"Filosofi Buah" mengisahkan kehidupan keluarga kecil yang penuh makna, di mana cinta, kehilangan, dan kebijaksanaan diungkapkan melalui filosofi buah-buahan. Pak Marta, seorang penjual buah-buahan, hidup bersama istri kedua, bu Bela, serta dua anak mereka, Rizal dan Rani. Namun, kehidupan keluarga ini penuh dengan rahasia dan kesedihan.

Rizal, anak tertua, adalah anak tirinya Pak Marta dari pernikahan sebelumnya. Kehadirannya di keluarga ini membawa kenangan yang sulit dilupakan, karena ibu kandungnya telah meninggal dunia. Meskipun bu Bela berusaha keras untuk mencintai Rizal sebagai anak kandungnya sendiri, tetapi rahasia kelam ini selalu menghantuinya.

Buku ini tidak hanya memaparkan filosofi buah-buahan yang melambangkan kehidupan, tetapi juga menggambarkan perjalanan emosional setiap anggota keluarga. Pisang, sebagai simbol kebijaksanaan, mengajarkan Rizal untuk menghargai keberagaman keluarga. Jeruk, dengan keasamannya, mewakili rasa kehilangan yang selalu menghampiri mereka.

Kisah sedih terungkap melalui Mangga, yang melambangkan kenangan manis dengan ibu kandung Rizal. Pepaya, sebagai simbol kesuburan, menyoroti perjuangan bu Bela dalam membangun kebahagiaan keluarga yang utuh meskipun harus berhadapan dengan masa lalu yang pahit.

Dalam perjalanan hidup yang sulit, durian menjadi metafora kekuatan dalam menghadapi kenyataan. Apel, sebagai buah terlaris, mewakili kesuksesan yang dicapai oleh keluarga ini melalui cinta dan pengertian. Rambutan, dengan duri-durinya, mencerminkan konflik yang harus dihadapi Rizal dalam meraih akseptasi keluarga.

Salak, sebagai simbol ketegasan, mengajarkan keberanian pada Rani, anak bungsu yang tumbuh dalam bayang-bayang Rizal. Semangka, dengan segarnya, menggambarkan kebahagiaan yang ditemui dalam setiap perjuangan. Nanas, sebagai buah eksotis, mengajarkan bahwa keunikan setiap individu adalah sebuah berkah.

Nangka, sebagai lambang kebersamaan, mengungkapkan bahwa keluarga adalah tempat bagi setiap jiwa yang terluka. Kelapa, dengan segala manfaatnya, menciptakan kesatuan yang utuh dalam kehidupan mereka. Sirsak, sebagai simbol penyembuhan, menandai awal perubahan bagi keluarga kecil ini.

Duku, sebagai buah musim, mengajarkan bahwa setiap perjalanan memiliki waktunya sendiri. Markisa, dengan rasa asam manisnya, memperlihatkan bahwa hidup ini penuh dengan kontrast.

Filosofi buah-buahan, mengajak pembaca merenung tentang makna kehidupan, cinta, dan pengampunan dalam suatu keluarga yang disatukan oleh rahasia dan penuh dengan kisah sedih yang berakhir dengan kebijaksanaan dan kebahagiaan.