“Mas.”
“....”
“Mas? Mas Seungcheol, mas?”
“Iya?”
“Mas! Ya ampun jarinya berdarah itu mas!”
Mata Seungcheol tadinya melirik wanita yang berada di sampingnya kini menatap ke arah tangannya, aliran darah yang berasal dari jarinya secara perlahan keluar dan menetes ke atas meja, mengenai sayuran yang tadi sedang ia cacah halus. Jarinya kini dibalut dengan tissue dan staff yang tadi berada bersama dirinya dengan terburu mengambil kotak p3k, memakaikan plester pada lukanya yang sudah di cuci, hingga darahnya berhenti mengalir.
“Mas ngelamun ya? Mikirin apa mas?”
“Ya? Ah.. ngga, saya tadi..” Ucapan Seungcheol terhenti, ini sudah dua puluh empat jam sejak kejadian dimana ia melihat Jeonghan pingsan di depan matanya sendiri, sedangkan ia tidak bisa melakukan apapun karena ia takut Jeonghan akan mengetahui sisi lain dirinya yang sangat.. Menyeramkan.
“Mas Jeonghan udah di jalan pulang sama manajernya, kira-kira mas Jeonghan mau disediain teh hangat atau smoothies dingin ya?” Tanya sang wanita.
“Saya udah bikin smoothies pisang coklat, kamu.. Pulang aja ini udah di luar jam kerja kamu.” Titah Seungcheol, walaupun dari luarnya ia terlihat sangat tenang, tetapi semua orang yang bekerja bersamanya sangat mengerti bagaimana perasaan sang kepala pelayan. Tentu saja sangat kacau, bahkan semua pekerjaan sang pria selama 24 jam belakang ini tidak ada yang mulus, ada saja masalahnya. Entah memecahkan piring, gelas, memotong dan mengupas buah secara tidak benar, dan banyak lagi masalah lainnya. Hingga banyak staff yang menyuruh Seungcheol untuk diam saja.
Semuanya tau bagaimana kedekatan sang pelayan dan sang majikan.
Seungcheol kembali ke dalam ruangannya, mukanya kusut, rambut yang biasanya rapih kini sudah mencuat kemana-mana, ia duduk di kursinya dan memejamkan matanya. Mengingat kembali kekacauan yang ia buat kemarin, meneror manajer Jeonghan dengan panggilan telpon berkali-kali sembari ia menahan diri untuk tidak menyusul mobil ambulan yang keluar dari gedung fanmeet. Menahan dirinya untuk tidak memaksa masuk kedalam ruang pemeriksaan dimana Jeonghan berbaring dan tidak berdaya, menahan dirinya untuk tidak mengancam dokter yang memeriksa Jeonghan dan menyuruhnya memindahkan sang pria ke rumah sakit yang lebih bagus.
Ia memilih untuk memacu mobilnya pulang, ke tempat Jeonghan. Dimana saat ia datang, semua staff sudah mendengar tentang kondisi Jeonghan yang tiba-tiba pingsan saat bekerja. Sedangkan Seungcheol yang menyaksikan bagaimana tubuh itu lemas dan terjatuh di atas lantai, tidak menanggapi semua informasi yang masuk ke dalam telinganya. Ia langsung masuk ke dalam ruang kerjanya, memakai apronnya dan memulai bekerja seperti biasanya, dan tentunya semua yang ia kerjakan adalah kekacauan.
Tangannya menarik laci yang berada di bawah mejanya, menarik kertas hasil pemeriksaan Jeonghan yang ia dapatkan tadi pagi langsung dari manajer Jeonghan, memperlihatkan kondisi Jeonghan setelah melalui berbagai tes kesehatan bersama dokter pribadi, yang juga Seungcheol kenal, tentu saja hasil pemeriksaan ini rahasia tetapi Seungcheol berhasil mendapatkannya tanpa susah payah, matanya membaca kembali hasil pemeriksaan jantung, darah, urin, air liur dan sampai bagian organ-organ dalam.
Ada kesalahan dalam sistem tubuh Jeonghan, dimana sang pria akan mengalami penurunan kesehatan dalam waktu yang panjang apabila tidak melakukan pengobatan yang sudah di tentukan oleh sang dokter, mengakibatkan Jeonghan harus ketergantungan dengan obat-obatan dan pemeriksaan rutin secara jangka panjang.
Bibir tebal itu tersenyum, pundaknya bergetar cukup kencang, tangannya yang bebas menutup wajahnya yang tertenggak dan bersandar pada punggung kursi. Hanya ada satu cara untuk pengobatan itu, dan nafas Seungcheol tersengal.
“Sialan.” Gumamnya sambil tawanya tidak terhenti, Seungcheol berhenti tertawa ketika air mata mengalir dari matanya dan ia usap air mata itu. Tubuhnya bangkit saat mendengar suara mobil yang ia kenal masuk kedalam rumah.
“Selamat..”
“Seungcheol, aku mau mandi air hangat.”
“Baik.”
Suara lesu itu menyapanya ketika Jeonghan masuk kedalam rumah, mata Seungcheol menatap pria di belakang Jeonghan.
“Gue balik dulu, Jeonghan suruh istirahat buat beberapa hari.” Pria itu menepuk bahu Seungcheol sebelum menghilang di balik pintu mobil yang tertutup.
Di dalam kamar ada dua orang pria yang saling terdiam. “Air hangatnya udah siap.” Seungcheol melihat Jeonghan yang setengah tubuhnya berbaring di atas kasur. “Mau aku bantu lepas baju?” Tanya Seungcheol, tapi Jeonghan menggelengkan kepalanya.
“Aku minta smoothie aja, bawain ke kamar mandi.” Ujar Jeonghan yang melenggang masuk kedalam kamar mandi sembari melepaskan pakaian miliknya dan membiarkannya berceceran di atas lantai.
Kaki cantik itu secara perlahan masuk kedalam bathtub berisi air hangat, kelopak bunga mawar putih mengambang di atas air, tubuhnya kini bersandar di dalam bathtub. Matanya terpejam, ia lelah sekali setelah menjalankan serangkai pemeriksaan yang panjang dan memakan banyak waktu. Apalagi mengetahui penyakit yang berada di dalam tubuhnya belum memiliki obat kimiawi yang bisa menyembuhkannya, kepalanya hampir pecah ketika mendengar obat alami satu-satunya yang bisa ia pakai.
Hamil, terdengar lucu tapi Jeonghan harus hamil. Ia harus mengandung, perut bagian bawahnya terasa penuh sekali karena ia baru saja menerima suntikan hormon dan penguat rahim yang disuntikan langsung disana.
“Hamil? Hamil sama siapa? Hahahaha.” Jeonghan tertawa kecil, tangannya terangkat dan ia mengusapkan wajahnya dengan air hangat.
“Jeonghan, smoothie nya.” Seungcheol masuk kedalam kamar mandi sembari membawa nampan berisi satu gelas smoothie dingin pisang coklat kesukaan Jeonghan, minuman yang tidak mungkin ditolak oleh sang pria. Seungcheol menyimpan gelasnya di samping bathtub agar Jeonghan mudah mencapainya.
“Kalau ada yang kamu butuhin lagi, panggil aja aku.”
“Temenin aku.” Seungcheol batal keluar dari kamar mandi setelah mendengar ucapan Jeonghan. “Sisirin rambut aku terus keramasin sekalian.”
“Baik.” Keduanya terdiam, mungkin selama sepuluh menit yang panjang. Dimana rambut Jeonghan disisir rapih oleh Seungcheol sebelum akhirnya air hangat menyentuh kulit kepalanya. Kemeja lengan panjangnya sudah ia lipat hingga siku, agar tidak basah oleh air.
“Cheol, aku sakit.” Suara itu lesu, ucapan itu membuat tangan Seungcheol yang tengah menuangkan sampo berhenti.
“Sakit apa?” Tanyanya, tangannya yang terhenti tadi kini bergerak dengan perlahan mengusapkan busa pada rambut bagian bawah Jeonghan.
“Sakit aneh, saking anehnya bisa sembuh cuman dengan satu cara.” Gumam Jeonghan, kedua tangannya berada di atas perutnya.
“Gimana caranya?” Seungcheol bertanya, nada suaranya tidak menyiratkan emosi apapun.
“Hamil, aku harus hamil. Weird isn't it?” Suara tawa kecil terdengar, pundak Jeonghan bergerak karena tawanya, entah apa yang ia tertawai.
“Ngga, ngga aneh.” Kepala Jeonghan kini dipijat perlahan oleh Seungcheol.
“Aneh, masa orang sakit cuman bisa sembuh kalau hamil? Aku.. laki-laki, harus hamil.” Jeonghan menghela nafasnya, ia mau menolak pun tidak bisa.
“Han, kamu spesial. Ngga semua laki-laki punya kasus kaya kamu, kamu ngga aneh sama sekali.” tangan-tangan telaten itu menyiram air hangat ke kepala yang tertutup oleh busa, hingga akhirnya bersih.
“Apanya yang spesial? Aku ini aneh! Penyakit aneh! Udah gila ya dunia? Aku mau tour Seungcheol.. Hiks.. karir aku.. Kontrak ratusan juta.. Hiks.. gimana kalau penggemar aku ninggalin aku semua? Gimana kalau media tau?! Gimana Seungcheol?! GIMANA!?” Jeonghan berteriak, semua hal yang terpendam di dalam dadanya sejak kemarin ia keluarkan. Ia memeluk tubuhnya sendiri, mengusap bahunya dan kini tubuhnya dipeluk oleh orang lain selain dirinya, Seungcheol berdiri dengan kedua lututnya dan memeluk Jeonghan. Tubuh keduanya hanya terhalang oleh bathtub, baju yang Seungcheol pada akhirnya basah juga seluruhnya. Ia tidak berbicara sedikitpun, tetapi membiarkan Jeonghan menangis. Pelukan pria kecil itu mengerat, tangisnya menyayat hati sekali. Bagaimana tidak menyayat hati, semua rencana, semua mimpi, semua harapan, pupus sudah hanya dalam dua puluh empat jam.
“Kamu juga pasti ninggalin aku kan.. Cheol?” bisik Jeonghan.
“Ngga Jeonghan, aku ngga akan ninggalin kamu.” Seungcheol mengusap punggung telanjang itu, mengecup pucuk kepalanya dan mengecup punggung tangan sang artis.
Jeonghan sudah duduk di atas kasur, tubuhnya diselimuti oleh handuk. Sedangkan Seungcheol tengah memilih baju tidur untuk sang artis.
“Cheol, aku punya calon buat.. Yang hamilin aku.”
Seungcheol memejamkan matanya, ia menghela nafasnya panjang. Pekerjaannya jadi bertambah ketika Jeonghan berbicara seperti itu, apakah ini menjadi awalan tangannya akan dilumuri oleh darah manusia?
“Siapa?” Tanyanya, Seungcheol membawa satu set piama berwarna biru muda ke hadapan Jeonghan.
“Seokmin..” Langkah Seungcheol terhenti, “Atau kamu.”
Tangan Seungcheol meremas kain sutra yang berada di tangannya.
“Aku cuman percaya kalian berdua, ngga tau harus minta tolong siapa lagi.” ujarnya. “Itupun kalau kamu bersedia, kalau ngga.. Aku minta Seokmin.”
Seungcheol terdiam, ia tidak menjawab, handuk yang melilit tubuh Jeonghan ia lepas, lalu mengeringkan tubuh sang pria menggunakan handuk kering lainnya.
“Ngga mau ya?”
“Mau, kalau kamu yang minta.”
Jeonghan itu sudah menyiapkan mental kalau akan ditolak oleh Seungcheol, dan sudah menyiapkan penjelasan untuk Seokmin tentang penyakitnya. Tetapi memang seharusnya ia tidak berburuk sangka pada apapun. Bibirnya tersenyum, ia memeluk Seungcheol yang tubuhnya basah karena belum ganti pakaian.
“Han, pake dulu bajunya. Nanti kamu kedinginan.”
“Cheol.. Aku seneng banget.. Aku seneng banget ngga perlu mempermalukan diri sendiri di depan Seokmin..”
“Kalau kamu malu sama Seokmin tentang kondisi kamu, kenapa kamu ngga malu sama aku?”
“Soalnya…” Jeonghan terhenti, ia tidak tahu kenapa kalau sama Seungcheol benar-benar tidak ada yang perlu ditakutkan atau sembunyikan sama sekali. “Ngga tau. Tapi bisa ngga kita coba sekarang?”
“Coba apa?”
“Nge-sex? Biar cepet hamil akunya.” entah berapa banyak Seungcheol menghela nafas pada hari itu, tapi kali ini helaan nafasnya adalah yang terpanjang dan terberat.
“Kamu cape Han, istirahat dulu.”
“Ngga, aku ngga cape! Ayo Seungcheol, kita nge-sex.” Jeonghan menatap Seungcheol dengan kedua matanya yang berbinar, bayangkan, bagaimana Seungcheol harus menolak permintaan itu? Tetapi kesempatan ini tidak datang dua kali, dan akhirnya Seungcheol tidak perlu lagi berfantasi tentang tubuh pria cantik di hadapannya.
“Aku ganti baju dulu ya?”
“Kenapa? Kan nanti juga telanjang, tinggal buka aja baju kamu sekarang. Liat! Aku aja udah telanjang.” Kedua tangan Jeonghan terbentang, memperlihatkan tubuh polos tanpa sehelai benangpun. “Jangan alesan! Ayo Seungcheol, sekarang. Ya?” Jeonghan menarik-narik ujung baju sang pria.
Tidak bisa dipungkiri, toh Seungcheol juga sejak dari kamar mandi tadi sudah ereksi. Dan helaan nafas Seungcheol semakin panjang, tubuhnya yang tadi berdiri menjulang tinggi kini sudah berganti menunduk dan menjadi rendah. Mendorong tubuh polos Jeonghan untuk berbaring di atas kasur.
Keduanya berciuman, satu tangan Seungcheol meremas lengan Jeonghan dan menahannya di atas kepala sang pria, satunya lagi sibuk melepaskan kancing kemeja yang dipakainya. Ciuman keduanya berantakan, Seungcheol yang bernafsu dan Jeonghan yang berusaha mengimbangi, lidah mereka saling melilit, menjilat dan mendorong satu sama lain. Kemejanya sudah terbuka tetapi ciuman keduanya tidak terputus sama sekali, tangan Jeonghan mengalung pada leher sang pria, sembari mencumbu kemeja itu lepas dari tubuh Seungcheol.
“C-celana mmh.. Celana kamu.” Gumam Jeonghan di sela-sela ciuman keduanya, dan Seungcheol melepaskan ciuman itu, nafasnya memburu. Ia tidak ingat kapan terakhir kali merasakan adrenalin seperti ini. Dalam hitungan detik, Seungcheol sudah telanjang bulat. Ia menindih tubuh Jeonghan dan ciuman keduanya kembali bersatu. Kaki Jeonghan bahkan kini sudah naik ke atas pinggul Seungcheol. Alat kelamin keduanya saling bergesekan, membuat Jeonghan meremang dibawah tubuh yang lebih besar.
“Hnng.. nngh c-cheol ssshh.” Jeonghan memejamkan matanya ketika lehernya menjadi sasaran mulut sang pria, ia meremas rambut Seungcheol erat. Sedangkan entah mengapa kini pinggulnya malah mencari-cari sensasi lain.
“Han. kalau sakit bilang ya?” Jeonghan mengangguk, detik selanjutnya ia menggigit bibirnya ketika merasakan lubang analnya disapu oleh jari-jari milik Seungcheol.
“Han, kamu becek banget disini.” Seungcheol bangkit dari posisinya, ia menarik kedua kaki Jeonghan hingga paha bertemu dada, dan kini pantat Jeonghan tepat berada di hadapannya. Ia bisa melihat cairan-cairan kental yang keluar dari lubang anal sang pria, seperti cairan lubrikasi alami.
“I-iya.. Itu efek suntikan, nngha! Haah! C-cheol h-hhhh jangan dijilat!” Jeonghan meremas kasur di bawahnya, kepalanya tiba-tiba saja pusing ketika benda tidak bertulang itu menjilat lubang analnya dan menyesap cairan kental yang tidak berhenti keluar dari sana. “Ah! Aah! C-cheoll nnggghh!”
Seungcheol tidak peduli dengan ucapan Jeonghan yang memintanya berhenti, karena kini ia tengah menikmati sajian yang menurutnya paling nikmat di dunia ini, lidahnya ia selipkan masuk bersama dengan dua jarinya. Mengaduk-ngaduk isi lubang anal yang semakin lama semakin becek dan berkedut tidak karuan. Setiap cairan kental itu keluar, maka Seungcheol akan langsung menjilatinya tanpa menyisakan setetes pun.
“Ooohh! S-cheol.. Seungcheol! Ngghh! Aku keluar nnghh!” Jeonghan tentu saja kelimpungan, ini pertama kalinya ada yang memakan lubang analnya seperti itu. Spermanya keluar dan membasahi dadanya sendiri karena posisi Jeonghan yang kini pinggulnya lebih tinggi daripada tubuh bagian atasnya.
Sementara wajah Jeonghan hampir belepotan karena sperma, kini wajah Seungcheol belepotan karena cairan yang keluar dari lubang anal Jeonghan. Telapak tangan Seungcheol kini bersentuhan langsung dengan lubang anal Jeonghan, ia ketagihan akan cairan kental itu hingga kini tangannya bergerak seperti sedang memompa agar lebih banyak cairan yang keluar. Membuat Jeonghan mendesah panjang karena tidak diberikan waktu barang sejenak istirahat.
Lelehan cairan dari dalam lubang anal Jeonghan, digunakan oleh Seungcheol untuk melumasi batang penis Seungcheol yang sudah tegang bukan main.
“Han, aku masuk ya?”
“Iya.. masukin aku, keluarin sperma kamu di dalem aku, bikin aku hamil..” Jeonghan membuka kedua kakinya, menarik kedua pipi pantatnya saling berjauhan. Memperlihatkan lubang yang berkedut, tanpa menunggu lama Seungcheol memegang batang penisnya dan mulai memasukkannya secara perlahan, matanya tidak lepas dari wajah Jeonghan. Melihat apakah sang pria mengalami kesakitan atau merasa tidak nyaman.
Tetapi sepanjang Seungcheol mendorong penisnya masuk, yang matanya lihat hanya wajah Jeonghan yang sepertinya keenakan dan bibirnya yang berujar tidak karuan. “Nnghh gede.. Gede banget kontol Seungcheol.. Aah penuh.. Nngh penuhhh lubang aku penuhh.” Racauan itu membuat wajah Seungcheol memerah, ia tidak pernah tahu kalau Jeonghan akan seterbuka ini dengan apa yang ia rasakan.
“Enak?” Tanya Seungcheol, bibir keduanya sangat dekat kali ini, bahkan hampir bersentuhan.
“E-enak banget, enak banget apalagi disini.” Jeonghan menyentuh perut bagian bawahnya, dimana Seungcheol dapat melihat jejak kebiruan bekas jarum suntik.
“Kenapa disitu enak?”
“Ngga tau.. Tapi kalau Seungcheol masuk sampe sini rasanya ngilu.. Hhh tapi enak nngh!” Jeonghan memejamkan matanya, ia meremas punggung Seungcheol dengan kuku-kuku pendeknya. Sudah pasti meninggalkan jejak kemerahan disana.
“Hhh.. kamu juga enak han, sempit, panas, licin, becek. Enak banget.” Seungcheol mengecup bibir ranum itu. “Aku gerak ya?” Ijinnya, dan Jeonghan mengangguk. Wajahnya kini bersembunyi di dada bidang Seungcheol yang berada di atasnya, ketika pinggul itu bergerak maju dan mundur, desah Jeonghan kembali terdengar. Tubuhnya bahkan sampai bergerak mengikuti bagaimana pinggul Seungcheol menyodok lubangnya.
“Nnghh ssh enak banget aahh seungcheol enak hhh!” Jeonghan merintih, jika tau melakukan hubungan badan dengan Seungcheol rasanya seenak ini, kenapa tidak dari dulu saja?
“Aaah! Ahh! Hhh! Terus sssh teruss Seungcheol! Hhngg enak banget ssh kontol kamu enak bangeet gesek lubang.. Aahh!”
“Jangan di ketatin gitu, sayang.” Seungcheol berbisik, satu tangannya menahan tubuh pada bagian pinggul agar tidak ikut bergerak ketika Seungcheol menghujam titik terdalam sang pria, tapi dasarnya Jeonghan yang tidak bisa diam. Dia malah melilitkan kakinya pada betis Seungcheol dan mengecupi leher sang pria yang tubuhnya semakin panas saja akibat nafsu yang menggebu.
Punggung Seungcheol berkeringat, dan paha bagian dalam Jeonghan pun sudah becek akibat cairan dari lubang analnya yang memuncrat setiap kali Seungcheol bergerak dan memasukan penisnya semakin dalam dan dalam. Jeonghan tidak mengerti akan suntikan yang ia dapatkan di bagian perut bawahnya, tapi entah mengapa kini ia bisa merasakan Seungcheol yang masuk sangat dalam, membuat tubuhnya semakin sensitif.
“Seungcheol, Seungcheol!” Rintihnya, kepala penis itu menyentuh satu titik yang membuat tubuh Jeonghan gemetaran.
“Han aah! Jeonghan! Jeonghan! sssh!” Tubuh yang berada di bawahnya ditindih, dan tubuh Seungcheol benar-benar menutupi tubuh kecil itu, urat-urat di sekitar leher dan lengannya sampai mencuat ketika ejakulasinya berusaha ia tahan.
“Nggh! N-Nggaa nngh jangan ditahan! Seungcheool aah jangan ditahann.” Jeonghan merengek, ia bisa merasakan bagaimana penis Seungcheol berkedut di dalam lubangnya. Tanda ejakulasinya sudah sangat dekat. “Seungcheeol, hiks.. Seungcheol kasih aku.. Nggh kasih aku sperma kamu..” Jeonghan mengelus perut bagian bawahanya, telapak tangannya bisa merasakan kepala penis yang menonjol di bawah sana, dan Jeonghan dengan kesabarannya yang tipis malah meremas tonjolan itu.
Membuat Seungcheol menggeram dan mencium bibir Jeonghan dengan sedikit kasar sebelum akhirnya memuntahkan spermanya di dalam tubuh sang pria dengan remasan tangan Jeonghan yang tiada henti, tubuhnya gemetaran dan rasanya spermanya tidak kunjung berhenti juga muncrat di dalam sana, sedangkan Jeonghan melenguh tidak karuan merasakan semprotan sperma yang keluar secara deras di dalam sana.
“Oooh! Nng! P-penuh.. Rahim aku penuh..” Kedua mata Jeonghan terpejam, bibirnya tersenyum senang menerima sperma milik sang kepala pelayan. Dan Jeonghan pun menjemput kembali klimaksnya yang kedua.
Nafas keduanya terengah, kini Seungcheol tengah mengecupi bagian-bagian tubuh Jeonghan yang berwarna kebiruan akibat suntikan-suntikan di berbagai tempat.
“Jangan dikeluarin.. Tidur di sini.. Temenin aku.” Jeonghan memeluk tubuh Seungcheol.
“Iya, aku ngga akan kemana-mana.” Seungcheol menyelipkan helaian rambut hitam itu di balik telinga si cantik, mengecup bibir dan kedua mata yang tertutup akibat kantuk.
Jeonghan dinyatakan harus beristirahat total, agensi tempatnya bernaung pun sudah mengeluarkan pengumuman itu, semua jadwalnya dibatalkan hingga waktu yang tidak ditentukan. Jeonghan bebas dari pekerjaannya hingga ia bisa fokus pada program penyembuhannya.
Dan fokus pada Seungcheol yang kini tinggal di rumahnya, acara berhubungan intim keduanya kini sudah tidak bisa disebut teknik penyembuhan. Tetapi penuntasan nafsu yang tiada akhir, semua staff diliburkan oleh Jeonghan selama satu minggu.
Satu minggu itu pun dilakukan Jeonghan dan Seungcheol untuk berhubungan badan di setiap sudut rumah, di dapur, atas meja, ruang tengah, sofa, kamar mandi, kolam renang, balkon sampai pada di bawah pohon belakang rumah. Semua tempat berusaha mereka jamah setiap harinya, hingga Jeonghan dinyatakan hamil. Mereka tidak akan berhenti berhubungan badan sesuka hati.
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰