MY CRAZY BOSS (1-3)

2
0
Deskripsi

“Setengah jam lagi saya tunggu desain kamu.” Belum sempat Fika mencerna kata-kata Cello, pria itu sudah pergi.


“Loh, desain apa?” Fika menggaruk kepalanya hingga rambutnya berantakan.”Ya Tuhan, demi sempak Firaun...dia minta desain apa. Terus...Suruh desain baru dalam waktu setengah jam gitu? Dia pikir aku power ranger pink yang sedang melawan monster kegelapan.”


Dewi mengedipkan matanya dengan begitu takjub melihat tingkah Fika.”Fik, kamu itu kenapa? Kesurupan?”

Chapter 1

“Selamat pagi, Pak,”sapaku dengan hangat. Sehangat mentari yang bersinar di pagi hari.
“Pagi,” jawabnya singkat sambil tersenyum tipis. Pak Cello berlalu begitu saja melewatiku.
Pak, andai kamu tau, pagi ini aku sengaja naik taksi online supaya wangi parfum ku enggak hilang di jalanan. Aku ingin kamu mencium aroma parfum yang kubeli Minggu lalu. Tapi, tak apa Pak. Melihat senyummu yang setipis kulit bawang saja aku sudah bahagia.
Tertanda
Agen Rinso


“Oke. Selesai. Publish.” Fika menekan tulisan 'publikasikan' pada layar ponselnya. Ceritanya pagi ini pun dipublikasikan di salah satu aplikasi yang paling banyak diminati oleh para pembaca dan juga penulis kebanyakan. Ia kembali meninjau tulisannya, setelah merasa puas ia segera bersiap-siap karena harus pergi ke kantor.
Kantornya tak begitu jauh dari kost-kostan yang menjadi tempat tinggalnya sejak bekerja di salah satu perusahaan. Jarak antara kantor dan kost tidak begitu jauh, hanya dikenakan tarif dua ribu rupiah setiap perjalanannya. Bahkan saking dekatnya, Fika bisa jalan kaki. Namun, terkadang ia tidak mau berkeringat sampai di kantor sehingga ia memakai fasilitas angkutan umum.


Fika turun dari angkot dengan susah payah karenan penumpangnya sangat padat dan ia mendapat posisi duduk di ujung. Ia merapikan pakaiannya sedikit sebelum memasuki gedung itu.


“Agen Rinso!” panggil Dewi, rekan kerja Fika yang sudah masuk terlebih dahulu.


Fika menoleh, kemudian mempercepat langkahnya menghampiri Dewi.


“Gila, ya. Pagi-pagi udah bunyi aja notifikasi dari kamu.” Dewi terkekeh begitu ingat tulisan Fika yang diupdate pagi ini.


“Habisnya kalau enggak ngomongin si dese, kayaknya enggak berkah hidupku,” balas Fika sambil senyum-senyum sendiri.


“Kayaknya dese punya banyak dosa sama kamu ya?”


“Lumayan,”balas Fika.”Salam sapa enggak pernah dijawab, padahal...ih jahat banget Bos satu itu. Enggak ada ramah-ramahnya.”


“Namanya juga Bos,” balas Dewi.


“Enggak gitu juga ah.” Fika terus berjalan menuju ruangannya.


Dewi tertawa dan hanya bisa geleng-geleng kepala melihat tingkah temannya itu. Kantor mulai ramai karena jam kerja sudah hampir dimulai. Dewi dan Fika pun sudah duduk di kubikel, membuka komputer, dan menyalakan musik dengan volume kecil. Lalu terdengar suara gemuruh langkah menuju ke arah meja Fika. Fika dan Dewi yang kebetulan duduk bersebelahan pun mengangkat leher mereka untuk melihat kegaduhan tersebut. Nina dan Zacky terlambat masuk.


“Telat?” tanya Dewi dengan nada setengah mengejek.


“Enggak! Kita datang tepat waktu, Dewi!” balas Zacky jutek.


“Untung aja dese belum datang,” kata Dewi geli.


“Untung deh.” Nina mengembuskan napas lega. Ia pun mengatur napas dulu, sebelum benar-benar duduk. Nina,Zacky, Dewi dan Fika duduk dalam satu kubikel berbentuk huruf U yang disatukan. Sehingga mereka berempat seperti dalam satu ruangan kecil. Hal itu menyebabkan mereka terlihat kompak.


“Ini gara-gara Fika tau enggak, sih,” gerutu Zacky sambil mengibaskan kemejanya karena kegerahan. Udara dingin di ruangan ini belum mampu menghilangkan rasa panas di tubuhnya.


“Kok gara-gara aku?” Fika menunjuk dirinya sendiri dengan bingung.


“Ya Iya,lah. Kita lagi di jalan, update cerita si dese. Lah, kita kan kepo. Ya udah... Cuss..  minggirin mobil. Baca sebentar. Eh...malah kita jadi ngegosip sampe lupa waktu,” jelas Zacky sambil melap keningnya yang berkeringat dengan tisu.


“Itu, sih salah kalian!” Fika tertawa.


“Habisnya kalau bahas soal dese, gimana, ya...pengen ngakak terus.” Nina ikut tertawa.


Suara ketukan sepatu terdengar dari jauh. Tanpa aba-aba, Zacky, Nina, Fika, dan Dewi langsung membuka komputer mereka masing-masing. Pria bertubuh tinggi, kurus, dan memiliki wajah mirip Tom Cruise itu lewat, hendak memasuki ruangannya.


“Selamat pagi, Pak, hari ini kita jadi berkunjung ke lokasi yang akan dibangun kantor Pak Gamma, kan, Pak?”tanya Haris, salah satu supervisor produksi di sini.


“Hmm...Iya.” Usai menjawab Cello langsung masuk ke ruangannya. Tinggallah Haris yang terlihat kebingungan. Keempat makhluk di balik kubikel itu hanya bisa menunduk sambil cekikikan.


“Sumpah, itu orang irit banget ngomongnya. Kasihan Pak Haris,” bisik Dewi. Yang lainnya hanya bisa menahan tawa.


“Pak Haris!” panggil Fika.


“Eh iya? Haris membalikkan badan menatap Fika.


“Kenapa bingung gitu? Enggak ke lapangan, Pak?”


Haris menggeleng.”Enggak tahu ini mau ngapain, Fika. Nunggu perintah.”


“Yang sabar, ya,Pak.”Nina cekikikan.


“Wah kalian kayaknya seneng banget ya lihat nasib saya.”


“Kita senasib sepenanggungan kok, Pak,”balas Dewi.


“Pak Haris, ayo kita berangkat.”Tiba-tiba Cello datang. Pria itu berjalan cepat sambil melirik tajam kearah empat manusia tak berdosa di dalam kubikel.


“Ya udah,saya pergi ya semuanya.” Haris melambaikan tangan.


Fika menatap ketiga temannya.”Tadi itu, Pak Cello ngeliatin siapa? Matanya bisa bikin ngiris bawang saking tajemnya.”


Zacky tertawa.”Ngiris bawang, dipikir pisau apa.”


“Kan memang tatapannya itu tajam…setajam… silet.” Fika menegakkan badan, menajamkan pandangan menirukan salah satu presenter acara gosip artis.Suasana hening seketika, lalu terdengar suara ketukan sepatu yang mereka kenal. Semua langsung balik badan menghadap komputer mereka masing-masing.


Jam pulang kerja sudah tiba, masing-masing kembali ke rumah. Fika memilih jalan kaki karena selain menghemat pengeluaran, ia bisa lebih cepat sampai di rumah. Jam-jam pulang kerja seperti ini jalanan macet. Setiba di kostnya, Fika langsung merebahkan diri ke atas kasur usang miliknya. Bukannya langsung mandi, Fika justru membuka aplikasi berwarna orange itu dan mulai menulis.
Percakapan antara agen Rinso dan Pak Cello.


F: “Pak, aku capek banget. Tau enggak, Pak?”
C : “Enggak tau, lah, Ka. Kamu ini jadi karyawan enggak usah banyak protes. Mau dipecat kamu?”
F : “Hmmm, anu, Pak... Saya mau dipecat.”
C : “Hah?! Serius mau dipecat?”
F : “Iya, Pak. Saya rela dipecat, asalkan setelah itu Bapak lamar saya.”
C : *Stroke mendadak*
Tertanda
Agen Rinso.

Usai mempublikasikan cerita barusan, ponsel Fika langsung berbunyi. Grup WhatsApp yang beranggotakan empat orang itu pun langsung ramai dengan percakapan-percakapan ajaib.


Zacky Zea : anjirr Lo, Fik! Minta lamar dese.


Nafika Ayana : loh, cuma fiksi kok.


Dewi Maharani : fiksi gimana,Fik? Yakin? 


Nafika Ayana : ya iyalah. 


Nina Ariana : receh...receh...receh…Ngakak guling-guling. Aku bayangin mereka lagi berhadapan terus ngomong kayak gini beneran.


Nafika Ayana : Wtf!


Nina Ariana : :D


Zacky Zea : Amin, Nin. Amin! Haha


Dewi Maharani : Aku malah bayangannya Pak dese stroke beneran dengerin gombal recehnya si Fika.


Zacky Zea : aku ngakak paling depan.


Nina Ariana : aku ngakak di sebelah Zea.


Dewi Maharani : aku ngakak di belakang Zea aja.


Zacky Zea : kamu ngakak dimana, Fika?


“Nafika Ayana : kok ngakak, sih. Ya aku langsung tolongin dong! Kasih napas buatan.


Dewi Maharani : sedeng ini orang. Stroke di kasih napas buatan.


Nafika Ayana : kan, lumayan bibirnya seksih. Kissabble.


Zacky Zea : anjay.


Dewi Maharani : Fika kerasukan jin penunggu hatinya Pak Dese.


Nina Ariana : mati aku dengernya. Haha.


Fika menutup aplikasi Whatsapp nya. Lalu menekan aplikasi berwarna orange itu lagi. Kemudian ia mulai mengetik setelah berpikir sejenak.

 

 

 

Chapter 2

Wahai malam, andai aku adalah kamu. Aku tak akan pernah mau berganti menjadi siang.
“Kenapa gitu, Fik?” Pak Cello dengan stelan kerja bewarna abu-abu monyet itu bertanya padaku.
“Iya, Pak karena hanya malam hari aku bisa tidur,” jawabku dengan sedikit tersipu.
“Lalu, hubungannya apa?”Alis tebal Pak Cello saling bertautan karena kebingungan.
“Karena hanya pada saat tidurlah, mimpiku menjadi nyata,” jawabku lagi. Masih dalam keadaan tersipu-sipu malu.
“Mimpi apa?”
“Mimpi bercinta denganmu, Pak.”
Tertanda
Agen Rinso

Fika tersenyum puas saat ia telah berhasil mempublikasikan cerita tersebut. Hanya singkat, tapi baginya itu adalah kepuasan tersendiri. Ia tak peduli dengan jumlah followersnya yang hanya ada lima orang, dan yang baca ceritanya hanyalah Kubikel squad. Yang penting, suara hatinya dapat tercurahkan. Tak lama kemudian pemberitahuan grup Kubikel Squad pun terdengar lagi.


Nina Ariana : Fika... Beneran minta diruqyah.


Dewi Maharani : Double anjayy


Zacky Zea : besok aku bawain air dari pak ustad, ye, Fik. 


Nina Ariana : Ulala.


Dewi Maharani : aku ngebayangin Pak Dese, tanggapannya apa, ya kalau Fika ngomong beneran gitu.
 

Zacky Zea : langsung cek in hotel.
 

Nina Ariana : buka celana di tempat.
 

Dewi Maharani : langsung cipok Fika.
 

Nafika Ayana : Pada salah, ih. Langsung ke KUA.
 

Nina Ariana : wakakaka
 

Zacky Zea : Ha-ha-ha. Sakit perut aku gara-gara agen Rinso gadungan.
 

Dewi Maharani : ke KUA ngapain, Fik? Mana bisa dia ijab Kabul. Dia kan ngomong cuma sepatah dua patah kata.
 

Zacky Zea : anjay.
 

Nina Ariana : perutku sakit Haha. Abu abu monyet. Haha.
 

Zacky Zea : kalau gak pake monyet, gimana, Fik? 
 

Nafika Ayana : Supaya lebih spesifik aja. Eh udah malem. Besok kerja. Aku duluan ya, bye.
 

Zacky Zea : kabur duluan lagi nih, anak.
 

Nina Ariana : masih ngakak nih aku.

Fika membiarkan teman-temannya itu masih ngobrol dalam grup. Ia sudah sangat mengantuk. Teman-temannya itu memang selalu bersemangat jika membicarakan Cello. Ammaris Cello Morinho adalah direktur baru di tempat Fika bekerja menggantikan Jason, ayahnya yang pensiun. Karakter Cello yang pendiam, bicara singkat, dan berwajah datar membuat Fika sering menertawakannya diam-diam. Kelakuan Cello itu kadangkala membuat Fika gemas, hingga muncullah ide menulis di aplikasi orange dan Cello menjadi objek penderita.


Pagi ini, Fika sedikit berjalan tergesa-gesa memasuki kantor. Pasalnya hari ini ia bangun kesiangan. Meskipun jarak dari kost ke kantor dekat, tapi jika terlambat bangun tetap saja ia akan terkena macet. Ia pun harus turun dari angkot tidak pada tempat biasanya ia turun. Fika berlari masuk ke dalam kantor.


“Pagi, Mbak Fika. Tumben terlambat,” sapa Pak Oni, satpam di kantor saat Fika mengisi absen finger print.


“Iya, Pak. Udah, ya, Pak saya duluan.” Fika berjalan sambil melambaikan tangannya. Pak Ini hanya bisa melambaikan tangannya kebingungan. Sekaligus merasa aneh karena dicuekin.


Fika sedikit berlari menuju ruangannya. Langkahnya terhenti mendadak saat menatap pemandangan di hadapannya. Semua karyawan tengah berbaris. Di depan mereka ada pria yang berdiri sambil memberikan instruksi.


Zacky yang melihat Fika di sana langsung menyikut Nina di sampingnya. Nina menoleh, dan Zacky menunjuk Fika dengan mulutnya. Nina pun tak kalah kaget, ia memberi tatapan pada Fika 'kamu lagi cari mati?'


“Pagi, Pak,” sapa Fika memberanikan diri. Tangannya meremas ujung kemeja yang ia kenakan.


Cello yang tadi sedang memberikan instruksi menoleh ke belakang. Wajahnya terlihat datar seperti papan setrika.”Ya?”


“Saya terlambat. Maaf, Pak,” kata Fika gugup.


Cello mengangguk saja.”Ya.” Cello kembali menoleh ke arah karyawan yang lainnya.”Jadi, kalian sudah mengerti?”
 

“Sudah, Pak,” jawab mereka semua serentak.
 

“Ya sudah kembali bekerja,” balas Cello.
 

“Baik, Pak.” Semua karyawan menjawab ucapan Cello sambil melirik ke arah Fika yang berdiri dengan perasaan mengenaskan.
 

Cello pun langsung masuk ke ruangannya.
 

“Anjay, Fika dicuekin.” Zacky terpingkal-pingkal.
 

Wajah Fika terlihat merah menahan malu. Ia sampai menghentakkan kakinya berkali-kali. “Nyesel! Tau gitu aku enggak masuk dulu tadi. Nungguin aja dia selesai ngomong.”
 

Nina tertawa. Wanita cantik itu lantas mengusap lengan Fika.” Aku pikir, ya kamu bakalan diceramahi. Atau ...dimarahin depan kita gitu.”
 

“Tapi, ternyata malah dicuekin sama Pak Dese. Sabar, ya, Fik.” Dewi ikut mengusap lengan Fika sambil menahan tawa.
 

“Kalian itu, ya. Mending aku dimarahin di depan kalian. Lagian udah jelas kalau terlambat aku dicuekin. Tapi, ini aku bilang 'pak, saya terlambat' dia cuma bilang 'Ya' terus melengos aja gitu. Sakit... Itu lebih menyakitkan, sodara-sodara.” Fika terlihat begitu dramatis.
 

Zacky, Dewi, dan Nina langsung membubarkan diri. Masuk ke dalam Kubikel tanpa menanggapi ucapan Fika. Fika heran.
 

“Kalian kenapa, sih.” Fika melihat ke belakang dan ternyata di sana ada Cello yang tengah bicara dengan Pak Haris. Jarak mereka sangat dekat.”Mati!” Fika langsung ke meja, berpura-pura sibuk sambil menundukkan wajahnya. Sementara Zacky, Dewi, dan Nina hanya bisa menahan tawa sampai perut mereka sakit.
 

Hari semakin siang,suasana di kantor menjadi hening karena semua terlihat fokus bekerja. Sesekali terdengar Zacky menguap lebar. Fika menghempaskan tubuhnya ke sandaran kursi. Moodnya berubah akibat dicuekin oleh Cello. Sakitnya tidak seberapa. Tapi, malunya luar biasa. Sambil meluruskan punggung, ia mengambil ponsel. Menekan aplikasi bewarna orange dan mulai menulis.

Andai waktu bisa diputar, dijilat terus dicelupin...Aku enggak mau pertemuan singkat kita itu terjadi.
Aku tau kamu pasti marah karena aku terlambat, sampai-sampai tak ingin bicara denganku. Maafkan aku, Pak. Aku karyawan imut yang tidak berguna di kantor ini.
Oleh karena itu, pekerjakan saja aku di rumahmu, Pak Cello. Jadi, apa saja... Asalkan itu denganmu.
Salam hangat,
Agen Rinso.

“Hah, puas deh. Udah keluarin unek-unek!” Kata Fika sambil mempublish ceritanya barusan.


Nina melihat gerak-gerik Fika sedikit aneh, lantas ia menyikut Zacky di sebelahnya, menunjuk ke arah Fika yang tengah stres.”Galau tuh.”


Zacky tertawa kecil.”Bukan galau, Neng. Nahan Malu.”


“Nahan buang air besar kali,” sambung Dewi yang mendengar percakapan mereka.


“Kalian gosipin aku ya?” omel Fika dengan suara keras. Wajahnya terlihat kesal.


“Kita ini enggak gosipin kamu loh, Fika. Kita ini cuma kasian sama kamu dicuekin.” Kemudian mereka bertiga tertawa.


“Aku enggak dicuekin. Pak Cello aja yang enggak punya otak!” ucap Fika tanpa sadar.


Ketiga temannya itu langsung terdiam. Mereka bertukar pandang, salut dengan keberanian temannya ngata-ngatain Bos di kantor. Seharusnya kalau mau ngatain, ya, di rumah aja. Atau di tempat lain. Beberapa detik setelah Fika selesai sudah ketukan sepatu yang mereka kenal mendekat. Semua langsung kembali bekerja.
“Asem!” Umpat Fika.

 

Chapter 3

Cello berhenti tepat di depan Kubikel mereka. Menatap keempat manusia yang ada di sana.


“Ada yang bisa kami bantu, Pak?” tanya Nina.


Cello menggeleng, kemudian pergi begitu saja Fika memegangi pelipisnya yang terasa sakit. Kenapa hari ini dia begitu bodoh, mengeluarkan kata-kata umpatan untuk bosnya sendiri. Bisa saja bosnya itu dengar dan langsung memecatnya tanpa surat peringatan. Fika jadi stres sendiri.


“Udah, makan siang dulu, yuk!” Zacky mencolek lengan Fika.


Fika mengangkat wajahnya.”Loh udah jam makan siang ya?”


Dewi bangkit dari kursinya.”Ya Iya. Makanya Pak Dese itu keluar, ya mau makan siang.”


“Dia keluar karena denger umpatan aku, Wi. Kayaknya bentar lagi dapat surat peringatan atau surat pemberhentian nih,” ucap Fika khawatir.


“Enggak mungkin Pak Cello denger, Ka. Udah yuk. Kita makan. Eh By the way, aku dapat pemberitahuan. Abis update apaan?” tanya Nina sambil membuka ponselnya. Begitu juga Zacky dan Dewi.


Beberapa detik kemudian, mereka bertiga tertawa bersamaan.


“Kau mau jadi Asisten rumah tangga Pak Cello, atau Ibu rumah tangga di rumah Pak Cello?” goda Zacky.


“Aduh, itu cuma fiksi. Aslinya sih aku enggak naksir sama Pak Cello, lah. Udah dingin kayak es batu, kaku kayak besi.” Fika misuh-misuh di depan ketiga temannya. Hari ini ia ingin sekali mengumpat bosnya itu tanpa jera. Efek dari kejadian pagi tadi cukup besar. Membuat moodnya rusak seharian.


“Tapi, tampangnya ganteng kayak David Beckham, Fik.” Dewi menambahkan nilai plus dari Cello.


“Bodo amat, lah. David Beckham kah, Tom Cruise kah, sebodo amat. Aslinya aku nulis tentang dia bukan karena aku suka sama dia. Tapi, karena aku kesel sama sikapnya yang kalau disapa enggak jawab, diajak bicara apa lagi.” Emosi Fika sedang naik.


Nina dan Dewi mengusap-usap lengan Fika, menenangkan sambil tertawa geli. Teman mereka yang satu itu memang lucu.”Sabar, Fika, sabar.”


“Apanya yang mau disabarkan?” balas Fika kesal.
“Ya udah, kita makan ya, Non. Kamu, sih rese kalau lagi lapar.” Zacky menarik lengan Fika. Mereka berempat pegi ke parkiran, memasuki mobil Nina dan pergi makan siang.

 

 

Fika berkutat di depan layar komputernya. Suasana hening sekali, hanya terdengar suara mouse dari semua penghuni Kubikel Squad. Mereka tak hanya sedang fokus bekerja, tapi juga karena mengantuk menjelang jam pulang kerja.


“Ah, salah terus!” Zacky datang dengan wajah kesal.
Seluruh penghuni Kubikel menghentikan aktivitas mereka.”Kenapa?”


“Ya enggak sih, desain aku salah terus nih. Bukan salah deh, cuma kurang memuaskan doi,” ucap Zacky dengan nada kekecewaan.


“Mungkin kamu, Ka, yang bisa memuaskan doi,” ucap Dewi spontan.


“Ini pada ngomong apa, sih. Siapa yang memuaskan dan dipuaskan?” tanya Nina jengah.


“Bapak Ammaris Cello dong, Nina. Desain aku ditolak. Ya udah aku harus revisi.” Zacky mengacak-acak rambutnya dengan dramatis.


“Kalau ditolak, dukun bertindak dong,” kata Fika dengan santainya.


Zacky menarik rambut Fika pelan.”Heh, lu pikir ini cinta. Elu aja Sono, kalau ditolak Pak Cello dukun bertindak.”
 

Fika mengangkat dagunya tinggi-tinggi.”Aku enggak mungkin ditolak dong, aku ini kan karyawan kesayangan. Saking sayangnya dia sama aku...telat datang aja enggak dimarahin.”


Ketiga temannya itu tertawa melihat Fika yang memang terkenal super pede. Tapi, itu menjadi hiburan tersendiri bagi mereka semua di sela-sela tekanan pekerjaan.
Tiba-tiba sudut mata mereka menangkap pemandangan pria yang mengenakan kemeja abu-abu. Mereka semua langsung fokus ke layar komputer masing-masing.
 

“Duh, bisa enggak, sih pak dese ini kalau datang bilang-bilang. Bikin jantungan aja,” gumam Dewi.


“Ya kalau datangnya enggak bikin jantungan bukan Si doi namanya,” balas Zacky dengan gumaman pula. Tangannya sibuk meng-klik folder-folder yang ada di dalam komputer. Padahal ia juga tidak sedang mencari apa-apa.


Cello menghampiri Kubikel.”Siapa lagi drafter di sini?”
Mereka berempat bertukar pandang. “Saya, Pak,” jawab Fika.


“Setengah jam lagi saya tunggu desain kamu.” Belum sempat Fika mencerna kata-kata Cello, pria itu sudah pergi.


“Loh, desain apa?” Fika menggaruk kepalanya hingga rambutnya berantakan.”Ya Tuhan, demi sempak Firaun...dia minta desain apa. Terus...Suruh desain baru dalam waktu setengah jam gitu? Dia pikir aku power ranger pink yang sedang melawan monster kegelapan.”


Dewi mengedipkan matanya dengan begitu takjub melihat tingkah Fika.”Fik, kamu itu kenapa? Kesurupan?”


Zacky terkekeh.”Eh, bukan power ranger pink. Dia pikir lu itu penyihir laverna yang mau mengenyahkan Barbie. Kenapa tadi enggak nanya dia minta desain apaan?”


“Heh, kata-kata dia aja baru nyampe di telinga aku, belum nyampe ke otak dia udah pergi. Tolong pahami kecepatan otakku berpikir, Zea!” Fika berkacak pinggang. Mulutnya terlihat manyun.


“Kayaknya ini efek tadi desain aku enggak memuaskan deh,” kata Zacky.


“Wah, berarti ada kemungkinan Fika mengalami hal yang sama dong,” balas Nina.


“Nah, gara-gara kamu, Ze!” Fika berkacak pinggang.


“Lah, doi aja yang standarnya terlalu tinggi. Terus…karena enggak memuaskan jadinya dia cari drafter lain deh. Syukurlah aku enggak kebagian project bareng Pak Doi.” Zacky tertawa senang.


“Sial!” umpat Fika.


“Ya udah desain apa aja, Fik. Mungkin beliau pengen lihat kemampuan kamu dalam desain,” kata Nina meredamkan perdebatan di antara mereka.


“Kayaknya bener apa yang dibilang Nina. Kamu cari desain terbaik kamu. Print sekarang, terus bawa deh ke ruangan beliau.” Dewi menambahkan.


“Tuh dengar! Jangan segala sempak Firaun lu bawa-bawa.” Zacky menarik rambut Fika lagi.


Fika memanyunkan bibirnya, lantas ia memeriksa desain-desain yang tersimpan di dalam komputer. Ia harus menunjukkan desain terbaiknya pada Cello. Siapa tau saja bosnya itu sedang dirasuki malaikat, berubah menjadi baik dan memberikannya bonus karena desainnya luar biasa.


Setelah menemukan desain terbaiknya, Fika mem-print-out desain tersebut. Ia menatap hasilnya dengan puas.”Eh udah setengah jam belum, sih?”


Nina melirik jam tangannya.”Kayaknya sih udah.”


“Iya, udah,” kata Dewi.


Fika mengangguk.”Oke, doakan ya.”


“Memang mau ngapain, Fik, minta didoain segala. Banyak-banyak istighfar aja,” kata Zacky sambil terkekeh.


“Siap!”


Fika sampai di depan ruangan Cello, mengetuk pintu ruangan, lalu terdengar suara Cello mempersilahkan masuk.”Selamat sore, Pak.”


Cello memandang Fika dengan heran.”Kamu siapa?”
Fika menganga lebar.”Saya? Saya karyawan Bapak,” jawabnya dengan miris.


“Oh. Silahkan duduk,” balasnya datar seperti biasa.


Fika mengelus dadanya, bosnya itu tak lagi lupa ingatan kalau ia adalah karyawan di sini.


“Ada perlu apa?” Tanyanya.


Wajah Fika langsung 'cengo' dan mengumpat di dalam hati.”BANGKE!”


“Bapak tadi menyuruh saya ke ruangan Bapak, membawa desain saya,” kata Fika dengan senyuman penuh dusta. Padahal sebenarnya ia ingin sekali memaki-maki bosnya yang menyebalkan itu.


“Oh, masa, sih? Coba saya lihat.” Cello mengambil lembaran kertas yang disodorkan Fika.

 

 

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Kategori
My Crazy Boss
Selanjutnya MY CRAZY BOSS (4-6)
1
0
Cello membolak-balik kerta itu, sesekali menatap Fika.”Ini desain kamu?” Fika tersenyum.”Iya, Pak. Bagus ya, Pak?” “Seperti desain anak SD!” “Apa!!” teriak Fika dalam hati. Hatinya terasa seperti sedang disayat-sayat. Mahakarya nya dikatakan seperti desain anak SD. Mana ada anak SD bisa desain sebagus itu. “Iya, Pak desain saya jelek.” Fika tetap tersenyum meski hatinya sedang terluka. Bosnya itu memang sadis. “Saya enggak bilang jelek. Hanya seperti desain anak SD,” balasnya tanpa ekspresi. “Heh, manusia es...belum pernah dilempar pake buldozer,ya!” umpat Fika dalam hati. Sepertinya hari ini ia benar-benar banyak makan hati.
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan