
"Ciuman dari cinta sejati dapat menghidupkanmu kembali."
Kalau kalian percaya dengan cerita fiksi, maka orang pertama yang akan menertawai kalian adalah Kelana Rimba. Profesinya memang sutradara, tapi Kelana paling tidak percaya dengan cerita fiksi. Haaaah… itu hanya imaginasi penulis yang dibuat seapik mungkin dan pada kenyataannya mana ada cerita di kehidupan nyata yang mirip dengan cerita fiksi.
Karya terakhir Kelana Rimba yang dirilis merajai box office. Empat hari penayangan, filmnya yang berjudul The Promise mendapatkan satu juta penonton dan dalam seminggu penayangan sudah mengantongi total dua juta penonton. Filmnya trending dimana-mana. Kebanyakan yang menonton adalah pasangan milenial dan gen-Z. Cuplikan-cuplikan filmnya memenuhi timeline beberapa sosial media. Hashtag ThePromise menjadi nomor satu dalam sepekan dan membuat nama Kelana Rimba menjadi terkenal.
Sayang… dua minggu pasca penayangan filmnya, Kelana Rimba mengalami kecelakaan naas di sebuah tol hingga membuat dirinya koma selama setengah tahun lamanya.
Ya, setengah tahun. Waktu yang cukup untuk membuat nama Kelana Rimba kembali redup. Terlupakan.
Kelana bukan artis besar sehingga pemberitaan kecelakaan dirinya hanya terjadi tiga hari dan setelahnya media tidak lagi memberitakan perkembangan kondisi Kelana. Tubuhnya terbujur di atas ranjang, matanya tertutup dan bernapas dengan mengandalkan bantuan alat. Sakinya patah, beberapa tulang rusuk juga patah dan yang paling parah adalah bagian kepala. Benturan keras menyebabkan Kelana koma, tak sadarkan diri dalam waktu yang lama.
“Hhhhhfffttt…” Tarikan napas berat itu hanya dapat didengar olehnya. “Aku bosan! Boleh buka pintunya?” Teriakan itu menggema di ruang yang dingin dan hampa. Sayangnya sekeras apapun suaranya menggema, tak ada satu pun yang mendengarnya. “Halooooo… buka pintunya!” ucap Kelana mendekati seorang perawat wanita.
Perawat itu terus melangkah tanpa bisa mendengar suara Kelana.
Kembali menghela napas panjang yang kali ini diselingi suara menggeram yang sangat nyaring, Kelana menghentakkan kakinya lalu mengejar perawat yang sibuk menatap ke luar jendela. “Buka dulu pintunya!” perintah Kelana kesal.
Perawat itu kembali mengabaikan. Ya, bagaimana tidak? Perawat itu tidak mendengar dan melihat wujud Kelana.
“Kasian, ya, kapan dia sadar?” tanya seorang perawat yang baru saja masuk ke ruang ICU tersebut.
Kelana lekas menoleh dan menggeram… “Kenapa masuk nggak bilang-bilang? ‘Kan aku bisa keluar tadi!” Kelana kehilangan momen untuk dapat keluar dari ruangan terkutuk ini.
Satu perawat yang menatap jendela kaca besar menoleh ke arah teman sejawatnya. “Padahal kondisinya berangsur membaik belakangan ini, tapi nggak tau, lah. Tapi mungkin nggak, sih, kalau ini karma? Denger ‘kan rumor yang bilang kalau karya terakhirnya itu hasil plagiat dari karya orang? Katanya orang itu nggak terima terus doain dia biar dapat balasan. Eh… nggak lama kecelakaan.”
“Hah?” Kelana membelalak. “Nggak ada, ya! Enak aja! Aku nulis sendiri naskahnya! Nggak ada plagiat-plagiat!” omel Kelana menunjuk ke arah tubuhnya sendiri untuk menjelaskan bahwa naskah terakhir yang disutradarai juga ditulisnya sendiri.
“Itu ‘kan baru rumor. Buktinya nggak ada, tuh, orang yang nuduh muncul ke permukaan. Kayaknya cuma ada orang iseng yang iri sama dia,” ucap perawat yang baru masuk tadi sambil memandangi wajah tampan yang terbaring koma di atas ranjang.
“Tuuuuh, dengerin teman kamu!” ucap Kelana kesal pada perawat yang menuduhnya.
Perawat yang menuduh itu mengedikkan bahunya. “Nggak tau, lah. Tapi yang pasti kasian banget. Belakangan nggak ada yang jenguk dia ‘kan? Perempuan yang biasa jenguk dia juga udah beberapa hari ini nggak keliatan. Kayaknya dia semakin dilupakan.”
Kelana yang tadinya kesal, mendadak terdiam. Perlahan, ia menoleh ke arah tubuh yang terbaring dan belum bangun hingga saat ini. Kelana mematung melihat sosok yang ada di sana. Itu dirinya. Ya, yang terbaring koma di atas ranjang ruang ICU itu adalah dirinya. Kelana Rimba, si sutradara muda yang baru saja mencapai kepopuleran dan terpaksa menerima takdir buruk setelah kecelakaan tragis yang dialaminya.
Perlahan Kelana mengayunkan langkah menuju ke sisi ranjang. Banyak alat yang terpasang di tubuhnya dan ada sebuah selang yang masuk ke dalam mulutnya untuk membantunya bernapas. Sudah enam bulan Kelana bergentayangan kesana-kemari mencari cara untuk bisa kembali ke dalam tubuhnya. Dan saat ini, Kelana mulai menyerah.
Sudah ia coba menghempaskan diri di atas ranjang itu berulang-ulang namun rohnya seakan terpental lagi, tak mau masuk ke dalam tubuhnya. Entah dosa apa yang ia perbuat sehingga ia tidak diijinkan kembali ke dalam tubuhnya sendiri.
Terlepas dari itu, hal menyedihkan lainnya adalah karena tak ada satu orang pun yang dapat melihat dirinya. Tak ada satu pun.
“Dah, yuk keluar! Betah banget di sini.”
“Hehehe… Abis, dia ganteng banget, sih. Artis yang pernah aku temui juga kalah ganteng dari dia,” ucap perawat yang pertama kali masuk ke kamar rawat Kelana.
“Ya, jelas ganteng. Dia dulu pernah jadi model tau.”
“Oh, ya?”
“Iya. Denger-denger gitu.”
“Denger dari mana?”
“Dari perawat lainnya. Mereka kebanyakan nyari tau tentang Kelana Rimba.”
Kelana masih berdiri di sisi ranjang, menatap wajah dirinya yang terbaring di ranjang dengan sedih sebelum tersentak, menoleh dan berlari saat pintu kamar rawatnya dibuka dua perawat itu. “Akhirnya lolos juga,” ucap Kelana terbebas dari ruangan terkutuk itu.
Keluar dari ruang ICU, Kelana merentangkan kedua tangannya dan menarik kedua sudut bibirnya lebar-lebar. Walau perasaan sedih itu tidak juga hilang dari hatinya, namun Kelana selalu mencoba menghibur dirinya dengan berjalan-jalan berkeliling dan bahkan mendengarkan orang bergosip. Enam bulan menjadi arwah gentayangan membuat Kelana mendengar banyak gosip di rumah sakit ini. Tak hanya gosip rumah sakit, tapi juga gosip di lokasi syuting.
Iya! Kelana terkadang gentayangan di lokasi-lokasi syuting untuk melihat rekan-rekannya bekerja dan tak jarang Kelana mendengar gosip tentangnya. Ternyata banyak juga orang yang tidak menyukainya sehingga banyak orang yang merasa lega dirinya belum bangun dari koma.
Hidup terkadang menyedihkan.
Berakhir di taman rumah sakit, Kelana duduk di sebuah bangku panjang tak jauh dari danau kecil. Pagi itu taman cukup ramai dengan pasien yang sedang berjalan-jalan sambil memanfaatkan sinar matahari. Tak hanya para pasien, tapi juga ada perawat dan beberapa keluarga pasien di taman itu. Dan saat dirinya sedang asik mengedarkan pandangannya, seseorang berlari lalu menjatuhkan secarik kertas di atas pangkuannya.
“Heeeeiiii…” panggil Kelana yang tahu perbuatannya itu sia-sia. “Kertas… nih, kertas! Jatuh!” teriak Kelana menunjuk kertas yang jatuh di atas pangkuannya.
Kelana sampai berdiri dari tempat duduknya, mencoba mengejar namun usahanya jelas akan sia-sia. Kelana akhirnya menghentikan langkahnya dan mengerutkan kening melihat seorang wanita berambut panjang berlari lalu berbelok ke arah sebuah pohon dan tiba-tiba menghilang dari pandangannya. “Cepet juga larinya,” ucap Kelana mengedikkan bahunya lalu kembali menuju tempat duduknya lagi.
Tadinya tidak ingin peduli dengan kertas yang ada di sisinya, namun kemudian Kelana mengambil kertas tersebut dengan hati-hati sambil mengedarkan pandangannya ke sekeliling─takut kalau ada yang melihat kertas melayang. Dan ketika dirasa telah aman, Kelana membuka kertas putih kecil yang terlipat dua itu lalu membacanya…
“Ciuman dari cinta sejati dapat menghidupkanmu kembali.”
Kelana mengerjap. Lalu ia membaca ulang dengan nada tanya, “ciuman dari cinta sejati dapat menghidupkanmu kembali?”
Kelana mendengkus lalu terbahak. “Apa orang itu penggemar dongeng putri tidur?” Kelana tidak habis pikir ada orang yang menuliskan kalimat seaneh itu. “Dia pasti korban cerita fiksi.”
Namun ketika Kelana kembali menatap ke arah kertas itu, tulisan tadi terhapus dan berganti…
Untukmu, Kelana Rimba.
Kelana bangkit, membelalak dan menjatuhkan kertas itu. Jantungnya berdetak sangat kencang. “Kenapa ada namaku?” tanya Kelana menatap kertas yang terbuka di atas rerumputan hijau yang ia pijak. Namanya ada di sana. Kertas itu untuknya.
*
“Heart ratenya meningkat!” teriak salah satu perawat melihat ke arah monitor di sisi ranjang Kelana.
Perawat memanggil dokter dengan panik saat melihat tubuh pasiennya kejang. Dan di taman, Kelana jatuh dengan tangan dan lutut menyentuh tanah berumput lalu satu tangannya memegangi dadanya yang terasa sakit. “Apa aku mati hari ini?”
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
