersungut-sungut, berjalan dengan sesekali menghentakkan kaki. Hingga tanpa sadar ia menabrak seseorang, bahkan apesnya ia terkena tumpahan jus di bajunya. 

"Bagaimana sih kalau jalan? Seragamku kotor ini!" sembur Bening yang sibuk mengibaskan pakaiannya.

"Bukannya kamu yang jalan nggak pakai mata," ucap cowok yang ternyata adalah Rain. 

Bening mendongak untuk melihat siapa yang menumpahkan jus ke seragamnya dan bersiap memaki. Namun, urung ketika melihat wajah Rain yang terlihat berbeda dari teman sekelasnya. Bening langsung menurunkan nada bicara, jemarinya masih sibuk membersihkan jus yang membasahi bagian depan bajunya. 

"Bagaimana ini? Seragamku," keluh Embun manja, ia kembali kesal saat Rain malah pergi meninggalkannya. 

Namun, tak Bening sangka. Rain kembali dengan membawa jaket dan mmemberikann. "Pakai ini!"

Bening menatap Rain sebelum menerima jaket cowok itu, entah kenapa ia tertarik dengan penampilan dan sikap Rain yang menurutnya begitu gentleman. 

-

-

-

Embun tidak fokus mengikuti pelajaran setelah bertemu Bening, hingga dengan nekat gadis itu menyalakan ponsel dan meminta sang mami mengirimkan nomor Rea saat jam pelajaran.

Setelah mendapatkan nomor ibu kandungnya dari Jojo, Embun langsung mengirimkan pesan untuk meminta foto Bening dari Rea. 

Namun, nahas. Guru bahasa indonesia yang sedang mengajar saat itu, melihat Embun menunduk dan menyalakan ponsel di jam pelajaran.

"Kamu tahu kalau dilarang menyalakan ponsel saat jam pelajaran, hah!" bentak guru Embun yang sudah merebut ponsel dari tangan gadis itu.

Embun terkejut ketika ponsel langsung direbut, bahkan gelagapan saat guru bahasanya membentak.

"Ikut saya ke ruang BK!" perintah Bu As. 

Embun mau tidak mau pun harus ikut, ini juga salahnya yang tidak bisa menunda rasa penasaran di dadanya, padahal di awal dia yakin akan bisa menemukan Bening dengan caranya sendiri. 

Rain menggelengkan kepala tak habis pikir, bagaimana bisa gadis itu ceroboh dan menyalakan ponsel di jam pelajaran.

-

-

-

Embun yang baru saja mendapat ceramah dari guru BK dan bahasa indonesia, nampak tak bersemangat karena tidak menyangka sudah mendapat masalah di hari pertamanya masuk sekolah. Ponselnya disita, dan dia diharuskan membawa orang tuanya ke sekolah jika maumengambilnya. 

Bel sekolah berbunyi panjang, menandakan kalau kelas hari itu telah usai. Embun merapikan buku-bukunya begitu juga dengan Rain. 

Bening datang mencari Rain, gadis itu melihat Rain yang sedang berberes dari pintu kelas, hingga kemudian menghampiri meja Rain.

"Hai!" sapanya. 

Rain dan Embun menatap Bening bersamaan. Embun sadar kalau Bening ternyata hanya fokus terhadap Rain. 

"Oh kamu!" sapa balik Rain sedikit cuek.

"Jaket kamu, terima kasih," ucap Bening seraya menyodorkan jaket pada Rain, ia tersenyum manis pada cowok itu yang langsung menerima jaket miliknya. 

 

BAB 12 TERPESONA

Embun merasa kesal karena ponselnya kena sita, harapan mendapat balasan dari Rea agar bisa melihat foto Bening pun harus dipendamnya untuk sementara waktu.

Tak seperti saat berangkat tadi, Rain memilih pulang berjalan kaki bersama Embun, kali ini cowok itu tidak mengeluh dan menikmati perjalanan pulang bersama gadis yang satu rumah dan satu bangku dengannya itu. 

Embun berjalan gontai, menendangi kerikil dengan ujung sepatunya. 

"Bu, kenapa kamu pindah ke Jogja?" tanya Rain membuka pembicaraan karena mereka hanya berjalan dan saling diam sejak tadi. 

"Aku?" tanya Embun dengan telunjuk yang mengarah ke dirinya sendiri.

"Ya kamu, emangnya di sini ada siapa lagi?" Rain jadi kesal sendiri.

"Aneh saja kamu memanggilku seperti itu, karena yang memanggilku 'Bu' hanya keluarga dekatku saja."

"Hem ... Aku tahu dari tente Jo," tukas Rain. 

"Aku pindah ke sini karena ingin bertemu seseorang," jawab Embun santai. "Kalau kamu?" tanya Embun kemudian.

Rain menggaruk kepala yang tidak gatal dengan senyum canggung, terlalu malu karena dirinya pindah ke sana gara-gara balapan liar dan kenakalannya. 

"Karena dihukum," jawab Rain yang tidak bercerita secara detail. "Hah, mungkin orangtuaku benar-benar kesal," sesalnya kemudian.

Embun hanya mengangguk-anggukkan kepala pelan, mereka berbincang seraya terus melangkahkan kaki menuju gedung apartemen tempat mereka tinggal. 

"Kamu punya adik?" tanya Embun.

"Punya, cewek umurnya 12 tahun," jawab Rain. "Kalau kamu gimana?" 

"Ada, aku punya seorang adik laki-laki dan satu saudara kembar," jawab Embun.

"Kem-" Rain ingin membuka mulut untuk bicara, tapi terkejut ketika Embun tiba-tiba berjalan cepat. "Bar -?"

Embun ternyata melihat anak kecil berumur sekitar tujuh tahunan berdiri di samping tiang lampu lalu lintas, gadis itu langsung menghampiri dan mengabaikan Rain. Embun merogoh saku seragam, lantas mengeluarkan selembar uang dan memberikan dengan seutas senyum dibibirnya. Bahkan gadis itu mengusap pucuk kepala anak kecil itu ketika mendapat balasan ucapan terima kasih.

Rain terkesiap dengan apa yang dilakukan oleh Embun. Sikap dan perilaku gadis itu menyebkan gelenyar aneh yang menggelitiki rongga dadanya. 

-

-

-

-

Beberapa menit kemudian, Mereka akhirnya sampai di apartemen. Embun juga Rain langsung duduk di sofa dan sama-sama meluruskan kaki. 

"Oh ... sudah pulang!" Jojo yang baru saja keluar dari kamar, mendapati Embun dan Rain yang duduk di ruang tamu.

"Ya, Mi! Capek!"

Rain menegakkan badan ketika Jojo duduk di sebelah Embun. "Ponselnya Embun disita guru BK, Tante!" 

"Hah, kok bisa!" Jojo begitu terkejut, dan langsung melotot pada Embun "Memangnya kamu ngapain?" 

Embun terkejut dengan langsung memberi tatapan tajam pada Rain, bisa-bisanya cowok itu mengadukannya pada sang mami. 

"Aku memakai ponsel untuk mengirim pesan ke mami, saat aku bertanya nomor HP tante Rea."

"Astaga! Bu!"

"Dasar biang kerok!" umpat Embun ke Rain. Karena kesal ia langsung bangun dan pergi ke kamar.

"Bu!" panggil Jojo, tapi diabaikan oleh putrinya. 

-

-

-

Sore itu, Bening duduk di gazebo yang terdapat di halaman rumah Anisa. Gadis itu tengah membayangkan sosok Rain yang dianggapnya, tampan dan gentle.

"Kamu kenapa senyum-senyum sendiri?" tanya Zahra yang baru saja ikut duduk di sana.

Bening tersenyum malu-malu, hingga kemudian menjawab pertanyaan Zahra.

"Kamu tahu nggak, di sekolah ada cowok tampan banget, cute, dan pokoknya beda sama anak lain."

Zahra mengernyitkan dahi, apalagi melihat bagaimana bahagianya Bening saat bercerita.

"Siapa namanya? Sekelas sama kita?" tanya Zahra yang jadi penasaran.

"Namanya Rain, dia ada di kelas lain," jawab Bening masih terus mengulas senyum. "Rain itu sangat tampan, jaketnya saja wangi banget. Ah, rasanya mau pingsan kalau dekat sama dia." Bening masih saja tersenyum, gadis itu sepertinya sudah jatuh cinta kepada Rain sejak pandangan pertama.

Tanpa keduanya sadari, Anisa yang tengah melintas di belakang gazebo mendengar keduanya bercerita hingga dengan isengnya menggoda Bening.

"Rain, itu anak Budhe di kelas XI-2, lho." 

Bening dan Zahra terkejut dan hampir berjingkat ketika mendengar suara Anisa.

"Budhe ngagetin aja!" Bening mengusap dada.

Anisa tertawa, lantas kembali berkata, "Dia emang tampan. Anak baru juga, pindahan kayak kamu."

Mendengar kata pindahan, tentu saja membuat Bening semakin senang. Benar dugaannya kalau Rain berbeda karena bukan berasal dari sana.

BAB 13 PINJAM RAIN!

Jojo menatap Embun yang duduk di tepian ranjang, begitu kesal pada putrinya yang tampak tidak merasa bersalah sama sekali atas tindakan melanggar peraturan sekolah.

"Mami sudah bilang, jaga sikap dan perilaku, jangan melanggar peraturan sekolah. Kenapa kamu melanggar sih, Bu?" tanya Jojo yang tentu saja masih tidak habis pikir dengan putrinya. "Di hari pertama lagi."

"Kalau Mami tidak mau ambilin HP aku dan merasa ribet. Ya sudah, nggak usah ambil saja. Gampang 'kan!" ujar Embun seolah tak mau ambil pusing, apalagi melihat sang mami yang terus saja mengomel.

"Embun! Kamu ini bener-bener, ya! Sudah salah bukannya mengakui kesalahan malah bicara seenaknya. Apa mami memgajarimu seperti ini? Kamu benar-benar bikin Mami kena darah tinggi, hah!" geram Jojo.

Embun memutar bola mata malas, hingga kemudian meminta sesuatu yang membuat Jojo semakin meradang.

"Mi, pinjam HP buat minta foto Bening dari mama Rea donk. " Embun menengadahkan tangan ke arah Maminya. 

Tentu saja sikap Embun malah membuat Jojo semakin kesal, kenapa Embun tidak mau menyadari kesalahan yang diperbuat dan menunjukkan rasa penyesalannya. 

Jojo bersidekap menatap Embun yang masih menengadahkan tangan, kemudian berucap, "Katanyaa mau cari dengan usaha sendiri, kenapa sekarang mau pinjam HP buat dapat fotonya? Usaha dong!" Tentu saja Jojo menyindir niatan Embun yang dulu berkata ingin mencari tahu sendiri.

Embun mencebik kesal mendengar sindiran sang mami dan menarik tangan dari udara.

"Terlalu lama, Mi. Aku sudah nggak sabar ingin ketemu sama dia," ungkap Embun enteng.

"Buktikan kalau kamu menyesal karena sudah melakukan kesalahan, baru Mami  pinjamkan HP buat hubungi mamanya Bening!" ujar Jojo menatap pada Embun yang terlihat malas mendengar nasihatnya.

"Mami nggak suka kamu salah tapi tidak menunjukkan penyesalan sama sekali!" imbuh Jojo yang melihat Embun memutar bola mata.

Embun tidak menjawab atau mengiakan perintah Jojo untuk merenung. Ia malah langsung keluar kamar dan berjalan menuju kamar Rain untuk meminta pertanggungjawaban cowok itu atas kesialannya.

_

_

_

"Rain!" Embun membuka pintu tanpa mengetuk kamar Rain terlebih dahulu.

Rain yang tengah asik berbaring di kasur terkejut dan langsung duduk di atas ranjang.

"Ngapain ke sini? Masuk kamar orang nggak ketuk pintu dulu, tidak sopan tau!" ketus Rain.

Embun berjalan menuju ranjang, kemudian bersidekap menatap pada Rain.

"Kamu harus tanggungjawab!" Embun menyipitkan matanya. 

"Tanggung jawab apaan?" tanya Rain keheranan.

"Gara-gara kamu lapor sama mami, sekarang aku kena marah habis-habisan!" Embun meluapkan kekesalan pada cowok itu. 

"Kok salahku! Kamu yang ceroboh dan melanggar aturan sendiri." Rain membela diri.

Embun geram karena Rain terus membantah, hingga gadis itu langsung menengadahkan tangan ke arah depan muka Rain dan membuat cowok itu terkejut.

"Tanggungjawab!" 

"Apaan sih?" Rain keheranan dan menepis tangan Embun dari depan mukanya. 

"Pinjemin ponsel kamulah! Apalagi?" Embun bicara ketus karena kesal.

"Untuk apa? Kalau pinjam barang orang yang sopan!"

"Dasar Rain! Rain Rain go away come again another day." 

Embun malah menyanyi. Tingkahnya membuat Rain menyembunyikan tawanya karena melihat tingkah gadis itu yang sangat lucu. 

"Pinjem ya! Please!" ucap gadis itu lagi. 

Rain menatap Embun yang terlihat serius ingin meminjam ponselnya, hingga entah kenapa langsung memberikan begitu saja meskipun mulutnya berkata, "Mau kamu buat apa?"

Embun tak menjawab dan langsung mengambil ponsel dari tangan Rain, hingga gadis itu tampak mengetik pesan ke nomor Rea untuk meminta foto Bening. Setelah beberapa saat, Rea membalas dan mengirimkan foto Bening kepadanya. 

Embun tersenyum lebar karena Rea mau mengirimkan foto Bening, hingga gadis itu membulatkan bola mata lebar setelah melihat wajah kembarannya terpampang di sana. 

"Di-dia!" Embun tergagap melihat wajah Bening.

Rain yang melihat Embun terkejut ikut kebingungan karena tidak tahu siapa yang dihubungi oleh gadis itu.

"Jadi dia Be-bening? Kami bertemu berulangkali tapi aku tidak menyadarinya?"

 "Aku sepertinya harus memikirkan sesuatu agar bisa dekat dengannya," gumam Embun dalam hati dengan senyum kecil di wajahnya.

BAB 14 MENYUKAIMU

Embun lagsung menghapus pesan yang dikirimkan oleh Rea dan mengembalikan ponsel Rain yang dipinjamnya tadi. "Makasih ya," ucapnya dengan senyum cerah di wajahnya. 

"Sama-sama," jawab Rain seraya menerima ponselnya.

Embun terlihat tersenyum-senyum sendiri, membuat Rain sampai mengernyitkan dahinya karena heran.

"Ponsel kamu gimana? Tante Jo mau datang buat ngambilin nggak?" tanya Rain.

"Hah, apa? Ponsel? Tidak, aku tidak masalah jika Mami tidak mau mengambilnya, terserah kalau ponselnya disita," jawab Embun masih dengan senyum mengembang di bibirnya. 

Rain semakin merasa aneh dengan sikap Embun, tadi gadis itu datang marah-marah tapi setelah meminjam ponselnya sekarang dia enyum-senyum. Rain menatap ponselnya dan bertanya-tanya siapa yang dihubungi oleh Embun sampai mood gadis itu bisa berubah sangat cepat. 

-

-

-

-

Keesokan harinya, bak detektif terkenal. Embun diam-diam memerhatikan Bening, Ia bahkan mengikuti kemana pun kembarannya itu pergi. Baik ke kantin, kamar kecil, bahkan ketaman Embun mengawasinya. Intinya dia ingin tahu apa saja kebiasaan Bening, bahkan saat Bening kedapatan mendaftar ekstrakulikuler jurnalistik, Embun juga mendaftar agar bisa terus mengawasi saudarinya itu.

"Ah, lelah juga." Embun kembali ke kelas setelah beberapa waktu mengawasi Bening karena jam pelajarannya akan dimulai.

Embun melihat Rain yang tertidur berbantal lengan di atas meja. Ia pun ikut duduk dan menatap wajah Rain. Embun memiringkan kepala, menatap lekat wajah Rain yang ternyata jika dilihat begitu sangat tampan.

"Kenapa aku merasa dia tampan?" 

Embun bergumam dalam hati, dan tak disadarinya bibirnya tersenyum sendiri. Hingga tiba-tiba Rain membuka mata, Embun buru-buru membuka buku dan berpura-pura membaca.

"Apa kelas sudah akan dimulai?" tanya Rain seraya mengucek mata tak menyadari kalau tadi Embun memandanginya begitu lama. 

Embun hanya melirik Rain sekilas, kemudian menjawab pertanyaan cowok itu. "Belum, sepertinya para guru sibuk rapat."

"Oh ..." Hanya kata itu yang keluar dari bibir Rain karena sebenarnya masih mengantuk. Keningnya mengernyit mendapati Embun membaca buku dengan posisi terbalik. Tanpa berpikir aneh-aneh, Rain membalik buku itu dan kembali menguap. 

"Kamu ngapain sih semalam? Apa kamu tidur larut malam? kenapa jam segini sudah tidur lagi dan masih ngantuk," tanya Embun mencoba mengalihkan rasa salah tingkahnya. 

"Aku nonton bola," ucap Rain yang kembali merebahkan kepalanya ke meja. 

Siang itu karena guru yang seharusnya mengajar sedang rapat. Para siswa di kelas pun hanya mengerjakan tugas yang diberikan. Rain lumayan cepat menyelesaikan tugasnya, bahkan dalam hitungan menit, cowok itu sudah selesai padahal semua temannya masih sibuk mengerjakan. 

"Cepat banget?" Embun keheranan, dan malah merasa kalau Rain asal-asalan saja memgerjakannya. 

"Sudah biasa, biar bisa cepat pergi main," ujar Rain.

Embun menghentikan gerakan tangan, lantas menatap Rain yang memang tipikal remaja santai dan seperti tak memiliki beban itu. 

"Apa kamu sebelum pindah ke Jogja juga seperti ini?" tanya Embun yang merasa penasaran.

"Seperti ini bagaimana?" tanya Rain membalas pertanyaan Embun.

"Selalu bersikap tenang, sok cool, santai," ujar Embun ingin memuji tapi juga diselipi nada ejekan.

Rain akhirnya bercerita bagaimana dia di rumah, karena kedua orangtuanya selalu sibuk bekerja, membuat Rain bersikap sesuka hati. Namun, tak lantas bebas karena sang mama juga diam-diam mengawasi, memberi syarat jika Rain menginginkan sesuatu.

Ternyata Embun juga sama, tapi Embun masih diawasi karena Jojo sangat menyayangi dan tak ingin putrinya itu salah pergaulan. Hingga tanpa sadar keduanya bercerita bagaimana kehidupan mereka dulu sebelum pindah ke Jogja. 

Lama kelamaan, Rain dan Embun jauh lebih dekat, selain mereka duduk satu meja, itu juga karena mereka selalu berangkat dan pulang bersama, apa lagi tinggal di satu atap.

-

-

-

-

TOK! TOK! TOK!

Embun mengetuk pintu kamar Rain, dalam dekapannya sudah ada buku pelajaran fisika miliknya. 

"Masuk!" Suara Rain terdengar mengizinkannya. 

Embun membuka pintu dan menyembulkan kepala dari balik pintu sebelum masuk. "Rain, belajar fisika bareng mau nggak?" tanyanya. 

Rain yang melihat Embun sudah membawa buku pun meminta gadis  itu masuk dan menjawab dengan kata mau. Mereka pun akhirnya belajar bersama di kamar Rain, membahas pelajaran yang tadi didapat di sekolah. Hingga ponsel Rain berdering, dan nama sang mama terpampang di sana.

"Bentar, ya!" Rain memilih berdiri dan menjawab panggilan dari Bianca-mamanya. 

"Halo."

Embun terus menatap Rain yang sedang menjawab panggilan dari tempatnya duduk, sedangkan Rain sudah pindah duduk di tepian ranjang.

"Oh, Mama udah dapat tempat. Oke," ucap Rain setelah mendengar Bianca berbicara. "Aku kasih tahu tante Jojo dulu." Rain bangkit dan  keluar dari kamar untuk menemui wanita yang paling disayangi Embun itu. 

Embun terkejut mendengar ucapan Rain, tiba-tiba rasanya dia tidak rela jika cowok itu pindah dari apartemen. Embun langsung berdiri dan mengekor Rain yang menemui dan memberikan ponselnya pada sang mami. 

"Ini mama, katanya mau omong sama Tante," ucap Rain sambil memberikan ponsel pada Jojo.

"Halo." Jojo langsung menjawab panggilan Bianca.

"Halo, maaf sudah merepotkanmu. Aku sudah mendapatkan tempat tinggal untuk Rain. Jadi dia bisa pindah dari sana, maaf kalau sudah merepotkan beberapa waktu ini," ujar Bianca dari seberang panggilan.

"Oh, begitu. Baaiklah! Nanti aku akan membantu Rain saat pindah, sebenarnya tidak merepotkan, Rain anak yang mandiri," balas Jojo.

"Belum tahu saja kelakuan aslinya." Bianca malah seolah menolak pujian Jojo ke sang putra. "Baiklah, terima kasih banyak atas bantuannya, maaf jika terlalu lama, karena kesibukan pekerjaan di sini."

Setelah membalas ucapan Bianca lagi, Jojo pun mengakhiri panggilan dan mengembalikan ponsel milik Rain.

"Kapan rencananya kamu mau pindah? Bilang aja, nanti Tante bantu." Jojo menawarkan diri.

"Kalau boleh, nanti aku pikirkan dulu ya, Tan. 'Kan aku juga belum berkemas juga,"ujar Rain. 

Embun yang sedari tadi mematung mendengarkan dan melihat apa yang terjadi di sana, entah kenapa menjadi merasa tidak rela jika Rain pindah, hingga dia terlihat cemberut.

"Rain, kamu beneran mau pindah?" tanya Embun ketika mereka sudah kembali ke kamar untuk melanjutkan belajar.

"Hem ... mama udah dapat tempat tinggal untukku," jawab Rain santai.

"Rain, apa nggak enak di sini aja?" tanya Embun yang sebenarnya ingin merayu Rain agar tidak jadi pindah.

"Nggak enak sama tante Jojo dan kamu," jawab Rain.

"Nggak enakan mana sama tinggal sendiri? Kalau di sini, makan kamu terjamin, kalau ada apa-apa juga ada yang urus, lalu--"

Belum juga Embun selesai menyampaikan semua kata-kata di dalam otaknya untuk membujuk Rain agar tidak jadi pindah, ponsel Rain berderit dan sebuah pesan terlihat masuk.

Rain langsung membaca pesan yang nomornya tidak tersimpan di dalam kontaknya. 

[Ini Embun, ya?]

[Tadi mama telpon dan tanya, apa aku ketemu kamu. Katanya kamu di Jogja.]

[Katanya semalam kamu minta foto aku, ya?]

[Aku pengen ketemu kamu]

Rain mengernyitkan dahi membaca pesan itu, apa nomor ini yang semalam dihubungi oleh Embun? Rain menatap Embun yang terlihat terus memandanginya. 

"Bu... "

"Rain! Rain Rain go away, jangan pindah ya! Aku menyukaimu," Ucap Embun dengan mimik serius di wajahnya. 

Bagi Embun yang sudah lama tinggal di luar negeri, kata suka adalah hal yang wajar diucapkan jika memang menyukai seseorang, tapi bagi Rain kata suka diartikan lain. Suka di sini Rain anggap berarti sebuah ketertarikan kepada lawan jenis.

"Kamu menyukaiku?" 

Pertanyaan Rain diamini dengan anggukan kepala oleh Embun. 

BAB 15 AKHIRNYA BERTEMU

Rain sangat bahagia mendengar ucapan Embun, ternyata gadis itu diam-diam menyukainya. Namun, sebenarnya Rain salah persepsi karena yang dimaksud Embun bukanlah sayang karena cinta.

"Oh, ini ada yang mengirimkan pesan." Rain menyodorkan ponselnya pada Embun.

Embun pun sedikit heran dan menerima ponsel dari cowok itu, melihat pesan yang terpampang pada layarnya membuat Embun seketika merasa bahagia.

Embun berteriak kegirangan seperti baru saja memenangkan lotre. Bahkan tanpa sadar gadis itu meloncat dan memeluk Rain karena sangat bahagia mendapat pesan dari Bening yang mengajaknya bertemu.

"Rain!ini seperti mimpi!" 

Embun masih saja memeluk cowok itu karena bahagia. Hal ini membuat Rain semakin salah paham dengan sikapnya, hati Rain semakin berbunga-bunga karena mendapat pelukan dari gadis itu.

"Aku pinjam bentar, ya Rain!" 

Embun kembali meminjam ponsel cowok itu, dia mengetik pesan untuk membalas pesan saudara kembarnya. Embun mengajak Bening bertemu setelah jam pelajaran selesai besok, karena jika bertemu sebelum jam pelajaran dimulai dia takut tidak akan bisa fokus menerima pelajaran. 

-

-

-

Sebelum tidur, Embun masih saja mengulas senyum karena tidak bisa menyembunyikan kebahagiaannya.

"Kamu kenapa? Senyum-senyum terus! Udah tidur!" perintah Jojo.

"Mi, tahu nggak!" Embun langsung memiringkan posisi tidur dan menatap pada sang mami. 

"Enggak!" Tanpa dosa Jojo langsung menjawab dengan satu kata itu.

"Ish, Mami. Makanya aku kasih tahu!" 

Jojo hanya berdeham, lantas bersiap mendengar apa yang ingin diceritakan oleh putrinya. "Apa?"

"Besok aku mau ketemu Bening, dia cantik lho, Mi! Kayak aku, tapi beda sih, wajah kami tidak mirip. Pokoknya aku senang, akhirnya bisa ketemu dia," ujar Embun bercerita dengan semangat empat lima. 

Jojo hanya bisa mendengarkan dan tersenyum, sesekali dia membelai pipi putrinya. Wanita itu melihat jelas kebahagiaan yang terpancar dari wajah putrinya. 

-

-

-

Rain terjaga saat malam hari. Ia merasa haus dan pergi ke dapur untuk mengambil minum. Tak dia sangka ternyata Jojo juga ada di dapur, hal inu membuat Rain merasa ingin bertanya soal Embun yang sangat bahagia mendapat balasan pesan yang dikirimkan seseorang ke ponselnya tadi.

"Eh, Rain. Belum tidur?" tanya Jojo ketika melihat Rain di dapur juga.

"Sudah tapi kebangun tante. Haus." Rain mengambil botol berisi air dingin yang berada di kulkas, sebelum akhirnya memberanikan diri bertanya. 

"Oh ya, Tante jo, Aku mau tanya sesuatu boleh ga?" Rain menatap Jojo yang baru saja selesai minum.

"Tanya apa?"

"Itu, kemarin Embun pinjam ponselku, lalu tadi ada yang balas. Aku nggak tahu siapa, tapi Embun kok seneng banget, apa tante tahu kemungkinan pesan itu dari siapa?" tanya Rain.

"Pesan? Coba Tante lihat pesannya!" pinta Jojo.

Rain mengangguk, lantas kembali ke kamar untuk mengambil ponsel dan memperlihatkan pesan yang dikirim ke nomornya yang membuat Embun bahagia tadi. 

Jojo membaca pesan itu, hingga tersenyum dan memberitahu kalau itu pesan dari Bening, saudara kembar Embun.

"Oh, jadi ini saudara kembarnya. Tapi, kok wajah mereka berbeda, ya?" tanya Rain yang tidak bisa menyembunyikan rasa penasaran di hatinya. 

Jojo akhirnya bercerita kalau tenyata Embun dan Bening memang terlahir dari satu rahim tapi dengan ayah yang berbeda, semua itu terjadi karena kesalahan medis. Rain pun menganggukkan kepala meskipun masih kurang mengerti. Dia juga tidak tahu kalau itu hanyalah sebuah kebohongan

-

-

Hari berikutnya, saat pulang sekolah. Embun dipanggil ke ruang BK karena masalah ponsel. 

"Orangtuamu tidak ada yang mau mengambil?" tanya sang guru BK. 

"Tidak ada, Bu." Embun terlihat santai menanggapi pertanyaan gurunya. 

"Ya sudah, kamu buat aja surat pernyataan, menjelaskan kalau tidak akan mengulangi kesalahan lagi!" perintah guru BK seraya menyodorkan selembar kertas folio dan pulpen."Lagi pula kamu anak baru dan kejadian itu di hari pertama kamu masuk sekolah, jadi saya maklumi."

"Aduh, Bu. Tidak dikembalikan juga tidak apa-apa, kok." Dengan santainya Embun tak memikirkan soal ponselnya lagi.

Guru BK-nya pun langsung terkejut dengan sikap Embun, bagaimana bisa ponsel disita malah tidak mau dikembalikan. Jika anak lain pasti sudah mengiba sejak awal untuk dikembalikan. 

"Anak ini!" gerutu guru BK.

-

-

-

Sementara Embun dipanggil ke ruang BK, ternyata Bening sudah menunggnya di gerbang sekolah seperti yang sudah dijanjikan. Ia tampak menengok pada jam tangan berulang kali karena Embun tak kunjung juga datang.

"Aku telpon saja, deh." 

Bening menekan nomor ponsel Rain, karena tidak tahu kalau itu adalah nomor telepon Embun. Hingga saat panggilan itu tersambung, Bening terkejut karena yang menjawab suara seorang cowok.

"Halo, ini ponsel Embun bukan, ya?" tanya Bening yang bingung.

"Oh ... dia meminjam ponselku." 

Rain bicara dari seberang panggilan sambil berjalan menuju gerbang, Bening yang melihat Rain dan mendengar cowok itu berbicara di telepon pun mengernyitkan keningnya. 

Bening terlihat senang karena sadar jika lawan bicaranya adalah Rain, cowok yang ditaksirnya. Hingga saat Rain sampai di hadapan Bening, mereka saling mengakhiri panggilan.

"Kok kamu?" tanya Bening heran tapi bibirnya terlihat tersenyum. 

"Embun kemarin mengirim pesan menggunakan ponselku," jawab Rain.

"Kok bisa?" Bening keheranan karena Rain mengenal Embun dan lagi saudara kembarnya itu bisa memakai ponsel milik cowok itu. 

"Itu--" 

Belum juga Rain menjawab, ternyata Embun sudah datang, gadis itu berlari dan lantas berjalan pelan-pelan setelah dekat, dan untuk pertama kalinya setelah sekian tahun, Embun dan Bening bertemu. Keduanya saling mentap dalam waktu yang lumayan lama, seakan tak tahu harus bagaimana dan berbicara apa. 

 

BAB 16 APA PUNYA PACAR?

Bening dan Embun menatap wajah satu sama lain, keduanya malah tampak canggung dan tak tahu harus bagaimana, Bening mengulurkan tangan untuk bersalaman, tapi Embun melebarkan lengan untuk memeluk, dan saat Bening ingin memeluk, Embun mengulurkan tangan. Hingga keduanya tertawa bersamaan, lantas saling memeluk.

"Bagaimana kalau kita pergi ke kafe, biar lebih enak ngobrolnya!" ajak Bening.

"Boleh." Embun begitu senang, bahkan tak melepas genggaman tangannya ke Bening. 

"Rain, apa kamu mau ikut?" ajak Embun menoleh pada Rain.

"Tidak usah, aku pulang duluan saja," tolak Rain dengan seulas senyum, dia sampai menggaruk kepalanya yang tidak gatal karena canggung. Rain hanya tak ingin mengganggu Embun dan Bening yang baru pertama kali bertemu. 

Akhirnya Embun dan Bening pergi, sedangkan Rain pulang dan berjalan ke arah yang berlawanan dengan kedua gadis itu. 

-

-

-

Bening dan Embun sekarang sudah berada di kafe yang jaraknya tak begitu jauh dari sekolah mereka. Keduanya menceritakan keseharian dan juga keadaan masing-masing sebelum pindah ke Jogja, mereka langsung terlihat akrab meski baru bertemu setelah belasan tahun.

"Aku masih tidak percaya kalau kita kembar, tapi wajah kita begitu berbeda," ujar Bening yang masih tak habis pikir. 

Dia dan Embun baru saja membandingkan wajah, sampai-sampai membuat pengunjung lain keheranan.

"Aku juga heran." Embun pun berpikir. Seakan tak percaya dengan cerita orang tua mereka, Embun dan Bening sibuk berpikir tentang kesalahan medis yang membuat mereka lahir. Bahkan keduanya membuka gulugulu dan mencari jika mungkin ada kejadian sama seperti mereka, dan jawabannya ada. Namun, rata-rata karena si wanita berselingkuh dengan pria yang bukan suaminya. 

"Ah .... apaan sih ga jelas!" gerutu Bening meminta Embun berhenti membaca artikel yang mereka dapat. 

Setelah berbincang dan sejenak melupakan pembahasan tentang wajah dan asal usul mereka, Embun pun berpamitan karena hari sudah sore.

"Bu, minta nomor kamu, dong!" pinta Bening seraya menyodorkan ponselnya.

Embun pun mengambil ponsel dari tangan Bening, lantas memasukkan nomornya.

"Sudah, nih!"

"Makasih."

Bening tersenyum lebar mendapat nomor Embun, sedangkan Embun  melakukan panggilan agar nomor Bening masuk ke ponselnya. 

"Eh, kamu kok bisa kenal Rain?" tanya Bening yang penasaran, tapi lupa untuk bertanya sejak tadi. 

"Kami satu apartemen," jawab Embun yang tak menjelaskan detailnya kalau mereka tinggal di satu unit yang sama. 

Bening hanya mengangguk-angguk pelan. Setelah itu mereka pun berpamitan, berjanji bertemu di sekolah pada esok hari dan mengobrol lagi. 

-

-

-

Malam itu, Rain sedang belajar seperti biasa saat ponselnya berdering, dan sang mama menghubunginya. 

"Halo, Ma!" sapa Rain begitu menjawab panggilan itu.

"Rain, kamu belum pindah?" tanya Bianca dari seberang panggilan. "Pengurus apartemen yang mama sewa bertanya, kok kamu belum ke sana," imbuh Bianca.

Rain tampak bingung, sampai menggaruk tengkuk kepalanya kasar. "Sebenarnya aku mau pindah, Ma. Tapi aku masih bingung," jawab Rain.

"Kenapa?" tanya Bianca yang terdengar terkejut dari seberang panggilan.

Embun yang masuk ke kamar Rain karena ingin belajar bersama pun, tanpa sengaja mendengar percakapan Rain dan Bianca. Tentu saja Embun masih tak setuju kalau Rain pindah dari sana. 

Embun berjalam cepat, hingga menyambar ponsel Rain dan langsung berbicara pada Bianca.

"Halo, Tante!" sapa Embun langsung. "Tante, Rain tidak usah pindah, ya! Biar dia di sini aja!" ujar Embun penuh harap.

Rain begitu terkejut karena Embun mengambil ponsel bahkan langsung berbicara pada mamanya. Bianca sendiri juga terkejut, kenapa putri Jojo itu menginginkan putranya tetap tinggal.

"Eh, Bu. Kembalikan ponselnya!" Rain mencoba mengambil ponsel tapi terus dihalangi dengan satu tangan lain oleh Embun.

 "Embun, berikan!" Rain masih mencoba merebut, bahkan sampai tanpa sadar memeluk gadis itu dari belakang.

"Sudah selesai!" Embun menoleh ke Rain yang masih memeluknya, mencibir sambil memerlihatkan panggilan yang sudah berakhir.

Rain menatap ponsel yang ada di tangan Embun, hingga sadar kalau dia sedang memeluk gadis itu. Rain secepat kilat melepas kemudian mengambil ponsel dari tangan Embun sebelum gadis itu sadar pipinya merona.

"Mama bilang apa?" tanya Rain.

"Tanya sendiri aja lagi," jawab Embun yang kemudian menjulurkan lidah untuk mengejek.

Rain tertawa kecil melihat tingkah Embun, hingga menatap lekat wajah gadis itu.

"Bu, apa kamu sudah punya pacar?" tanya Rain tiba-tiba.

Embun terkejut mendengar pertanyaan Rain. "Aku pernah menyukai cowok saat di Australia, tapi sepertinya cuma aku yang suka," batin Embun. Gadis itu menjawab pertanyaan Rain hanya dengan sebuah gelengan kepala, yang artinya tidak punya.

Rain tersenyum kecil mendengar jawaban Embun, entah apa yang ada dipikirkan cowok itu sekarang. 

***

Pagi harinya, Embun mengajak Rain cepat-cepat berangkat sekolah, tentu saja alasannya agar dia bisa bertemu Bening lebih awal.

"Ih, Rain. Kok lama, ayolah!" Embun menarik tangan Rain, bahkan sampai menggandeng lengan cowok itu.

Rain senang-senang saja diperlakukan seperti itu oleh Embun, apalagi gadis itu mencengkeram erat seakan dirinya takut terlepas.

-

-

Sementara itu, di rumahnya Lintang Gutama—sepupu Rain, merengek kepada kedua orangtuanya agar diizinkan pindah sekolah ke Jogja bersama Rain.

"Ma, Pa. Ayolah! Boleh, ya!" bujuk cowok yang lebih suka dipanggil Gama itu penuh harap.

"Buat apa, sih? Bukannya sudah enak di sini, sekolah dan tinggal sama Mama dan papa," kata Felisya-mamanya. 

"Biar sekalian kalau lulus nanti, aku bisa langsung kuliah di Jogja juga." Gama masih mencoba membujuk kedua orangtuanya.

Tama dan Felisya saling tatap, hingga kemudian kompak menggeleng tanda tak setuju. Apa lagi dia sudah kelas 3 SMA, berbeda dengan Rain yang bandel dan pernah sekali tidak naik kelas. 

Gama menggelembungkan kedua pipinya, pokoknya dia bertekad agar bisa pergi ke Jogja. Bahkan, dia berencana meminta tolong Skala dan Bianca agar mau membantu membujuk kedua orangtuanya agar setuju.

Sebenarnya Gama ke sana bukan untuk sekedar belajar dan dekat dengan Rain. Ia bersikukuh ingin ke Jogja karena hendak menemui seseorang yang sering berbalas pesan dan dikenalnya lewat aplikasi pencarian cinta. Gama baru saja tahu kalau temannya itu ternyata tinggal di Jogja dan satu sekolah dengan Rain.

 

BAB 17 LOLOLOVE

Beberapa menit kemudian, Embun dan Rain sampai di sekolah. Embun langsung melepas lengan Rain yang sedari tadi dia pegang ketika melihat Bening menunggu di depan gerbang.

"Pagi!" sapa Bening ketika melihat Rain berjalan ke arahnya.

"Pagi," balas Rain. "Bu, aku ke kelas dulu." Pamit Rain pada Embun.

"Oke!" Embun menganggukkan kepalanya dan melambaikan tangan. 

Bening menatap Embun dan Rain bergantian, dia merasa saudara kembarnya dan cowok yang ditaksirnya itu terlihat sangat akrab. Namun, Bening mencoba mengabaikan mengingat dia juga belum terlalu mengenal Embun.

"Udah sarapan belum? Sarapan yuk!" ajak Bening yang langsung menarik tangan Embun menuju kantin.

Embun tidak menolak ajakan Bening, karena tentu saja dia senang bisa menemani dan berlama-lama bersama saudaranya itu.

_

_

_

Keduanya duduk di kantin dan sudah memesan makanan untuk mengisi perut mereka. Embun jelas sudah sarapan, tapi demi Bening, dia rela makan untuk kedua kalinya.

"Aku tuh bosan makan di rumah," keluh Bening.

"Kenapa?" tanya Embun yang keheranan, apalagi ketika melihat wajah Bening yang tertekuk kesal. 

"Gimana nggak bosan, bu dhe Anisa kalau nggak masak pasti beli nasi gudeg lagi nasi gudeg lagi, hampir tiap hari aku makan gudeg, sampai wajahku kayak nasi gudeg," keluh Bening sambil mengerucutkan bibir.

Embun sendiri menahan tawa mendengar saudaranya itu berkeluh kesah.

"Tapi, gudeg 'kan manis. Kayak kamu." 

Ucapan Embun sukses membuat Bening tertawa, hingga melupakan rasa kesalnya.

"Besok aku bawain masakan mamiku, kamu mau nggak?" tanya Embun.

"Benarkah? Tentu saja aku mau," jawab Bening antusias, setidaknya dia tidak akan makan nasi gudeg lagi setiap hari.

"Oke, mulai besok akan aku bawakan masakan mami buat kamu."

Mereka pun mengobrol sembari menyantap sarapan yang sudah disajikan oleh ibu kantin, baik Embun maupun Bening tampak menikmati kebersamaan mereka. Hingga saat mereka masih asyik berbincang, sebuah notifikasi pesan terpampang di layar ponsel Embun, gadis itu pun langsung membuka dan membaca pesan yang didapatnya. 

Ternyata Embun menerima pesan dari sebuah aplikasi pertemanan bernama 'Lololove'. Ia sudah menggunakan aplikasi itu lebih dari enam bulan ini, dan Embun memiliki teman yang berasal dari Indonesia. 

Gama Gutama nama akun teman Embun nampak mengirimkan pesan kepadanya, gadis itu lebih suka memanggil teman berbalas pesannya itu dengan nama 'GG' (Gege), sedangkan Embun sendiri menggunakan nama akun Bubu.

[Bagaimana kabarmu?]

[Apa kamu sudah di sekolah?]

[Selamat belajar]

[Semangat!]

Embun tersenyum membaca pesan chat yang dikirimkan GG kepadanya lewat aplikasi Lolove itu, hingga kemudian dia membalas pesan itu.

[Aku baik, terima kasih untuk semangat paginya]

Bening memerhatikan Embun yang terus tersenyum dan terlihat begitu bahagia, hingga jiwa keponya pun muncul.

"Siapa, Bu?" tanya Bening dengan sedikit melongok ponsel Embun.

"Oh, dia temanku. Aku mengenalnya lewat aplikasi Lolove," jawab Embun yang kemudian meletakkan ponsel agar bisa kembali menyantap sarapannya.

"Kamu pakai aplikasi gituan?" tanya Bening heran. Meski Lololove terkenal, tapi Bening tidak pernah berniat mengunduhnya. 

Embun pun menghentikan mengunyah makanannya dan meraih kembali ponselnya. Dia memerlihatkan fitur aplikasi itu ke Bening.

"Apa aplikasi ini tidak populer di sini?" tanya Embun keheranan. 

"Entahlah, tapi aku sih nggak pernah pakai yang begituan," balas Bening. "Takut menipu, terkadang yang dipasang fotonya manis, cute, tampan. Eh, ternyata aslinya om-om, 'kan mengecewakan."

"Coba ...  bagaimana kalau temanmu itu om-om?" tanya Bening kemudian.

Tentu saja pertanyaan Bening membuat Embun yang tengah meminum teh langsung tersedak, dia kemudian menatap saudarinya itu dengan raut keterkejutan. 

Bening memasang muka serius, dia terus menduga kalau teman suadara kembarnya yang bernama GG tadi adalah om-om, hingga Embun terbahak dan membuat Bening heran.

"Ih, kamu ini. Bagaimana kalau benar om-om?" tanya Bening lagi.

Baru saja Embun ingin menjawab, tapi bel masuk sudah berbunyi. Embun pun buru-buru mematikan ponselnya agar tidak ketahuan guru lagi. Gadis itu tidak ingin ponselnya terkena sita untuk yang kedua kali. 

***

Embun pun masuk ke kelasnya. Matanya tertuju pada Rain yang sudah duduk di bangku mereka. Masih dengan senyuman di bibirnya, Embun pun duduk. Ia tiba-tiba saja tertawa sendiri saat mengingat ucapan dan dugaan Bening soal temannya yang bernama GG tadi. 

"Kenapa kamu? Datang-datang tertawa seperti orang gila, kesambet?"Rain menatap Embun curiga. 

"Nih, susu!" Bukannya menjawab pertanyaan Rain, Embun malah meletakkan susu kotak yang sengaja dibelinya di depan cowok itu. 

Rain mendesau pelan karena Embun tidak menjawab pertanyaannya dan malah menyodorkan susu kepadanya, hingga akhirnya Rain memilih meraih dan meminum susu itu. 

Namun, baru saja beberapa sesapan Rain meminumnya, Embun tiba-tiba saja merebut kotak susu yang berada di tangannya itu dan berucap-

"Minta dikit ya Rain!"

Tentu saja hal itu membuat Rain terkejut, apalagi Embun langsung meminum dari sedotan bekas bibirnya. Rain sampai menyentuh bibirnya sendiri saat melihat Embun menyesapnya dengan santai.

"It-itu." Rain ingin mencegah tapi Embun seakan tak peduli.

"Makasih ya! ternyata enak juga," ucap Embun sambil mengembalikan susu milik teman sebangkunya itu. 

Rain pun tidak bisa bicara apa-apa lagi, cowok itu hanya bisa menganggukkan kepalanya pelan dan kebingungan. Sementara itu, Embun masih bersikap santai, dia mengeluarkan buku pelajarannya sambil bersenandung lirih, tidak merasa bahwa sikapnya membuat jantung Rain berdetak tak karuan.

 

BAB 18 APA KAMU MAU?

“Rain … hujan!”

Embun yang sejak tadi menyandarkan kepalanya di bangku pun menegakkan badan, bibirnya nampak tersenyum melihat ke arah jendela yang berada di samping Rain. Kebetulan guru mereka keluar dan seperti biasa teman-temannya yang lain sibuk mengobrol dan bahkan makan di dalam kelas, padahal tugas dari guru mereka belum juga terselesaikan. Karena jam perlajaran terakhir, mereka berencana kompak berkata tugas itu belum selesai agar dijadikan PR.

“Apa kamu tidak pernah melihat hujan, sepertinya kamu senang sekali,” cibir Rain sambil menggoreskan pulpen ke bukunya, mengerjakan tugasnya.

“Hem … aku menyukai rain (hujan).”

DEG

Dada Rain kembali berdetak tak karuan, ia meletakkan pulpennya dan menatap Embun yang masih terus memandangi rintik hujan di luar sana.

Bel tanda berakhirnya pelajaran hari itu pun berbunyi, semua siswa pun benar-benar kompak meminta tugas tadi dijadikan PR saat guru mereka masuk kembali ke dalam kelas, mereka semakin bersorak kegirarangan karena sang guru mengiyakan permintaan mereka.

Embun dan Rain berjalan keluar kelas, beberapa dari teman mereka masih berdiri di koridor kelas untuk menunggu hujan reda, hingga beberapa siswa memilih melepas sepatu dan berlari ke tengah lapangan basket. Mata Embun terlihat membesar, gadis itu bahkan bertepuk tangan seperti anak kecil dan tertawa melihat teman-temannya bermain air hujan.

“Apa kamu ingin melakukannya?” tanya Rain.

“Melakukan apa?”

Rain melepas tasnya, dan meraih tas yang ada di pundak Embun. Cowok itu tersenyum lantas meraih pergelangan tangan Embun, menariknya berlari menerobos koridor dan melompat ke luar gedung, untuk bermain air hujan di tengah lapangan seperti teman-temannya yang lain.

Embun mendongakkan kepalanya, dia tak menyangka bermain air hujan saat usianya menginjak remaja masih menyenangkan. Apa lagi banyak temannya yang mulai ikut bergabung. Genangan yang ada di lapangan pun membuat siswa-siswa itu kembali seperti bocah berumur lima tahun.

“Rain, bukankah di Jogja banyak pantai?” tanya Embun yang sibuk mengerjabkan matanya karena tetesan air hujan dan rambutnya yang basah mulai menutupi sebagian wajahnya.

Rain pun mengangguk, menyingkirkan helaian rambut Embun yang basah ke belakang. “Kenapa?”

“Ayo kita ke sana!”

“Sepertinya kamu sangat menyukai air.” Rain mulai menyimpulkan.

“Hem … aku suka, sangat suka, dan Rain apa kamu tahu?”

“Apa?”

“Sepertinya saat hujan aku akan selalu mengingatmu.” Embun tersenyum semakin lebar apa lagi Rain menepuk kepalanya sambil ikut tersenyum.

Bening yang baru saja menyebrang dari kelasnya untuk menemui Embun nampak menepuk pundak dan tasnya yang terkena tetesan air, gadis itu menoleh ke arah mata para siswa lain memandang, dia melihat Embun dan Rain sedang berdiri berhadapan dengan tangan cowok itu masih berada di atas kepala saudara kembarnya.

“Embun!” teriak Bening. Panggilannya pun membuat Rain dan Embun menoleh.

“Ayo Rain, kita pulang!” ajak Embun dan berlari meninggalkan Rain yang lagi-lagi tertawa melihat tingkahnya.

“Bagaimana kalau kamu demam?” Bening terlihat cemas dengan kelakuan saudaranya. Namun, yang dikhawatirkan malah tertawa.

-

-

-

Hujan mulai reda, Rain dan Embun pun berjalan pulang dengan baju basah sambil menenteng sepatu mereka. Embun bahkan menggerak-gerakkan tangannya dan sesekali menendang genangan air di jalanan yang dia lewati. 

"Kamu kayaknya senang banget ketemu sama Bening," tanya Rain.

"Tentu saja, sudah bertahun-tahun kami tidak bertemu bahkan berkomunikasi, saat tahu aku memiliki saudara kembar rasanya seperti mimpi, dan entah kenapa aku merasa sangat sayang ke Bening meskipun kami baru saja bertemu,” jawab Embun panjang lebar. "Tapi ada hal lain juga yang membuat aku senang.”

"Hal lain, apa?" tanya Rain antusias, entah kenapa dia berharap Embun merasa senang karena bertemu dirinya.

"Aku akan kedatangan teman juga, dia bilang akan pindah sekolah ke Jogja buat ketemu aku," jawab Embun dengan wajah berseri.

"Teman? Cewek?" tanya Rain.

"Cowok."

Tentu saja jawaban Embun membuat Rain terkejut. Cowok? Apa artinya Embun menyukai cowok lain? Atau Embun disukai cowok lain? Pikiran Rain sudah sampai ke mana-mana. Ia bahkan sampai berhenti berjalan dan menatap punggung Embun yang berjalan melenggok ke kiri dan ke kanan dengan bersenandung riang.

“Rain, ayo!” Embun memalingkan badannya, bibirnya mengerucut karena Rain malah berhenti berjalan. “Rain rain go away come again another day.”

Karena nyanyian gadis itu Rain tertawa dan kembali melangkahkan kakinya untuk mendekat, dia berhenti tepat di depan Embun yang menatapnya dengan senyuman lebar.

“Rain apa kamu tahu? aku suka menyanyi seperti itu saat berada di Australia, dan entah kenapa lagu itu seperti mantra, saat mendung dan aku menyanyikannya hujan benar-benar tidak jadi turun. Dia benar-benar pergi.”

“Jadi apa kamu mau bilang kalau kamu sejenis avatar, apa kamu pengendali air hujan?” cibir Rain.

Embun mengingit bibir bawahnya dan tertawa. “Entahlah, yang pasti ada satu hujan yang aku ingin tidak akan pernah pergi dariku.”

Rain mengernyit kemudian bertanya, “Hujan apa?”

“Kamu, Rain!” Embun menggerakkan dagunya dan lagi-lagi tersenyum manis. 

Rain pun terdiam, matanya benar-benar menunjukkan bahwa dia menyukai gadis di hadapannya sekarang, hingga sebuah pertanyaan lolos begitu saja dari bibirnya. 

“Bu, apa kamu mau menjadi pacarku?”

 

BAB 19 KEDATANGAN GG

“Bu, apa kamu mau menjadi pacarku?”

Embun mematung, gadis itu menatap wajah Rain tak percaya. Bagaimana bisa teman satu bangkunya itu tiba-tiba saja mengajaknya berpacaran. Meskipun hampir satu kali dua puluh empat jam bersama, tapi Embun tak menyangka akan secepat ini hubungan yang akan dilalui mereka. 

"Pacar?" tanyanya. 

"Hem ... Aku menyukaimu."

Embun tersenyum lebar, hingga meraih tangan Rain sambil menganggukkan kepala.

"Aku juga menyukaimu." Embun menarik tangan Rain untuk kembali berjalan. 

"Jadi, apa kita pacaran?" tanya Rain penasaran. 

"Iya kita pacaran," jawab Embun malu-malu. 

_

_

_

_

Sementara itu, Gama yang tak henti-hentinya membujuk papa dan mamanya akhirnya diizinkan untuk pindah ke Jogja. Tama—ayah Gama bahkan sampai turun tangan meminta temannya mengatur masalah putranya yang akan pindah. Sedangkan Bianca meminta Gama untuk tinggal di apartemen yang seharusnya dipakai Rain, karena putranya benar-benar tak mau pindah dan mungkin jika ada sepupunya di sana Rain berubah pikiran. 

Hari itu Gama sudah sampai di Jogja, cowok berwajah tampan nan kalem itu mencoba menghubungi sang sepupu yang tentu saja masih tinggal di apartemen bersama Jojo dan Embun.

"Rain, gue sudah di Jogja." Gama yang baru saja sampai di apartemen, langsung menghubungi. 

"Benarkah? Gue pikir loe bohong," ledek Rain dari seberang panggilan.

Gama mencebik mendengar ucapan Rain.

"Mana ada bohong!" Gama membela diri. "Loe tinggal di mana?" tanya Gama kemudian.

"Loe mau ke sini? Gue kirimi alamatnya."

Gama mematikan panggilan dan menunggu Rain mengirimkan alamat yang dijanjikan. Setelah mendapatkannya, cowok itu langsung keluar untuk pergi ke apartemen di mana Rain tinggal. 

-

-

-

"Bu, Mami ke supermarket sebentar. Kamu mau ikut nggak?" tanya Jojo yang sudah bersiap pergi ke sang putri. 

"Nggak, Mi. Mau di rumah aja," jawab Embun tanpa menoleh, gadis itu hanya melambai tangan.

Jojo pun akhirnya pergi, meninggalkan Embun dan Rain di apartemen. 

Embun dan Rain yang sudah resmi jadian pun jelas lebih suka menghabiskan waktu berduan. Mereka bermain PlayStation bersama. 

"Rain, ngalah!" teriak Embun karena hampir kalah.

"Tidak akan!" jawab Rain yang tentu saja tak mau mengalah.

"Ih ... katanya sayang sama aku," cicit Embun mengeluarkan jurus yang biasa dijadikan alasan kebanyakan perempuan saat meminta pria mengalah. 

Rain pun tertawa, menepuk pucuk rambut Embun gemas. Mereka pun terus bermain, dan sesekali terdengar tertawa. Hingga Embun hampir kalah oleh Rain, membuat gadis itu berbuat curang mengganggu agar Rain kalah. Tangan embun memencet tombol stik milih Rain, membuat permainan cowok itu terganggu.

"Bu, jangan curang!" Rain masih mempertahankan permainannya.

Embun tak mau berhenti, gadis itu terus mengganggu hingga membuat Rain akhirnya kalah.

"Aku menang!" teriak Embun kegirangan.

"Curang! Ga fair!" protes Rain.

"Biarin, wek ...." Embun menjulurkan lidah untuk mengejek. 

Rain begitu gemas, hingga kemudian mengapit leher Embun dengan ketiaknya, bahkan mengusap kasar untuk mengacak-acak rambut gadis itu.

"Rain, rambutku berantakan!" Embun mencoba menghalau tangan Rain tapi gagal.

"Salah siapa curang, hm ...." Rain masih mengacak-acak rambut gadis yang lahir dan tumbuh di Australia itu. 

Embun tentu saja tak mau kalah, dia meraih rambut Rain dan meremasnya,hingga membuat cowok itu meringis.

"Bu, kenapa ngejambak?"

Bukannya melepas, Embun semakin meremas rambut Rain. Hingga keduanya terlibat saling adu jambak. Saat keduanya tengah asyik bercanda, suara bel pintu terdengar. Baik Embun maupun Rain langsung menoleh ke arah sana. 

"Bukain, sana!" perintah Rain yang sudah melepas rambut Embun.

"Siapa? Masa mami? kok mami cepat banget sudah pulang." Embun pun bangun dari posisinya.

Rain dan Embun berpikir kalau Jojo yang datang, membawa belanjaan banyak sehingga tidak bisa membuka pintu. 

Dengan rambut yang masih acak-acakan dan hanya mengenakan kaos buluk dan celana pendek kolor, Embun pun membuka pintu. Hingga gadis itu tertegun melihat siapa yang berdiri di hadapannya.

Gama yang langsung pergi ke apartemen tempat Rain tinggal, begitu terkejut melihat Embun di sana. Keduanya saling tatap, hingga menyadari sesuatu.

"Bubu?"

"Gege?"

Keduanya memanggil nama satu sama lain bersamaan. Embun yang baru sadar dengan penampilannya langsung lari masuk meninggalkan Gama di depan pintu. 

"Bu--" Gama hendak memanggil, tapi urung karena Embun sudah menghilang.

Embun langsung melompat dan bersembunyi di belakang Rain yang berdiri karena mendapat panggilan tak terjawab dari Gama, kepalanya masih menyembul ke arah pintu.

Rain kebingungan dengan sikap Embun, hingga kemudian menatap ke arah pintu dan melihat Gama berada di sana.

Melihat saudara sepupunya ada di dalam, Gama pun langsung masuk karena pintunya terbuka lebar. Cowok itu tersenyum dengan melirik ke arah Embun yang masih bersembunyi di belakang Rain.

"Kenapa?" tanya Rain keheranan.

"Tidak ada," jawab Gama dengan menahan tawa, merasa lucu dengan sikap Embun yang terlihat malu.

"Hai, Bu." Gama menyapa Embun yang masih bersembunyi.

Rain cukup terkejut ketika mendengar Gama menyapa Embun, hingga menoleh ke arah Embun yang masih bersembunyi dan kembali menatap sang sepupu. 

"Kok kalian kenal?" tanya Rain penasaran.

Gama hendak menjawab tapi lebih dulu terkejut ketika melihat Embun yang lari kalang kabut menuju kamar. Gadis itu terlalu malu jika dipandang dalam kondisi acak-acakkan seperti itu.

"Gue kenal dia dari aplikasi lolove. Nggak nyangka kalau bisa ketemu di sini," jawab Gama.

Rain pun mengajak duduk, hendak bertanya banyak hal pada saudaranya itu. Hingga beberapa menit berlalu, Embun keluar dengan memakai rok cantik, bahkan rambutnya tersisir rapi, sangat berbeda jauh dengan penampilanya tadi. Ini membuat Rain dan Gama menatapnya sampai tak berkedip, keduanya terpesona dengan penampilan gadis itu. Namun, Rain tampaknya merasa kesal dengan penampilan Embun.

"Cih ... pas berdua hanya pakai kaos buluk dengan celana belel, kenapa setelah bertemu Gama berubah jadi pakai rok secantik itu?" Rain menggerutu dalam hati. "Awas kamu Bu."

 

BAB 20 PERTANYAAN BENING

Mereka bertiga pun duduk bersama. Gama terus melihat ke arah Embun, dia merasa senang karena bisa bertemu teman online-nya di aplikasi Lolove itu. Rain yang merasa kalau Gama terus menatap Embun, akhirnya meminta gadis itu bergeser, sehingga dia bisa menutupi Embun dari Gama yang duduk di single sofa. 

"Eh, loe ngapain pindah ke sini? Nggak mungkin cuma kangen sama gue, 'kan?" tanya Rain menebak.

Gama tak langsung menjawab, dia melirik sekilas ke arah Embun yang juga menatapnya dengan mata yang berkedip-kedip lucu.

"Memang bukan kangen sama Loe, gue pindah marena ada janji yang harus gue tepati sama seseorang." Gama berbicara lalu melirik ke arah Embun.

"Udah gue duga," gumam Rain.

Gama menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal, cowok itu tersenyum canggung ketika Rain bergumam.

"Oh ya, loe nggak mau balik ke apartemen. Sekalian nemenin gue?"  tanya Gama.

"Nggak, ah." Rain menolak ajakan saudara sepupunya itu, lantas menoleh ke arah Embun, yang ternyata mengangguk memberi persetujuan atas ucapannya. 

Mereka masih mengobrol saat Jojo yang baru saja berbelanja pulang dan tersenyum melihat ada Gama di sana.

"Eh, teman kalian, ya." Jojo meletakkan barang belanjaan di meja makan kemudian menuju ruang tamu di mana ketiga ABG itu sedang berbincang. 

Rain pun memperkenalkan Gama pada Jojo, lantas menceritakan siapa Gama dan maksud kedatangannya ke sana. 

"Oh ... saudara sepupu kamu. Lalu apa kamu mau pindah Rain?" tanya Jojo.

Karena Jojo menanyakan hal itu, Rain tak enak hati dan akhirnya memutuskan pindah ke apartemen yang memang disewa mamanya. 

Embun cemberut melihat Rain mengemasi beberapa bajunya. 

"Rain, kenapa pindah?" 

Gadis itu membuntuti Rain masuk kamar, hal itu membuat Gama heran tapi tidak dengan Jojo. Baginya sikap Rain dan Embun masih wajar, lagi pula ada dia yang mengawasi. 

"Malam ini aku akan menemani Gama, besok aku akan ke sini lagi mengemasi barang-barangku," jawab Rain. 

"Tapi kamu udah janji ga akan pindah, kenapa sekarang pindah?"

Rain menghentikan kegiatannya memasukkan baju dan buku pelajarannya ke dalam tas, cowok itu mengusap pipi kiri Embun dengan tangan kanannya lalu mencubit gemas. 

"Kita bisa bersama terus di sekolah, bahkan kita satu bangku, kan?"

"Ah ... Rain." Embun menghentakkan kakinya manja. 

***

Pagi harinya Embun berangkat sendirian, dia bertemu Bening di depan kelas, seperti janjinya dia membawakan sarapan untuk saudaranya. Keduanya lantas duduk di bangku depan kelas. Bening bahkan tak sabar membuka bekal yang diberikan Embun dan terlihat memakannya dengan lahap. 

"Pagi!" sapa Rain yang baru datang.

Cowok itu langsung menepuk pelan pucuk kepala Embun, membuat gadis itu menatapnya dan memberikan senyuman lebar.

"Eh, mana Gama? Bukankah hari ini dia mulai masuk?" tanya Embun ketika tak melihat teman online-nya itu bersama sang pacar. 

"Lagi di ruang guru, ada beberapa berkas yang sedang dia urus," jawab Rain sambil menunjuk dengan matanya. 

"Owh." Embun menganggukkan kepalanya tanda mengerti. 

Sementara itu, Bening terus menatap Rain, merasa senang karena bisa melihat cowok itu dari dekat setiap hari.

"Oh ya, Rain. Apa kamu sudah punya pacar?" tanya Bening yang tatapannya tidak teralihkan dari cowok itu. 

Rain dan Embun pun terkejut bahkan saling pandang, mereka menatap Bening yang terlihat menunggu jawaban dari Rain. 

Rain hendak membuka mulutnya untuk bicara, tapi urung karena Gama lebih dulu menghampiri dan menyapa mereka.

"Hai!" sapaan Gama itu ditunjukkan pada Embun yang terlihat cantik dengan rambut ekor kudanya. 

"Hai!" balas Embun. "Kenalin, ini Bening  saudaraku. 

Embun berbisik pada Bening sebelum saudaranya itu menerima uluran tangan Gama. "Dia itu teman yang aku kenal di aplikasi Lololove, bukan om-om, 'kan?"

Bening pun melempar senyuman, begitu juga dengan Gama. 

"Oh ya, Gama ini saudara sepupu Rain," ucap Embun menjelaskan.

Bening hanya mengiakan, meski Gama tak kalah tampan dari Rain, tapi baginya lebih menarik Rain yang memiliki tampang sedikit bad boy, bagi Bening wajah Gama terlalu menggambarkan cowok baik-baik. 

_

_

_

Bel tanda jam pelajaran pertama dimulai pun berbunyi, Bening mengemasi bekal pemberian Embun dan segera berlari ke kelasnya, begitu juga Rain yang nampak membantu Embun berdiri. Gama yang memang satu tingkat di atas mereka juga melambaikan tangan dan berjalan pergi. 

Rain dan Embun sudah duduk di bangku dan mengeluarkan buku pelajaran. 

"Bu, kamu dengar apa yang ditanyakan oleh Bening 'kan tadi?" tanya Rain yang tadi tidak sempat menjawab.

"Iya," jawab Embun.

"Kalau Bening menanyakan itu lagi, bilang kalau kita adalah pacar."

Embun tersenyum mendengar ucapan Rain, lantas menyenggol pundak cowok itu dengan pundaknya. 

"Beneran lho! Awas nggak ngaku!" Rain memperingatkan, takut jika Embun tidak mau mengakui hubungan mereka di hadapan Bening.

"Iya, iya." 

"Semalam aku juga sudah bilang ke Gama kalau kamu adalah pacarku."

"Iya 'kah?"

"Uninstall saja aplikasi Lololovemu itu, bukankah orang yang sudah punya pacar sebaiknya tidak sering chatingan sama lawan jenis." 

Embun hanya tertawa geli karena Rain nampak sedikit sewot. 

"Apa kamu takut dari chatting jadi cheating?" (Cheating = selingkuh) goda Embun. 

"Hem.... "

 

BAB 21 BAWA BERSAMAMU

Sementata itu, Gama yang baru saja pindah sedang mengikuti jam pelajaran olahraga. Karena belum memiliki seragam, membuat Gama hanya duduk di tepian lapangan basket, dan melihat temannya yang lain. 

"Mereka sudah jadian, aku terlambat." 

Gama sedang memikirkan hubungan antara Rain dan Embun, dia tak menyangka kalau gadis itu akan berpacaran dengan sepupunya, padahal alasan terbesarnya pindah sekolah adalah untuk bisa lebih dekat dengan Embun. 

Bening baru saja dari kamar mandi dan melihat Gama sedang duduk sendirian di tepi lapangan basket. Gadis itu pun tersenyum dan mendekat. 

"Hei!" Bening mengagetkan Gama dari belakang, dengan cara menepuk keras kedua pundak cowok itu.

Gama yang terkejut pun langsung menoleh ke belakang, melihat Bening yang tertawa renyah karena sukses membuatnya kaget. Bukannya pergi, gadis itu malah duduk di sampingnya. 

"Eh, ini jam pelajaran, 'kan. Kenapa kamu berkeliaran di sini?" tanya Gama yang sempat menoleh ke arah kelas.

Bening hanya nyengir kuda saat mendengar pertanyaan Gama, hingga kemudian menatap lekat pada wajah cowok yang duduk di sampingnya itu.

"Kok aku ngerasa pernah lihat wajah kamu sebelumnya, tapi di mana, ya?" Bening terus mengamati wajah Gama, merasa sangat familiar dengan tampang cowok itu. "Kamu model, 'kan?" tanya Bening menebak.

Gama mengerutkan dahi, terkejut karena Bening tahu. 

"Kok ka-mu bi-sa tahu?" tanya Gama terbata tak percaya. 

"'Kan bener, aku merasa tidak asing dengan wajahmu. Papaku pemilik RBB Market," jawab Bening.

Gama semakin terkejut mendengar kalau papa Bening adalah pemilik lapak belanja online yang sangat terkenal di negara ini. 

"Bukankah kamu pernah jadi model salah satu brand pakaian? fotomu terpampang di halaman depan aplikasi RBB Market," ujar Bening.

Gama mengusap tengkuk dengan senyuman canggung, tak menyangka kalau bisa bertemu putri dari pemilik aplikasi belanja online itu di sini. 

"Wah ... ternyata kamu tipe cowok yang penuh rasa percaya diri. Aku yakin bekerja sebagai model membutuhkan keberanian dan kePDan yang tinggi, pantas Embun sepertinya menyukaimu."

"Menyukaiku?" Tanya Gama heran.

"Kalian masih suka ngobrol lewat Lololove kan?" 

Gama terdiam, karena sebenarnya setelah bertemu, dia dan Embun malah menjadi canggung. 

-

-

-

Jam istirahat pun tiba, Rain dan Embun tampak makan berdua di kantin, mereka berbincang dan terlihat sesekali tertawa kecil. 

Gama dan Bening datang bersamaan, Bening langsung bergabung bersama keduanya, sementara Gama berbelok untuk memesan makanan. 

"Kok baru keluar?" tanya Embun ketika Bening sudah duduk.

"Tadi nyelesaiin tugas," jawab Bening, gadis itu lantas menyambar makanan saudaranya dan menoleh ke arah Gama yang sedang memesan makanan. 

"Eh, Bu. malam Minggu ini kita nonton, yuk!" ajak Bening pada saudaranya setelah Gama mendekat dan duduk. 

"Ide bagus, jadi kita bisa sekali-kali main bareng," timpal Gama yang langsung mendapat anggukkan kepala dari Bening.

Embun dan rain saling pandang, mereka sebenarnya sudah membuat janji ingin kencan ke pantai minggu pagi, kalau Sabtunya pergi mereka takut sama-sama kelelahan, mengingat cuaca Jogja yang berubah-ubah tanpa bisa diprediksi. 

"Gimana ya ... ," kata Embun ragu karena takut Bening marah.

"Kita belum pernah pergi bareng, masa kamu tega nolak," ujar Bening yang memperlihatkan guratan kekecewaan di wajah. "Kita ini saudara, pergi bareng aja nggak pernah, masa kamu tega, Bu," ulang Bening.

Gama terkejut mendengar Bening menyebut Embun saudara, hingga cowok itu menatap Embun dan Bening secara bergantian.

"Kalian saudara?" tanya Gama seraya menunjuk Embun dan Bening bergantian.

Kedua gadis itu mengangguk bersamaan, hingga kemudian Bening menjelaskan semua tentangnya dan Embun, bahwa mereka adalah saudara kembar satu ibu beda ayah. 

Gama nampak terkejut, tapi berbeda dengan Rain yang memang sudah tahu akan hal itu. 

Karena tidak tega dengan Bening, akhirnya Embun mengedipkan mata ke arah Rain, memberi isyarat untuk mengiakan ajakan saudaranya itu. 

"Baiklah, Malam minggu ini kita jalan-jalan," ucap Embun yang membuat Bening merasa senang.

Mereka berempat pun berjalan ke arah kelas bersamaan. Embun dan Bening berjalan di depan, sedangkan Rain dan Gama tampak mengekor di belakang.

"Rain, nanti loe pulang ke mana?" tanya Gama tapi dengan suara pelan.

"Ke apartemen Embun dulu, masih ada barang-barang yang musti gue ambil, kenapa?" tanya Rain setelah menjawab. Cowok itu menatap punggung Embun yang berjalan di depannya. 

"Tidak ada, rasanya sepi aja kalau tinggal sendiri di sana," jawab Gama yang kemudian menepuk pundak Rain, sebelum dia masuk kelas karena kelasnya berada sebelum kelas Bening dan Rain. 

Bening juga masuk kelasnya, hingga kini Rain dan Embun berjalan bersama menuju kelas mereka sendiri.

"Oh ya, Bu. Aku nanti mau ke apartemenmu dulu setelah pulang sekolah untuk mengemasi barang-barangku yang masih tertinggal."

"Em ... "

"Kok cuma em sih." Rain mengacak-acak rambut bagian atas kepala Embun gemas.

Embun pun duduk di bangkunya begitu juga dengan Rain, gadis itu pun menolehkan badannya menghadap Rain dan berkata. 

"Rain buka tangan kananmu!" Pintanya. 

Rain pun melakukan apa yang Embun perintahkan, meskipun dengan raut wajah kebingungan. 

Gadis itu merogoh saku seragamnya seperti mengeluarkan sesuatu, lalu meletakkannya di atas telapak tangan Rain yang terbuka. 

Dengan wajah kebingungan Rain menatap telapak tangannya kemudian memandang heran gadis di sebelahnya itu. 

"Kamu boleh mengemasi semuanya, tapi jangan lupa bawa hatiku bersamamu," ucap Embun. 

Rain seketika merasa dibuat terbang melayang-layang, pipinya merona merah karena kalimat gombalan Embun. 

"Cih ...." Rain mendecih tak percaya. Entah kenapa dia merasa sangat bahagia hanya karena Embun melakukan hal konyol seperti itu kepadanya. 

"Kamu sepertinya sangat menyukaiku," ucap Rain. 

"Tentu saja, bahkan aku sudah jatuh cinta pada pandangan pertama saat melihatmu." Embun tersenyum manis, dan lagi-lagi membuat Rain tersipu. 

 

BAB 22 NONTON

Sabtu malam Minggu, Rain dan Gama menyusul Embun dan Bening ke Mall untuk menonton bioskop. Mereka terlihat senang. Rain dan Gama memilih membeli makanan dan minuman sebelum masuk. Sedangkan Embun dan Bening mengantri tiket.

"Kita dapat tempat duduk terbaik," ujar Embun seraya menunjukkan empat tiket yang dipegangnya.

Gadis itu senang karena mendapat tempat duduk berderet agar bisa bersisian satu sama lain. Mereka berempat pun masuk untuk menonton film dengan genre sesuai umur mereka. 

Bening mengambil kursi di sebelah Rain, membuat cowok itu duduk diantara gadis itu dan pacarnya, sedangkan Gama duduk di sebelah Embun.

Saat lampu dimatikan dan ruangan menjadi gelap, Rain meraih jemari Embun, dia sedikit mencondongkan kepala ke arah pacarnya itu, sedangkan Embun sendiri tersenyum dan membiarkan Rain menggenggam telapak tangan kirinya, sambil asik memakan popcorn yang dia pangku dengan tangan kanannya. 

Rain sesekali mengambil popcorn milik Embun, dengan terus tersenyum dan tatapan yang tak teralihkan dari layar bioskop. Gama yang menyadari kalau Rain dan Embun saling bergandengan tangan pun tidak terkejut, karena sudah tahu sepupunya itu memang berpacaran dengan gadis yang dia taksir. 

Bening sesekali melirik Rain yang duduk di sebelahnya, terlihat senyum kecil di wajah gadis itu. Hingga berpikir untuk menawari Rain popcorn miliknya.

"Rain, popcorn."

Rain yang terkejut lantas menoleh dan hanya mengulas senyum, menolak tawaran Bening dengan halus.

"Terima kasih, nanti saja," jawab Rain. 

Bening hanya mengangguk dan kembali fokus dengan film yang sedang diputar, gadis itu masih tidak tahu kalau hubungan Rain dan Embun sudah lebih dari sekadar teman. 

_
_
_
_

"Aku ke kamar kecil bentar, ya." Bening yang sudah tak tahan karena panggilan alam, langsung berlari menuju toilet begitu film selesai.

"Aku juga ke kamar kecil bentar." Rain ikut pamit dan pergi meninggalkan Embun dan Gama.

Gama dan Embun sendiri lantas menunggu di koridor yang tak jauh dari kamar mandi, keduanya berdiri bersisian, dan Embun tampak memainkan ujung sepatunya. 

"Oh ya Ge, kalian 'kan sepupu dan seumuran, kenapa kamu kelas tiga sedangkan Rain masih kelas dua?" tanya Embun menoleh pada Gama. 

"Rain tinggal kelas, dan itu juga karena tingkahnya sendiri," jawab Gama.

Embun mengernyitkan dahi, hingga tertarik untuk mendengar cerita yang lebih tentang Rain.

"Dia itu sebenarnya pintar, tapi sayangnya pemalas dan suka bolos, akibatnya tidak naik kelas." Gama bercerita sambil mengingat kenakalan sepupunya itu, bahkan dia sampai tertawa kecil saat berhenti bercerita.

Embun pun tertawa mendengar cerita Gama, dia tak menyangka Rain ternyata bad boy, badung dan bandel. 

"Kamu tahu? dia itu jagoan balap liar. Bahkan dia pindah sekolah ke Jogja adalah bentuk hukuman yang diberikan om Skala dan tante Bianca untuknya, mereka sudah kuwalahan menghadapi kenakalan Rain," ucap Gama lagi dan membuat Embun semakin terkejut.

"Kamu tahu snack citata dan mikurame? makanan yang paling digemari banyak orang di negara ini, pemilik pabriknya adalah om Skala, papa Rain."

Embun semakin kaget mendengar berbagai fakta tentang sang pacar, dia tak menyangka kalau dirinya dikelilingi anak-anak dari keluarga kaya raya. 

"Wah, aku benar-benar nggak nyangka, ternyata Bening, kamu, dan Rain anak sultan semua, sepertinya hanya aku yang bukan siapa-siapa," ujar Embun dengan nada bercanda. 

"Siapa bilang? Bukankah papamu pemilik Sky hotel?" Bening yang baru saja datang langsung menyambar obrolan Gama dan saudara kembarnya. 

Embun dan Gama dibuat terkejut, lantas menoleh secara bersamaan ke arah Bening. Embun hanya bisa tertawa mendengar ucapan Bening, sejatinya dia juga baru tahu orangtuanya sangat kaya saat kembali ke Indonesia. Sebelumnya Embun tidak pernah dimanja dan selalu diajari kesederhanaan, hingga membuat gadis itu bersikap biasa. 

"Aku juga baru tahu, papaku tidak pernah memberitahu bahwa dia memiliki banyak hotel," kilah Embun

Rain yang baru kembali dari toilet tidak mengerti dengan apa yang sedang diperdebatkan oleh ketiga orang itu. Tanpa ingin tahu, ia pun mengajak ketiganya pergi dari sana untuk makan atau berjalan-jalan.

Saat sedang melihat-lihat, siapa sangka Bening tiba-tiba menggandeng tangan Rain, membuat cowok itu terkejut dan langsung melotot. 

Bening sendiri merasa tak malu atau sungkan meskipun ada Gama dan Embun, dia berpikir kalau Embun pasti menyukai Gama karena mereka berteman melalui aplikasi Lololove sejak lama.

"Be, jangan gini! Nggak enak dan aku nggak biasa." Rain langsung melepas tangan Bening yang mengalung di lengannya. 

Bening sedikit terkejut karena Rain tak mau digandeng, dia menatap tangannya yang baru saja dilepas Rain. Sementara Embun sendiri terbengong ketika melihat Bening menggandeng Rain tadi, hingga gadis itu menyadari kalau Bening memiliki perasaan ke pacarnya. 

_
_
_

Setelah puas berjalan-jalan dan makan, mereka pun memilih untuk pulang. Taksi Bening yang sudah datang lebih dulu membuat gadis itu menjadi orang pertama yang pulang. 

Melihat Rain meraih tangan Embun lagi, Gama merasa canggung dan memilih berbohong dengan berkata ada sesuatu yang ingin dia beli tapi lupa, Gama pun memilih masuk kembali ke dalam Mall dan meminta Rain pulang duluan jika tidak mau menunggunya. 

"Aku akan menunggumu," teriak Rain.

Setelah punggung Gama tak terlihat, Rain kembali menatap Embun yang sedari tadi menyembunyikan perasaannya, dengan seolah berpura-pura tidak melihat apa yang dilakukan Bening. 

"Bening pasti belum tahu kalau kita berpacaran sampai dia bersikap begitu padaku, kapan kamu akan memberitahunya?" tanya Rain sambil merapikan helaian rambut Embun yang sedikit berantakan. 

"Besok," jawab Embun sedikit ragu. 

"Jangan hanya karena dia saudaramu lalu kamu mengalah kepadanya, aku bukan barang jadi aku tidak mau kalau kamu tiba-tiba memberikanku pada Bening."

"Apa sih Rain?" Embun mengernyitkan kening, dia merasa tidak suka dengan ucapan Rain barusan.

"Aku hanya takut kamu menyerah," ucap Rain lembut. 

Namun, Embun terlanjur kesal, sudahlah cemburu dan harus menutupinya tadi, masih ditambah ucapan Rain yang seolah meragukan perasaannya. 

"Aku tidak gampang menyerah tahu," cicit Embun. "Aku juga tidak suka melihatnya menempel padamu."

Rain tersenyum dan membelai pipi gadis itu. "Oh ya, Apa besok kamu masih mau pergi ke pantai?"

Embun menatap Rain dengan pipi menggelembung, malu-malu gadis itu menganggukkan kepalanya.  

"Mau, tentu saja mau."

 

BAB 23 KENCAN DI PANTAI

Bening duduk di taksi sambil menatap aspal jalanan, gadis itu menyangga dagu dengan siku yang bertumpu pada tepian jendela.

"Kenapa Rain terlihat tidak nyaman? Kenapa dia memperlakukanku seperti itu tadi?"

Bening terus berpikir karena merasa aneh dengan sikap Rain. Hingga gadis itu mencoba mengingat ekspresi Rain dan seketika tersadar tatapan cowok itu yang tertuju pada Embun.

"Apa mereka memiliki hubungan spesial?" 

Di sisi lain, Gama yang meninggalkan Rain dan Embun terlihat berjalan masuk kembali ke mall sambil berpikir. Hatinya tak bisa memungkiri merasakan cemburu ketika melihat Rain dan Embun bersama.

"Aku datang ke sini karena ingin lebih dekat dengan Embun, tapi kenapa semuanya malah jadi seperti ini?" Gama begitu kecewa dan merasa usahanya datang ke kota itu sia-sia.

"Atau lebih baik aku mengatakan sejujurnya tentang perasaanku pada Embun, agar aku bisa merasa sedikit lega?" gumamnya dalam hati.

***

 

Pagi itu, demi mengajak Embun jalan-jalan. Rain sampi menyewa motor di sebuah rental yang tak jauh dari apartemennya. Cowok itu terlihat bahagia, melajukan motor dengan kecepatan sedang seraya bersenandung lirih, senyum terus merekah di wajah tampannya karena ini kali pertamanya pergi berkencang dengan Embun semenjak mereka jadian.

Ketika sampai di depan gedung apartemen yang ditinggali Embun, Rain melihat gadis itu sudah menunggu dengan senyuman manis di wajah. Rain pun langsung berhenti tepat di depan Embun berdiri. Gadis itu terkejut melihat sang pacar datang mengendarai motor.

“Aku pikir kita akan naik taksi.”

"Pakai helmnya!" Rain menggeleng menjawab pertanyaan Embun dan menyodorkan helm ke gadis itu.

Embun menerima dan menatap benda itu, seumur-umur ini adalah kali pertama gadis itu naik motor.

Rain yang melihat Embun bingung, lantas turun dari motor dan mengambil kembali helm dari tangan gadis itu. "Biar aku pakaikan," ucap Rain dengan seutas senyum di wajah.

Pipi Embun merona, membiarkan Rain memakaikan helm ke kepalanya, bahkan Rain sampai menunduk untuk memastikan tali pengaman helm terpasang sempurna.

“Sudah.” Rain tersenyum lebar dan menepuk pucuk helm yang dipakai Embun sebanyak dua kali.

“Rain … ,” keluh Embun dengan pipi yang menggelembung.

Mereka pun berangkat menuju pantai. Embun sedikit tegang ketika membonceng, gadis itu bahkan mencengkeram sisi jaket Rain kencang. Rain yang sadar kalau Embun takut, lantas meraih satu tangan gadis itu dan melingkarkan ke perut. 

"Jangan berpegangan di sisi jaket! berpegangan padaku saja.”

Embun merasa malu mendengar ucapan Rain, tapi seketika melingkarkan satu tangannya yang lain untuk memeluk sang pacar. Ia meletakkan dagu di pundak Rain, melirik ekspresi wajah rain dengan senyuman manis.

“Begini?” tanyanya menggoda.

"Hem … berpegangan lah yang erat!" Suara Rain sedikit keras karena kalah dengan desiran angin yang menerpa mereka.

"Hah, apa?" Embun yang tak mendengar jelas, setengah berteriak untuk bertanya.

Namun, Rain tak menjawab, dia malah memutar gas dan membuat motor melaju sedikit kencang. Tentu saja hal itu membuat Embun terkejut, dan langsung memeluk Rain lebih erat karena takut terjatuh.

"Rain!" teriak Embun.

Rain tertawa senang ketika Embun semakin kencang memeluknya, raut wajahnya menunjukkan kebahagiaan ketika bisa bersama gadis itu.

-

-

-

Satu setengah jam kemudian mereka sudah sampai di pantai, keduanya langsung melepas sepatu dan berlomba berlari ke arah air. Tentu saja Rain berlari lebih cepat dari Embun, ketika sampai cowok itu langsung menendang air ke arah Embun yang baru sampai.

"Rain!" Embun menghalau cipratan air dengan kedua tangannya kemudian tertawa lepas.

Tak mau kalah Embun pun membalas perbuatan Rain, hingga membuat mereka terlibat adegan saling tendang air dan mengejar. Baik Rain maupun Embun tampak begitu bahagia, mereka senang dengan hubungan yang tengah mereka jalani, bukankah jatuh cinta di usia remaja memang sungguh menyenangkan? Satu hal yang pasti tidak akan pernah bisa meraka lupakan sampai nanti.

Setelah puas bermain, Rain dan Embun duduk di tepian pantai, beralaskan pasir dan menatap jauh ke arah laut lepas.

"Kamu senang?" tanya Rain yang kemudian menepuk pelan pucuk kepala Embun.

Embun mengangguk dengan senyum lebar, hingga kemudian teringat dengan cerita Gama yang mengatakan kalau Rain sebenarnya di sana karena dihukum oleh orangtuanya.

"Oh ya Rain, aku dengar kamu pindah sekolah di Jogja karena dihukum, apa itu benar?" tanya Embun menatap wajah tampan Rain.

Cowok itu hanya tertawa kecil sebelum akhirnya menoleh pada Embun. "Hem … awal pindah ke sini aku merasa seperti mendapat hukuman, rasanya seperti dibuang,  tapi setelah bertemu dan mengenalmu, semua ini rasanya seperti sebuah keberuntungan,” jawab Rain dengan tatapan yang tidak teralihkan dari wajah Embun.

Embun terdiam mendengar jawaban Rain, entah kenapa hatinya bergetar dan serasa ada kupu-kupu yang menggelitiki rongga dadanya. Jelas ucapan Rain membuatnya tersanjung, dia merasa spesial di mata cowok itu.

"Tapi Rain, menurutmu … apa hubungan kita ini tidak terlalu cepat?" tanya Embun kemudian. Ia menatap Rain sebelum akhirnya menatap lautan lepas lagi. "Kita baru kenal dan sudah berani berpacaran," imbuhnya.

Rain sedikit kaget mendengar pertanyaan Embun, hingga memilih meraih telapak tangan gadis itu yang  berada di pasir. Embun pun menoleh dan menatap Rain kaget.

"Bu, tidak ada alasan untukku tidak menyukaimu, tidak ada kata terlalu cepat atau terlalu lambat dalam menyanyangi dan mencintai seseorang. Orang yang sudah saling mengenal lama pun, tak lantas akan dengan mudah jatuh cinta satu sama lain."

Embun benar-benar mendengarkan apa yang diucapkan Rain, hingga bibirnya menipis, membuat Rain ikut tersenyum. “Apa kamu menyayangiku?”

“Tentu saja, masih nanya,” sembur Rain kemudian tertawa.

-

-

-

Sementara Rain dan Embun pergi jalan-jalan, ternyata Bening datang ke apartemen saudara kembarnya itu tanpa memberitahu lebih dulu, Gadis itu berniat mengajak Embun jalan-jalan karena merasa kemarin belum cukup puas menghabiskan waktu.

"Eh, Bening." Jojo cukup terkejut ketika melihat Bening berdiri di depan pintu.

"Iya, Tante. Embunnya ada?" 

“Embun tadi pagi izin pergi sama Rain,” jawab Jojo apa adanya.

“Hah … sama Rain?” Bening terlihat kecewa, bahkan menghela napas kasar, gadis itu terdiam dan menggenggam erat ponsel yang berada di tangannya.

"Ayo masuk!" Tawar Jojo membuka lebar pintu.

"Ah, iya Tante.” 

Bening pun memilih masuk ke dalam untuk sekedar berbasa-basi. Saat Jojo membuatkan minuman, gadis itu membuka aplikasi berbalas pesan miliknya, dia hendak menghubungi Embun dan bertanya ke mana saudaranya itu pergi dengan Rain. Namun, Bening terkejut ketika melihat foto profil Embun yang berubah. Ia pun membukanya karena penasaran.

"Apa mereka benar-benar memiliki hubungan spesial?

 

BAB 24 RAIN ITU PACARKU

Bening memilih berpamitan ke Jojo dan berkata ada urusan lain, meski sebenarnya sedikit kecewa karena Embun tidak berada di sana dan malah pergi bersama Rain. 

Gadis itu pergi ke sebuah toko buku, dan siapa sangka di sana dia bertemu dengan Gama yang juga sedang mencari buku.

"Nyari buku?" tanya Bening yang merasa sedikit senang bertemu cowok itu di sana.

"Iya, masa nyari cewek," kelakar Gama menjawab pertanyaan Bening.

Bening pun tertawa mendengar candaan cowok itu, hingga kemudian mengajak Gama mengobrol di kafe.

"Kamu habis jalan-jalan ke mana? Kamu memang niat mau cari buku atau hanya iseng mampir?" tanya Gama.

"Hem ... , sebenarnya aku tadi ke apartemen Embun, tapi dia nggak ada. Ya sudahlah." Terlihat jelas raut kekecewaan di wajah Bening, sampai-sampai gadis itu mendengus kasar.

"Embun pergi dengan Rain." Gama menyedot jus yang dianpesan setelah mengatakan itu. 

Bening seketika terkejut karena Gama tahu tentang Rain yang pergi dengan saudara kembarnya, membuat gadis itu semakin penasaran dengan hubungan yang terjalin antara Embun dan Rain.

"Apa kamu tahu hubungan mereka?" tanya Bening antusias. "Apa mereka jadian?"

Gama mengangguk, lantas bercerita kalau sebenarnya dia sudah tahu sejak lama. Gama menghela napas berat, kemudian berkata, "Sebenarnya aku menyukai Embun, salah satu alasan aku rela jauh-jauh pindah ke sini agar aku bisa bertemu dan dekat dengannya. Tapi sayang, dia lebih dulu jadian sama Rain sebelum aku menyatakan perasaanku, jadi ya sudahlah. Mungkin aku kurang cepat."

Bening terdiam, ternyata dugaannya benar jika Rain dan Embun memang memiliki hubungan spesial.

-

-

-

Setelah puas bermain di pantai, Rain mengantar sang pacar pulang. Embun pun mengajak Rain masuk ke apartemen dulu untuk makan malam bersama.

Jojo yang melihat Rain datang terlihat senang, dia sudah mencium gelagat dua remaja itu yang tengah berpacaran. Namun, memilih diam dan berpura-pura tidak tahu sampai putri kesayangannya bercerita sendiri.

"Oh ya, tadi Bening ke sini mencarimu. Apa dia menghubungimu?" tanya Jojo di sela makan malam mereka. 

Embun terkejut mendengar Bening ke sana. Ia mengeluarkan ponsel dan mengecek apakah Bening menghubungi atau tidak, tapi ternyata tidak ada pesan atau panggilan tak terjawab dari saudaranya itu. 

"Dia tidak menghubungiku," jawab Embun. "Memangnya dia bilang apa Mi?" 

"Cuma nyari kamu, karena kamu tidak ada, dia langsung pamit pulang karena ada urusan lain katanya," jawab Jojo.

-

-

-

Esok harinya Embun dan Bening bertemu di sekolah. Bening sendiri memilih berpura-pura tidak mengetahui hubungan antara Embun dan Rain, mereka sarapan bersama di kantin seperti biasa. Bahkan Bening tidak menanyakan ke mana Embun pergi kemarin.

Setelah selesai sarapan, keduanya berjalan bersama ke kelas, tampak tersenyum seraya berbincang seperti biasa. Hingga langkah keduanya terhenti saat melihat siapa yang berdiri di depan kelas Embun. 

Ternyata Rain sedang didatangi seorang gadis dari kelas lain. Gadis yang bernama Aura itu terlihat tersenyum manis kepada Rain.

"Rain, aku suka kamu. Mau nggak jadi pacarku?"

Bening dan Embun langsung melongo mendengar Aura menyatakan cinta ke Rain di depan kelas, dan disaksikan banyak murid. Namun, yang membuat Bening dan Embun semakin terperangah adalah sikap Rain yang begitu dingin. 

"Aku sudah punya pacar, dan pacarku dua kali lipat lebih cantik darimu." Rain menoleh ke arah Embun dan Bening dengan menunjuk ke arah mereka, tanpa menyebutkan nama.

Rain langsung masuk kelas, sedangkan Aura menatap Bening dan Embun, mencoba menerka siapa kekasih Rain. Ternyata, anak-anak lain mengira Bening lah yang merupakan pacar Ran.

-

-

-

Di dalam kelas, Embun menahan tawa karena tak menyangka Rain akan ditembak cewek di depan banyak murid seperti tadi. 

"Cie, cie, yang baru saja ditembak cewek. Seneng, nggak? Apa ada sedikit debaran di dadamu Rain?" Embun malah menggoda Rain yang tampak kesal, tapi sejatinya gadis itu sedikit cemburu. 

"Diam, tidak usah menggodaku! Sekali lagi meledekku atau membahas soal tadi, aku akan menciummu di depan anak-anak," ancam Rain.

Seketika Embun mengatupkan bibir, dan mengalihkan tatapannya, berharap tidak ada yang mendengar ucapan Rain barusan. Untuk saat ini jelas lebih baik diam dari pada dicium Rain di depan banyak orang.

 -

 -

 -

Saat pulang sekolah, Bening yang berjalan dengan santai tiba-tiba saja dihampiri dan ditarik oleh Aura dan gengnya. 

"Apa-apaan kalian?" Bening begitu geram dengan sikap Aura yang membawa paksa dirinya ke samping gedung sekolah.

"Apa-apaan? salah siapa kamu pacaran sama Rain!" bentak Aura dengan senyum miring.

Bening tak menyangka kalau Aura mengira jika dirinya lah kekasih Rain. Aura bahkan langsung mendorong Bening hingga terjatuh ke tanah. Bening pun semakin kesal, hendak berdiri untuk membalas perbuatan Aura, tapi ternyata Embun melihat dan langsung berlari mendekat.

Embun yang tak terima saudaranya diperlakukan seperti itu, lantas menjambak rambut Aura dari belakang sampai gadis itu menjerit kesakitan.

"Sialan! Apa-apan kamu, hah?!" Aura mencoba melepas rambutnya dari tangan Embun.

Embun pun melepas dengan sedikit mendorong kasar, membuat Aura hampir terjerambab jatuh. Ia pun membantu Bening berdiri, sebelum akhirnya menatap Aura dan gengnya satu persatu.

"Jangan pernah mengganggu saudaraku!" Embun menunjuk wajah Aura dan teman-temannya satu persatu.

"Ck, saudara?" Aura menatap Bening dan Embun bergantian. "Saudara apa? Saudara online?" Aura mencibir pengakuan Embun.

"Dia saudara kembarku, bodoh!" umpat Embun seraya mendorong tubuh Aura, membuat gadis itu hampir terjatuh lagi jika tidak ditangkap salah satu temannya.

Aura dan gengnya terkejut mendengar kalau Bening dan Embun saudara kembar, bagaimana bisa mereka kembar sedangkan wajah mereka benar-benar berbeda.

"Ah, aku tidak peduli dia saudaramu atau bukan, yang jelas aku mau memberinya pelajaran!" bentak Aura.

Aura memerintahkan teman-temannya untuk memberi pelajaran pada Embun dan Bening, hingga membuat mereka terlibat perkelahian, saling jambak dan tampar.

"Rain itu pacarku, Bittch!" umpat Embun kasar, seraya melayangkan sebuah tamparan ke pipi Aura.

Sesungguhnya Embun tak mau mengatakan hal itu, tapi dirinya tidak bisa membiarkan Bening jadi sasaran Aura, hanya karena gadis itu salah paham menganggap Bening pacar Rain. 

Bening tertegun mendengar Embun dengan jelas mengakui bahwa dia adalah kekasih Rain. Bening yang awalnya mencoba berpura-pura tak tahu, malah kini harus mendengar langsung pengakuan dari mulut saudaranya. 

 

BAB 25 PERKELAHIAN

Hari berikutnya, Rain berangkat seperti biasa bersama Gama. Namun, ketika cowok itu sedang berjalan ke arah kelas, tiba-tiba saja dari belakang seorang siswa langsung merangkul leher Rain, menggiring kekasih Embun itu menuju tanah lapang yang ada di belakang gedung sekolah. Rain cukup terkejut dengan tindakan cowok yang sepertinya adalah kakak kelasnya itu, tapi Rain memilih diam dan ikut saja.

Begitu tiba di tanah lapang, ternyata sudah ada lima siswa lain yang menanti di sana, mereka semua ternyata adalah kakak kelas Rain. Salah satu dari mereka menatap Rain dengan tatapan menghina, menilai Rain dari ujung kaki hingga kepala.

"Oh, jadi ini cowok yang berani menolak Aura. Ck, sombong." Cowok bernama Antariksa itu langsung memukul Rain yang berdiri di hadapannya, membuat kekasih Embun itu terjatuh ke tanah.

Rain memegang pipi yang terkena pukulan, tapi terlihat santai seakan mendapat pukulan seperti itu bukan pertama kali untuknya. Di sana tujuh siswa itu menghajar Rain. Sedangkan Rain sendiri memilih tidak melawan dan hanya menghalau setiap pukulan yang dilayangkan ke arahnya.

Embun yang sudah berada di kelas, terlihat sesekali menengok ke arah pintu, menunggu dengan perasaan gelisah karena Rain tak biasanya datang terlambat. Hingga salah satu teman kelas Embun datang, terlihat terengah dan mengatur napas sebelum berbicara ke Embun.

"Kenapa kamu lari-lari?" tanya Embun.

"It-itu, tadi aku lihat Rain digiring sama anak kelas dua belas, kayaknya Rain mau dihajar." Teman kelas Rain dan Embun memberitahukan apa yang dilihatnya tadi, memang tak melihat Rain dihajar, tapi hanya melihat kalau rain digiring ke arah belakang sekolah, dihajar hanya pikirannya sendiri meskipun kenyataannya benar. 

Embun yang panik lantas berlari ke luar kelas menuju tempat yang disebutkan oleh temannya. 

Sedangkan Gama yang sudah berada di kelas, mendengar teman sekelasnya bercerita jika ada anak kelas dua yang dihajar oleh anak-anak kelas tiga. Merasa ada yang aneh, sebab teman sekelasnya juga menyebut jika perkara perkelahian karena anak kelas dua menolak adik anak kelas tiga, membuat Gama berpikir jika itu adalah rain, pasalnya Rain memang baru saja nolak cewek kemarin. Gama pun langsung berlari ke arah tempat yang disebutkan teman sekelasnya.

Embun yang sudah sampai di tanah lapang, melihat Rain dikeroyok tujuh siswa, tentu saja hal itu membuat Embun begitu geram. Tanpa pikir panjang, Embun mengepalkan telapak tangan, lantas memukul kepala bagian belakang salah satu cowok, hingga membuat ke tujuh cowok itu terkejut.

Embun tidak tahu jika yang dipukulnya adalah kakak Aura, karena dia asal pukul cowok yang jarak berdirinya paling dekat dengannya.

"Sial!"

Antariksa atau kerap dipanggil Tara itu langsung menoleh ketika mendapat pukulan, hingga dia memelototi Embun yang berdiri dan menatap garang padanya.

"Apa lihat-lihat, hah? Beraninya main keroyok!" cibir Embun.

Tara tersenyum miring melihat Embun yang membela Rain, hingga menoleh ke Rain dan kemudian menatap Embun. "Ck, beraninya minta bantuan cewek. Cemen amat!" ejek Tara.

"Tara kelamaan, hajar aja!" Salah satu teman cowok itu berteriak dengan lantang.

Embun terkejut mendengar nama cowok yang baru saja dipukulnya, hingga dia melihat name tag di seragam Tara. Embun pun tersenyum mencibir. 

"Ck, namamu Antariksa, kenapa bisa dipanggil Tara? Kenapa nggak Tari sekalian. Dasar bencong, beraninya main keroyok!" 

Tara semakin marah karena ucapan Embun yang baginya adalah sebuah penghinaan, cowok itu langsung memegang lengan Embun dengan kasar dan erat.

"Dasar l*nte, kamu tahu apa, hah!" 

Mata Rain membeliak mendengar umpatan Tara, hingga cowok itu langsung bangkit dan menarik kerah seragam Tara, ia melayangkan pukulan ke wajah cowok itu bertubi-tubi. 

Embun begitu terkejut saat Rain langsung menghajar Tara, tak menyangka kalau pacarnya itu akan membalas, jika jago begini lalu kenapa sejak tadi hanya diam saja menerima pukulan.

Teman Tara tidak terima Rain memukul cowok itu, mereka mengeroyok Rain tapi pada akhirnya semua malah terjatuh terkena pukulan cowok itu. Rain menghajar Tara dan ke enam temannya secara bergantian, membuat mereka tersungkur di tanah dengan luka lebam di wajah. 

Saat Rain hendak kembali menghajar Tara, salah satu teman Tara hendak memukul Rain dari belakang, beruntung Gama datang di saat yang tepat. Gama mengalungkan lengannya ke leher siswa itu dan langsung membantingnya ke tanah.

"Hentikan!" Suara teriakan melengking terdengar di sana. 

Rain dan Gama yang ingin melayangkan pukulan kembali lantas berhenti dan menoleh ke arah sumber suara. Embun juga ikur menoleh, mereka melihat guru BK datang bersama Bening.

Guru BK bernama Pak Pras itu tak percaya melihat ke tujuh anak didiknya tersungkur di tanah dengan wajah penuh lebam dan memar, sedangkan Rain dan Gama tampak baik-baik saja, hingga akhirnya Rain yang kini disalahkan.

Mereka semua pun akhirnya digiring ke ruang BK, dimintai informasi satu persatu hingga akhirnya Rain yang dijadikan tersangka, karena telah memukuli 7 murid kelas XII.  Guru Bk langsung menghubungi Bianca dan Felisya, meminta mereka datang untuk membahas masalah Rain dan Gama. Karena Bianca tidak ada di kota itu, membuat guru BK Rain memberi kelonggaran hingga lusa untuk datang ke sana.

-

-

-

Bianca langsung terbang ke Jogja begitu mendapat telpon dari guru Rain. Sesampainya di apartemen, wanita itu langsung menatap putranya yang tertunduk duduk di sofa. Bianca juga menatap Gama, karena keduanya sama-sama bersalah.

"Kenapa kamu berkelahi, hah? Bukankah Mama pindahin ke sini, agar kamu bisa jauh dari masalah, tapi kenapa tetap saja buat masalah sih, Rain?!" Bianca tampak begitu geram dengan putranya. "Kenapa nggak di sana, nggak di sini, kamu terus saja buat keributan!"

Bianca terus aja marah-marah, mengatai putranya ini dan itu, hingga membahas perilaku buruk Rain di rumah. Rain mengepalkan tangan, hingga kemudian berteriak karena tak tahan mendengar sang mama mengomel.

"Mereka ngatain Embun l*nte, Ma! Apa aku harus diam saja?" Rain berteriak, tapi tetap tak berani menatap Bianca.

Bianca terperangah dengan mulut menganga, bahkan sampai menatap Gama karena dirinya bingung harus bagaimana. Bianca tahu siapa Embun, tapi tak tahu kalau anaknya dan gadis itu sedang berpacaran.

"Kamu juga, kenapa ikut berkelahi?" tanya Bianca yang sudah tidak bisa mengomel lagi pada Rain. Ia memilih beralih mengomeli Gama.

"Aku cuma ngebanting satu anak doank. Rain yang banyak, Tante." Gama mencoba membela diri.

Entah kenapa Bianca kehabisan kata-kata, hingga akhirnya hanya bisa memijat keningnya.

"Biarkan Mama ketemu Embun. Mama penasaran apakah yang kamu katakan benar," ujar Bianca pada akhirnya. "Jangan-jangan itu hanya alasanmu saja."

Selain ingin memperjelas tentang sang putra yang terlibat perkelahian, Bianca juga ingin berterima kasih kepada Jojo yang sudah menampung dan merawat Rain beberapa waktu yang lalu.

 

BAB 26 BAKAL BESAN

Bianca dan Rain mendatangi apartemen tempat Jojo dan Embun tinggal. Mereka sudah berada di depan pintu. Bianca yang hendak memencet bel pintu seketika kaget karena Rain tiba-tiba saja menarik paper bag yang dibawanya, sikap sang putra membuatnya keheranan.

"Apaan sih, Rain?" 

"Ma, nggak usah bawa ini!" Rain berusaha mengambil paper bag itu dari tangan Bianca.

"Kenapa? Kenapa nggak boleh?" Bianca mengangkat dagu, lantas menarik paksa paper bag agar tidak direbut oleh Rain. "Eh, ini isinya produk terbaru Niel Fashion, sebuah bra couple mom and daughter. Barang bagus, kamu ngerti apa?" 

"Kenapa harus kasih itu sih, Ma. Malu tahu." Rain merasa canggung jika sang mama memberikan barang itu pada Embun.

"Ish, Mama yang mau kasih, kenapa kamu yang malu?" Tak mau meladeni Rain, Bianca pun langsung memencet bel unit apartemen Jojo dua kali.

"Mama jangan di Jogja lama-lama," ucap Rain.

"Kenapa? Kenapa tidak boleh lama, Ha?" tanya Bianca yang sudah memasang muka garang.

"Kalau Mama di sini lama-lama, bagaimana dengan Cloud?" tanya Rain yang berusaha membujuk sang mama dengan senjata adik perempuannya yang bernama Ansara Cloudia Natania.

"Heh, tumben kamu mikirin adikmu. Biasanya juga cuek bebek!" sembur Bianca yang merasa aneh dengan sikap sang putra.

Baru saja Rain ingin membalas ucapan Bianca, pintu unit apartemen itu terbuka. Jojo yang melihat seorang wanita cantik datang bersama Rain sudah bisa menduga bahwa wanita itu mungkin saja ibunda Rain.

"Mari masuk!" Jojo mempersilahkan.

Layaknya seperti teman lama yang bertemu kembali. Jojo dan Bianca terlihat sangat akrab, mereka membicarakan banyak hal, salah satunya membahas tentang Nic dan Mina pemilik apartemen tempat Jojo tinggal sekarang, juga kejadian awal di mana Rain salah masuk dan kena semprot Embun.

"Oh ya, sebelumya aku minta maaf karena sudah merepotkan. Kamu jadi harus menjaga Rain juga di sini," ucap Bianca.

"Tidak masalah, Rain juga tidak bandel. Aku juga tidak merasa direpotkan," timpal Jojo.

Bianca merasa lega karena masih bisa bertemu dengan orang baik, wanita itu mengucapkan terima kasih dan menepuk punggung tangan Jojo dengan tulus.

"Ngomong-ngomong, sepertinya aku pernah melihatmu, wajahmu tidak begitu asing," ucap Bianca setelah mengingat dan merasa pernah melihat Jojo sebelumnya.

"Itu, mungkin jika kamu mengingat Fahrizal Salim, aku adalah adiknya," jawab Jojo. Ia menyebutkan nama sang kakak dan langsung mendapat anggukan dari tatapan takjub dari Bianca. Siapa yang tidak mengenal gubernur yang dua kali menjabat itu.

Sementara mama mereka sibuk mengobrol, Rain dan Embun tampak berada di dapur berdua. Mereka bicara sambil sesekali melirik Jojo dan Bianca yang berada di ruang tamu.

"Pipimu memar gini pasti sakit ‘kan?" tanya Embun sambil mengusap pipi Rain.

"Nggak apa-apa kok, nggak sakit." Rain menyentuh telapak tangan Embun. "Tangan kamu yang ditarik Tara, sakit nggak?" 

Embun menggeleng, lalu menjawab jika tidak sakit sama sekali. Keduanya masih mengobrol, bahkan Rain terlihat merapikan helaian rambut Embun yang sedikit berantakan. Hingga tanpa mereka sadari, Jojo dan Bianca melihat adegan mesra yang keduanya lakukan.

"Uhuk!" Bianca pura-pura terbatuk, membuat Rain dan Embun menoleh. Keduanya terkejut karena Bianca dan Jojo sudah menatap mereka berdua.

"Sepertinya kita bakal besanan," celetuk Bianca.

"Begitukah? Bagaimana kalau kita kawinkan saja kalau mereka tidak niat belajar," timpal Jojo.

“Mama!”

“Mami!” 

Rain dan Embun jadi salah tingkah, pipi mereka merona malu. Bisa-bisanya kedua orangtua mereka malah menggoda seperti itu.

-
-
-

Mereka berbincang kembali, Bianca dan Jojo memilih tak terlalu kepo dengan hubungan apa yang sedang terjalin di antara putra dan putri mereka. Tak berselang lama, Bianca dan Rain pun pamit pulang, karena esok Bianca masih harus ke sekolah Rain.

"Wah, Rain. Kamu benar-benar pintar mencari pacar," goda Bianca yang membuat Rain langsung mencebikkan biibir.

Rain lantas membahas masalah perkelahiannya, karena sang mama tampaknya menyukai Embun.

"Nah, karena itu Ma. Aku sebenarnya berkelahi karena membela Embun. Awalnya aku mau diam saja, tapi karena Embun dikatain L*nte, mana bisa aku diam saja," ujar Rain menjelaskan duduk permasalahan soal perkelahian yang menyebabkan sang mama harus sampai datang ke Jogja.

"Wah, wah. Benar-benar tak berbudi. Masa gadis sebaik dan semanis Embun dikatain begitu. Lihat saja, lihat saja nanti. Mama kalau ketemu kakak kelasmu itu, pasti Mama remas mulutnya. Dia kira siapa bisa ngatain anak orang sembarangan!" Bianca jadi geram sendiri, meski sebelumnya Rain sudah mengatakan sejak awal kalau dia berkelahi karena membela Embun.

Rain hanya mengangguk-angguk mendengar sang mama yang emosi, tahu betul bagaimana sikap wanita yang melahirkannya itu jika sedang marah.

-
-
Keesokan harinya, Bianca menghadap guru BK untuk mempertanggungjawabkan perbuatan Rain. Sedangkan sang putra sendiri diminta masuk kelas untuk mengikuti pelajaran.

Namun, siapa sangka jika Bianca tidak mendengar keluhan guru BK dan malah memprotes tindakan kakak kelas Rain.

"Bayangkan, Bu! Bayangkan! Bagaimana bisa anak bermulut kotor yang mengatai temannya sendiri L*nte malah dibela. Kalau saya pribadi, saya merasa mereka memang pantas dihajar, kalau perlu diberi hukuman. Pantas saja anak saya murka dan menghajar, lah kakak kelasnya saja kek begitu," cerocos Bianca yang membuat guru BK melongo tak tahu harus berbicara apa.

"Saya sadar, kalau Rain memang nakal. Tapi, dia juga tidak pernah mukul orang tanpa sebab," imbuh Bianca.

Sang guru BK hampir saja membuka mulutnya, tapi urung karena Bianca kembali menceramahi.

"Saya tanya, Ibu punya anak perempuan nggak?" pertanyaan Bianca langsung dijawab dengan sebuah anggukan dari guru BK. "Nah, bagaimana perasaan Ibu kalau anak ibu dikatai seperti itu, emosi nggak? Emosi lah masa nggak.” 

Wanita itu hanya mengangguk-angguk menjawab pertanyaan Bianca. Guru BK Rain itu sejatinya kebingungan sendiri. Seharusnya yang menceramahi dan memberi nasihat adalah dirinya, tapi kenapa kenyataannya terbalik, kini ia yang dinasihati dan diceramahi habis-habisan oleh Bianca.

 

BAB 27 BERULAH LAGI

Sementara sang mama berada di ruang BK, Rain yang berada di kelas nampak mengobrol dengan Embun. Gadis itu penasaran apakah Bianca benar-benar datang untuk mengurus masalah pacarnya. 

"Tante Bianca jadi datang?" 

"Hem ..., mama ada di ruang BK sekarang," jawab Rain sambil mengulas senyum.

Embun mengangguk paham, keduanya malah asik mengobrol dan tidak memerhatikan guru yang mengajar. Guru itu menatap Embun dan Rain, hingga memilih membentak keduanya.

"Embun! Rain! Kalian mau ngobrol apa belajar!" Suara guru mereka menggema di kelas. 

"Bu, mereka 'kan pacaran, wajar kalau asik ngobrol," celetuk salah satu teman hingga membuat yang lainnya menyoraki.

Guru mereka geleng-geleng kepala, hingga kemudian meminta Rain dan Embun duduk terpisah, atau mereka akan mendapat hukuman jika tidak mau.

"Kok malah disuruh pindah," gerutu Rain tak rela.

"Nggak apa-apa, masih sekelas ini, " bisik Embun dengan senyum di bibir. 

Rain benar-benar tak rela, sampai melotot ke arah teman yang memberitahu guru tentang hubungannya dengan Embun.

-

-

-

Saat jam istirahat, Gama yang memang duduk di bangku kelas XII didatangi Tara dan teman-temannya, mereka langsung menghadang  di depan pintu kelas. 

"Eh, lu. Lu sama anak kelas XI itu ada hubungan apa? Kenapa lu bela dia kemarin?" tanya Tara.

Gama menatap tajam Tara, dia sudah bisa menebak jika cowok itu pasti ingin membuat masalah lagi. "Gue sepupunya," jawab Gama tanpa ekspresi. 

Gama langsung berjalan melewati Tara, membuat cowok itu dan yang lainnya terkejut dengan keberaniannya mengabaikan dedengkot sekolah. 

"Ck, sombong sekali dia!" Tara menatap punggung Gama yang berlalu.

Di sisi lain, Aura melihat Bening dan Embun sedang makan bersama di kantin. Jelas gadis itu masih kesal karena ditolak Rain. Aura berjalan ke arah meja Bening dan Embun, membawa segelas jus di tangan berniat mengerjai Embun dengan menumpahkan jus yang dibawa ke seragam gadis itu. Namun, tiba-tiba saja ada anak lain melintas, Aura yang hendak menumpahkan jus ke Embun, malah tanpa sengaja menumpahkannya ke seragam Bening.

Bening begitu terkejut karena ulah Aura. Ia langsung berdiri dan melotot pada Aura. Embun juga berdiri dan menggebrak meja karena tidak terima Aura menumpahkan jus ke pakaian saudaranya.

"Heh! Sengaja kamu, ya!" bentak Embun.

Embun ingin membalas perbuatan Aura, tapi siapa sangka jika Bening lebih dulu bertindak. Bening meraih es teh miliknya, lantas menyiramkannya ke muka Aura.

"Sialan!" umpat Aura yang terkejut karena wajah dan seragamnya basah.

Bening tersenyum puas, meletakkan gelasnya dengan kasar ke meja. Ia tersenyum miring melihat Aura yang panik.

Tara yang kala itu tengah berjalan menuju ke kantin, kaget melihat Bening yang menyiram sang adik. Cowok itu langsung mendekat dan mendorong bahu Bening, dan hampir membuat gadis itu terjatuh.

"Jangan asal nyiram orang, lu!" bentak Tara.

"Eh, mata lu ke mana? Lu nggak lihat pakaian gue yang basah dan kotor? Ini akibat perbuatan adik kesayangan lu!" sembur Bening. 

"Heh, kalau nggak mau basah, tinggal buka aja baju lu, 'kan gampang. Ribet banget lu jadi cewek!" cerocos Tara. "Kenapa?" tanyanya dengan senyuman menghina. 

Bening merasa sangat kesal dengan Tara, hingga kemudian nekat melepas kancing seragamnya satu persatu dengan melotot ke arah cowok itu. Bening berani melepas karena dia menggunakan tank top dan tidak langsung terlihat pakaian dalamnya.

"Be, jangan." Embun ingin mencegah Bening, tapi tangannya ditepis oleh saudaranya itu.

Gama yang kebetulan juga baru datang ke kantin, melihat apa yang akan dilakukan oleh Bening. Hingga cowok itu langsung mendekat dengan cepat dan menarik tangan Bening, membawa gadis itu pergi dari sana.

Rain yang baru datang karena tadi harus ke ruang BK, melihat Gama menarik tangan Bening dan mengajak pergi, membuatny bingung dengan apa yang terjadi. Rain melihat Embun yang menatap tajam Tara, ia pun langsung mendekat dan berdiri di samping gadis itu. 

"Ada apa?" tanya Rain ke Embun. 

"Tuh, adiknya yang salah malah nyalahin Bening, dia sampai minta Bening buka bajunya yang basah." Embun yang sebal langsung mengadu dan menceritakan apa yang terjadi.

Rain tersenyum miring ke arah Tara, hingga menunjuk wajah Tara dan berkata, "Heh, lu banci, ya? Dasar pengecut, beraninya sama cewek!"

Tara terdiam ketika Rain mengatainya, ia mengingat bagaimana Rain kemarin menghajarnya dan teman-temannya, dan itu cukup membuat nyali Tara menciut.

Rain lalu beralih menatap Aura yang bersembunyi di belakang Tara, hingga Rain pun mencibir gadis itu. "Eh, lu apa nggak malu? Udah muka lu nggak cantik, hati lu juga busuk."

Murid lain yang ada di kantin menyoraki Aura ketika Rain mencibir. Rain pun mengggandeng Embun dan mengajak gadis itu pergi dari sana. Rain sempat menyenggol lengan Tara, memperingatkan cowok itu untuk tak membuat masalah dengannya atau Embun. 

-

-

-

Bening berada di kamar mandi, mau tidak mau dia harus membersihkan noda jus yang menempel pada seragamnya, hingga basah. Bening keluar dari kamar mandi, Gama masih di sana dan menyodorkan jaket miliknya. 

"Terima kasih," ucap Bening sambil memakai jaket Gama, dia merasa de javu dengan kejadian yang menimpanya. 

Gama dan Bening pun berjalan menuju kelas. Gama sendiri memang berniat mengantar Bening agar tak digangggu Tara atau Aura lagi. 

Saat sampai di depan kelas Bening, gadis itu menghentikan langkah dan menatap Gama yang berdiri tepat di sampingnya.

"Ge, andai masih ada kesempatan untuk mendapatkan Embun, apa kamu mau?" tanya Bening tiba-tiba.

Gama terkesiap, bingung dengan maksud pertanyaan Bening dan hanya bisa terdiam, Gama tidak bisa menjawab pertanyaan itu langsung. 

***

Sepulang sekolah, Bianca menjemput Rain dan Gama menggunakan mobil yang disewanya dari sebuah rental mobil.

"Eh, Embun. Mau bareng?" tanya Bianca ketika melihat Embun yang berjalan bersama Rain dan Gama.

Embun terlihat bingung, tapi ketika Rain menyenggol lengannya dan mengisyaratkan untuk mengiakan tawaran Bianca, gadis itu pun mengangguk.

Bening yang ternyata juga ada di sana, bisa melihat dengan jelas kalau Bianca sangat baik pada Embun. Hingga dalam hatinya bertanya, apakah mungkin dia masih memiliki kesempatan mendekati Rain, sedangkan Bianca tampak menyukai Embun.

"Be, aku pulang dulu, ya." Embun pamit pada Bening, lantas memeluk dan masuk mobil Bianca.

Bening tersenyum kecil, hingga senyuman itu memudar ketika mobil Bianca mulai melaju meninggalkan area sekolah. Jauh dilubuk hatinya dia juga ingin ditawari pulang bersama, meski rumah mereka berbeda arah.

Sementara itu, dari kejauhan, Aura menangkap tatapan berbeda dari Bening terhadap Embun dan Rain. Gadis itu tersenyum licik sambil membetulkan letak tali tas di pundaknya. 

 

BAB 28 GOSIP TENTANG KEMBAR

Malam itu, Embun sedang berada di kamar, terlihat tidur tengkurap sambil bermain ponsel. Ia tengah membuka pesan di group chat kelasnya yang sedang ramai. Gadis itu tiba-tiba bangun dan duduk, dia terkejut melihat deretan pesan yang dikirim teman sekelasnya.


[Tahu nggak, di sekolah kita ada yang punya kembaran, tapi wajahnya beda]


[Eh, benarkah? Kok bisa]


[Entah, aneh banget. Kembar kok beda]


Semua anak di group tampak merespon pesan chat yang dimulai oleh salah satu teman Embun. Wajah Embun tampak memucat, dia merasa kalau pasti dirinyalah yang sedang dibicarakan. Embun mengamati rentetan pesan di group lagi, ternyata teman-temannya masih belum berhenti membahas masalah itu.


[Gimana sih ceritanya, kok bisa gitu?]


Salah satu teman Embun memancing percakapan lagi. Hingga ada yang mengirimkan artikel tentang anak kembar berbeda wajah, bahkan warna kulit dan juga rambut. Di artikel itu dijabarkan alasan kenapa wajah dua orang anak yang lahir dari satu rahim memiliki perbedaan ciri fisik sangat jauh meskipun kembar, salah satu kemungkinannya adalah karena sang ibu berselingkuh hingga bisa hamil bayi dari dua pria yang berbeda.


Embun mengeluarkan keringat panas dingin, entah kenapa merasa begitu gelisah. Hingga Rain mengirimin pesan lewat jaringan pribadi, cowok itu tahu kalau sang pacar masih online. 


[Jangan sibuk membaca pesan di group. Ini sudah malam, tidur saja]


Embun tersenyum mendapat pesan dari Rain, lantas membalas jika sebentar lagi dia akan tidur. 


***


Keesokan harinya, Embun keluar kamar dan sudah bersiap untuk berangkat ke sekolah, tapi pagi ini wajahnya terlihat sedikit lesu karena memikirkan pesan yang ada di group chat kelasnya semalam. 


"Kenapa kamu diam saja? Tidak seperti biasanya?" tanya Jojo yang merasa putrinya sedikit berbeda pagi itu.


Embun hanya mengulas senyum sambil menggelengkan kepala, memilih diam dan menyantap sarapannya. Ia takut bertanya pada Jojo, dan memilih untuk mencari tahu sendiri apa yang terjadi sebenarnya. Benarkah ada yang salah mengenai asal usulnya dan Bening.

-
-
-

Saat sampai di sekolah, Bening melihat Embun yang sedang berjalan lunglai. Ia pun melebarkan langkah dan langsung mensejajari langkah saudaranya itu.


"Semalam ada gosip soal anak kembar yang berbeda wajah, ya? Kamu jangan pikirin hal itu," kata Bening yang ternyata juga tahu.


"Hem ... tapi aku merasa aneh. Apalagi teman-teman terlihat beda." Embun mengamati sekitarnya, tampak anak lain menatapnya seakan memiliki banyak pertanyaan dan opini sendiri.


Bening merangkul lengan Embun, mencoba meyakinkan jika semua baik-baik saja. "Biarkan saja!"


Namun, saat akan berjalan ke kelas, mereka berpapasan dengan Aura. Baik Bening dan Embun memilih bersikap cuek, hingga sindiran Aura membuat keduanya menghentikan langkah.


 "Wah, ternyata kalian ya. Di sekolah kita ada anak pelacur." Aura melirik Embun dan Bening yang tak peduli padanya.


Bening sangat kesal, hingga mengepalkan telapak tangan. Ia ingin sekali menggampar Aura. Namun, Embun yang sadar akan hal itu, langsung mencegah Bening . 


"Jangan, Be!"


"Kenapa? Cewek kayak dia, memang harus diberi pelajaran!" geram Bening.


"Kalau kamu marah, itu artinya sindirannya benar. Jadi, abaikan saja," bisik Embun. "Bukankah kamu bilang tidak usah dipikirkan, kita bisa tanya ke orangtua kita agar semuanya jelas," imbuhnya.


Embun menarik Bening agar segera pergi dari sana dan bergegas menuju kelas masing-masing. 

-
-
-

Embun yang kini duduk berjauhan dengan Rain, terlihat murung seharian. Bahkan tidak fokus mengikuti pelajaran. Rain sendiri merasa cemas, meski Embun tidak bercerita, tapi jelas dia tahu bagaimana perasaan Embun sekarang.


Saat pulang sekolah, Rain langsung menyambar tangan Embun yang baru saja berdiri dari bangkunya, dia mengajak gadis itu buru-buru pergi dari sekolah. 


Embun yang terkejut, hanya mengikuti langkah kaki Rain, dia sadar kalau Rain pasti sedang mencemaskan dirinya.


"Rain, aku tidak apa-apa," ucap Embun ke Rain yang masih tak mau melepas tangannya.


Rain menghentikan langkah, hingga menoleh dan kini menatap Embun yang berdiri di belakangnya.


"Jangan berbohong! Aku melihatmu murung seharian, membuatku sampai berpikir apa mungkin ada mahkluk tak kasat mata yang merasukimu, sampai kamu jadi pendiam," seloroh Rain untuk membuat Embun tertawa.


Benar saja, gadis itu tertawa kecil mendengar pacarnya menyebut mahluk tak kasat mata. Embun merasa saat ini hanya Rain lah yang bisa membuatnya sedikit tenang.


Rain lega melihat Embun tersenyum. Ia pun mengulurkan tangan kemudian mengusap sisi kepala Embun dan berkata, "Apapun yang mereka katakan, abaikan saja! Jangan terlalu dipikirkan, oke."


Embun hanya mengangguk, meski sebenarnya dirinya sendiri sejak awal merasa aneh dengan penjelasan papi dan maminya. 


Apa benar kesalahan medis bisa membuat seorang wanita hamil anak kembar dan berbeda wajah?

BAB 29 MULAI BERSELISIH

Hari berikutnya, Aura yang melihat Bening sedang berjalan menuju kelas langsung mensejajari langkah gadis itu karena ingin mendekati sekaligus melencarkan aksi.

Bening yang melihat Aura, tampak tak acuh dan tetap melangkahkan kakinya. 

"Apa kamu tahu, aku punya artikel yang terbit bertahun-tahun lalu, tentang bayi kembar tapi berbeda wajah. Ada nama satu pasangan dan nama pria lain tertera di sana. Apa kamu tidak ingin tahu siapa nama mereka?" tanya Aura kemudian.

Bening memutar bola mata malas menanggapi ucapan Aura. Hingga ketika Aura menyebut nama yang begitu dikenalnya, membuat gadis itu menghentikan langkah.

"Andrea Bumi Pradipta, Affandi Arkana Putra, dan Axel Sky Jordan. Bukankah Axel papanya Embun?" Seakan memancing reaksi Bening, Aura terus saja bicara. Ia sengaja dan terus memperhatikan ekspresi wajah Bening.

"Kata kakekku, berita itu pernah ramai dan membuat heboh negara ini bertahun-tahun yang lalu, tapi karena keluarga mereka kaya, jadi ya dengan mudah berita itu ditutup dan dihapus jejaknya. Tapi namanya artikel cetak seperti koran dan majalah pastilah ada yang masih menyimpan," cerocos Aura yang sudah melihat ekspresi wajah Bening berubah.

Bening sendiri masih memilih untuk tidak bicara, hanya mengepalkan kedua tangan disamping tubuh, saat mendengar setiap kalimat yang meluncur dari bibir Aura. 

"Kalau menurutku ya, itu sih bukan kesalahan medis, mungkin saja mamamu berselingkuh dengan papanya embun," lanjut Aura dengan nada lirih diakhir kalimat. Bahkan dengan sengaja mendekatkan bibir ke telinga Bening ketika bicara.

Bening terkejut dengan apa yang dipaparkan Aura. Ia lantas menoleh dan menatap tajam teman sebayanya itu.

"Kamu kalau ngomong jangan ngasal! Jaga mulut kamu!" Bening yang geram bahkan bicara seraya menunjuk wajah Aura, lantas memilih pergi meninggalkan gadis jahat itu. 

Aura menatap punggung Bening, senyum sinis terlihat jelas di wajahnya.

Bening yang kesal memilih pergi ke samping gedung sekolah, dan memilih menghubungi sang mama untuk menanyakan kebenaran dari masalah yang membuatnya kepikiran sejak kemarin. 

"Ma, aku mau tanya sesuatu!" Bening langsung bicara ketika panggilannya dijawab oleh Rea.

"Ada apa, Be? Bukankah seharusnya kamu sekolah? Kenapa masih main HP?" tanya Rea dari seberang panggilan.

"Ma, aku mau tanya. Aku harap Mama bisa jujur. Apa benar kehamilan Mama bukan kesalahan medis? Apa benar Mama berselingkuh dengan papanya Embun?" tanya Bening langsung, gadis itu tak bisa menahan rasa penasarannya.

"Ap-apa? Si-siapa yang bilang?" Suara Rea terdengar gelagapan dari seberang panggilan.

"Be, kamu jangan memikirkan itu. Sekarang fokus dengan sekolah saja," pinta Rea yang tak tahu harus menjawab apa. Ia terkejut dan tak tahu kenapa Bening tiba-tiba bisa bertanya seperti itu.

"Ma, jawab jujur saja! Aku benar-benar ingin tahu," ucap Bening memaksa.

Suara Rea tak terdengar lagi dari seberang panggilan, hingga kemudian wanita itu kembali bersuara. "Be, kamu belajar saja, nanti mama jelaskan, oke. Mama janji, yang terpenting kamu jangan berpikir macam-macam tentang itu."

Mendengar sang mama yang sudah berjanji, membuat Bening akhirnya mau menurut untuk belajar lebih dulu. Namun, sepertinya dia akan susah berkonsentrasi karena semua ucapan Aura benar-benar merasuk ke dalam hati. Bening merasa mungkin saja benar kalau mamanya berselingkuh dengan papa Embun. 

-
-
-

Saat jam istirahat, Bening baru saja keluar dari kelas. Hingga ia melihat Rain dan Embun yang sedang berjalan berdua. Mereka terlihat serasi dan akur, bahkan Embun dan Rain bertukar minuman, satu gelas cup jus mereka minum berdua. Bening langsung berjalan cepat untuk menghampiri, merasa perlu bicara dengan Embun.

"Ikut denganku, Bu. Aku mau ngomong penting sama kamu." 

"Oke." Embun mengiakan saat Bening tiba-tiba menghampiri. Dia lantas meminta Rain untuk masuk ke kelas lebih dulu. 

Rain hanya mengangguk, serta membiarkan pacarnya pergi bersama Bening.

Sementara itu, Bening langsung menggandeng tangan Embun, membawa saudara kembarnya itu ke tempat sepi. 

"Tadi aku mendengar sesuatu dari Aura,"ujar Bening setelah memastikan tempat yang digunakan untuk mengajak bicara Embun, sepi dari murid lain.

"Dia omong apa lagi? Dasar anak itu!" gerutu Embun karena sebal Aura tidak ada habisnya mengganggu mereka.

"Dia bilang, papamu berselingkuh dengan mamaku."

Embun terkejut dengan ucapan Bening, menatap saudaranya itu dengan rasa tak percaya.

Bening menceritakan semua, terlihat sebuah kekecewaan di matanya. Dalam pandangannya, Embun adalah sebuah kesalahan jika apa yang diceritakan Aura benar.

"Jika itu memang benar. Maka aku akan membencimu seumur hidup, Bu."

Bening terperangah dengan ucapan Bening, kenapa saudaranya sampai membenci dirinya, sedangkan dia tak tahu apa-apa.

"Tapi aku tidak--" Embun ingin menjelaskan, tapi Bening tiba-tiba langsung pergi meninggalkannya.

Embun menatap punggung Bening yang berlalu, hingga kedua pundaknya bergetar, kristal bening menetes dari ujung kelopak matanya. 

"Kok kamu ngomong gitu sih, Be?"

Embun menyeka air mata yang jatuh, tapi tetap saja tak bisa menghentikan karena linangan itu terus meluncur membasahi pipi. Ia menangkup wajah untuk menutupi kesedihan, rasanya sakit ketika saudaranya sendiri mengatakan akan membencinya karena sesuatu yang dia tidak tahu. 

Gama yang sedang berjalan di dekat sana tanpa sengaja melihat Embun yang sedang menutupi wajahnya. Ia pun mendekat untuk melihat, hingga sadar jika gadis itu sedang menangis.

"Bu, apa kamu tidak apa-apa?" tanya Gama penuh kehati-hatian. 

Gama tak mendengar jawaban dari Embun, hanya suara isakan kecil yang terdengar di sana. Ia pun sadar jika Embun memang sedang menangis, hingga perlahan meraih dan memeluk gadis itu. 

Rain yang melihat Bening sudah berjalan menuju kelasnya tapi Embun belum lantas mencoba mencari keberadaan kekasihnya itu, dia begitu terkejut saat melihat Gama sedang memeluk Embun, Rain tidak tahu kalau Embun sebenarnya sedang menangis.

BAB 30 BAGAIMANA KEADAANMU

Setelah Bening mengatakan jika akan membencinya jika sampai benar papi dan mamanya berselingkuh, Embun menjadi murung. Sejak dari sekolah hingga pulang ke rumah, ia tak banyak bicara dan terus berada di kamar sepanjang sore.

Saat makan malam, Embun hanya menatap makanan yang tersaji di piring, gadis itu seakan tak ada niat untuk menyantapnya karena napsu makannya hilang.

"Bubu, apa kamu sakit? Kenapa diam saja? Kenapa tidak makan?" tanya Jojo yang merasa Embun sedikit berbeda dan terlihat lesu. “Apa kamu tidak suka makan malamnya? mau Mami buatkan yang lain?”

Embun geleng-geleng kepala mendengar pertanyaan Jojo, dia masih menunduk dengan tatapan terarah ke piring. Bibir mungilnya mendesau, dia lantas mengangkat kepala agar bisa melihat wajah sang mami.

"Ada apa, hmm?" tanya Jojo lembut. Ia merasa sedikit cemas, naluri keibuannya mengatakan bahwa putrinya sedang tidak baik-baik saja.

"Mi, bagaimana bisa mama Rea mengandungku? Apa benar itu kesalahan medis, atau sebenarnya Papi berselingkuh dengan mama Rea?" tanya Embun yang sudah tidak bisa menyembunyikan rasa penasaran di hatinya, dia merasa perlu mengetahui fakta yang sebenarnya. 

Jojo begitu terkejut dengan pertanyaan Embun, sampai tanpa sadar menjatuhkan sendok di tangannya ke lantai.

"Siapa yang mengatakan itu? Itu tidak benar, kamu jangan berpikir seperti itu!" sanggah Jojo.

Embun melihat reaksi Jojo yang berlebihan, hingga berpikir apakah mungkin apa yang dikatakan Bening benar.

"Jika itu memang benar, apakah artinya aku anak haram?"

"Embun! Siapa yang ngajarin kamu bicara seperti itu, nggak ada di dunia ini yang namanya anak haram!" bentak Jojo tanpa sadar.

Embun begitu terkejut mendengar Jojo membentaknya, bahkan kedua pundaknya sampai bergedik. Ia melihat Jojo yang terlihat marah, wanita yang sangat disayanginya itu sampai berdiri dari kursinya.

“Mi, aku ‘kan cuma nanya.” Akhirnya Embun memilih bangun dan langsung masuk ke kamar, air mata jelas jatuh membasahi pipinya.

Jojo terkesiap melihat putrinya berlari masuk ke kamar. Ia memegangi kening karena terlampau marah hingga membentak Embun seperti tadi. Jojo akhirnya memilih menghubungi Axel, dia merasa masalah ini tidak bisa terus ditutupi. Embun harus tahu. Ya, lebih baik tahu dari papinya sendiri dari pada dari mulut orang lain.

"Bagaimana ini, Ax? Kita tidak bisa terus menutupi masalah ini." Jojo bertanya, setelah menjelaskan semuanya tentang Embun yang tiba-tiba menanyakan asal usul kelahirannya.

"Baiklah, kamu tenang dulu. Aku akan segera ke Indonesia, lagi pula Sky juga sudah masuk liburan. Tunggu aku! Oke." Suara Axel terdengar dari seberang panggilan, mencoba menenangkan sang istri yang kebingungan.

Jojo hanya mengiyakan lantas mengakhiri panggilanya dengan sang suami. Ia pergi ke kamar Embun, merasa perlu bicara kepada putrinya itu. Hati Jojo terasa ngilu saat melihat Embun yang tengkurap di kasur, gadis itu masih menangis.

"Bu." Jojo mendekat, duduk di tepian ranjang lantas mengusap lembut bagian belakang kepala putrinya.

"Maafin Mami, Mami nggak ada maksud ngebentak kamu. Mami hanya ingin kamu tidak memikirkan hal itu," ujar Jojo memberi pengertian, dia berbicara dengan nada suara pelan dan selembut mungkin.

"Aku cuma ingin tahu, Mi. Sebenarnya bagaimana aku bisa lahir kembar dengan Bening tapi wajah kami berbeda, apa benar-benar karena kesalahan medis seperti yang selama ini aku percayai?" tanya Embun dengan suara terisak, dan masih tak mau melihat ke arah Jojo.

Jojo benar-benar bingung, tapi dia merasa semua itu harus Axel sendiri lah yang memberitahu.

"Mami tidak bisa bicara apa-apa. Tunggu papi datang, ya. Biar papi yang jelaskan," bujuk Jojo, tangannya masih terus mengusap rambut panjang Embun. “Papi bilang mau ke sini secepatnya bersama Sky,” imbuhnya.

-

-

-

Embun merasa tak tenang, apalagi masih harus menunggu papinya datang untuk mendapat penjelasan. Malam itu ia memilih keluar rumah setelah puas menangis. Embun pergi ke minimarket dekat dengan apartemen yang ditinggalinya.

Gadis itu berjalan kembali ke apartemen dengan langkah berat. Satu tangan memegang kantung plastik berisi belanjaannya, hingga ponselnya berdering dan sebuah pesan masuk ke sana.

[Bagaimana keadaanmu?]

Ternyata Rain yang mengiriminya pesan, Embun pun buru-buru membalas pesan dari cowok itu.

[Buruk, sangat buruk]

Embun mengirim pesan yang diketiknya, lalu berhenti berjalan untuk menunggu jawaban dari Rain. Suara notifikasi pun terdengar, Rain membalas pesannya dengan cepat.

[Kalau buruk, seharusnya kamu beli es krim atau cokelat, kenapa citata?]

Embun terkejut membaca pesan dari Rain, bagaimana bisa cowok itu tahu dirinya membeli Citata. Mengedarkan pandangan ke kiri dan kanan, Embun tidak melihat keberadaan Rain, hingga dia membalikkan badan dan terkejut melihat cowok itu sudah berdiri tepat di belakangnya.

Rain ternyata sudah membuntuti Embun sejak tadi. Ia pun langsung tersenyum ketika Embun menatap ke arahnya.

“Kenapa tidak membeli es krim?” tanya Rain.

“Rain!” lirih Embun. "Rain."

Gadis itu menjatuhkan barang belanjaannya dan berlari ke arah Rain, melingkarkan tangannya ke pinggang dan memeluk cowok itu begitu erat.

 

BAB 31 ANAK SEORANG PEMERKOSA



Rain mendekap erat Embun ketika gadis itu memeluknya, bahkan membiarkan Embun menangis, dia merasa jika saat ini gadis yang disayanginya itu butuh sandaran. 


Rain mengajak Embun duduk di bangku taman yang terdapat di samping apartemen, dia menggenggam erat tangan Embun seakan tidak ingin melepasnya. 


"Soal gosip itu, kamu tidak usah terlalu memikirkannya," ucap Rain mencoba menenangkan perasaan Embun.


"Sebenarnya aku pernah bertanya-tanya dalam Hati, bagaimana bisa saudara kembar berbeda wajah? tapi aku percaya ke papi dan mami, mereka tidak mungkin berbohong," ujar Embun, suaranya masih sedikit serak karena terlalu banyak menangis.


Rain mengulurkan satu tangan, mengusap sisi wajah Embun yang masih agak basah, kemudian mengulurkan satu tangannya lagi dan melakukan hal yang sama. Ia tersenyum hangat agar Embun merasa tenang dan tidak berpikiran buruk lagi. 


"Yang kamu dengar hanya gosip, kita tidak tahu apakah itu benar atau salah. Jadi alangkah baiknya tidak perlu memercayainya."


Embun mengangguk kecil, mencoba tersenyum meski rasanya masih begitu sedih.


Rain merasa sedikit tenang ketika melihat gadis itu tersenyum. Ia mendekatkan wajah, hingga dengan berani menyentuhkan permukaan bibir mereka.


Embun cukup terkejut dengan yang dilakukan Rain, tapi meski begitu dia memilih memejamkan mata dan membiarkan Rain mencium bibirnya.


Di sisi lain tanpa mereka sadari, Bening baru saja turun dari taksi. Ia memang sengaja datang ke apartemen Embun untuk melihat keadaan saudaranya itu, dia merasa sedikit menyesal dengan sikapnya. Namun, Bening sepertinya harus kecewa, ketika melihat Rain dan Embun yang sedang duduk di bangku taman. Niat hati mendekat untuk menghampiri, tapi siapa sangka jika Bening malah harus melihat Rain yang mencium Embun, membuat rongga dadanya terasa begitu sesak. Bening yang kesal dan cemburu memilih berbalik. 

-
-
-

Bening terus mengepalkan kedua telapak tangan ketika naik taksi untuk pulang. Hatinya begitu kacau saat melihat cowok yang disukainya berciuman dengan saudarinya, meski Bening tahu kalau mereka berpacaran, tapi dia tetap saja menyukai Rain.


Sementara itu, Rea yang langsung pergi ke Jogja setelah mendapat telpon dari Bening, kini sudah sampai di rumah Anisa. Bening yang baru saja turun dari taksi, melihat Rea yang ternyata juga baru saja datang. Bukannya senang melihat sang mama datang, Bening malah tampak begitu kesal.


"Be, kamu dari mana?" tanya Rea ketika melihat putrinya baru sampai. 


Bukannya menjawab pertanyaan Rea atau mengajak wanita itu duduk dulu, Bening malah langsung bertanya tentang hal yang sudah mengganggunya. 


"Asal usul Embun, Apa Mama berselingkuh dengan ayahnya?".


Rea terkejut karena Bening langsung bertanya tentang masalah itu. Namun, Rea berusaha bersikap tenang, mengingat kedatangannya ke sana memang untuk menceritakan hal ini. 


" Kenapa Mama diam? jawab Ma!"


Rea pun memejamkan mata sejenak, mau tidak mau dia harus menceritakan hal ini. Akhirnya Rea bercerita kalau dia dan Axel tidak berselingkuh, tapi pria itu memperkosanya. Rea tetap menjelaskan jika itu tidak disengaja mengingat Axel sedang mabuk dan dalam pengaruh alkohol.


"Apa?"


"Jangan menyalahkan Embun! Sama sepertimu, dia juga tidak tahu apa-apa, kalian anak-anak tidak harus menanggung kesalahan orang tua," Tegas Rea. 


Bening merasa kesal dan benci ketika mengetahui fakta itu, tapi pada dasarnya rasa benci itu sebenarnya dipicu oleh cemburu akan hubungan Embun dan Rain. 


"Kenapa Mama membiarkan dia lahir? Aku tidak sudi punya saudara seperti dia!" Bening yang tidak terima, malah marah-marah dan langsung masuk ke kamarnya.


Rea terkejut dengan ucapan Bening, kenapa putrinya sampai bisa bicara seperti itu. Sedangkan penjelasan Rea tentang Axel yang sebenarnya baik pun tak mau didengar oleh gadis itu. 

-
-
-

Hari berikutnya. Bening tetap pergi ke sekolah seperti biasa, tapi bedanya kini tak ada semangat untuk bertemu atau berdekatan dengan Embun seperti dulu.


"Be!" Embun yang melihat Bening sedang berjalan sendirian, lantas memanggil dan mengejar saudaranya itu.


Bening yang mendengar suara Embun memanggil, mencoba mengabaikan dan semakin cepat melangkahkan kaki, mencoba menghindar. 


Embun merasa aneh karena Bening malah mempercepat langkah. Ia pun berlari sekuat tenaga untuk menyusul dan langsung menghadang Bening.


"Be, aku memanggilmu, kenapa kamu tidak berhenti?" tanya Embun yang sudah berada di depan Bening, napasnya terengah karena berlari.


Bening menatap benci pada Embun, dia tak mau bicara dengan saudaranya itu dan memilih menghindar.


Embun yang sadar jika Bening menghindarinya, lantas mencegah langkah Bening dengan cara menghadang jalannnya kembali. 


"Ada apa, Be? Apa ada masalah? Apa kamu tidak berniat bercerita padaku?" tanya Embun hati-hati.


Bening yang kesal langsung berteriak, membuat Embun dan beberapa siswa lain yang melintas langsung menatap ke arah mereka. 


"Ya, memang ada masalah! Untuk apa aku bercerita padamu, kamu adalah aib, aku menyesal memiliki saudara sepertimu. Kenapa kamu harus lahir dari rahim mamaku? Kenapa mama mempertahankan bayi dari seorang pemerkosa!"


Embun terkesiap dengan ucapan Bening, hatinya bak tersambar petir di hari yang cerah, bahkan buliran kristal bening hampir luruh dari kelopak matanya. 


"Aku membencimu!" Bening memberi tatapan penuh kebencian, sampai berjalan melewati Embun dan dengan sengaja menyenggol lengan saudaranya itu.


Embun merasa hatinya begitu hancur, apalagi ketika Bening mengatakan jika dia adalah anak pemerkosa. Embun berlari keluar dari area sekolah, tak masuk kelas dan membolos karena perasaannya begitu kacau.

-
-
-

Rain yang sudah datang lebih dulu, terlihat duduk di kelas, menunggu Embun datang untuk memastikan kekasihnya itu sudah baik-baik saja. Namun, ia terkejut ketika mendengar teman sekelasnya melihat Embun dan Bening bertengkar. Rain menyadari jika Embun belum datang.


Rain memilih keluar kelas, berjalan cepat menuju kelas Bening untuk bertemu dan bertanya, apakah yang dikatakan anak-anak jika Bening dan Embun bertengkar benar adanya.



"Apa sih, Rain?" tanya Bening menepis tangan Rain yang menariknya ke samping gedung sekolah.


"Kamu bertengkar dengan Embun, di mana dia sekarang?" tanya Rain cemas, sadar kalau perasaan dan emosi Embun sedang tak stabil sekarang.


"Mana aku tahu," jawab Bening enteng, seakan tak acuh dengan pertanyaan Rain.


"Kenapa kalian bertengkar?" tanya Rain dengan sedikit nada membentak, membuat Bening terkejut.


Bening merasa kalau Rain bertanya karena semata-mata cemas dengan Embun, membuat gadis itu kembali emosi dan kesal.


"Kenapa? Kenapa semua orang peduli pada Embun? Apa bagusnya dia? Apa kamu tahu kalau dia itu anak pemerkosa?!" Bening yang kesal, mencoba meluapkan kekesalan dan mengungkap siapa sebenarnya Embun.


Rain terkesiap dengan pengakuan gadis itu, hingga tersenyum miring karena tak percaya jika Bening tega bicara seperti itu.


"Aku kecewa sama kamu, Be! Embun itu saudaramu, tapi bisa-bisanya kamu berkata seperti itu. Jangan-jangan kamu memang tak pernah tulus menyayanginya. Kamu mengecewakan!"


Rain langsung pergi setelah mengucapkan kalimat itu, merasa jika Bening sangat keterlaluan hingga setega itu. 

 

BAB 32 CINTA SEGITIGA

Setelah berbicara dengan Bening dan malah merasa kesal. Rain memilih pergi dari sekolah, hari itu dia ikut membolos karena cemas dengan keadaan Embun. Rain pergi ke apartemen Embun untuk memastikan serta melihat apakah gadis itu pulang.


Rain mengetuk pintu dengan perasaan cemas, hingga beberapa saat kemudian pintu apartemen terbuka dan dia melihat Jojo berdiri dengan sebuah handuk di tangannya. Wanita itu seketika terkejut melihat Rain ada di sana, bukankah seharusnya pacar anaknya itu ada di sekolah.


"Embunnya ada, Tan?" tanya Rain mencoba bersikap biasa.


"Embun sudah berangkat dari tadi," jawab Jojo sedikit bingung, karena Rain ke sana di jam seharusnya sudah masuk kelas. "Memangnya kenapa? Apa Embun tidak di sekolah?" tanya Jojo.


Rain terlihat berpikir dan terbata-bata, karena tak mau membuat cemas Jojo, akhirnya Rain berbohong dan mengatakan jika dia hanya ingin mengajak Embun berangkat ke sekolah bersama.


"Maaf ya Tante, aku tidak tahu kalau ternyata Embun sudah berangkat." Rain pun bergegas pamit, meninggalkan sebuah pertanyaan besar di kepala Jojo. 


"Lha bukannya ini sudah terlambat? atau ada acara di sekolah?" Jojo menutup pintu kemudian mengedikkan bahu. 

-
-
-
-

Di sisi lain, ternyata Embun berjalan tak tentu arah. Kakinya melangkah pelan dengan kepala menunduk. Jika bisa, Embun benar-benar ingin sekali menangis sekeras-kerasnya. 


Tanpa disadari oleh Embun, ternyata Gama membuntuti. Cowok itu melihat Embun bertengkar dengan Bening, lantas mengikuti karena cemas dengan keadaannya. Gama pergi dari sekolah tanpa membawa tas, hanya membawa ponsel dan dompet di kantung seragam. 


Embun tiba-tiba saja berhenti berjalan, gadis itu berjongkok dan menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan. Ia akhirnya menangis meski tidak terdengar meraung, kedua pundaknya bergetar menandakan kalau dia tengah menahan sesak di rongga dada.


Gama yang melihat Embun berhenti dan berjongkok, lantas berjalan cepat. Ia berdiri di depan Embun, dan hanya diam menunggu sampai gadis itu berhenti menangis.


Barulah beberapa saat kemudian, Embun baru menyadari jika ada seseorang di hadapannya. Ia pun mendongak dan melihat Gama berdiri di sana.


"Tidak apa-apa kalau mau nangis lagi," ucap Gama.


Embun menggelengkan kepala, lantas memilih berdiri dengan mengusap wajah yang penuh air mata.


Mereka akhirnya duduk di taman yang mereka lewati. Sepertinya Embun tak ingin Gama mengetahui tentang akar masalah pertengkarannya dengan Bening. Dia tidak bercerita sampai cowok mantan teman online-nya itu bercerita. 


"Kenapa bertengkar dengan Bening?" tanya Gama.


Embun berusaha tersenyum dan menggelengkan kepala, bahkan sampai mendongak agar tak menangis ketika mengingat bagaimana Bening mengatainya tadi.


"Hanya perdebatan kecil," jawab Embun.


Gama juga tak memaksa jika Embun tak mau cerita, meski dirinya melihat pertengkaran itu, tapi Gama juga tak mendengar jelas apa yang dibicarakan keduanya. Mereka hanya terdiam sampai Embun melihat seekor kucing melintas di depan mereka. 


"Apa kamu ingat aku pernah bercerita? di Aussie aku punya seekor kucing bernama Loki?"


"Ya, tentu ingat. Namanya seperti saudara Thor, juga dewa kenakalan," seloroh Gama.


Embun tertawa kecil, lantas berkata, "Ya, tapi dia lucu. Setiap aku sedih, pasti aku akan memeluk dan mengusap bulunya yang halus, itu sangat menenangkan."


"Sayangnya aku tidak bisa membawanya saat ke mari, jadi Loki dijaga oleh Sky sekarang. Tapi kayaknya dia akan dibawa ke sini, pas papi datang," ujar Embun dengan sedikit tatapan kesedihan.


"Papimu akan datang?" tanya Gama. 


"Hem ... untuk menjelaskan sesuatu padaku."


Gama hanya bisa memindai wajah gadis di sampingnya, dia tahu pertengkaran Embun dan Bening bukan karena masalah sepele. Ia pun mencoba bicara dan mengatakan jika Embun tak perlu cemas, karena masih banyak yang menyayanginya. 


Embun hanya mengangguk mendengar ucapan Gama, merasa sedikit lega ketika ada yang menemaninya bicara. Embun merogoh ponsel untuk melihat sudah jam berapa, ia terkejut ketika melihat ada sepuluh panggilan tak terjawab dari Rain. Ia tak tahu kalau Rain menelepon karena ponselnya dalam mode diam.


-
-
-


Gama pun memilih mengantar Embun pulang ke apartemen, karena tidak mungkin mereka kembali lagi ke sekolah. Hingga ketika mereka sampai, Gama dan Embun melihat Rain. Cowok itu ternyata sejak tadi masih menunggu di dekat apartemen. 


Melihat Embun datang, Rain pun berlari dan langsung memeluk gadis itu. Ia terlihat begitu mencemaskan kekasihnya, hingga Gama yang melihat adegan itu memilih memalingkan wajah ke arah lain.


Rain melirik Gama, merasa heran karena sepupunya itu bisa bersama pacarnya. Rain seolah baru menyadari sesuatu bahwa sepupunya itu menyukai Embun.

BAB 33 SEMUA ORANG JUJUR

“Apa kamu baik-baik saja?” Rain mengusap sisi rambut Embun, dan gadis itu tentu saja menganggukkan kepala meskipun sebenarnya merasa sedih.

Setelah memastikan kondisi Embun dan mengajaknya berbicara, Rain memilih kembali ke apartemen karena sudah terlanjur bolos. Sedangkan Gama sejak Rain memeluk Embun tadi, cowok itu meminta izin kembali ke sekolah karena tasnya juga masih di sana.

-
-
-
Rain yang tiduran di sofa apartemennya terlihat berpikir, dia merasa jika Gama benar-benar menyukai Embun. Dari cara Gama menatap pacarnya, serta seringnya sang sepupu berada di sekitar Embun ketika gadis itu sedih.

"Kok jam segini sudah pulang?" tanya Rain begitu Gama pulang dan duduk untuk melepas sepatunya.

“Tidak ada les tambahan,” jawab Gama dengan nada biasa. Dia langsung meletakkan sepatunya ke rak dan berniat masuk ke dalam kamar. Namun, sebuah pertanyaan dari Rain membuat Gama menghentikan langkah kaki.

"Apa kamu menyukai Embun?" 

Suasana menjadi sedikit tegang, kedua cowok itu sama-sama diam untuk beberapa saat. Hingga, Gama menoleh ke Rain dan menjawab, "Ya, aku menyukainya. Sejak kenal dia lewat aplikasi Lololove, mulai saat itulah aku menyukainya. Alasanku meminta pindah ke jogja juga karena dia tinggal di sini, tapi aku terlambat. Bubu sudah menjadi pacarmu saat aku datang." Gama mencoba bicara jujur pada Rain.

Rain terdiam mendengar jawaban kakak sepupunya yang bahkan memanggil Embun dengan nama kesayangan. Rain tak menyangka kalau ternyata mereka menyukai gadis yang sama.

"Jika suatu hari nanti kamu berani menyakiti Embun, aku pastikan akan merebut dia darimu!" ancam Gama dengan tatapan tajam yang tertuju pada Rain.

Gama memilih melangkahkan kaki pergi ke kamarnya setelah mengucapkan kalimat itu. Sedangkan Rain sendiri masih diam, tak bereaksi sama sekali. Sejak hari itu hubungan Rain dan Gama menjadi renggang.

-
-
-

Malam harinya, Rain sengaja datang ke apartemen Jojo untuk mengajak Embun mengerjakan tugas sekolah bersama. Namun, sebenarnya itu hanya alasan karena Rain sebenarnya berniat menghibur Embun, dia tak ingin pacarnya itu terlalu banyak pikiran.

Ketika sampai di depan pintu unit apartemen sang pacar, Rain melihat pintu yang tidak tertutup sempurna. Saat akan memencet bel, Rain mendengar suara gaduh serta pertengkaran dari dalam, ia pun memilih mengurungkan niat dan malah menelinga.

"Mami bohong!" teriak Embun, suaranya terdengar sampai ke tempat Rain berdiri. Untungnya tetangga apartemen Embun kebanyakan mahasiswa, sehingga banyak yang tidak ada di tempat pada jam itu.

Embun menceritakan apa yang Bening katakan padanya di sekolah, tapi Jojo masih diam dan enggan untuk menjawab.

"Aku terlahir bukan karena kesalahan medis, Mami bukan ibu kandungku!"

Jojo sadar jika emosi Embun sedang tidak stabil. Wanita itu memilih diam dan tak ingin bebricara sehingga membuat putrinya itu semakin terpukul.

"Kenapa Mami dan papi bohong? Apa memang benar kalau aku anak hasil pemerkosaan? Apa benar papi merkosa mamanya Bening? Kenapa Mami diam?" Embun melayangkan pertanyaan bertubi pada Jojo.

"Bu, Mami minta kamu bersabar dan tunggu papi datang, biar papimu yang menjelaskan semua," ucap Jojo mencoba tenang menghadapi putrinya.

Embun yang kesal lantas menghentakkan kaki ke lantai, memilih masuk ke kamar dan mengurung diri. Jangan ditanya bagaimana perasaannya sekarang, air matanya sudah membasahi pipi sejak tadi.

Mendengar apa yang dibicarakan Embun pada Jojo, membuat Rain mengurungkan niat untuk menemui Embun. Ia menutup pintu apartemen yang mungkin lupa ditutup itu, kemudian mengeluarkan ponsel dari saku celananya.

[Aku ingin bertemu denganmu sekarang]

Rain mengirimkan pesan pada Bening, mengajak kembaran Embun itu bertemu di sebuah kafe.

-
-
-

Rain sudah menunggu Bening, hingga beberapa saat kemudian gadis itu datang dan langsung duduk di depannya.

"Ada apa mengajakku bertemu?" tanya Bening.

"Kenapa kamu tega melakukannya?" tanya Rain balik, tanpa basa-basi dia langsung berbicara masalah yang membuatnya mengajak gadis itu bertemu.

"Kamu ngomong apa?" tanya Bening yang sengaja berpura-pura tidak paham dengan apa yang ditanyakan Rain.

"Kenapa kamu tega mengatakan jika Embun anak dari hasil pemerkosaan? Kalian ini saudara, bagaimana bisa kamu bisa setega itu padanya?"

Bening merasa kesal karena Rain malah menyalahkan serta menyudutkannya, dia beranggapan Rain hanya memikirkan perasaan Embun saja dan tidak memikirkan perasaannya.

"Kenapa semua orang memikirkan perasaan Embun? Apa untuk kalian perasaanku tidak penting?" protes Bening yang membuat Rain terkejut, mata gadis itu bahkan terlihat menggenang.

"Aku memang sengaja mengatakannya, itu karena aku merasa kesal padanya. Kenapa dia seperti mendapatkan semuanya? Kenapa kamu juga memilih dia? sedangkan kamu jelas tahu kalau aku sangat menyukaimu. Kenapa kamu tidak sekalipun menoleh kepadaku Rain?".

Rain benar-benar terkejut karena Bening begitu emosional. 

"Itu karena Embun memiliki hati yang hangat, dia tidak sepertimu."

 

BAB 34 KEDATANGAN AXEL DAN SKY

Sudah seminggu Embun dan Bening saling diam. Meski mereka bertemu di sekolah, tapi keduanya benar-benar tak saling bertegur sapa. Sebenarnya Embun sedih dengan keadaan ini, dia tak pernah berpikir keinginan ingin bertemu saudaranya, malah harus berakhir dengan sebuah perselisihan.

Sore itu Embun mengajak Rain bertemu, mereka duduk di bangku taman yang ada di apartemen.

"Kamu tahu 'kan, Rain. Aku pulang ke Indonesia, lalu ke Jogja agar bisa bertemu Bening, tapi kenapa dia sekarang malah seperti ini?" Embun benar-benar tak menyangka jika masalah perbedaan fisik mereka menjadi masalah, terlebih fakta sebenarnya yang belum Embun percayai sepenuhnya.

"Jangan memikirkan masalah itu lagi. Yang terpenting kamu tunggu kepastian dari papamu, agar semua jelas. Lagi pula mungkin ini adalah emosi sesaat Bening, siapa tahu setelah kalian sedikit berjauhan, dia bisa berpikir dengan jernih," ujar Rain mencoba menenangkan perasaan Embun agar tak kembali berpikir macam-macam. 

Embun mengangguk, meski Bening mengatakan jika papinya memperkosa ibunya, tapi dia juga tak mau langsung percaya sampai sang papi yang bercerita sendiri padanya.

"Oh ya, nanti malam papi sama adikku tiba di Jogja. Kamu ikut jemput, ya!" ajak Embun penuh semangat, dia tersenyum dan sejenak melupakan masalahnya dengan Bening.

_
_
_

Malam harinya, Embun tak menyangka jika Rain menjemput mereka menggunakan mobil dengan plat nomor yang masih putih. Gadis itu langsung masuk dan duduk di kursi depan, sedangkan Jojo duduk di belakang.

"Kamu nyewa mobil ini?" tanya Embun.

"Nggak! Aku iseng minta mama untuk membelikanku mobil, eh ... ternyata dibelikan beneran," jawab Rain santai.

Embun tersenyum lebar mendengar jawaban Rain. Rain sendiri lantas memilih menjalankan mobil menuju bandara. Sepanjang perjalanan Embun dan Rain terus mengobrol, seakan tidak pernah kehabisan topik untuk dibicarakan.

Jojo yang duduk di kursi belakang, terus mengamati Embun dan Rain. Wanita itu merasa senang karena Embun dekat dengan Rain. Jojo tahu jika Embun memang punya banyak teman cowok di Australia, tapi tidak ada satu pun yang sedekat seperti Rain saat ini.

_
_
_

Setengah jam kemudian, mereka sudah sampai di bandara. Menunggu Axel dan Sky di gerbang kedatangan. Begitu melihat Axel dan Sky keluar, Embun langsung berlari dan memeluk sang papi. 

"Aku rindu kalian," ucap Embun yang sudah memeluk erat Axel.

Sky sendiri langsung memeluk Jojo karena sangat merindukan maminya. Hingga tatapan Axel dan Sky tertuju pada Rain yang berdiri di belakang.

Embun yang sadar ke mana tatapan Axel tertuju, langsung melepas pelukan dan memperkenalkan Rain pada Axel.

"Kenalin, Pi. Ini Rain, pacarku." Embun memperkenalkan dengan bangga siapa Rain.

Seketika Axel membulatkan bola mata, menatap Embun dan Rain bergantian. Rain langsung mengulas senyum, lantas menyalami Axel sebagai tanda menghormati. Meski Axel terkejut, tapi tetap saja harus sopan karena Rain juga melakukan hal yang sama.

Selepas dari bandara, mereka mampir ke rumah makan, terlihat aura kebahagiaan, terutama di wajah Embun. Setelah selesai makan, Embun dan Rain memilih melihat ikan di kolam yang terdapat di dekat gazebo yang mereka gunakan untuk makan tadi.

"Kapan Embun mulai pacaran?" tanya Axel seraya menatap ke arah Embun dan Rain yang sibuk bercanda. 

"Entah, sepertinya sejak awal mereka bertemu karena kita berebut apartemen," jawab Jojo santai.

Sky memilih bermain ponsel setelah makan, cowok itu terlihat menengok sekilas ke arah Rain dan Embun saat mendengar percakapan kedua orangtuanya.

Rain memperhatikan Sky, hingga kemudian bertanya dengan setengah berbisik pada Embun. 

"Adikmu, memang begitu ya? Cuek dan dingin?" 

"Hem ... begitulah Sky." Embun menjawab seraya mengedikkan kedua pundak.

"Apa benar itu adikmu? Kenapa dia besar dan tinggi? Beda banget sama kamu?" tanya Rain lagi yang merasa perbedaan fisik Embun dan Sky sangat jauh.

"Sky itu perenang, makanya dia punya postur tubuh bagus dan tinggi," jawab Embun.

Rain dan Embun masih berbincang seraya sesekali bercanda. Hingga Rain mendapat pesan chat dari Skala—ayahnya. Ia pun membuka dan membaca pesan itu. 

[Rain, Apa benar kamu berpacaran dengan anak pria ini?]

Skala mengirimkan pesan beserta sebuah foto, dan sukses membuat Rain mengernyitkan dahi, dia tidak mengerti dengan maksud papanya. 

BAB 35 FAKTA DARI PAPI

Begitu Rain pulang setelah mengantar keluarganya sampai di rumah. Embun langsung mengajak Axel duduk bersama untuk meminta penjelasan dari papinya itu.

"Aku mau sekarang! Papi harus cerita sekarang tentang aku dan Bening, kenapa kami bisa berbeda dan apa sebenarnya yang terjadi?" tanya Embun yang sudah tidak sabar karena sudah lama memendam rasa penasaran itu. 

"Bening bilang, Papi merkosa mama Rea. Apa itu benar?" tanya Embun lagi meski pertanyaan pertamanya belum dijawab Axel. Ia memberanikan diri bertanya meski sebenarnya merasa berat mengatakan hal negatif tentang papinya sendiri. Namun, rasa ingin tahunya cukup besar untuk membuatnya berani menanyakan itu. 

Axel menoleh pada Jojo, sebelum kemudian merangkul pundak Embun serta mengusap perlahan. Ia tahu kalau Embun tengah memendam amarah dan kesedihan, mendengar lewat suara sang putri yang terdengar begitu berat.

"Papi akan mengatakannya, tapi berjanjilah apa pun yang kamu dengar, tidak akan ada yang berbeda nantinya di antara kita," ucap Axel. 

Embun pun menganggukkan kepala, menyetujui permintaan Papinya. 

"Sebenarnya dulu Papi memang menyukai mama Rea, tapi sayangnya cinta Papi bertepuk sebelah tangan karena mama Rea sudah menikah dengan papa Arkan. Papi tahu kalau itu sudah salah, dan karena terpengaruh alkohol, Papi tanpa sadar melakukan perbuatan tercela itu." Axel menatap wajah Embun yang mulai berubah. 

"Papi memang memerkosa mamanya Bening." 

Embun benar-benar syok, hatinya hancur ketika mendengar kebenaran itu, ternyata semua yang dikatakan Bening benar adanya. Ia mencengkeram kedua lulut, memilih diam dengan kelopak mata yang menggenang.

"Maaf, Papi memang salah Bu, Papi bukanlah pria yang baik. Tapi kamu tetaplah anak Papi, kamu harus tahu papi menyayangimu, kamu disayangi banyak orang. Dan yang harus kamu tahu, tidak ada yang namanya anak haram di duni ini," ujar Axel lagi. 

Kedua pundak Embun bergetar hebat, hingga gadis itu menangis begitu keras, membuat Axel, Jojo, dan Sky kebingungan. Axel sendiri langsung memeluk Embun, mencoba menenangkan putrinya yang sudah pasti sangat terguncang. 

Sementara itu, Sky hanya menatap Embun yang terus menangis. Ia sendiri terkejut dengan fakta yang baru saja disampaikan papinya.

_
_
_

Malam pun semakin larut, Embun ternyata belum tidur dan memilih duduk di balkon. Sky yang melihat kakaknya duduk di luar, lantas mendekat dan ikut duduk di sana, dia bisa menebak kalau Embun pasti masih memikirkan fakta tentang kelahirannya. 

"Kalau kamu mau menangis lagi, kamu boleh kok meminjam bahuku buat nangis," ujar Sky seraya menatap Embun. "Tapi, lebih baik jangan menangis lagi, kamu pasti sudah capek dari tadi nangis," imbuh Sky.

Embun menoleh pada Sky, kemudian mengangguk. Ia menjatuhkan kening di pundak Sky dan menangis sampai terisak.

Sky menghela napas kasar, tak tega melihat kakaknya menangis sampai seperti itu. Ia pun mengulurkan tangan dan mengusap air mata Embun.

"Cukup malam ini, berjanjilah untuk tidak menangis lagi besok. Mau bagaimanapun cara kamu dilahirkan, kamu tetaplah kakakku yang paling aku cintai dan sayangi," kata Sky mencoba menghibur hati Embun.

Embun memaksakan senyuman, mengangkat kepala dan mengangguk perlahan. Merasa sedikit tenang karena memiliki Sky yang begitu sangat sayang padanya. 

Mereka masih mengobrol di luar, hingga kucing Embun yang dibawa dari Australia mengeong dan menyusul dua remaja itu keluar. Embun langsung menggendong dan meletakkan kucing bernama Loki itu dipangkuan, serta mengelus bulu halusnya. 

"Oh ya, apa pacarmu itu baik?" tanya Sky yang memang tadi tak terlalu banyak berinteraksi dengan Rain.

"Dia baik," jawab Embun dengan tangan masih sibuk mengusap bulu Loki. 

"Dia ganteng, 'kan?" tanya Embun balik.

"Hmm ... tapi lebih handsome aku." Dengan percaya diri, Sky mengaku kalau dia lebih tampan dari Rain, bahkan sampai mengguyar rambutnya ke belakang. 

Embun terbahak mendengar pengakuan Sky, hingga sejenak bisa melupakan kesedihannya. 

BAB 36 AKU JUGA MENYESAL

Axel keluar dari kamar untuk mengambil minum. Namun, saat melihat pintu kamar Embun yang sedikit terbuka, membuat Axel berpikir untuk melihat keadaan putrinya itu. Hingga Axel melihat Embun dan Sky yang ternyata masih duduk di balkon, ia pun berjalan mendekat dan menghampiri keduanya.

Sky yang melihat kadatangan Axel, langsung berdiri dan pergi dari sana. Axel sendiri memilih duduk di samping Embun dan langsung mengambil Loki dari pangkuan sang putri. 

"Bu, Maafin Papi! Papi memang bukan pria yang sempurna, Papi memiliki masa lalu yang begitu kelam dan buruk. Namun, meski begitu Papi sangat menyayangimu," ujar Axel dengan tangan mengusap bulu Loki.

Tatapan Axel tertuju pada kucing Embun, ia tersenyum getir ketika mengingat masa lalu yang memang lebih pantas ditutup rapat-rapat.

"Dulu Papi menikah dengan mamimu saat kamu berumur dua tahun, mamimu sangat menyayangimu layaknya anak kandungnya sendiri," imbuh Axel.

Embun mendengarkan dengan seksama cerita Axel, lantas menoleh pada pria yang sudah tidak lagi muda itu.

"Apa Papi menyesal punya anak sepertiku?" tanya Embun dengan bola mata mulai berkaca.

"Tidak, tentu tidak. Papi malah begitu bangga dan bahagia memilikimu," jawab Axel.

"Lalu, mungkinkah mama Rea menyesal telah melahirkanku?" tanya Embun lagi dengan nada suara yang terdengar begitu berat.

Axel terkesiap mendengar Embun bertanya seperti itu. Ia melepas Loki dan memilih memeluk Embun, mengusap rambut gadis itu penuh kasih sayang.

"Kamu tidak boleh berbicara seperti itu. Meski di dunia ini sudah tak ada lagi yang menyayangimu, tapi Mami dan Papi tetap akan menyayangimu. Kami akan selalu ada di sisimu, bagaimanapun keadaanmu," ujar Axel kemudian.

Tanpa Axel dan Embun tahu, Jojo ternyata mendengar percakapan mereka. Wanita itu menangis di depan pintu, hingga akhirnya memilih menghambur ke keduanya. Ia langsung memeluk dua orang terkasihnya itu sambil menangis. Sky yang melihat hal itu lantas ikut membaur dan memeluk, keempatnya kini saling berpelukan, membuat Embun tersenyum bahagia. 

_
_
_
_

Keesokan harinya. Embun berangkat ke sekolah seperti biasanya, tapi alangkah terkejutnya dia ketika melihat anak-anak lain berdiri memandangi papan tulis di dan kelas. Mereka ternyata sedang melihat sebuah tulisan di sana. Tertulis 'Embun anak haram' di papan itu.

Embun begitu marah dan sakit hati, bahkan mengepalkan kedua telapak tangan begitu erat. Rain yang juga baru datang, melihat Embun yang terlihat begitu marah, hingga melihat tulisan yang ada di papan. Cowok itu langsung menghapus tulisan jahat itu.

Saat Rain sedang menghapus, Embun memilih berlari keluar kelas, hatinya terasa sakit karena ada yang berbuat begitu kejam dan tak berperasaan seperti itu kepadanya. Gadis itu menuju kelas Bening. Melihat Bening yang sedang berjalan ke arah kelas, Embun merasa kalau Bening lah yang sudah dengan sengaja menulis kata-kata itu.

Embun yang emosi, langsung mendorong pundak Bening, membuat saudara kembarnya itu hampir terjatuh ke belakang.

"Apa-apaan kamu?" Bening yang terkejut, langsung menatap tajam pada Embun.

"Kamu pikir kamu saja yang nyesel bersaudara denganku! Asal kamu tahu, aku juga nyesel memiliki saudara seperti kamu, aku nyesel pernah satu rahim dengan manusia yang tak punya hati seperti kamu. Aku nggak pernah meminta Tuhan buat lahir ke dunia ini! Apa kamu pikir ini semua keinginanku?" Embun merasa begitu geram dengan apa yang telah dilakukan oleh Bening.

Rain yang menyadari kalau Embun berlari pergi, lantas menyusul dan menarik tangan Embun karena gadis itu sedang marah-marah ke Bening di depan banyak orang. 

"Bu, sudah." Rain mencoba menenangkan Embun yang begitu emosi.

Rain mengajak Embun untuk pergi dari sana, tapi sebelum itu dia mengatakan sesuatu pada Bening. "Kamu memang keterlaluan dan tak punya hati!"

Bening kebingungan dengan sikap Embun padanya, juga Rain yang mengatainya tak punya hati. Ternyata Bening tidak tahu soal tulisan yang ada di papan kelas Embun, karena memang bukan dia yang menulisnya.

_
_
_

Saat jam istirahat. Embun dan Rain berada di kantin untuk makan, tanpa sengaja mata Embun tertuju pada Gama yang baru datang.

"Ga--" Embun ingin memanggil Gama, tapi langsung dicegah oleh Rain.

"Kenapa?" tanya Embun heran.

"Tidak usah," jawab Rain singkat, membuat Embun bingung.

"Dia mau pindah dari apartemenku, katanya mau tingggal di kos-kosan saja," lanjut Rain.

Embun mengernyitkan dahi, merasa aneh kenapa tiba-tiba Gama akan pindah, gadis itu berpikir mungkinkah ada masalah antara Rain dan Gama.

 

BAB 37 KEMBALI KE AUSTRALIA

Sore itu, Gama datang ke apartemen Embun, Ia merasa perlu mengatakan sesuatu pada gadis itu.

Gama memberanikan diri mengetuk pintu, hingga ketika pintu apartemen terbuka, dia tersenyum melihat Embun yang berdiri di hadapannya.

"Gege, ada apa?" tanya Embun yang tak langsung mempersilahkan masuk.

"Kamu ada waktu? Aku ingin mengajakmu jalan-jalan, ada sesuatu yang ingin aku omongin ke kamu," jawab Gama.

Embun terlihat berpikir, menoleh ke dalam sebelum menatap Gama lagi.

"Aku nggak bisa. Soalnya papiku baru datang," tolak Embun halus. Memberi alasan atas nama sang papi, meski sebenarnya Embun takut jika Rain tahu dan marah padanya. Ia tak tahu ada masalah apa antara Rain dan Gama, tapi Embun yakin kedua cowok itu sedang bertengkar, dia tak mau memperkeruh keadaan dengan menerima ajakan Gama.

"Begitu ya." Gama terlihat sangat kecewa.

Embun yang tak tega melihat kekecewaan di wajah Gama, memilih menawari cowok itu untuk berbicara di taman apartemen saja, jika memang ada sesuatu yang penting. 

Mereka pun duduk di bangku taman, keduanya terlihat saling diam beberapa saat.

"Kamu mau ngomong apa?" tanya Embun membuka perbincangan.

Gama menoleh Embun, kemudian mencoba mengumpulkan keberanian untuk mengutarakan apa yang dirasakan selama ini.

"Sebenarnya aku suka sama kamu." Gama akhirnya mengungkapkan perasaannya.

Embun terkejut mendengar pengakuan Gama, sampai menatap cowok itu dengan rasa tak percaya.

"Aku sudah menyukaimu semenjak kita kenal lewat aplikasi Lololove, itu juga alasan kenapa aku pindah ke sini," lanjut Gama.

Embun menghela napas pelan, tak menyangka jika Gama sampai menganggap serius pertemanan di aplikasi itu sebagai cinta, sedangkan Embun hanya menganggap dia sebagai teman biasa.

"Aku merasa heran, antara aku dan Rain. Akulah yang mengenalmu lebih dulu dari aplikasi chating itu, tapi kenapa Rain yang bisa membuatmu jatuh cinta, kenapa bukan aku?" tanya Gama dengan senyum getir di wajah, merasa tak rela jika kalah dari Rain.

"Aku tidak tahu. Bukankah tidak ada alasan untuk jatuh cinta? Aku tiba-tiba menyukai Rain, dan aku tidak tahu kenapa aku menyukainya," ungkap Embun agar Gama mengerti.

Gama mengepalkan kedua telapak tangan yang berada di atas lutut, merasa tak rela jika Embun tetap memilih sepupunya itu. 

"Bagaimana jika keluarga besar Rain, apalagi kakeknya tahu dan tak bisa menerima, kalau kamu terlahir dari hasil perkosaan? Aku yakin mereka akan menentang, dan Rain pasti akan menuruti ucapan keluarganya. Lalu, saat itu apa yang akan kamu lakukan?" Gama bicara tanpa berpikir, tak sadar jika hal itu akan membuat Embun sakit hati.

Embun benar-benar terkejut karena Gama tega bicara seperti itu. Ia yang sedang berada dalam titik terlemah dalam hidup, lantas memilih bangkit dari duduk, menatap benci pada Gama sebelum akhirnya berlari meninggalkan cowok itu. Embun naik lift untuk menuju ke unit apartemennya, di sana ia menangis dan terus mengusap kelopak matanya yang basah.

"Kenapa semua orang sangat jahat?" Embun terisak di dalam lift.

Begitu sampai di lantai tempat unit apartemen berada. Embun langsung berlari masuk dan pergi ke kamar, ia melempar tubuhnya ke ranjang dan menangis dengan posisi telungkup.

Jojo dan Axel begitu kaget melihat Embun yang pulang dan langsung masuk kamar, terlebih gadis itu menangis lagi. Mereka tak tega melihat Embun yang terus bersedih, hingga berpikir apa ada masalah lagi.

Axel memberanikan diri menyusul Embun di kamar. Ia duduk di tepian ranjang seraya mengusap rambut gadis itu.

"Ada apa? Apa ada yang menyakitimu?" tanya Axel penuh kelembutan.

Embun menoleh Axel, wajahnya basah oleh air mata. "Pi, aku mau pulang ke Australia. Aku nggak mau di sini, di sini semua orang jahat padaku."

Axel terkejut mendengar keinginan Embun, merasa tak bisa membiarkan putrinya itu terus bersedih. Akhirnya Axel mengangguk dan mengiakan permintaan Embun. dia mengizinkan Embun kembali ke Indonesia agar bisa bertemu dengan Bening. Namun, jika pada akhirnya membuat Embun tidak bahagia, dia memang berniat mengajak kembali putrinya ke Australia. Bagi Axel yang terpenting baginya adalah kebahagiaan dan kesehatan mental Embun

_
_
_

Keesokan harinya, Embun masih berangkat sekolah. Hanya saja kini gadis itu terus terlihat murung, bahkan ketika Rain mengajak bicara, dia tak menanggapi.

"Bu, apa ada masalah?" tanya Rain yang cemas karena Embun terus murung.

Embun menghela napas kasar, kemudian menatap Rain. Sebenarnya dia sedikit tak rela pulang ke Australia, tapi Embun tak kuat terus mendapat perlakuan tak adil di sini. 

"Rain, aku mau kembali ke Australia."

Jawaban Embun membuat Rain sangat terkejut, bagaimana bisa gadis itu ingin pergi dan meninggalkannya. 

 

BAB 38 MARI KITA PUTUS

"Kamu tega ninggalin aku? apa kamu nggak sayang sama aku?" tanya Rain yang tak habis pikir dengan keputusan Embun.

"Aku sayang kamu, cuma aku takut," jawab Embun sampai menundukkan kepala, tak sanggup melihat Rain yang terlihat kecewa.

"Kenapa? Apa yang buat kamu takut?" tanya Rain lagi, merasa harus memastikan alasan Embun ingin kembali ke Australia.

Embun akhirnya menceritakan soal Gama yang mengatakan jika keluarga Rain takkan mau menerima Embun yang anak pemerkosa. Rain begitu murka mendengar hal itu, ia pun langsung pergi mencari keberadaan Gama. Embun mengejar karena takut terjadi sesuatu.

Begitu melihat Gama, Rain langsung memukul sepupunya itu hingga terjatuh, membuat beberapa siswa lainnya terkejut dengan tindakan Rain.

"Kamu ini saudara apa, hah! Bagaimana bisa kamu mengatakan hal seperti itu pada Embun!" amuk Rain.

"Bagaimana denganmu? Bukankah kamu juga terlalu jahat karena mengabaikan perasaan saudara sendiri, hah!" balas Gama.

Keduanya akhirnya berkelahi, Embun bingung bagaimana cara melerai mereka. Bening yang melihat kejadiaan itu, meminta teman lain untuk melerai, ia lantas menoleh Embun yang terlihat cemas.

"Semua ini gara-gara kamu! Kamu ini memang biang masalah! Menyusahkan banyak orang! Seharusnya, kalau kamu memang menyayangi Rain, tinggalkan dia! Biarkan dia jauh dari masalah! Kamu memang nggak pantes buat Rain!" Bening memaki dan menyalahkan Embun dengan perkelahian itu. 

Embun merasa begitu sakit hati kembali. Ia berlari ke kelas untuk mengambil tas, kemudian pergi dari sekolah dan memilih pulang. Sesampainya di rumah, Embun langsung masuk kamar dan mengunci diri. Kondisi Embun tentu saja membuat Axel dan Jojo kembali cemas.

"Apa ada masalah lagi?" tanya Axel kebingungan.

"Kenapa jadi gini?" Jojo lah yang paling cemas, karena Embun tak pernah seperti itu ketika di Australia.

_
_
_


Tak berselang lama bel apartemen berbunyi, Axel memilih membuka untuk melihat siapa yang datang, karena Jojo masih berusaha membujuk Embun untuk keluar dari kamar.

Begitu membuka pintu, Axel terkejut melihat Rain berdiri dengan sudut bibir terluka. Ia membaca dengan jelas bahwa Rain begitu cemas dan gelisah.

"Apa Embun ada, Om?" tanya Rain.

Axel mengangguk, lantas memersilahkan pacar anaknya itu masuk. Jojo juga terkejut melihat wajah Rain yang terluka, ia lantas mengetuk pintu kamar Embun, meminta gadis itu keluar karena Rain datang dengan kondisi memar. 

"Bu, Rain datang. Dia terluka, apa kamu tidak mau menemuinya?" tanya Jojo membujuk.

Embun langsung keluar begitu mendengar Rain terluka. Ia melihat ke arah Rain duduk, membuat tatapan keduanya saling bertemu.

Jojo dan Axel memilih masuk ke dalam kamar, memberikan kesempatan untuk Rain dan Embun bicara. Kedua muda-mudi itu duduk di sofa, Embun pun membantu mengobati luka Rain.

"Aku benar-benar akan pulang ke Australi, Rain." Untuk kesekian kalinya Embun menegaskan jika ingin kembali ke negara itu.

"Kamu tega! Aku nggak mau kamu pergi, aku nggak izinin kamu ninggalin aku." Rain menggenggam telapak tangan Embun, berharap kalau gadis itu akan merubah keputusannya.

Embun menarik tangan dari genggaman, lantas menggelengkan kepala pelan dan berkata, "Maaf, mungkin aku tidak pantas buat kamu."

Jojo dan Axel ikut sedih mendengar ucapan Embun, keduanya memang sengaja menguping pembicaraan untuk tahu apa yang sebenarnya terjadi.

Rain begitu marah dengan sikap Embun. Ia langsung berdiri dan menatap Embun dengan rasa kesal karena tak mengerti dengan jalan pikiran gadis itu.

"Kalau kamu pergi, kita putus!" ancam Rain, agar Embun mau merubah keputusannya. 

"Maaf." Embun menunduk dengan jemari yang saling bertautan, tak berani menatap cowok itu.

Rain merasa kecewa dengan keputusan Embun. Ia mengepalkan tangan dan memukul udara sebelum akhirnya pergi dengan perasaan kecewa dan penuh amarah.

BAB 39 CINTA MONYET


Hari berikutnya, Embun tidak masuk sekolah. Ia benar-benar sudah memutuskan untuk pulang ke Australia.

Jojo sendiri masih merasa kalau Embun setengah hati ingin pulang. Ia menghampiri Embun yang sedang duduk di kamarnya mengemasi barang-barang. 

"Bu, kamu yakin mau pulang?" tanya Jojo memastikan agar sang putri tidak menyesal pada akhirnya.

Embun mengangguk lemah, meski berat tapi harus. Ia tak ingin terus dihina dan disalahkan, apa lagi diolok-olok sebagai anak haram. 

"Lalu gimana dengan Rain, bukankah dia tidak setuju kamu pindah?" tanya Jojo lagi.

Embun terlihat menarik napas dalam-dalam, lantas mengembuskan dengan sedikit berat.

"Cinta kami cuma cinta monyet Mi, meski putus denganku, pada akhirnya dia pasti akan mendapat pengganti yang baik," jawab Embun dengan suara berat.

Axel yang tengah melintas di depan kamar Embun pun mendengar ucapan sang putri. Ia pun masuk, menghampiri Jojo dan Embun.

"Memangnya kamu kurang baik? Sampai berpikir Rain akan dapat gadis baik?" Axel sepertinya tidak terima jika ada yang mengatai putrinya tidak baik.

"Aku anak hasil perkosaan, bagaimana bisa dibilang baik." Embun bicara sambil meneteskan air mata lagi. 

Jojo dan Axel terkejut mendengar sang putri mengucapkan hal itu, keduanya tak habis pikir kenapa Embun bisa sampai selemah dan menjadi tidak percaya diri begitu.

"Apa maksudnya itu? Sejak kapan kamu jadi rendah diri? Papi tidak suka kamu ngomong gitu, bagaimanapun caramu lahir, tidak akan menjadikanmu baik atau buruk di mata orang lain. Karena sejatinya baik dan buruknya seseorang, dinilai dari sikap bukan asal usulnya!" Tanpa sadar Axel bicara dengan nada membentak karena tak senang dengan jalan pikiran Embun.

Embun semakin menangis karena merasa dibentak oleh papinya. Axel sendiri terkejut karena tak menyangka malah membuat putri kesayangannya semakin sedih, ia merasa bersalah karena telah membuat Embun sesenggukan. 

"Bu, Papi minta maaf," ucap Axel.

Jojo langsung memeluk Embun, merasa begitu sedih ketika harus melihat Embun terus menangis dan murung. 


_
_
_
_

Sudah tiga hari Embun tidak masuk sekolah. Rain terlihat gusar dan terus melihat ke arah bangku gadis itu. Ia bertanya-tanya dalam hati, apa ada masalah dengan Embun. Namun, Rain juga masih merasa kesal karena pertengkarannya dengan Embun soal gadis itu yang akan kembali ke Australia.

"Eh, Embun pamit." Suara teman Rain memecah lamunan. 

Rain langsung membuka group chat kelas, karena anak-anak terlihat menatap ponsel mereka masing-masing. Rain begitu terkejut ketika melihat isi pesan Embun di chat group, di sana Embun berpamitan, meminta maaf dan terima kasih karena teman-temannya mau mengenal dan berteman dengannya. 

Rain yang tak ingin percaya langsung berlari ke ruang guru untuk mencari tahu tentang kabar keluarnya Embun dari sekolah. 

"Iya, orangtua Embun memang meminta surat pindah. Hari ini dia udah resmi pindah," ucap wali kelas Rain.

Rain begitu syok mendengar hal itu, tak menyangka jika Embun akan benar-benar pergi. Rain membolos sekolah, ia pergi mencari Embun ke apartmen gadis itu. 

"Bu! Bubu!" Rain terus mengetuk pintu dan memencet bel memanggil nama Embun, tapi sayangnya tak ada jawaban sama sekali. Apartemen itu kosong dan sudah tidak ada yang menempati.

Rain begitu frustasi. Ia mengeluarkan ponsel dan mencoba menghubungi Embun.

"Halo." Suara Embun terdengar dari seberang panggilan.

"Apa maksud semua ini? Kenapa kamu pergi begitu saja? Apa kamu tidak menganggapku sama sekali? Apa sebenarnya arti diriku untukmu, Bu?" tanya Rain bertubi.

"Maaf, Rain. Aku tahu jika cinta di antara kita, hanyalah cinta anak remaja. Cinta monyet yang bisa hilang begitu saja. Aku yakin satu bulan ke depan, satu tahun lagi perasaanmu akan berubah, tapi kelak, entah empat atau lima tahun lagi, aku masih berharap kita bisa bertemu, dan menjadi teman baik." Suara Embun terdengar berat dari seberang panggilan.

Rain begitu marah mendengar Embun mengatakan itu. Ia sampai mengepalkan telapak tangan, hingga kuku-kukunya terlihat memucat.

"Kamu jahat, Bu! Kamu benar-benar jahat! Kamu tidak memikirkan perasaanku! Bagaimana kamu bisa sekejam ini? Kamu adalah gadis terjahat yang pernah aku temui!"

BAB 40 RAIN (END)

Ternyata Embun tidak langsung kembali ke Australia. Ia meminta untuk bertemu Rea terlebih dulu. Mereka berkumpul di rumah Rea, karena sebelumnya Jojo sudah menghubungi ibunda Bening itu terlebih dulu. Di sana ada Arkan juga, mereka pun berkumpul dan berbincang seperti biasa.

"Bagaimana di Jogja?" tanya Rea berbasa-basi, meski sebenarnya Rea ada perasaan tak enak, setelah Bening pernah menanyakan tentang bagaimana dia dan Embun lahir tapi berbeda fisik.

"Baik, di sana aku punya banyak teman, mereka semua baik-baik," jawab Embun.

Rea terlihat bingung, bahkan sesekali menoleh pada Arkan yang duduk di sampingnya.

Embun meremas jemarinya terus menerus, ingin mengatakan sesuatu tapi suaranya terasa tersekat di tenggorokan.

"Aku hanya mau minta maaf sama mama Rea," ucap Embun yang akhirnya memberanikan diri.

Rea dan yang lain terkejut mendengar ucapan Embun. Mereka langsung menatap gadis itu bersamaan.

Embun terlihat mengusap kelopak mata, menarik napas panjang lalu menghela perlahan.

"Aku mau minta maaf, karena Mama Rea harus mengandungku dulu, aku tahu pasti selama ini sudah menyusahkan. Aku juga ingin berterima kasih karena Mama mau mengandung dan melahirkanku," ucap Embun yang sedikit terisak di akhir kalimat.

Rea kebingungan mendengar permintaan maaf Embun. Ia sampai menatap bergantian ke arah Arkan, Jojo, dan Axel. Rea tiba-tiba juga merasa bersalah, dan pada akhirnya menangis. Rea berdiri dan langsung memeluk Embun, menangis dalam pelukan putri yang dilahirkannya tujuh belas tahun yang lalu itu.

"Mama nggak pernah menyesal lahirin kamu. Mama juga sayang kamu, meski rasa sayang ke Bening lebih besar. Bukannya Mama tak mau merawatmu, tapi dengan keberadaanmu, membuat Mama terus mengingat papimu. Urusan orang dewasa memang begitu rumit, suatu saat kamu pasti akan mengerti ketika dewasa nanti," ujar Rea masih dengan memeluk Embun.

Arkan ikut berdiri, lantas duduk di samping Embun dan menepuk pundak gadis itu perlahan.

"Waktu kamu kecil, kamu sangat senang tidur dalam pelukan Papa. Kamu ini sangat lincah dan aktif, bahkan Bening saja kalah aktif darimu. Saat kamu sudah bisa bicara, Bening malah belum bisa mengucapkan  satu kata pun." Arkan menceritakan bagaimana Embun saat masih kecil.

Embun pun tersenyum, dia menganggukkan kepala meski air mata masih membanjiri pipinya. 

Setelah mereka berbincang lama, akhirnya Embun, Jojo, dan Axel berpamitan untuk menuju bandara. Mereka akan kembali lagi ke Australia. Saat berada di mobil, Embun terlihat sibuk dengan ponselnya, gadis itu ternyata mengetik sebuah pesan bukan untuk Rain, tapi Gama. 

[Ge, aku kembali ke Australia. Titip Rain ya, tolong jaga dia baik-baik.]

Setelah mengirim pesan untuk Gama, Embun menghapus permanen aplikasi Lololove miliknya. Ia hanya ingin membuat Gama sadar jika sudah tak ingin lagi berhubungan dengan cowok itu.

_

_

_

_

Beberapa minggu setelah kepergian Embun, Rain berubah menjadi dingin. Bahkan dia sampai bersikap tak acuh dengan Bening dan Gama. Keinginan Rain sekarang hanya satu, cepat lulus dan ingin kuliah ke luar negeri.

Siang itu, Rain terlihat duduk di kantin sendirian. Tidak ada yang berani mendekat karena sikap dingin cowok itu. Hingga Aura yang melihat Rain, mendekat dan berdiri di hadapan cowok itu.

"Wah, merana ya? Kasihan sekali ditinggal sama ceweknya, buat apa sih mikirin cewek begitu, jelas-jelas anak haram yang nggak pantes di deketin," ledek Aura.

Rain yang mendengar hal itu pun begitu murka. Ia langsung berdiri dan mengapit kedua pipi Aura mengunakan satu tangan.

Anak-anak yang ada di kantin begitu terkejut dengan yang dilakukan Rain, tak menyangka jika Rain bisa berbuat sekasar itu. 

"Denger baik-baik, mau cowok atau cewek, jika mulut kalian berbisa dan menyinggungku, maka aku tidak akan segan-segan berbuat lebih kejam dari ini!" 

Rain menekan pipi Aura hingga cewek itu meringis kesakitan, sebelum akhirnya melepas kasar dan meninggalkan Aura begitu saja. 

_

_

_

Embun sedang duduk di teras rumahnya yang berada di lantai dua, menyaksikan matahari terbenam dari sana. Jojo yang melihat sang putri sendirian, lantas menghampiri dan memeluk gadis itu dari belakang.

"Kamu benar-benar putus dengan Rain?" tanya Jojo memastikan hubungan putrinya. 

"Hem ... Aku sudah menyakitinya, Mi." Embun menjawab dengan suara lirih. "Tapi, mau sekarang atau nanti, cepat atau lambat. Aku yakin Rain pasti akan meninggalkan dan melupakanku. Jika seperti itu, aku pasti yang akan membencinya. Aku tidak ingin membencinya, biarkan saja dia yang membenciku."

"Artinya kamu benar-benar menyukai Rain," ucap Jojo. 

"Ya, aku menyukainya, bahkan sangat menyayanginya," jawab Embun dalam hati. Ia tidak berani mengungkapkan perasaannya. 

"Apa kamu bisa melupakan Rain, Bu?"

Hening, Embun terdiam. Matanya tertuju pada langit senja yang mengubah langit biru menjadi oranye, dan tiba-tiba tetesan air hujan turun tanpa mendung. 

Rain, 

Bagaimana bisa aku melupakanmu? 

Jika setiap hujan saja namamu langsung terlintas dalam benakku. 

Maaf, untuk pergi tanpa pamit

Kelak aku akan kembali, semoga hatimu masih terbuka untukku

TAMAT

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Kategori
Rain Embun
Selanjutnya A BABY BILLIONAIRE BAB 17 dan 18
0
0
Siap-siap untuk kondangan ke Daniel dan GheaSelamat Membaca
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan