My Sweet Winter

2
0
Deskripsi

Kecelakaan kecil saat perayaan sweet seventeen malam itu, membuat Winter tidak bisa tenang. Tapi Winter akan pura-pura tidak mengingatnya sampai mati, itu kesalahan terbesar dalam hidupnya.

Tapi kejadian di kolam renang setelahnya, membuat Winter semakin gila dan tidak bisa berpikir rasional. Sungguh, Winter tidak bisa lagi untuk menganggap semua ini lelucon. Jika waktu party kemarin Winter masih menganggap itu sebuah kecelakaan, karena dia tidak sadarkan diri. Tapi kejadian di kolam renang saat...

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya 1. Lukisan dan Kidung
0
0
Kawali, Ciamis. Jawa Barat— Indonesia.Suara lesung terdengar berirama, menyongsong pagi yang masih tertutup embun. Kirana melenguh pelan, masih dengan mata tertutup mencoba meraba nakas di pinggir tempat tidurnya. Akhirnya Kirana menemukan barang yang ia cari, benda pipih berbentuk persegi panjang. Lalu Kirana memencet salah satu tombolnya, menatap benda itu dengan mata menyipit. Masih pukul lima pagi, tetapi di luar rumah Nininya sudah terdengar banyak aktifitas.Kirana baru saja tiba di rumah Nininya pukul satu malam. Tetapi Kirana bangkit dari tempat tidurnya, Kirana penasaran ingin melihat. Lalu berjalan menuju halaman belakang— dimana suara lesung itu terdengar semakin kencang. Disana ada Suminar sedang menumbuk padi di dalam lesung.Nini sedang apa? Ini masih pagi Ni.Wanita lansia yang di panggil Nini itu menoleh sambil tersenyum simpul, kulitnya yang sudah keriput begitu bersih. Entah perawatan apa yang dilakukannya, hingga membuat kulitnya seperti bersinar.Neng sudah bangun? Nini lagi numbuk padi, berisik ya? Tangannya yang terlihat kurus dan keriput, masih sanggup memegang tumbukan lesung.Kirana menggosok-gosok matanya yang masih perih, berjalan medekati Nininya.Kenapa harus pake lesung Ni? Kan sekarang sudah banyak tempat penggilingan padi, jadi lebih mudah dan praktis. Kirana berjongkok, lalu memainkan beras yang sudah bersih dari gabahnya. Kalau beginikan Nini jadi cape. Lanjutnya lagi.Nini tidak cape, justru Nini menyukai kegiatan ini.Kirana mengangguk-ngangguk paham, memang selalu seperti ini. Dari mulai Kirana masih bocah, sampai sekarang Kirana sudah dewasa. Suara lesung setelah subuh, sudah menjadi alarm saat Kirana tidur di rumah Nininya.Neng bertengkar lagi sama Mama tah? Ucap Nininya telak.Kirana menghela nafas pendek lalu menyengir, sudah tabiatnya jika bertengkar dengan sang Ibu Kirana akan kabur ke Kawali yang berada di Kabupaten Ciamis. Tujuan utamanya adalah rumah bergaya kuno milik Nininya, di sebut juga jubleg nangkub— rumah dengan bentuk atap bertingkat dan dinding terbuat dari bambu, rumah adat dari daerah Sumedang. Ada alasan mengapa Suminar lebih suka rumah bergaya khas Sumedang, karena itu mengingatkannya pada kampung halaman Suminar yang berasal dari sumedang.Tidak boleh begitu Neng, itu tidak baik. Neng sudah dewasa. Nasihat Suminar sang Nini.Lagian masa ya Kirana mau di jodohin, inikan bukan zaman Siti Nurbaya Ni. Kirana memprotes tak terima, meskipun usianya sudah 26 tahun Kirana masih saja betah sendiri. Apalagi dengan bisnisnya yang cukup menjanjikan, sebagai pemimpin dari perusahaan jasa EO, Kirana bisa mencukupi kehidupannya dan puluhan karyawan yang bekerja di perusahaan kecilnya tersebut.Nah betul itu, ini bukan zaman Siti Nurbaya. Rusmadi Aki Kirana yang baru datang dari arah dapur menyahut. Kirana masih ngora (Muda). Ni Rusmadi mendekati Kirana seraya mengusap pucuk kepala Kirana pelan.Kirana menoleh menatap Rusmadi lalu tersenyum simpul, bukan sekali dua kali Rusmadi membela Kirana. Tetapi hampir setiap ada masalah ketika Kirana mengadu, Rusmadi selalu jadi orang nomor satu untuk membela Kirana.Aki ini terlalu memanjakan Kirana, Kirana sudah dewasa Ki. Jika ada masalah harus di hadapi langsung, bukannya kabur. Apalagi ini demi kebaikannya, Kirana harus menikah, usia Kirana sudah pantas untuk membangun rumah tangga. Suminar mengoceh panjang lebar, ada pesan tersirat pada Rusmadi agar diam dan tidak terlalu membela cucunya. Jika sudah begini Rusmadi tidak bisa berbuat apa-apa, ucapan Suminar adalah mutlak.Kirana menghela nafasnya panjang, pernikahan selalu menjadi topik yang paling menjengkelkan. Selagi bisa mencari nafkah sendiri, selagi masih bisa bertumpu di kaki sendiri. Kenapa tidak? Semua laki-laki itu membosankan.Jangan pernah berpikir, karena bisa mencari uang sendiri kamu tidak butuh seorang laki-laki neng. Suminar memperingati, seperti tahu bagaimana pikiran Kirana. Pasalnya jika tidak begini Kirana tidak akan menikah sampai kapanpun, Kirana terlalu mandiri dan dominan.Tidak perlu terburu-buru Ni, Kirana masih harus bertanggung jawab pekerjaan Kirana dan para pegawai. Masalah laki-laki bisa nanti. Kirana menyanggah, memang merepotkan jika harus membahas perihal pernikahan dan umur.Kirana lalu berdiri, pamit pada Suminar dan Rusmadi untuk kembali ke kamarnya. Masih dengan hati dongkol, Kirana berjalan menuju kamarnya tadi. Namun baru sampai di beranda, Kirana melihat lukisan kuno yang terpajang apik di dinding kayu dekat tv. Kirana mencoba mendekatinya, mencoba mengingat seperti pernah melihat dimana kiranya lukisan itu. Tapi otaknya tidak bekerja, Kirana tidak bisa mengingat sama sekali persisnya dimana.Ah masa bodoh, pikirnya tak ambil pusing. Kirana kembali berjalan menuju kamar, gorden baru setengah tersingkap. Kirana mendengar sayup-sayup alunan gamelan yang berirama, di iringi tembang yang terdengar begitu memilukan.Wěněsning muka angraras...  Netra duměling sadidik...  Kirana mendengarkan dengan seksama, masih setengah enam pagi, disini juga jauh dari tetangga. Karena jubleg nagkub Suminar berada di tengah-tengah benteng yang sengaja di buat jauh dari jalan raya. Siapa kiranya yang menyinden pagi-pagi begini.Kang lati angrawit katon...  Suara gamelan semakin terdengar jelas, semakin menyatu dengan tembang yang di nyanyikan. Telinga Kirana berdenging, Kirana jatuh bersimpuh di lantai kayu seraya menutup telinganya. Sakit, sangat sakit. Keluh kirana dalam hati.Kengisning waja amanis...  Kirana semakin tidak tahan, lalu mencoba berdiri. Kedua tangannya bertumpu pada dinding kayu.Anrang rumning srigading...Kadi anapa pukulun...Ngke pangeran marěka...Tinghal kamanda punyaningsun pukulun..Mangke prapta angajawa...  Suara gamelan yang semakin riuh membuat telinga Kirana semakin sakit, Kirana kembali terjatuh. Bersimpuh di lantai kayu, sesaat setelah suara gamelan dan nyanyian itu hilang. Kirana jatuh tak sadarkan diri.  ***  *(Wajahnya pucat mempesona, matanya sedikit terbuka, bibirnya indah dilihat, gigi-giginya yang tak tertutup terlihat manis, seakan menyaingi keindahan sri gading. Seakan-akan ia menyapa: Sri Paduka, datanglah kemari. Lihatlah kakasihnda, berbakti, Sri Baginda, datang ke tanah Jawa.)  28 Mei 2023Kidung sunda di atas aku ambil dari wikipedia, yang menceritakan Hayam Wuruk meratapi kepergian sang Kakasih. Yaitu Dyah Pitaloka, yang meninggal bunuh diri karena sang Ayah dan para prajurit yang di bantai habis oleh pasukan majapahit (perang bubat). Cerita lebih detailnya bisa kalian search di google.Sekali lagi cerita ini hanya fantasi.
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan