Aku jadi Wanita Jahat

2
1
Deskripsi

(Masih bingung nyari judul yang pas)

21+

Celine dikelilingi pria yang mencintainya. Tapi, Celine hanya memberikan cintanya pada Lucas, pria yang hanya memanfaatkan hartanya.
Lucas yang terus mengabaikan Celine membuatnya lelah. Celine ingin mengakhiri hidup dan menjemput Ibunya. 

Michi, seorang karyawanyang bekerja di Perusahaan yang sama dengan Celine, berusaha menyelamatkan Celine. Namun, Michi yang mengalami luka yang parah. 

Michi sudah pasrah atas kehidupan yang menyedihkan ini. Ia sebatang kara,...

Jujur masih bingung mau dibikin judul apa. Kalau kalian ada saran, boleh komen di bawah ya.

 

 

Part 1 

Michi melihat riasan wajahnya sekali lagi. Ia memastikan berkali-kali kalau riasan wajahnya tidak berlebihan. Ini adalah minggu malam. Ia akan bertemu dengan seorang pria yang ia kenal dari aplikasi dating. Yang akan ia lakukan kali ini bisa disebut sebagai kencan buta. Di usianya yang ketiga puluh tahun ini sudah seharusnya ia memiliki teman pria. Sekalipun tidak menikah, setidaknya ia memiliki teman pria untuk sekadar bersenang-senang. 

Michi segera berangkat ke coffeshop ternama. Sebenarnya Michi tidak pernah pergi ke tempat itu karena harganya yang mahal. Tetapi, untuk kencan pertama, pasangannya itu memilih tempat tersebut. 

Sesampai di coffe shop, Michi menghampiri tetangga kontrakannya."Abi~" 

Pria itu menoleh."Eh, Michi, tumben ke sini? Mau pesan? Di sana tuh." 

"Iya, aku mau ketemu seseorang." Michi berkata dengan malu-malu. 

Abi terkekeh."Mau kencan, ya? Akhirnya kamu nemu juga. Tapi, kok hari minggu malam, sih. Harusnya kan sabtu malam." 

Michi mengendikkan bahunya."Entahlah, dia minta begitu. Nggak ada masalah, sih, ketemu aja dulu." 

"Ya udah pesan dulu sana." 

Michi mengamit lengan Abi."Yang paling murah yang mana? Terus pesannya gimana?" 

"Ya udah ikut aku. Sekalian aku mau antar pesanan." 

Karena bantuan Abi, Michi berhasil memesan es kopi susu. Setelah itu Abi kembali bekerja. Michi mengambil posisi di sebelah dinding kaca agar bisa melihat keluar. Jadi, ketika pria itu datang, ia bisa langsung menyadarinya. Mereka janji akan bertemu pukul delapan malam. Sementara Michi sudah tiba pukul delapan kurang lima belas menit. 

Dua pria datang dan duduk di meja sebelah Michi. Michi melirik sekilas minuman mereka. Tampak lezat dan menggiurkan. Tapi, Michi yakin harganya pasti sangat mahal. 

"Jadi, berapa lama mobilmu selesai?" 

"Kalau sesuai perjanjian, sih lusa ya." 

"Pasti keren, ya. Mahal banget itu." 

"Iyalah, itu tempatnya bagus. Jadi, ngantri banget. Di sana memang tempat modif paling oke. Yakin deh, orang di kantor pada iri lihat modif-an mobilku." 

Michi melirik pria di meja sebelah dengan sinis. Ucapan pria itu terlalu sombong. Tapi, sepertinya ia pernah melihat wajahnya. 

"Lucas, lihat Kremes ngeluarin produk baru."Bima menunjukkan ponselnya pada Lucas. 

"Astaga bagus sekali. Aku harus punya ini." 

"Produk yang baru launching pasti diburu penggemarnya. Katanya ini juga lumayan langka. Kita harus menjadi member lama di sana dan harus mendapatkan tawaran dari mereka. Mana bisa sembarangan beli," kata Bima. Pria itu tahu kalau Lucas memiliki barang dari produk tersebut. Tapi, itu adalah hadiah dari kekasihnya, Celine. 

Lucas tersenyum."Aku punya Celine. Dia akan membelikanku berapa pun harganya. Aku juga tidak perlu mengeluarkan uang. Aku tinggal bilang, aku pengen itu, sayang. Dalam beberapa hari, barangnya akan datang." 

"Astaga betapa beruntungnya kau punya kekasih seperti dia. Kau memanfaatkannya dengan baik." 

Lucas terkekeh."Sejujurnya aku sedikit muak. Aku bosan dengan kesedihan dan keluh kesahnya setiap hari. Dia tidak punya teman dekat. Jadi, hanya aku yang dimiliki. Akulah segalanya baginya. Jadi, apa pun akan dia lakukan untukku. Ya, aku bisa menerimanya walaupun memuakkan." 

"Udahlah nikah aja. Dia pasti seneng tuh. Jadi, kau bisa memanfaatkannya lebih banyak. Kau juga bakalan dapat saham Perusahaan." 

"Aku bisa mati bosan kalau nikah dengannya, Bim. Aku bakalan nggak bisa nongkrong dan senang-senang. Dia pasti mengurungku di kamar."Lucas tertawa,"lebih baik memanfaatkan saja. Nanti aku menikah dengan wanita lain setelah puas dengan hartanya." 

Michi mendecih dalam hati. Ia tidak menyangka akan menemukan spesies laki-laki seperti Lucas. Namun, ia merasa tidak asing dengan kisah seperti ini. Ia baru-baru saja mendengar kisahnya. Mungkinkah itu kisah yang mirip dengan kisah dari komik yang ia baca. Atau kisah yang dikembangkan oleh tim gosip di kantor. Michi berpikir keras. 

Michi tersentak. Ia melihat wajah pria itu perlahan untuk memastikan. Tidak salah lagi, pria itu bernama Lucas. Ya, pria di hadapannya sempat memanggil nama pria itu. Lucas, seorang pria yang bekerja di Perusahaan yang sama dengannya. Hanya saja mereka berbeda divisi. Divisi yang terlihat bagaikan langit dan bumi. Divisi mereka diisi dengan orang-orang cantik, tampan, kaya, dan pintar. Kebanyakan dari mereka adalah lulusan Luar Negeri. Jika itu adalah Lucas, berarti yang sedang dibicarakan adalah Celine. 

Michi menutup mulutnya. Selama ini divisinya selalu membicarakan hubungan romantis mereka. Mereka terlihat sangat serasi. Ternyata Lucas yang sering dibicarakan itu memiliki watak asli seperti ini. Selama ini banyak rumor yang beredar tentang keduanya. Hubungan keduanya memang selalu menjadi topik menarik untuk dibicarakan. Bisa dikatakan Celine memiliki banyak haters di Perusahaan milik Kakeknya sendiri. Itu karena ia terlalu cinta pada Lucas dan menjadi tidak profesional dalam bekerja.  Tetapi, dalam hubungan itu terlihat Celine yang memiliki cinta yang lebih besar. Karakter Celine juga tidak begitu disukai rekan kerjanya. 

Michi menyedot es kopinya. Ini akan menarik untuk dibahas di kantor besok. Sebenarnya itu perbuatan dosa. Tapi, itu adalah satu-satunya hiburan saat pekerjaan menumpuk. Jika tidak membahas perihal kisah Celine dan Lucas, mereka akan membahas soal pria dan ukurannya. Setelah itu Michi akan membayangkan bagaimana ukuran milik pria yang diceritakan. Ia belum pernah melihatnya secara langsung. Di usianya yang kepala tiga ini, dia memang agak penasaran dengan rasanya. Tapi, sayangnya tidak ada pria yang tertarik dengan dirinya. 

"Astaga, mana ini orang?" Michi baru sadar kalau ini sudah pukul delapan lebih lima belas menit. Ia mencoba mengirim pesan pada pria itu. Ia mencoba menunggunya sedikit lagi. Mungkin saja ada kendala di jalan. 

"Michi, ada yang kirim pesan untukmu." Abi menyerahkan secarik kertas. 

Michi mengernyit."Dari siapa?" 

"Tadi ada laki-laki datang, berdiri agak lama, sih sambil pesan kopi. Habis itu dia nitipin itu buatmu." 

"Orangnya ke mana?" 

"Udah pergi lima menit yang lalu. Ya udah ya lagi rame." Abi melambaikan tangan dan buru-buru pergi. 

Michi membuka lipatan kertasnya dan terbelalak. Itu adalah pesan dari teman kencannya. 

"Michi, aku udah lihat kamu. Kayaknya kita nggak usah jadi ketemu deh. Kamu beda banget sama di foto." 

Michi mengecek aplikasi dan mencoba menghubungi lelaki itu. Wanita itu menggeram karena ternyata ia sudah diblokir.Michi meremas kertasnya."Dasar berengsek. Berani-beraninya kau menipuku. Uangku udah habis untuk beli kopi mahal ini. Memang setan!" 

Lucas dan Bima menoleh ke arah Michi. Keduanya menatap penampilan Michi yang tidak menarik sama sekali. Keduanya segera membuang muka. 

"Astaga, sejelek itu kah aku?" Michi bersandar di kursinya lemas. Ia berkaca di layar ponselnya."Aku cantik kok, cuma kurang duit aja. Kalau banyak duit aku udah secantik Raline syah." 

"Wanita di sebelah kita aneh nggak, sih, ngomong sendiri dari tadi,"bisik Lucas. 

Bima mengangguk."Iya, mengganggu saja. Penampilannya juga merusak mataku." 

Michi memukul mejanya."Apa kau bilang? Kau yang merusak telingaku dengan kata-kata busukmu. Dasar mokondo, miskin!! Sana kawin sama boti!!" Michi bangkit dan membawa cup kopinya. Kekesalannya terhadap pasangan ia limpahkan pada dua pria itu. Anggap saja ia tengah membantu Celine memaki Lucas. 

Michi keluar dari coffeshop dengan lunglai. Hubungannya bahkan belum dimulai. Tapi, ia sudah patah hati sekarang. Menjadi wanita yang tidak cantik memang menyedihkan. Tidak punya pilihan sama sekali. 

Wanita itu berjalan ke kontrakannya. Ia menatap seisi ruangan dengan hampa. Tidak ada siapa pun yang menunggunya pulang atau menantinya datang. Karena ia memang hidup sebatang kara. 

Michi menghempaskan tubuhnya ke ranjang."Astaga, Michi~ sudah miskin, yatim piatu, sebatang kara, cuma karyawan kontrak, nggak cantik, bisa-bisanya kau bertahan hidup." 

Michi menertawakan dirinya sendiri. Ia sudah terbiasa bicara sendiri. Ia memang sakit hati dengan kejadian ini, tapi, masih banyak alasan untuk melanjutkan hidup. 

Michi membuka ponselnya. Membaca komik romantis dewasa adalah kebahagiaannya. Semua beban di kepala akan segera sirna.









Part 2 

Hari senin berjalan seperti biasa. Hari yang kebanyakan dibenci orang, tapi, tetap harus dilewati. Michi sudah tidak memikirkan pria yang menipunya semalam. Ia sudah terbiasa mendapatkan perlakuan demikian. Ia sudah berhasil melupakannya dengan memuaskan diri dengan membaca novel dewasa. 

Michi masuk ke ruangannya yang begitu sesak.
Michi merapikan mejanya yang penuh dengan tumpukan kertas. Sekalipun dirapikan, mejanya akan terlihat seperti ini setiap hari. Meja sekecil ini harus digunakan oleh dua orang. Memang sangat tidak manusiawi, tapi, hanya seperti inilah yang bisa ia raih. Terkadang Michi ingin sekali memiliki meja kerja yang luas dan bisa diatur sesuai keinginannya. Tetapi, sekali lagi, ia tidak memiliki kuasa atas hal tersebut. Bisa bertahan bekerja di sini saja sudah pencapaian luar biasa. 

Beberapa rekan kerjanya sudah tiba dan ngobrol pagi seperti biasa. Pasti akan ada hal menarik yang akan dibahas. Apa lagi ini adalah hari senin. 

"Kalian tahu nggak, tadi aku nggak sengaja ketemu Celine di toilet. Dia nelepon Lucas. Kayaknya dia sedih banget deh, Lucas nggak gitu respon." 

"Sedih gimana?" 

"Ya sedih, kayaknya semalam Lucas nggak mau diajak ketemu. Terus Celine nanya kapan ada waktu." 

"Ya masa Lucas mengabaikan Celine, sih. Secara Celine gitu loh, mukanya secantik apa~ badannya tinggi tapi agak semok. Rugi banget dia nyia-nyiakan Celine." 

Michi terdiam di tempat duduknya. Padahal semalam ia sangat semangat untuk menceritakan tentamg Lucas. Tapi, saat ini ia merasa kasihan dengan Celine. 

"Kayaknya Lucas bosan deh sama Celine. Soalnya Celine membatasi pergerakan Lucas." 

"Posesif maksudnya? Mereka bersama dari Sekolah loh. Harusnya kan mereka makin deket ya." 

"Ya itu maksudku, kayaknya Lucas bosan. Mau sekaya dan secantik apa juga kalau bosan ya bosan aja." 

Entah kenapa hati Michi terasa berdenyut. Di balik kisah suksesnya Celine, ia tidak beruntung dalam kisah cintanya. Padahal seharusnya ia mencari pria yang lebih baik dari Lucas. Sesungguhnya Lucas hanya orang biasa yang derajatnya terangkat karena pacaran dengan Celine. 

"Celine, harusnya kamu temenan sama aku, sih. Biar kuhajar si mokondo itu,"kata Michi dalam hati. Lalu wanita itu tertawa sendiri dan memilih untuk lanjut kerja. 

Jam istirahat kali ini terlihat lebih ramai dari biasanya. Michi dan rekan-rekannya yang lain harus berjalan sekitar tujuh ratus meter untuk mendapatkan makan siang yang murah. 

Saat berjalan, Michi menangkap pemandangan yang tidak biasa. Padahal selama ini ia tidak melihat Celine dan Lucas secara langsung. Tapi, kali ini ia justru melihat keduanya seperti sedang bertengkar di depan kantor. Lucas seperti ingin pergi tapi Celine menghalanginya. Atau bisa saja Celine ingin ikut, atau Lucas tidak boleh pergi. Ada banyak sekali kemungkinan. 

Langkah Michi terhenti memperhatikan pasangan tersebut. Lucas masuk ke mobil yang baru saja datang dan mendorong Celine agar menjauh. 

"Dih, bangke!" umpat Michi. Ia ikut sedih melihat ekspresi Celine. Meskipun jarak mereka cukup jauh, raut wajah sedih Celine sangat terlihat. 

Michi memutuskan untuk melanglah karena ia sudah tertinggal jauh. Namun, entah kenapa hatinya terasa tidak tenang. Ia melihat ke belakang lagi. Ia melihat Celine menyebrang jalan. Lalu, berjalan lagi ke jalan di sebelahnya yang di mana kendaraan di sana cukup kencang. Celine berjalan dengan wajah putus asa. 

"Celine?" Kaki Michi bergerak begitu saja menghampiri wanita itu. Ia ingin sekali saja memberikan semangat padanya. Saat hampir sampai, Celine berjalan menyebrang di saat mobil melaju kencang."Kenapa dia malah nyebrang? Lampu pejalan kaki kan merah. Astaga." Michi berlari."Celine!" 

"Celine!!" Michi berteriak keras sekali hingga menarik perhatian. Michi berlari sekencang-kencangnya untuk menyelamatkan Celine. 

Michi menarik Celine hingga keduanya terhempas ke belakang. Kepala Michi terhempas ke aspal, sementara Sunny jatuh di atasnya. Sebagian tubuhnya tersenggol badan mobil. Mobil terhenti. Semua orang berkerumun melihat dua wanita yang bersimbah darah. 

Dada Michi terasa sesak. Pandangannya mulai kabur saat banyak orang di sekelilingnya. Ia sudah tidak bisa mendengar apa yang dikatakan orang-orang itu."Sepertinya aku akan mati. Rasanya mau mati,"kata Michi yang kemudian tidak sadarkan diri. Perasaan Michi terasa damai sekali. 

Aroma segar dan menenangkan. Itu yang Michi rasakan saat ini. Tubuhnya terasa dingin. Tapi, ini adalah situasi yang menyenangkan. Sekelilingnya terlihat putih, bersih, dan wangi. Michi membuka matanya perlahan. Ia melihat dua malaikat di hadapannya. 

"Aku ada di mana, nih? Apa di surga, ya? Astaga ternyata benar ya, kalau kita mati kita akan ditemani bidadara yang tampan. Atau jangan-jangan mereka ini malaikat? Ternyata surga memang seindah yang orang katakan. Eh itu artinya aku sekarang udah mati dan masuk surga ya?" 

"Celine?" 

"Hah? Siapa Celine? Apa aku punya nama baru di sini?" Michi tersipu malu. Ia memandang pria-pria di hadapannya dengan bahagia. 

"Bahkan saat di surga pun aku diberi nama yang indah. Ya ampun, mereka bagaikan dewa Yunani. Tidak, mereka seperti Grand Duke atau Putra Mahkota di manhwa yang sering kubaca. Atau jangan-jangan aku lagi isekai ke novel yang pernah kubaca?" 

Michi sangat bersemangat dengan kehidupannya di surga kali ini. Ia tidak perlu menghadapi kerasnya dunia. Ia tidak perlu pergi ke kantor setiap hari. 

"Celine, kamu bisa mendengar Kakak?" Tangan hangat dan lembut itu menyentuh kepala. Michi terbelalak. 

"Kakak?" Michi tersentak. Ia melihat dua pria di hadapannya dengan jelas. Mereka jelas-jelas sangat tampan dan seperti bukan manusia. Sudah pasti dia tidak sedang ada di bumi. 

"Celine?" panggil Cedric sekali lagi. 

"Siapa Celine?" Michi mengernyit. Ia melihat ke sekeliling. Ia belum sadar sepenuhnya bahwa saat ini ia ada di rumah sakit. 

Damian tersentak."Astaga, apa dia lupa ingatan?" 

"Tapi, kata dokter Celine tidak ada cedera di otaknya. Mungkin Celine masih belum sadar sepenuhnya, Ayah," kata Cedric menghilangkan kekhawatiran Ayahnya. 

"Aku ada di mana?" tanya Michi akhirnya. Otaknya mulai bisa mencerna situasi yang ada. Kini ia sadar sedang ada di rumah sakit. 

"Kamu di rumah sakit, Celine, kamu ditabrak mobil,"jelas Cedric lembut. 

"Celine? Namaku bukan Celine. Namaku~" Ucapan Michi terhenti ketika melihat jarinya. Matanya membesar karena jarinya berubah menjadi kecil dan panjang. Selain itu kukunya terawat dan bersih. 

"Celine, katakan padaku kalau semua baik-baik saja." Cedric mengusap lengan wanita itu,"jangan memaksakan diri, kamu baru saja bangun." 

Michi memutar ingatannya. Terakhir kali ia berlari menyelamatkan Celine yang ingin menabrakkan diri. Setelah itu ia merasa sudah terbang ke kayangan. Tapi, siapa mereka? kenapa mereka memanggilnya Celine? Dimana Celine sebenarnya. 

"Sepertinya kita harus memastikan keadaan Celine lagi, Cedric. Ayah akan menemui dokter." Damian keluar. 

"Celine?" 

"Cermin,"ucap Michi spontan. 

"Cermin?" ulang Cedric bingung. 

"Aku butuh cermin." 

Cedric mengambil cermin yang ada di tas Celine. Michi menerimanya dengan cepat. Ia merasa tidak puas karena ukurannya terlalu kecil. Ia berlari ke toilet sambil menarik tiang infus. 

"Celine mau ke mana?" teriak Cedric khawatir. Ia berjalan menyusul Celine. 

Michi tercengang melihat dirinya di depan cermin. Ia berubah menjadi sangat canti. Tidak, tapi, saat ini ia sedang ada di tubuh Celine. "
"Astaga~ kenapa aku menjadi Celine? Aku ini kan Michi." Jantung Michi berdebar kencang. 




Part 3 

"Celine, kenapa berlari begitu!" Cedric merasa geram dengan kelakuan adiknya. Itu sangat membahayakan apa lagi ia baru saja kecelakaan. Celine memang hanya luka ringan, tapi, tetap saja itu membuatnya khawatir. Celine sangat berharga bagi dirinya dan juga Ayahnya. 

Michi memegangi wajahnya. Ia mencubit dan memukulnya berkali-kali. Rasanya sakit. Jadi, dia tidak sedang bermimpi. 

Cedric memeluk Celine."Celine, apa yang sedang kamu rasakan. Ayo ceritakan pada Kakak." 

Michi menelan ludahnya  ia menatap pria di hadapannya. Jadi, sekarang ia menjadi Celine. Lalu pria di hadapannya sekarang adalah Kakaknya Celine. Dan pria tampan yang keluar adalah Ayah Celine. Hati Michi berteriak, kenapa mereka bisa setampan itu, lalu Ayah Celine jiga masih muda. Masih layak untuk dijadikan suaminya. Dalam situasi seperti ini, Michi masih sempat memikirkan hal mesum. 

"Kita kembali dulu, ya," ajak Cedric dengan hati-hati. 

Michi mengikuti dengan patuh. Wajah tampan Cedric menghipnotisnya."Ka-Kakak." 

"Ya, Celine?" 

Suara Cedric sangat lembut melelehkan hati Michi. Seperti es krim yang disinari matahari Bekasi, langsung meleleh."Kita ada di rumah sakit?" 

"Iya benar. Kau masih dalam tahap pemulihan, jadi, jangan ke mana-mana sebelum mendapat instruksi dari perawat atau dokter." 

Damian masuk ke ruangan. Ia menatap Celine dengan ekspresi yang sulit di artikan. 

"Astaga, Hot Daddy~ kenapa kita tidak bertemu sebelumnya." 

Damian duduk di sisi ranjang sambil memegang tangan gadis itu "Kamu nggak apa-apa, Celine? Ayo ceritakan apa yang kamu rasakan sekarang?" 

Michi menggeleng. Ia menatap tangannya yang digenggam. Jantungnya terasa ingin meledak. 

"Astaga, Michi, sadar. Pertama-tama kau harus tahu kenapa rohmu ada di tubuh Celine." 

"Ayah, apa aku kecelakaan?" 

"Benar." 

"Lalu, apakah ada orang yang tertabrak juga bersamaku?" 

"Benar. Orang itu yang menyelamatkanmu. Tapi, dia tidak selamat. Namanya Michi. Dia karyawan kontrak dari Divisi~" Ucapan Damian terhenti saat melihat raut wajah Celine berubah seketika. 

Kaki Michi lemas seketika."A-apa maksud Ayah tidak selamat? Dimana dia sekarang?" 

"Gadis itu, hmmm~maksudnya Michi, kepalanya terbentur aspal jadi, dia meninggal di tempat." 

"Astaga!" Michi menangis. Ternyata dirinya sudah meninggal. Betapa malang nasibnya. Tidak punya orang tua, gaji pas-pasan, tinggal di kontrakan kecil, cuma karyawan kontrak, tidak cantik, dan tidak punya pacar. Lalu sekarang mati secara mengenaskan untuk menyelamatkan wanita yang serba sempurna. Apa karena ketidak adilan ini makanya arwahnya berpindah. Lalu, arwah Celine pergi untuk selamanya? Tapi, tetap saja Michi mencintai tubuhnya yang berharga. Hidup Michi tetap menyedihkan sampai ajal menjemputnya. Bahkan ia pergi dalam keadaan perawan. 

"Celine, jangan sedih." Cedric menghibur Celine."Aku mengerti perasaanmu. Kakak dan Ayah juga sangat terpukul dengan kejadian ini." 

"Ayah ingin bertanggung jawab atas kejadian ini. Ternyata Michi tidak punya keluarga. Dia hidup sendirian. Jadi, Ayah tidak tahu harus memberikan asuransi kepada siapa," jelas Damian. 

"Kenapa dia mati, dia sudah menyelamatkan Celine!" Michi terus menangisi nasibnya yang malang. 

"Ayah akan cari keluarga atau siapa pun untuk membalas kebaikan Michi. Ayah akan cari segala cara, Celine. Tolong jangan menangis,"kata Damian. 

Perasaan Michi menghangat. Ternyata seperri ini rasanya dipeluk saat sedih dan menangis. Meskipun Damian bukan Ayahnya, tapi, ia merasakan kasih sayangnya yang tulus. 

"Jangan sedih, ya, kita pasti akan bertanggung jawab pada Michi." Cedric menambahkan. 

Michi mengangguk. Tapi, jika saat ini rohnya ada di tubuh Michi, lalu, tubuhnya sudah dikubur, ke mana rohnya Celine? Apakah roh Celine ikut terkubur bersama raganya. Jadi, itu artinya Celine sudah mati? 

"Apa perlu Lucas kita hadirkan di sini supaya kamu nggak sedih?" tanya Cedric setelah Damian melepaskan pelukannya. 

"Lucas?"  Michi merinding mendengar nama pria itu. Ia lupa kalau Celine sangat bucin pada Lucas.
Michi menggeleng cepat."Nggak, Kak. Aku ingin istirahat saja." 

"Ya sudah kalau gitu. Kalau tidak ada halangan, kamu sudah boleh pulang besok." 

"Iya, kak." 

"Istirahatlah, Celine,"kata Damian yang kini bisa bernapas lega. Putri satu-satunya sudah bangun dan baru saja selamat dari maut. Tapi, ada satu wanita yang harus mengalami ketidak beruntungan. Sebagai bentuk hormat dan rasa terima kasih, Damian sudah mengurus pemakamannya dan mendoakan agar Michi masuk surga. 

Michi menatap langit-langit kamar. Kakak dan Ayahnya tertidur di ranjang sebelah yang dibatasi oleh tirai. Wanita itu tidak bisa tidur karena memikirkan keberadaan Celine. Setidaknya ia harus bertemu dengan Celine sekali saja untuk bicara. Ia tidak tahu bagaimana caranya menjadi Celine. Jelas sekali ini menyenangkan, bangun tidur langsung menjadi orang kaya. Masalahnya adalah, apakah Michi bisa menjalani kehidupan Celine. 

Michi menggaruk kepalanya dengan bingung. Apa yang harus ia lakukan sekarang? Ia tidak tahu sedikit pun tentang kehidupan Celine di keluarganya. 

"Celine~ kamu belum tidur, ya?" Damian menyadari ada kegelisahan di hati anaknya. Ia menyibak tirai dan duduk di sebelah ranjang. 

"Ah, itu~" Michi meringis. Ia merasa malu karena ketahuan belum tidur. 

"Maafin Ayah, ya, belakangan ini Ayah dan Kakak sibuk. Jarang sekali memperhatikanmu sampai kamu harus mengalami hal seperti ini." 

"Nggak, Ayah. Nggak kok." Michi tidak tahu jawaban apa yang harus ia ucapkan. Tapi, dimana Ibunya Celine. Ia hanya melihat Ayah dan Kakaknya saja. 

"Kamu pasti kesepian sekali. Bahkan di saat seperti seharusnya kamu merasakan pelukan Ibu." Raut wajah Damian semakin sedih. 

Michi terdiam menyimak setiap perkataan Damian. Tampaknya Ibu Celine tidak ada di sini. Mungkin sudah bercerai atau pun meninggal. Melihat wajah tampan sedih itu, hati kecil Michi tersentil. 

"Nggak, Ayah. Aku nggak apa-apa. Melihat Ayah dan Kakak sehat saja sudah cukup kok. Ayah dan Kakak harus selalu bahagia. Tolong tetap berada di sisi aku selamanya ya." Michi meniru sebuah kalimat di komik yang pernah ia baca. 

Mata Damian berkaca-kaca."Ayah akan selalu di sisi kamu, Celine. Kamulah harta Ayah yang paling berharga.: 

Hati Michi tersentuh."Astaga, Celine, Ayahmu manis sekali. Aku sampai ingin menjadikannya suamiku. Tapi, kenapa kau justru ingin mati. Memangnya kau tidak mau hidup bersama mereka ini?" 

"Ayah, istirahatlah. Ayah pasti capek menunggu aku bangun, kan?" 

"Ayah nggak akan bisa tidur kalau kamu nggak tidur." 

"Aku akan tidur, Ayah." 

Damian merapatkan selimut agar Celine bisa tidur lebih nyaman."Selamat tidur, Celine."

 


Part 4 

Michi bangun dari tidurnya. Ia mencium aroma yang menenangkan. Ia mengedarkan pandangannya, ruangannya tampak sunyi. Michi melihat ke tubuhnya, ia masih ada di dalam tubuh Celine. Ia tidak tahu apakah selamanya ia berada di dalam tubuh Celine, atau suatu saat Celine akan kembali. 

Damian dan Cedric juga sudah tidak terlihat. Celine melirik ke atas nakas. Ada dua bunga yang diletakkan dalam vas. Bunga itu tidak ada semalam, artinya baru diberikan pagi tadi. 

Michi mencium aromanya."Ah, ternyata bunga asli. Jadi, wangi yang kucium dari sini. Seumur hidup baru kali ini mendapat bunga. Ya itu juga karena aku menjadi Celine." 

"Bunga mawar dari Ditrian dan yang peony dari Jarrel." Cedric muncul dengan wajah yang segar seperti baru selesai mandi. Ia juga sudah berpakaian rapi. Kemeja putih yang lengannya digulung sampai ke situ. Hati Michi berdebar kencang, inilah CEO sesungguhnya dalam sebuah novel. Ternyata sosok itu memang ada. Hanya saja tidak akan mungkin ditemukan orang biasa seperti Michi. 

Celine menatap bunga-bunganya dengan bingung. Ia tidak kenal siapa Ditrian dan Jarrel.
Tapi, ia tidak mungkin bertanya siapa mereka. Itu akan membuat Kakaknya bingung."Ah, sampaikan terima kasihku untuk mereka, Kak. Aku suka keduanya. Dan aku paling suka bunga mawar ini." 

Cedric terdiam sejenak karena kaget. Ia menggeleng pelan, lalu tersenyum."Akan kusampaikan pada mereka. Mereka meminta maaf karena tidak bisa menjengukmu. Mereka sedang ada di Beijing." 

"Iya, Kak." Michi semakin bingung. Namun, jika Kakaknya sampai menjelaskan dengan detail, artinya Ditrian dan Jarrel adalah orang terdekat Celine. "Hmmm~ Kakak mau kerja?" 

Raut wajah Cedric berubah menjadi sedih. Sebenarnya ia tidak ingin pergi, tapi, banyak pekerjaan penting hari ini."Iya. Maafin Kakak, ya." 

"Kenapa Kakak minta maaf. Kita memang harus bekerja supaya banyak uang. Karena miskin itu tidak enak," ucap Michi spontan. 

Cedric tertawa."Astaga, kamu ini ada-ada saja. Kamu sudah boleh pulang. Mau Kakak jemput sore nanti atau mau pulang siang ini?" 

"Kalau siang ini, aku pulang sama siapa?" 

"Sama Mbak Inna dan Pak Bambang." 

"Astaga siapa lagi itu?" 

"Ayah ke mana?" 

"Ayah sudah berangkat ke Surabaya." 

"Oh, orang kaya memang selalu sibuk ya." 

Cedric memegang tangan Celine."Kalau kamu keberatan tolong katakan sekarang, Celine. Kakak nggak akan pergi. Kakak nggak mau kamu banyak pikiran." 

"Aku serius, Kakak. Aku pulang sama Mbak Inna aja. Lagi pula sore nanti kita bisa ketemu lagi, kan?" 

"Benar." 

"Kakak, apa aku boleh ke Pemakaman Michi?" 

"Boleh, tapi, memangnya kamu sudah siap? Kakak takut kamu kepikiran lagi." 

Michi menggeleng kuat."Tidak, Kak. Aku tidak akan menangis. Aku pergi sama Mbak Inna dan Pak Bambang, ya?" 

Cedric mengangguk."Iya. Lain kali kita pergi bareng ya. Sekarang sarapan dulu." 

Michi melihat seorang perawat mengantar makanan untuknya. Makanan itu tampak enak dan mewah. Cedric membantunya makan sampai habis. Ini adalah makanan termewah yang pernah Michi makan. 

Cedric sudah pamit pergi bekerja. Tidak lama setelahnya, Inna datang. Ternyata yang dimaksud Cedric adalah asisten rumah tangga dan sopir pribadi Celine. 

Inna membantu Celine berganti pakaian dan pergi ke Makam Michi. Pemakaman yang digunakan Damian adalah pemakaman yang mahal. Biasanya dibeli khusus oleh orang-oraang kaya untuk mereka mati nanti. Dan Damian memberikan salah satu bagiannya untuk Michi. Sepertinya ini bentuk penghargaan Damian untuk Michi yang sudah menyelamatkan Celine. 

Michi duduk di sebelah pemakaman dan melihat namanya terpampang di sana. Hatinya berdenyut."Astaga, Michi~"ia mengusap batu nisannya."Jadi, badanku ada di dalam sana. Astaga~" Kepala Michi sepertinya pusing dan tidak stabil. 

"Non Celine? Kalau masih belum fit kita langsung pulang saja." Inna mengingatkan. Ia takut dimarahi oleh Cedric jika membuat Celine semakin sakit. 

"Sebentar lagi, Mbak. Maaf, ya~" 

"I-iya, Non." 

Michi mendekatkan wajahnya."Celine, kamu di dalam nggak, sih?" bisik Michi,"ini gimana? Kita tukeran gitu? Kok kamu pilih mati? Kakakmu itu loh ganteng banget, pengen kujadiin selingkuhan. Terus Papamu pengen kujadiin suami." 

Suasana hening sekali. 

"Hei, Celine, jawab aku. Aku harus gimana ini." Michi mulai frustrasi."Nggak apa-apa kah kalau aku jadi kamu? Aku pakai semua barang kamu? Tapi, tenang aja aku nggak mau sama Pacar kamu yang mokondo itu." Michi terus bicara. Tiba-tiba hatinya terasa begitu sakit. Ternyata ia sudah meninggal. Benar-benar ending hidup yang mengejutkan. Padahal ia pernah bermimpi untuk menikah dengan pria yang mencintainya, dan hidup bahagia seperti dalam novel. 

"Michi~ nasibmu begini banget." 

"Nona Celine, Bapak udah nelepon, Kita nggak boleh berlama-lama di sini. Nona masih pemulihan." 

Michi menoleh dan mengangguk. Ia melihat pusara terakhirnya sekali lagi."Celine, entah kamu di dalam atau tidak, aku pamit dulu, ya. Tolong datang ke dalam mimpiku jika ada yang ingin kau sampaikan. Aku meminta izin memakai kamar dan pakaianmu. Bye, Celine." 

Michi sudah berada di dalam mobil mewah itu lagi. Ia memejamkan matanya sejenak karena sepertinya perjalanan masih jauh. 

"Michi, tolong gantikan aku di kehidupan nyata, ya. Aku titip Ayah dan Kakakku. Aku sudah bahagia bersama Ibuku sekarang. Jadilah Celine. Mulai sekarang berbahagialah, Michi. Terima kasih, Michi." 

Michi membuka matanya lebar. Ia sangat kaget dengan bisikan barusan. Mungkinkah itu suara Celine? Michi tampak panik sekarang. Padahal tadi di pemakaman ia bicara dengan lantang meminta Celine datang. Saat itu terjadi, ia jadi ketakutan. 

Michi memegang dadanya yang sakit. Jadi, Ibu Celine ternyata sudah meninggal. Mungkinkah selama ini Celine merindukan Ibunya. Saat ia putus asa, ia selalu ingin menyusul Ibunya di surga. 

"Astaga, Celine~" gumam Michi sambil memegangi kepalanya. 

"Non, kita udah sampai." 

Michi tidak sadar kalau mobil sudah berhenti dan pinti terbuka. Inna membantu Michi turun. Rumah Celine besar sekali. Inna membawa Michi ke kamar Celine. 

Michi menganga, kamar ini adalah kamar impiannya jika menjadi orang kaya. Ia berjalan ke walk in closet dan melihat isi lemari Michi. Michi ingin menangis karena banyak sekali pakaian mewah dan bagus. Lali ada lemari khusus untuk tas dan sepatu jiga perhiasan. Lalu ia memeriksa toilet, ada banyak skincare dan bodycare milik Celine. 

"Astaga, Celine, apa aku boleh menerima ini semua." Michi menutup mulutnya tak percaya. 

"Non, ayo duduk di sini. Waktunya makan siang,"panggil Inna. 

"Oh, iya~" 

Michi melihat beberapa orang datang menyajikan makan siang. Tapi, makanan itu sama sekali tidak pernah ia makan. Rasanya juga sedikit hambar. Tampaknya itu adalah makanan sehat. 

"Mbak, ada yang jual ayam geprek di depan nggak?" 

"Hah?" Inna tercengang."Ayam geprek? Non pengen ayam geprek? Ya udah kita buatin aja." 

"Oh, memang boleh?" Michi terkejut."Ini untuk kalian aja. Aku mau ayam geprek." 

Inna mengangguk bingung. Tiba-tiba saja selera Celine berubah. Padahal yang sedang disajikan adalah makanan kesukaan Celine. Tapi, bisa saja selera orang berubah. Apa lagi Celine sedang sakit. 

Wanita itu mewujudkan keinginan Celine tanpa banyak bertanya. 

Part 5 

Michi sangat menikmati hidupnya sebagai Celine hari ini. Ia hanya makan, tidur, dan menonton televisi. Ia tidak tahu dimana ponselnya berada. Sepertinya ia harus menanyakan keberadaan ponsel Celine. 

Michi teringat lagi dengan mimpinya siang tadi, saat Celine mengatakan sesuatu. Ia harus menggantikan Celine di sini. Mulai sekarang, ia harus mengikuti semua kebiasaan Celine. Ia harus menyebutkan dirinya adalah Celine. Tapi, bagaimana cara ia tahu aktivitas Celine sehari-hari. 

Pintu kamar Celine diketuk. Wanita itu membuka pintu. Ternyata itu adalah Cedric. 

"Kakak baru pulang?" 

"Iya. Celine, ini hape kamu." Cedric menyerahkan ponsel keluaran terbaru milik Celine. 

"Oh iya~"  Celine menerima handphone tersebut. Ia pasti akan bingung menggunakannya. Tapi, ia sempat memakai handphone sejenis itu milik temannya yang dicicil selama dua tahun. Ia mengerti sedikit. Ia harus mempelajarinya nanti. 

Cedric membelai rambut Celine."Gimana keadaan kamu?" 

"Tidak baik-baik saja, Kak,"jawab wanita itu spontan. Jantungnya ingin meledak karena sentuhan Cedric. 

"Ah, jadi mana yang sakit?" 

" Di sini." Celine menunjuk hatinya. Sejujurnya ia sedang menggombal Cedric. Pria itu tampan sekali. 

Cedric tertawa kecil."Ayo turun, Papa nungguin kita di bawah." 

Celine mengangguk. Ternyata mereka turun untuk makan malam. Celine tidak sadar kalau ini sudah malam. Nyamannya kamar dan ranjang Celine membuatnya tidak sadar akan waktu. 

Cedric dan Celine duduk berdampingan. Sementara Damian ada di hadapan mereka. Michi tidak bersemangat dengan menu makan malamnya. Tapi, ia harus terbiasa dengan semua ini. Ia sudah janji akan menjadi Celine. 

"Celine, soal kecelakaan yang menimpamu. Cctv menunjukkan bahwa kau sengaja ingin menabrakkan diri ke mobil. Ayah mengerti kau putus asa." 

Celine meneguk air minumnya perlahan dan bertanya-tanya di dalam hati."Putus asa kenapa? Apa yang diputus asakan oleh seorang wanita cantik yang kaya raya?" 

"Oleh karena itu, Ayah izinkan kau menikah dengan Lucas." Damian mengatakannya dengan putus asa. Sebenarnya ia belum ingin melihag putrinya menikah karena masih berusia dua puluh lima tahun. Celine juga belum memiliki banyak pengalaman dengan pria. Selain itu, pria yang dipilih Celine bukanlah pilihan tepat. Ia takut Celine akan menderita dan tidak bahagia. Tapi, ia sangat takut kehilangan Celine. Lebih baik ia menanggung hidup Celine seumur hidup dari pada harus melihatnya mati begitu saja. 

Celine tersedak. Ia menyeka bibirnya dengan cepat. 

"Hati-hati, Celine, kutahu kau sebahagia itu." Cedric mengusap punggung Celine. 

Bibir wanita itu mengerucut "Astaga, apanya bahagia. Aku tidak mau menikah dengannya tuh." 

Cedric menatap Celine bingung."Kenapa? Selama berbulan-bulan kau merengek dengan putus asa. Kau juga menghabiskan banyak uangmu untuk membahagiakan keluarga mata duitan itu. Kakak pikir ini adalah yang kau tunggu-tunggu." 

"Aku seperti itu?" Celine menunjuk dirinya sendiri."Astaga, Celine, kenapa kau sebodoh itu." 

"Memangnya kamu nggak ingat?" 

Celine berdehem dan memutar otak untuk mencari jawaban. Ia tidak mau menikah dengan Lucas. Jika diingat kembali,kalau tidak salah Celine masih berusia dua puluh lima tahun. Usia itu memang sudah pantas menikah. Tapi, Michi ingin menikmati hidup sebagai Celine. Ia mengendalikan tubuh Celine sekarang. Ia tidak mau hal buruk menimpanya lagi."Itu kesalahanku. Sekarang aku nggak mau lagi dengan lelaki jelek itu, Ayah." 

Cedric tertawa karena Celine mengatakan hal yang jujur."Kau baru sadar, ya. Dia memang jelek, wajah dan hatinya." 

"Apa kau yakin? Mungkin ini hanya perasaan sesaatmu saja, Celine." Damian menatap Putrinya tak percaya. Tentu saja tidak percaya karena sikap Celine selama ini. Putrinya menganggap Lucas adalah segalanya. 

"Nggak mau, Ayah. Anggap aja selama ini mataku ditutup biji salak. Jadi, aku nggak bisa melihat dengan jelas kelakuan busuk mereka. Mulai sekarang aku akan menjadi anak Ayah yang patuh dan baik." 

Cedric mengusap kepala Celine."Kau sudah banyak berubah, ya?" 

Celine menoleh dan bertatapan dengan Cedric. Wajahnya menjadi panas dan malu. Pria itu tampan dan wangi. Jantungnya berdebar kencang. Celine berteriak dalam hati, padahal ia tidak boleh seperti ini. Sekarang ia menjadi Celine. Tidak mungkin ia menyukai Kakaknya sendiri. 

"Terima kasih, beri aku uang jajan kalau begitu." Celine tersenyum. 

"Kakak baru saja mengirimmu uang minggu lalu. Sudah habis, ya?" Cedric mengambil ponsel Celine dan mengecek m-bankingnya. Michi berusaha mengingat kodenya dengan baik. 

Cedric menunjukkan jumlah saldo."Masih utuh kok. Kakak akan kasih uang jajan lagi minggu depan." 

Mata Michi menyipit melihat angka yang tertera. "Uangku sebanyak ini?" Michi berteriak tanpa sadar. 

"Kamu kenapa? Memangnya itu banyak? Lebih banyak lagi jumlah yang kau keluarkan untuk keluarga Lucas,"komentar Cedric. 

Detak jantung Michi menjadi kencang melihat saldo milik Celine. Uang sebanyak itu bisa menghidupi Michi seumur hidup. Ternyata jumlahnya lebih banyak yang diberikan pada keluarga Lucas. 

"Aku tidak akan menghamburkan uangku lagi." Michi memeluk ponselnya. Kapan lagi ia memiliki uang sebanyak ini. Ia bisa membeli makanan kesukaannya kapan pun ia mau. 

Damian dan Cedric bertukar pandang. Mereka menyadari perubahan yang signifikan pada Celine. Tapi, perubahan itu mengarah ke hal yang lebih baik. Damian tidak akan mempertanyakannya. 

"Kakak~ apa Kakak punya teman yang tampan?" 

Cedric mengernyit."Kau mau cari pacar baru?" 

Celine mengangguk kuat. 

"Mereka akan mengejarmu, jadi, kau tidak perlu mempertanyakan keberadaan mereka. Kau akan bertemu dengan sendirinya nanti. 

"Bagaimana dengan Ditrian atau Jarrel?" Michi tidak tahu persis siapa mereka. Tapi, dilihat dari nama, sepertinya mereka pria yang tampan dan kaya. 

"Hah? Celine, kau baik-baik saja kan?" Cedric memegang kening Celine. 

"Memangnya kenapa, sih? Aku kan juga ingin memiliki pasangan yang kualitas premium. Aku ingin pria itu lebih tampan dari Kakak dan Ayah. Ah, nggak! Itu nggak mungkin. Karena Ayah dan Kakak adalah pria paling tampan di dunia ini." 

Wajah Cedric dan Damian memerah bersamaan. Baru kali ini mereka mendapatkan pujian langsung dari mulut Celine. Mereka tampak bahagia. 

"Celine, apa pun yang kau rasakan, kau harus membaginya pada Kakak dan Ayah mulai sekarang,"kata Damian. 

"Iya, Ayah." Michi tersenyum dengan lebar. Mulai sekarang ia akan hidup dengan benar sebagai Celine. Mencintai Ayah dan Kakaknya. Lalu, menjadi karyawan dan teman yang baik di kantor.
Ia akan mengubah image buruk Celine. Jadi, tidak ada satu pun yang boleh memandang remeh dirinya.

 


Part 6 

Celine diminta istirahat selama seminggu oleh Damian. Selama satu minggu itu, Michi belajar menjadi Celine. Ia mempelajari memakai make up dan juga mencocokkan jenis pakaiannya. Ia membaca percakapan Celine dan Lucas yang memuakkan. Selama ini, Lucas benar-benar hanya memanfaatkan Celine. Bahkan pria itu meminta Celine membelikan tas mahal untuk Ibunya. 

Jadi, ternyata Lucas berasal dari keluarga menengah. Kondisi ekonominya sangat jauh dengan Celine. Orang tuanya bekerja di Instansi Pemerintah. Tapi, Lucas dan Celine sudah berteman sejak sekolah menengah pertama. Celine yang selalu kesepian ditemani Lucas yang sangat ramah dan selalu ada untuknya. Itulah yang membuat Celine menjadikan Lucas satu-satunya pria yang berharga. 

Posisi Lucas sebagai orang terdekat Celine sangat menguntungkan. Lucas sering meminta uang atau meminta hadiah yang mahal, yang sudah pasti tidak bisa dia beli dengan gajinya. Alhasil, ia terlihat seperti pria kaya raya padahal itu adalah pemberian Celine. Keluarganya pun ikut memanfaatkan situasi tersebut. Mereka sangat mendukung hubungan Celine dan Lucas. Padahal Lucas tidak benar-benar menyukai Celine. 

Michi menarik napas panjang. Ini adalah hari pertamanya bekerja sebagai Celine. Semoga ia bisa mengatasi hari pertamanya dengan baik. 

"Ayo, Celine, kita berangkat sekarang?" Cedric akan mengantarkan Adiknya ke kantor. 

Celine tersenyum."Iya, Kak." 

Celine berpikir Cedric akan mengantarnya dengan mobil. Tapi, ternyata mereka akan naik helikopter. Mereka mendarat di atas gedung kantor mereka. Cedric membantu Celine turun. Setelah itu, helikopternya langsung pergi. Wanita itu memandangnya takjub, ini seperti mimpi. 

Celine tertawa dan berkata dalam hatinya."Pantas saja di dunia nyata kita tidak berpapasan dengan CEO muda dan tampan. Mereka lewat jalur udara. Sementara kita sobat misqueen berdesak-desakan di kereta dan harus mengantri untuk naik lift." 

"Kamu ngelamun lagi? Mikirin apa?" tanya Cedric dengan suara lembut. Suara lembut itu mampu menggetarkan miliknya. Otak mesumnya memang sulit dihilangkan. Andai saja Cedric bukan Kakak kandung Celine, ia pasti sudah menciumnya. Lalu, bibir tipis merahnya itu memang sangat menggoda. 

"Celine? Wajahmu merah lagi. Apa kamu deg-degan mau ketemu Lucas." 

"Dih, Lucas? Melihat mukanya saja aku ingin  muntah." Celine merasa dendam mengingat hadiah tas ratusan juta yang diberikan untuk Ibu Lukas. Mereka itu hanya memanfaatkan Celine. Itu memang bukan uang miliknya, tapi, ia tetap tidak bisa merelakan itu semua. 

Mereka berdua di depan lift khusus. Mereka akan menuju tempat kerja masing-masing."Jika terjadi sesuatu kabari Kakak segera, ya." 

Celine mengangguk."Terima kasih sudah mengantarku, Kak. Selamat bekerja." 

Cedric mengangguk. 

"Kakak~"panggil Celine. 

"Ya?" 

Celine memeluk Cedric. Jiwa Michi tidak bisa menahan diri lagi. Ini tidak akan terlihat aneh, kan, seorang Adik memeluk Kakaknya. Michi berjanji ini akan menjadi pertama dan terakhir.
Cedric tersenyum dan membalas pelukan Celine. Ia mengecup kening Adiknya dengan lembut."Selamat bekerja." 

Jantung Michi berdebar kencang. Pelukan Cedric sangat nyaman. Ia ingin berada di pelukan itu selama mungkin. Tapi, ia harus sadar bahwa mereka adalah Kakak Adik. 

Cedric sudah berhenti di lantai kantornya. Sementara kantor Celine masih ada beberapa lantai di bawahnya. Wanita itu menarik napas panjang saat lift berdenting. Michi tidak tahu pasti seperti apa bentuk kantor itu, tapi, ia pernah mendengar dari rekan kerjanya. Ini adalah tempat yang nyaman. 

Saat melangkah, beberapa orang menoleh ke arahnya. Nyali Michi menciut seketika. 

"Celine, selamat datang kembali di kantor." Lukas menyambut Celine dengan hangat dan seakan-akan ia sangat mencintai Celine. 

Celine melihat ke staff lain. Tatapan mereka adalah tatapan jijik pada Celine. Bagaimana pun juga Celine memang wanita menyebalkan. Dia menjadikan Lukas adalah dewanya. Ia tidak bisa disalahkan karena Kantor ini milik Ayah Celine. 

Celine hanya tersenyum tipis pada Lukas."Ya sudah kalau gitu kita kembali bekerja. Sudah waktunya kerja." 

Lucas merapikan anak rambut Celine seperti biasa. Ia ingin menunjukkan bahwa ia adalah pria yang perhatian. "Kenapa buru-buru? Jam kerja masih lima belas menit lagi. Biasanya juga kita sarapan dulu." 

"Aku udah sarapan di rumah." Sudah jelas Michi tidak menaruh minat pada Lucas. Jadi, ia terlalu malas untuk menanggapi lelaki itu. 

"Oh begitu, bagaimana keadaanmu?" 

Wanita itu menyipitkan matanya sembari melipat kedua tangan di dada."Kau khawatir? Tapi tidak menjenguk atau bahkan sekadar mengirimkan bunga padaku." Jika memang Lucas menganggapnya penting, pria itu pasti datang, bukan menunggu dipanggil oleh Ayahnya. Itu terlihat seperti keluarga itu mengemis pada Lucas agar membahagiakan Celine. 

"Ah, jadi, kau marah karena aku tidak kirim bunga? Maaf, sayang, pekerjaan di kantor banyak sekali." 

"Tidak apa-apa." 

"Kalau begitu, kuantar ke ruanganmu." Lucas mengambil alih tas Celine. 

Sebenarnya wanita itu tidak ingin berhubungan dengan Lucas lagi. Tapi, saat ini Michi tidak tahu pasti dimana ruangan Celine. Jadi, ia membutuhkan bantuan Lucas. Walaupun di sekelilingnya sudah banyak tatapan benci dan jijik pada Celine. Wanita itu harus menahannya. 

Lucas meletakkan tas di atas meja Celine."Sampai ketemu di jam makan siang." 

"Oke. Terima kasih,"balas Celine yang tidak bisa fokus karena kagum dengan ruang kerjanya. Ternyata ia diberi ruangan sendiri. 

"Aku sudah memesan tempat di restoran kesukaan kamu." 

"Tolong batalkan saja. Aku nggak mau makan di sana." Celine tersenyum memandang Lucas. Ia tidak akan tertipu. Selama ini mereka makan siang mewah atas keinginan Lucas. Tapi, Lucas selalu berdalih itu adalah keinginan Celine. Akhirnya tagihan itu akan dibayar oleh Celine sendiri. 

"Kenapa? Kamu suka banget, kan?" Lucas sedikit kaget. 

"Aku mau makan di kantin kantor aja. Tapi, kalau kamu tetap mau makan di sana, silakan saja." 

Lucas tampak kecewa. Sejak Celine tidak masuk kerja, ia tidak bisa menikmati makanan enak. Tapi, ini pertama kalinya Celine menolak ajakannya. 

"Silakan bekerja kembali, Lucas~" Celine mengusir Lucas secara halus. 

"Oke." Raut wajah Lucas terlihat kebingungan. Namun, pria itu langsung keluar tanpa banyak bertanya lagi. 

"Astaga~" Celine mengusap meja kerjanya."Ini adalah meja impianku. Ruangan dingin dan wangi. Meja tidak berdesak-desakan." 

Wanita itu sangat puas dengan kehidupannya sekarang. 

"Lalu, masalahnya sekarang adalah~" Celine menatap layar monitor."Apa yang dikerjakan Celine selama ini?" 

Michi memegang kepalanya."Astaga, aku harus ngapain sekarang? Aku kan nggak pernah ada di posisi ini." 

Michi membaca beberapa dokumen di atas meja. Ia akan belajar pelan-pelan. Ia yakin tidak akan ada yang memarahinya jika terlambat. Tapi, ia ingin memperbaiki citra Celine. Ia tidak mau disepelekan orang lain. Ia harus bekerja dengan baik. 

Michi ingin bertanya, tapi, tidak ada satu orang pun yang menyukai Celine. Lalu, ia tidak ingin bertanya pada Lucas. Melihat wajahnya saja sudah membuatnya muak. 

Wanita itu mencoba menghubungi Cedric. Tidak apa-apa merepotkannya satu kali ini saja. Michi akan meminta bantuan Kakaknya itu.




Part 7 

Satu divisi dihebohkan dengan kedatangan Cesrid. Entah apa yang membuat pria itu berkunjung ke divisi mereka. Para pekerja wanita merapikan rambut mereka dengan cepat, memeriksa riasan wajah, dan menyemprotkan parfum. 

Tanpa banyak berbasa-basi, pria itu masuk ke ruangan Celine. Suara Adiknya yang putus asa membuatnya cemas. 

"Celine, ada apa?" 

Celine menatap Cedric dengan putus asa. Ia memeluk pinggang Cedric yang berdiri di sebelahnya."Aku bingung, aku tidak paham dengan pekerjaanku sendiri." 

Cedric tersenyum. Ia tahu kalau selama ini Adiknya tidak bekerja dengan baik. Selama ini atasan atau bawahannya yang menggantikan pekerjaannya. Lalu Cedric memberikan bonus pada mereka secara diam-diam sebagai bentuk terima kasih. 

"Kau akan mengerjakannya sendiri mulai sekarang?" 

"I-iya. Memangnya selama ini~" Michi terdiam. Lalu ia memikirkan hal lain. Mungkin saja selama ini Celine tidak bekerja dengan semestinya. Karena ia pernah mendengar rumor tersebut. 

"Maafkan kelakuanku selama ini, Kak. Aku pasti sangat merepotkan. Aku akan memperbaikinya sekarang." 

Alih-alih meminta tolong pada Lucas, Celine meminta dirinya untuk datang mengajarinya. Celine sudah banyak berubah,pikir Cedric. Diusapnya kepala Celine."Kita belajar pelan-pelan, ya." Cedric mengambil kursi dan duduk di sebelahnya. 

"Oh ya, memangnya Kakak nggak ada kerjaan?" 

Sebenarnya Cedric sangat sibuk hari ini. Tapi, ia tidak bisa mengabaikan Celine. Ia sudah berjanji untuk tidak mengabaikan permintaan adiknya.
"Pekerjaan Kakak masih bisa ditunda. Yang pentung sekarang adalah kamu, Celine." 

"Oh, baiknya." Celine bersandar di lengan Cedric. 

"Kita mulai sekarang." 

Sebuah pekerjaan akan dapat diselesaikan dengan mudah jika kita mengerti. Akhirnya Celine memahami alur pekerjaannya. Jadi, setelah ini ia tidak perlu merepotkan siapa pun.
Wanita itu menyita setengah hari waktu Cedric yang berharga. 

Cedric melihat jam tangannya. Waktunya sudah habis terbuang. Jadi, ia harus menggantinya dengan lembur."Kamu udah ngerti, kan?" 

Celine mengangguk."Iya, Kak. Terima kasih banyak. Kakak mau makan siang?" 

"Ah, Kakak ingin makan siang denganmu. Tapi, Kakak sudah ada janji. Tidak apa-apa, kan?" 

"Iya." 

Cedric dan Celine keluar dari ruangan.  Lucas yang sudah menanti sejak tadi langsung menghampiri keduanya. 

"Halo, Pak Cedric apa yang membuat Anda datang ke sini?" 

"Saya mengajari Celine beberapa hal yang tidak dimengerti,"balas Cedric. 

"Astaga, Celine, kenapa tidak bertanya padaku? Selama ini aku membantu pekerjaanmu, kan. Bahkan aku yang mengerjakannya." Lucas tertawa tanpa tahu malu. 

Celine melihat ekspresi Cedric yang tampaknya kesal. 

"Ah, iya terima kasih sudah membantuku selama ini." Celine menjawab dengan nada ceria. Ia memeluk lengan Cedric."Mulai sekarang Kakak yang akan membimbingku." 

"Aku kembali dulu, ya, Celine. Jangan lupa makan siang." 

"Baik, Kak." 

"Saya akan mengantar Anda, Pak Cedric,"kata Lucas. 

"Ah, Celine~ sering-sering mengundang Kakakmu ke sini, ya. Walaupun kami tidak saling mengenal, setidaknya ada pemandangan yang indah," kata Mira. Ia adalah staf yang sudah bekerja selama sepuluh tahun di sini. Jadi, dia termasuk orang yang berani bicara pada Celine. 

Celine tertawa lebar."Wah, penggemar Kak Cedric, ya. Kakakku suka Tiramisu. Kau bisa memberikannya saat berkunjung lagi nanti. Dia nggak akan menolaknya." 

"Memangnya Pak Cedric akan datang lagi?" Mira membelalakkan matanya. 

"Dia akan datang jika aku memintanya." 

"Ya ampun, beneran ini nggak apa-apa?" 

"Iya." 

"Wah, senangnya~" 

"Ya sudah ayo kita makan siang,"ajak seseorang. 

Celine menunggu ada yang berbasa-basai mengajaknya. Tapi, mereka pergi begitu saja. Tampaknya hal ini sudah biasa terjadi."Ah, tunggu~ kalian makan siang dimana?" 

"Di kantin." 

"Apa aku boleh makan bersama kalian?" 

"Ah~semua orang bertukar pandang. "Kami akan makan di luar yang lebih murah. Kau pasti tidak pernah makan di sana." 

Hati Celine berdenyut "Ah, baiklah, terima kasih." 

"Celine, memangnya kau tidak makan siang dengan Lucas?" tanya Mira yang tidak ikut ke kantin. 

Celine menggeleng."Aku sedang ingin makan bersama staff lain. Tapi, tampaknya semua orang sibuk." 

"Ba-bagaimana kalau denganku? Kau mau makan bersama denganku?" 

Wajah Celine berubah semringah."Ayo kutraktir." 

Makanan di kantin kantor memang sedikit lebih mahal. Oleh karena itu banyak yang memilih berjalan jauh ke luar kantor untuk berhemat. 

"Celine, kamu mau kemana?" Lucas muncul setelah mengantarkan Cedric sampai ke lift. 

"Aku mau makan siang sama Mira,"balas Celine cuek. Hal itu membuat Mira dan Lucas terkejut. Celine mengabaikan Lucas seakan-akan mereoa tidak kenal. 

"Celine, aku tidak apa-apa kalau kalian mau makan bersama," kata Mira tidak enak hati. 

Celine memeluk lengan Mira erat."Nggak, aku mau makan denganmu." 

"Kamu marah sama aku, ya, Celine karena nggak jenguk. Maaf, tapi, jangan seperti ini,"kata Lucas. 

"Aduh, aku nggak apa-apa. Aku hanya ingin makan, kenapa jadi panjang begini." Celine menggerutu."Ayo, Mira." 

"I-iya." 

Lucas mengepalkan tangannya. Lagi-lagi Celine menguji kesabarannya. Entah sampai kapan ia harus bersabar menghadapi wanita yang selalu membuat masalah itu. Sebentar lagi ulang tahun Lucas. Pria itu sengaja menahan diri sampai yari itu tiba. Celine pernah berjanji akan memberikan hadiah mobil impiannya. Setelah itu, ia akan memutuskan wanita itu. Karena ia telah muak. 

Kali ini ia akan membiarkan Celine seperti itu. Wanita itu tidak akan bisa berlama-lama mengabaikannya. Nanti Celine juga akan datang ke pelukannya tanpa diminta. Lucas menyeringai, setidaknya ia harus menikmati waktunya tanpa Celine. 

"Celine, apa nggak apa-apa kamu mengabaikan Lucas?" 

Celine mengendikkan bahunya."Aku nggak peduli padanya. Biarkan saja seperti itu." 

Mira tidak percaya wanita yang ada di hadapannya Adalah Celine, wanita yang setiap detiknya selalu bersama Lucas. Bahkan semua orang sangat muak dengan tingkah laku mereka yang semena-mena di kantor. 

"Terima kasih sudah membelikanku makanan enak ini." Mira mencairkan suasana. Ia merasa tidak nyaman setelah melontarkan pertanyaan tentang Lucas. 

"Aku senang bisa makan bersama. Kalau nggak keberatan, kita makan bersama mulai sekarang. Maksudku, ajak aku makan bersama kalian," kata Celine dengan tulus. 

Mira tidak yakin rekan yang lainnya setuju. Mengingat Celine yang sering marah dan memaki mereka saat tidak sengaja berdekatan dengan Lucas. Tapi, jika mereka keberatan, maka ia yang akan menemani Celine. Ia sangat yakin kalau Celine sudah berubah. Itu pasti karena ia baru saja selamat dari kematian. Ia berusaha menjadi manusia yang baik.





Part 8 

Lucas bangkit dari kursinya dengan semangat. Celine sudah masuk ke ruangannya. Ia menemui wanita itu sambil membawa brosur. 

"Sayang, kau sudah kenyang? Bagaimana makan siangnya, enak, kan?" 

"Mau apa lagi orang ini," kata Michi dalam hati. Ia melihat brosur yang dibawa Lucas."Apa ini?" 

"Brosur mobil yang kamu minta. Kamu bilang akan memberikannya di Ulang tahunku minggu depan, kan? Kebetulan Mobilnya sudah keluar." Lucas menyodorkannya tanpa malu-malu. 

Wanita itu mendecih dalam hatinya. Ia terbelalak melihat harganya, itu mahal sekali. Sekali pun Lucas adalah pria yang ia cintai, ia tidak akan memberikan hadiah semahal ini padanya. 

"Lihat warna hitamnya, bagus dan mewah sekali bukan?" Lucas menunjuk ke warna yang ia inginkan. 

Wanita itu mengangguk-angguk."Iya, bagus. Semuanya bagus." 

"Benar, semua bagus. Tapi, type ini dengan warna hitam akan membuat siapa pun yang mengendarainya menjadi lebih keren. Apa lagi kita berdua yang akan mengendarainya setiap hari," tambah Lucas. 

Celine tersenyum tipis."Ah, iya~iya. Aku akan memikirkannya dulu. Sekarang kembalilah bekerja." 

"Kau jadi semangat bekerja, ya, itu bagus." 

Celine melirik sebal. Tampaknya Lucas mengejeknya. Atau mungkin tidak percaya bahwa Celine bisa bekerja."Iya aku harus giat bekerja sekarang." 

Lucas tersenyum lebar. Ia yakin sekali Celine akan memberikan apa yang ia inginkan. Ia tidak perlu memaksa, karena wanita itu pasti mewujudkannya. 

Bima melihat ekspresi Lucas yang haru saja keluar dari  ruangan Celine."Kelihatannya berhasil, nih?" 

"Ya iyalah, dia kan cinta mati sama aku. Mana ada laki-laki yang mau sama dia selain aku. Nggak akan ada yang bisa hadapi." Lucas menyombongkan diri. 

"Gimana dengan mobil yang baru dimodif? Baru saja selesai udah dapat mobil baru." 

"Ya disimpan ajalah. Koleksi." 

Bima menggeleng-gelengkan kepalanya."Kau nggak ganteng-ganteng amat. Tapi bisa menaklukan wanita secantik itu." 

"Seumur hidup dia bergantung padaku, Bim." 

"Itu artinya kau sudah menidurinya dong?" 

"Hmmm kalau itu, nggak pernah. Soalnya dia ada trauma dipegang-pegang. Mungkin dia pernah mengalami sesuatu yang buruk. Tapi, nggak apa- apalah, masih banyak perempuan yang bisa diajak tidur. Celine cuma rekening." 

"Astaga." Bima tertawa."Padahal badannya bagus." 

"Iya, sih, siapa pun yang lihat pasti tergiur. Tapi, mau gimana lagi, nggak bisa disentuh. Ya udah aku lampiaskan ke perempuan lain." 

Tangan Michi mengepal saat mendengar percakapan tersebut. Tadinya ia keluar ruangan untuk mengambil air minum. Tapi ia malah mendengar percakapan yang menjijikkan itu. Namun, Michi bersyukur karena ternyata Celine belum pernah tidur dengan Lucas. Jadi, pria itu tidak bisa menyepelekannya lebih jauh. 

Michi kembali ke ruangannya dan menatap brosur tersebut. Ia membuang brosur tersebut ke tempat sampah.  Wanita itu mulai bosan, pekerjaannya sudah selesai. Sekarang ia tidak tahu harus berbuat apa di jam seperti ini. 

Handphone Celine berbunyi, Cedric meneleponnya. Kening Celine mengkerut, ia bertanya-tanya ada apakah gerangan Kakaknya itu menghubunginya. 

"Malam ini kita berkumpul di Senopati." Suara Cedric terdengar tanpa berbasa-basi atau mengucapkan salam. 

"Hah?" Celine kaget. Cedric pun ikut kaget karena yang muncul adalah suara wanita. 

"Apa maksud Kakak? Kakak mau mengajakku pergi, ya? Tempat apa itu?" Michi menggaruk kepalanya yang tak gatal. 

Cedric melihat layar handphonenya. Ternyata ia salah sambung. Seharusnya ia menghubungi Ditrian. Entah kenapa ia memencet kontak Celine. Cedric memang selalu mengingat Celine ketika ingin menghubungi Ditrian. Begitu juga sebaliknya. "Ah, Celine, maaf Kakak salah sambung. Mau menelepon teman Kakak." 

"Kakak mau pergi malam ini?" Michi memberanikan diri bertanya. 

"Iya dengan teman-teman Kakak. " 

"Kemana?" Michi penasaran. Mungkinkah Cedric akan pergi bersama teman-teman wanitanya.. 

"Seperti biasa, kumpul-kumpul, duduk dan berenang," jelas Cedric. 

"Wah, pasti banyak yang nggak pakai baju." Michi membayangkan dada kotak-kotak Cedric. Wanita itu berdehem."Kenapa Kakak nggak mengajakku?" 

"Memangnya kamu mau ikut? Di sana ada Ditrian dan Jarrel." 

"Ditrian dan Jarrel?" Wanita itu bertanya-tanya dalam hati. Ia sudah sering mendengar nama tersebut, tapi, tidak tahu sama sekali wajahnya. Ia menjadi penasaran. Mereka juga sempat mengirimkan bunga padanya. Sepertinya akan ada sesuatu yang menarik. 

"Aku ikut, Kak." Celine berkata dengan lantang dan yakin. 

"Kamu yakin?" Cedric terkejut. Biasanya Celine akan menolak mentah-mentah semua kegiatan yang dihadiri oleh Ditrian. Lalu, ia akan memaksa ikut jika acara tersebut dihadiri oleh Lucas atau keluarganya. Tapi, sekarang Adiknya itu malah minta ikut. Sejujurnya itu bukan masalah. Ia juga tidak bisa menolak permintaannya. Yang hadir hanyalah orang yang ia kenal dekat, jadi, semua akan baik-baik saja. 

"Iya, sangat yakin. Aku janji nggak akan nyusahin Kakak." 

"Tapi, kamu jangan ikut berenang, ya. Soalnya di sana laki-laki semua. Sebenarnya ini acara khusus lelaki, Celine." 

"Ah, apa Kakak dan teman-teman mengundang wanita sebagai penghibur?" 

"Nggak gitu, Celine. Kami hanya berkumpul untuk menghilangkan lelah. Tidak ada wanita di sana." 

Mata Michi membesar. Inilah yang ia tunggu-tunggu. Akhirnya ia memiliki momen bertemu dengan pria-pria tampan dan kaya. Di sana ia bisa tebar pesona. Ini adalah isi hati wanita tiga puluh tahun yang belum tersentuh. Setidaknya ia bisa merasakan ciuman atau bercinta sekali saja. Sebelum akhirnya roh Celine kembali. Ya, tidak ada yang pernah tahu. Mungkin saja Celine bisa kembali ke tubuhnya. 

"Celine, kamu dengar, kan?" tanya Cedric dari seberang sana 

"Iya iya, Kak. Tapi, aku boleh ikut tidak?" Wanita itu sengaja melembutkan suaranya. 

"Iya boleh. Nanti perginya sama Kakak, ya." 

Michi tersenyum lebar."Aku akan patuh, aku janji." 

"Oke, sampai ketemu nanti malam. Bye, Celine." 

"Bye, Kakak." 

Michi menyandarkan kepalanya sembari membayangkan. Betapa menyenangkannya bertemu dengan banyak pria. Lalu, ia juga bisa melihat Cedric tanpa pakaian di sana. Wajah Michi terasa panas membayangkannya. Sepertinya ia mulai gila. 

Pintu ruangan diketuk, Celine menegakkan tubuhnya dan mempersilakan masuk. Mata wanita itu menyipit. Ia tidak tahu siapa pria yang masuk ke ruangannya sembari membawa berkas. 

"Pe-permisi, Bu, saya mau minta tanda tangan." 

Celine menajamkan tatapannya. Pria itu tampak gugup."Siapa nama kamu?" 

Pria itu terperangah seakan tidak percaya. Padahal ia setiap hari datang meminta tanda tangan. Tetapi, wanita itu masih saja tidak tahu namanya. 

"Kenapa diam? Nama kamu siapa?" 

Pria itu tersentak dan menjadi melakukan hal yang spontan."Nama eyke, eh~ nama saya Kevin, Bu." Kevin segera memukul bibirnya. Ia tidak sengaja melakukan hal tersebut. Celine pasti marah padanya setelah ini. 

"Itu kan nama siang, nama malamnya siapa?" 

"Klara, Eh~ maafkan saya, Bu. Maaf." 

Celine tersenyum penuh arti. Ia membaca berkas itu dan menanda tanganinya."Oke sudah." 

"Terima kasih, Bu." 

"Sama-sama, Kevin." 

Celine kembali menghempaskan tubuhnya ke sandaran kursi. Ia tidak sabar untuk pergi bersama Cedric malam ini.

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Kategori
Ajwj
Selanjutnya HIS FORBIDDEN OBSESSION (16, 17)
4
1
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan