TIGA BELAS MAWAR HITAM

0
0
Deskripsi

Pertaubatan itu sudah dilaluinya beberapa tahun silam. Dia bertaubat, bersumpah pada Tuhan untuk berhenti dari pekerjaannya selama ini. Namun hatinya kini kembali kelam. Istri tercintanya terbunuh. Dibunuh. Entah terbunuh atau dibunuh,  Niken Zakiyem Fauziah Purwandari menjadi korban pembunuhan brutal. 

Ada tiga belas pembunuh yang melakukan pesta pembunuhan di malam itu. Mereka berlomba mencari korban sebanyak-banyaknya di Bigdildo Mall. Dari tiga belas pembunuh itu, Bajisu pamuncaknya....

Pertaubatan itu sudah dilaluinya beberapa tahun silam. Dia bertaubat, bersumpah pada Tuhan untuk berhenti dari pekerjaannya selama ini. Namun hatinya kini kembali kelam. Istri tercintanya terbunuh. Dibunuh. Entah terbunuh atau dibunuh,  Niken Zakiyem Fauziah Purwandari menjadi korban pembunuhan brutal. 

 

Ada tiga belas pembunuh yang melakukan pesta pembunuhan di malam itu. Mereka berlomba mencari korban sebanyak-banyaknya di Bigdildo Mall. Dari tiga belas pembunuh itu, Bajisu pamuncaknya. Bajisu juaranya. Bajisu terbanyak merenggut korban. 

 

Bajisu paling banyak mengalirkan darah manusia-manusia tak tahu apa-apa di malam kelam yang memiriskan. Dari korban-korban yang bertebaran di segala sudut mall, mayat Niken tergeletak membeku. Ekspresi beku. Mengundang rasa haru, sekaligus pilu.

 

Dari teman-teman di masa lalunya, Orlan Hafanza Surobraholo mendapatkan nama tiga belas orang yang malam itu mengadakan pesta pembunuhan di keramaian. Selain Bajisu, ada nama Asjack, Codas, Dogan, Eju, Faky, Gateng, Haslon, Ikid, Jemir, Kadat, Lonayu, dan Vardeg. 

 

Dari tiga belas pembunuh bayaran itu, Lonayu satu-satunya sosok perempuan yang ikut dalam gerombolan. Sebuah gerombolan manusia-manusia berhati srigala. Gerombolan manusia-manusia yang sudah kehilangan sifat-sifat kemanusiaannya. Orlan sudah menyiapkan tiga belas mawar hitam untuk mereka.

*

 

 

Asjack dan Vardeg dikenal sebagai sepasang pembunuh sopan. Mereka selalu memperlakukan korban-korban yang kehilangan nyawa sebagaimana layaknya manusia yang meninggal dunia secara baik. Usai aksi keji yang dilakukan, mereka memperlakukan jasad korban sebaik-baiknya. 

 

Menempatkan jasad yang telah tiada di tempat terbaik, baru setelah itu mereka menelpon ambulans, pihak berwajib, dan keluarga terdekatnya. Segera setelah ketiga pihak itu dihubungi, mereka lenyap tanpa jejak dari area pembunuhan.

 

Namanya saja sudah sepasang,Asjack dan Varteg selalu bersama-sama dalam melakukan aksi sesuai pesanan. Malam ini keduanya ingin mendatangi calon korban yang tinggal tidak jauh dari Bigdildo Mall. 

 

“Kita ini sangat keterlaluan, Teg,” Asjack ngudarasa. Mengoreksi diri sendiri. Sebagai pembunuh sopan, tentu saja selalu tidak enak hati kalau tindakannya secara umum dipandang tidak sopan atau di luar kewajaran. Tidak lazim. Ora lumrah.

 

“Maksudmu apa, As?” Varteg asal tanya sambil menenggak miras jenis ciu bergambar manuk. Ada gambar manuk emprit, jenis burung kecil yang makin langka.

 

Asjack mengungkapkan kegundahan hatinya.

 

“Dikatakan sopan atau tidak, wajar atau di luar kewajaran, tidak masalah bagi kita. Yang penting malam ini kita bisa melaksanakan tugas dengan baik. Kita lakukan tugas kita sebaik mungkin, serapi mungkin, dan sesopan mungkin. Jangan sampai boss yang menugasi kita merasa kecewa.”

 

“Oke, kalau begitu kita berangkat,” Asjack berdiri sambil melirik jam dinding yang menempel di Caffe Thubruq. Sudah lewat tengah malam. Mereka berencana mau membantai seluruh anggota keluarga tepat jam satu nanti.

 

“Masih cukup waktu untuk beraksi,” Varteg berucap ketika melihat Asjack terlihat tergesa-gesa.

 

Kedua laki-laki itu berjalan santai menelusuri Jalan Kertabumi. Tepat di depan rumah megah nomor 69, mereka berhenti. Dengan tenangnya, mereka membobol pintu pagar dengan beberapa tembakan pistol berperedam.

 

Pintu pagar terbuka, keduanya melangkah tenang melewati halaman rumah. Halaman yang indah dipenuhi berbagai tanaman hias. Asjack ingin membuka pintu, tapi tidak bisa. Kembali dia tembakkan pistol berperedam ke arah pengait pintu. Pengait patah kena terjangan peluru. Asjack membuka pintu, memasuki ruang tamu bersama Varteg.

 

Sepasang suami-istri keluar dari kamar tidur. Mereka bergegas ke ruang tamu setelah mendengar ada suara berisik. Mereka disambut todongan pistol mengarah kepala. Asjack siap meledakkan kepala suami, Varteg siap menghamburkan isi kepala istri.

 

Suami-istri itu terbelalak. Mereka memucat. 

 

Asjack dan Varteg saling pandang. 

 

Asjack mengangguk.

 

Dibalas anggukan Varteg.

 

Asjack dan Varteg bersiap melaksanakan misi. Misi dari seorang pengusaha untuk menyingkirkan pesaing beratnya.

 

Terdengar suara dua tembakan dari pistol berperedam secara beriringan. Disusul dua tembakan lagi. Peluru-peluru 450,3 berhamburan dari moncong ZeGock. 

 

Senjata api di tangan Asjack dan Varteg lepas dari genggaman akibat terjangan peluru. Kedua tubuh pembunuh itu tersungkur ke lantai. Keduanya memegangi leher yang berdarah. Ada lobang bekas terjangan peluru di leher mereka. Di leher mereka masing-masing bersarang sebutir peluru yang dimuntahkan dari ZeGock-4503. Peluru-peluru itu dirancang khusus untuk menyakiti korban dalam tingkatan tertinggi menjelang akhir hayat sampai kematiannya. 

 

“Niken…, orang-orang yang melakukan pesta gila itu harus mendapatkan balasan setimpal. Semua yang terlibat dalam kegilaan, yang menyebabkan kematianmu harus menderita sakit yang sangat pedih saat sekaratnya,” sumpah Orlan saat di depan mayat istrinya. “Mereka satu persatu harus merasakan kesakitan yang belum dirasakan sebelumnya sampai maut menjemput.”

 

Orlan berdiri dari sudut ruang yang remang. ZeGock-4503 yang berada dalam genggaman tangan kanan mengarah dua manusia sekarat yang menggelepar-gelepar. Orlan menginginkan satu persatu mereka merasakan sakit tak terkirakan di ujung kematian.

 

“K-kau bangsat!” muntahan kata keluar dari mulut Asjack.

 

“A-apa urusanmu, bajingan?” Varteg penasaran.

 

Orlan tersenyum sinis. “Sudahlah, jelang mati jangan mengumbar kata-kata keji! Sebentar lagi peluru 450,3 akan meledak dan mengoyak leher kalian. Bahkan bisa memisahkan leher dari badan. Nikmatilah sakitnya akibat senjata yang dalam perang pun dilarang penggunaannya.”

 

Dalam waktu yang hampir bersamaan, leher Asjack dan Varteg terkoyak. Leher Asjack hampir putus, leher Varteg makin lebar lukanya. Keduanya makin menggelepar. Persis ayam disembelih. Terdengar suara ngorok jelang nyawa melayang. Keduanya mati dalam keadaan mata melotot menahan kesakitan yang tak terperikan di akhir hayat. 

 

“Kalian kembali ke kamar tidur,” kata Orlan. “Kalau ada petugas datang, berlakulah seolah-olah tidak tahu apa pun tentang kejadian ini.”

 

Orlan menelpon polisi sebelum meninggalkan dua korban.

 

Keesokan harinya, Orlan meletakkan dua mawar hitam di kuburan istrinya. Masih ada sebelas mawar serupa yang mesti dipersembahkan untuk istri tercinta.

*

 

 

Codas, Dogan, Eju, dan Faky membatalkan niat mereka untuk kembali ke kota masing-masing. Rencana semula, setelah pesta pembunuhan yang mereka lakukan di Bigdildo Mall menuai kesuksesan, mereka akan kembali ke kota masing-masing. Mereka, kelompok tiga belas pembunuh bayaran, tiap tahun mengadakan ‘pesta’ di keramaian, misalnya mall, super market, pasar, atau jalan raya. 

 

Pesta yang mereka lakukan adalah membunuhi siapa pun yang ada di keramaian itu sebanyak yang mereka mampu. Tiap tahun pesta itu ‘digelar’, tiap tahun beda tempat, beda kota. Tahun kemarin kota yang mereka sasar adalah Kota Barang Baru, tahun ini Kota Bala Anyar, dan tahun depan berencana akan menyambangi Kota Barang Anyar.

 

“Rencana semula kita undur,” usul Codas.

 

“Kematian dua teman kita harus kita selesaikan dulu,” sambung Dogan.

 

Eju mengangguk-angguk sambil berkata, “Kita perpanjang tinggal di Trisam Grand Hotel ini. Kita kejar pembunuh brengsek yang cari perkara itu.”

 

“Jangan gegabah, boss!” Faky mengingatkan. “Kuat dugaan, orang yang membunuh dua teman kita adalah Orlan.”

 

“Orlan?” Codas, Dogan, dan Eju terhenyak.

 

Sudut ruang dekat resepsionis hening sejenak.

 

Keempat orang yang bicaranya bernada rendah itu saling pandang. Mereka sudah tahu sosok yang bernama Orlan itu. Orlan Hafanza Surobraholo pernah merajai kalangan pembunuh selama puluhan tahun silam. Dia mendapat julukan pembunuh siluman tanpa bayangan. Jangankan di kalangan awam, di antara sesama pembunuh saja merasa gemetar kalau harus berurusan dengan Orlan.

 

Selama puluhan tahun Orlan malang melintang di dunia pencabutan nyawa manusia tanpa mudah dilacak bukti-buktinya. Tahu-tahu korban tumbang, kehilangan nyawa, tak terlacak siapa pembunuhnya. Masyarakat tahu bahwa yang membunuh adalah Orlan, tapi tidak bisa membuktikannya. Orang, seseorang, atau secara bersama-sama ingin mendapatkan bukti atas pembunuhan yang dilakukan Orlan, tahu-tahu telah menjadi mayat. 

 

Setelah sekian lama lenyap dari pembicaraan, hilang dari hiruk pikuk transaksi melenyapkan nyawa manusia, tiba-tiba Orlan muncul dengan korban sepasang pembunuh sopan. Masyarakat gempar. Media massa gempar. Semua gempar. Sebelas pembunuh yang baru saja saja menikmati ‘pesta’ ikut kalang kabut. Mereka merasa sebentar lagi didatangi Orlan. Didatangi Orlan identik dengan kehilangan nyawa. 

 

Mati!

 

Seberani-beraninya manusia, senekat-nekatnya pembunuh, pasti takut mati. Kalau ada manusia mengaku dirinya berani mati, bisa saja itu ungkapan rasa putus asa. Keempat pembunuh yang masih nongkrong di lobi Trisam Grand Hotel sebenarnya merasa ngeri ketika sadar bahwa mereka kini ‘ada urusan’ dengan Orlan.

 

 “Iya, tapi kalian jangan ketakutan seperti itu! Memalukan,” Faky memperingatkan. Secara tidak langsung Faky mengingatkan kepada teman-temannya bahwa mereka adalah kelompok pembunuh yang ditakuti, bukan ketakutan.

 

“Siapa yang ketakutan?” sanggah Eju.

 

Mereka berempat melanjutkan rencana untuk menghabisi Orlan sebelum Orlan membunuhi mereka satu persatu. Mereka asyik berencana, sehingga tidak menyadari kehadiran seorang perempuan separuh baya. Masuk ruang lobi, duduk agak jauh dari mereka.

 

Perempuan itu duduk dengan sikap tenang. Duduknya sopan menandakan kalau dia seorang terdidik. Pelan-pelan perempuan itu memasukkan tangan kanan ke dalam tasnya. Tas berukuran cukup besar warna hitam. 

 

Beberapa detik kemudian terdengar ledakan berperedam.

 

Codas, Dogan, Eju, dan Faky tumbang. Tubuh mereka masing-masing tersarang satu peluru. Peluru meledak sesaat setelah bersarang dalam tubuh mereka. Ada yang berada dekat jantung, ada yang terbenam di kepala. Mereka berkelejotan di lantai.

 

Orang-orang yang berada di lobi dan sekitarnya kacau. Mereka berlarian keluar ruang lobi. Perempuan yang membawa tas hitam tadi juga ikut keluar bersama mereka. 

 

Kebalauan menguntungkan si perempuan itu. Dia dengan tenangnya melangkah keluar. Meninggalkan hotel yang penuh dengan hiruk pikuk dan jerit ketakutan. Dia melambai taksi. Taksi mendekat, perempuan itu bergegas masuk. Kendaraan roda empat tersebut melaju meninggalkan Trisam Grand Hotel. Bersamaan dengan itu berdatangan mobil-mobil polisi memasuki areal Trisam Grand Hotel.

 

Taksi berhenti di depan Hotel StylesDog. Perempuan yang bahunya bergantung tas hitam keluar dari taksi. Dia berjalan lamban menuju kamar 37 yang berada di lantai 4. Sampai di dalam kamar, cepat-cepat dia buka segala pakaian dan aksesoris penyamarannya. Pakaian perempuan dimasukkan kembali ke dalam almari. Dari dalam almari dia keluarkan empat mawar hitam yang akan dia bawa ke makam.

*

 

 

Gateng, Haslon, Ikid, Jemir, Kadat, Vardeck, dan Lonayu panik. Mereka pindah hotel. Mereka pindah ke Hotel StylesDog. Mereka menyewa kamar besar untuk ditempati bersama-sama. Mereka ingin saling menjaga. Mereka ingin berjaga-jaga dua puluh empat jam supaya tidak kecolongan.

 

“Brengsek! Dalam situasi seperti ini, Bajisu kemana?” geretak Gateng sambil menenggak miras berkadar 43%. “Dia ngumpet di mana ya? Dasar pengecut!”

 

“Ah…, kamu itu dari tadi ngomong nggak karuan!” sentak Lonayu yang berbadan indah nan seksi. Keseksian tubuhnya kadangkala digunakan untuk menjerat calon korban. “Apa perlu saya kelonin biar adem di hati, hihihihi….”

 

Haslon, Ikid, Jemir, Kadat, dan Verdeck tertawa ngakak. Gateng cemberut. Merasa dirinya direndahkan, diremehkan. Sahutnya, “Ah…, bosen dengan payudara palsumu yang berganjal silikon! Tuh kasihkan pada Haslon!”

 

“Jangan sok suci, Teng! Ingat waktu kamu merengek-rengek minta jatah saat di puncak tempo hari!”

 

Pembicaraan mereka terhenti saat handphone Lonayu berdering nyaring.

 

“O, kamu, Bajisu,” kata Lonayu. “Kapan kamu nyusul kami?”

 

“Ini on the way. Sebentar lagi aku bersama kalian,” sahut Bajisu. “Kalian tenang saja. Aku sendiri yang akan membereskan Orlan!”

 

Mendengar Bajisu sedang menuju Hotel StylesDog, Lonayu dan gerombolannya merasa senang. Mereka merasa besar hati setelah sekian waktu minder dan merasa takut yang akut. Mereka berharap Bajisu bisa memberesi Orlan. Kalau Orlan dihabisi, mereka bisa tidur nyenyak kelak.

 

Pintu kamar diketuk dari luar. Spontan Gateng yang terdekat dengan pintu membuka pintu. Begitu pintu terbuka, mata Gateng membelalak. Sebutir peluru dari ZeGock-4503 muntah. Menembus dada, berhenti di dalamnya. Tubuhnya terhentak ke belakang. 

 

Haslon sigap. Dia mencabut pistol dari pinggangnya. Siap ditembakkan ke arah pintu. Sebutir peluru mendahului. Menembus kulit dahi, bersarang di batok kepala. Tubuh terhempas di lantai. 

 

Ikid dan Jemir bersamaan mencabut pistol untuk menghabisi siapa pun yang mulai menerobos pintu. Sayangnya, dua peluru muntah. Sebutir bersarang di perut Ikid, satunya di dada kiri Jemir.

 

Kadat dan Verdeck belum sempat mencabut senjata saat peluru-peluru melesat mengarah kepala mereka. Masing-masing kebagian sebutir peluru yang bersarang di kepala.

 

Lonayu bersembunyi di balik meja. Siap menembakkan pistol ke arah Orlan. Beberapa tembakan dari ZeGock-4503 mengarah meja yang digunakan untuk bersembunyi Lonayu. Dari sekian tembakan, ada sebutir peluru yang berhasil menembus meja, terus melesat, tepat bersarang di leher Lonayu.

 

Secara beruntun peluru-peluru 450,3 meledak di dalam tubuh para korban. Masing-masing merasakan kesakitan tiada tara sebelum ajal menjemput mereka.

 

Orlan menutup pintu rapat-rapat. Dia menunggu mangsa terakhir.

*

 

 

Terdengar suara ketukan pintu. Orlan menjauh dari pintu. Siaga dari segala kemungkinan. Sengaja pintu tidak dikunci agar kalau sewaktu-waktu Basuji datang, bisa langsung masuk. Pada saat Bajisu masuk, Orlan ingin langsung menghabisinya.

 

Beberapa kali ketukan pintu terdengar karena tidak ada sahutan dari dalam. Ketukan pintu terhenti. Hening. Saling menunggu. Antara yang di dalam dan di luar kamar, saling menunggu. 

 

Orlan mengambil asbak. Dia lemparkan ke pintu. 

 

Terdengar tembakan beruntun dari senjata api berperedam. Pintu berlobang-lobang. 

 

Orlan membalas tembakan ke arah pintu. Terdengar suara tubuh terjatuh. Buru-buru Orlan berlari ke arah pintu. Dia buka pintu.

 

Bajisu tergeletak tak berdaya. Wajahnya rusak karena diterjang peluru. Peluru meledak di dalam tempurung kepala. Tubuh bergeletar menahan sakit saat sekarat.

 

“S-siapa yang membayarmu?” tanya Bajisu di ujung kematian.

 

“Istriku,” Orlan menjawab dengan tenang. Nadanya pelan, tenang, seolah-olah tanpa perasaan. “Kalian telah membunuh istriku tanpa perasaan. Padahal dia sedang hamil muda. Betapa sakit perasaan ini. Sakit hati ini akan terbayarkan dengan kematian kalian yang disertai rasa sakit tak tertahankan.”

 

Orlan meninggalkan Bajusi.

 

Orlan meninggalkan Hotel StylesDog. Sebelum meninggalkan Kota Bala Anyar, dia kunjungi makam istrinya. Dia letakkan bunga-bunga warna hitam. Genap sudah tiga belas mawar hitam di pusara istrinya.

Spirof Lengking, 120211521929

***Selesai***

 

 

 

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya JULA JULI JERAT JERRY
0
0
 Dengan motor pinjaman kakaknya, Jerrypaya Haya Hibu melaju ke sekolah. Diingat-ingat ya: motor pinjaman kakaknya itu jenis moge bersese besar, namanya Gend Raiwo 700. Kakaknya bernama Jerba Sukima Beya, kerja sebagai tukang las di Korea. Jerry –nama panggilan sehari-hari Jerrypaya Haya Hibu. Jerry sekolah di SMA Nusantara 1 Senengarjo, disingkat Smansas. Jarak rumah dengan sekolah sekitar 150 meter. Persisnya, setelah Jerry malam-malam mengukur dengan alat ukur pinjaman dari penjahit sebelah, jarak rumah Jerry-Smansas 148,5 meter. Maklum, Jerry ini kelas XII IPA, jadi inginnya mengetahui sesuatu secara eksak, nyata, berdasar fakta. Bukan hoaks, hoeks, atau pun h­uks-huks.“Telat lagi, cah bagus?” tegur satpam yang jaga depan pintu pagar.“Iya, Pak,” sahut Jerry sambil menata motornya di deretan kendaraan dekat pos satpam. “Kenapa telat?”“Biasa, Pak, bangun kesiangan….”Jerry ngotot ke sekolah naik motor gede bukan karena ingin gaya-gayaan, tapi karena takut terlambat. Tapi kenyataannya, tetap saja terlambat!Jerry setengah berlari menuju ruang kelas. Kelas XIIA1. Pada waktu yang hampir bersamaan juga masuk ke kelas masing-masing, Julaeha Ditasari ke dalam kelas XIIA2, dan Julianingsih Ambarnita masuk ke kelas XIIA3. Julaeha Ditasari punya nama panggilan Jula dan Julianingsih Ambarnita biasa dipanggil Juli. Jerry tahu bahwa Jula dan Juli, melirik. Ya nyatanya, Jula dan Juli dari kejauhan menyempatkan diri melirik Jerry.Seharian Jerry tidak konsentrasi pada pelajaran. Pikirannya terganggu bayangan dua sosok gadis yang sama-sama cantik, sama-sama menarik, dan sama-sama memikat hati. Dalam waktu yang sama, Jerry jatuh hati pada dua gadis yang sama-sama punya daya tarik luar biasa.Jula berpostur tinggi, wajah bulat, kulit sawo matang, bibir mungil, rambut panjang tergerai, bersinar mata memikat. Setiap Jerry bertatap mata ketika mau ke toilet, bermalam-malam tidak bisa tidur. Umpama bisa tidur jelang dini hari, sehingga sering bangun kesiangan. Itu pun karena pintu digedor-gedor ibunya yang telah berseragam satpam, siap bertugas di pasar. Pasar Bawangsari.Juli berpostur sedang, wajah oval, kulit coklat kehitam-hitaman, bibir agak tebal nan sensual, rambut sering potong pendek ala tomboy, bersinar mata redup. Lirikan mata yang redup pada Jerry saat dari toilet membuat cowok itu gelisah bermalam-malam. Akibatnya sering bangun jelang siang. Itu saja karena pintu diketuk keras-keras oleh ayahnya yang berseragam satpam, saat pulang dari pabrik baja.Kecantikan dua gadis, pesona dua cewek, pikatan asmara dari dua dara membuat Jerry bingung layaknya orang pengung. Jerry sering kosong pikiran saat menentukan pilihan dari dua gadis pujaan.“Daripada kamu bingung menentukan mana yang mesti kamu pilih, lebih baik kamu pilih dua-duanya!” saran Benny Patirasani sambil tertawa ngakak. Giginya yang menguning akibat lupa gosok gigi memancarkan aura membara, membuat Jerry kehilangan selera makannya. Bakso yang baru habis separuh, tersisakan.“Nggak habis?” tanya Benny sambil melihat mangkok yang ada di depan Jerry.Teman-teman yang memenuhi kantin pada jam istirahat pertama, terlihat sibuk dengan urusan masing-masing. Mereka tidak tahu pembicaraan rahasia dua orang yang bersahabat itu. “Sepertinya, enggak,” “Katanya lapar? Ah…, masalah cewek saja kok dibuat pusing. Sudahlah…, solusi yang tepat itu ya seperti yang kukatakan tadi, ambil kedua-duanya. Beres kan?”“Sebenarnya bukan sekadar memilih satu di antara dua, tapi aku juga belum tahu tentang mereka.”“Soal mencari tahu tentang mereka, serahkan padaku!”“Paling-paling kamu mau minta ongkos untuk menyelidiki mereka.”“Tidak, sobat! Jangan berpikiran sempit begitu! Kamu telah banyak berbuat baik padaku. Banyak jasamu padaku. Mulai bantuan ngerjakan pe-er sampai nyarikan pacar. Berkat kamu, aku bisa jadian sama Yatiningsih Nurhawati. Gadis yang suka dipanggil Ning atau Sih itu benar-benar merasuk dalam relung hatiku. Dia sangat kucinta dan kusayang. Aku akan mencari tahu tentang Jula dan Juli hari ini juga sepulang dari sekolah. Besok kamu tinggal tahu beresnya!”* Jerry percaya kemampuan Benny yang di sekolah dikenal sebagai siswa berprestasi sedang, tapi beraktivitas tinggi. Dia mengelola majalah, teater, dan band sekolah sekaligus. Bapaknya yang boss rosok level kabupaten termasuk pem-back-up dana yang potensial. Tanpa dana yang kuat, tidak mungkin Benny bisa mengelola tiga kegiatan di luar jam sekolah yang membutuhkan banyak dana. Selain dari bapaknya, Benny juga aktif mencari dana dengan menghubungi beberapa pengusaha lokal saat mengadakan even seni teater dan musik.Orang tua Benny yang superkaya untuk level Kota Kabupaten Senengarjo, sangat sayang pada putra tunggalnya itu. Mereka melihat Benny mau sekolah saja sudah senang. Kenapa? Selepas SMP, Benny inginnya tidak sekolah! Dia ingin bermusik. Ingin menjadi pemusik sekaligus penyanyi besar melebihi seluruh penyanyi hebat yang ada di dunia. Benny yang penyuka musik dangdut-koplo-jaranan-jazz-rock itu ingin menjadi penyanyi terbaik level internasional! “Kutunggu di Angkringan Hik Huk depan smansas,” kata Benny via hape.“Sekarang?” jawab Jerry yang sedang mengkhayal betapa indahnya bisa menyatukan tiga hati dalam satu rengkuhan cinta. Jerry ingin menyatukan hati Jula dan Juli dengan hatinya dalam satu ikatan cinta yang membara! ‘Indahnya perbedaan yang bisa disatukan dalam ikatan cinta,’  begitu kata hati Jerry. Cicak di dinding menyahut dalam hati, ‘Indahnya mbahmu kiper kuwi! Kamu indah, Jula dan Juli mbengah!’“Iya,” jawab Benny.Hening.“Hoiii! Kamu masih dengar aku?” teriak Benny membuat pengendara motor King berhenti. Turun dari motor yang dibiarkan tetap menyala mesinnya. Dengan gagah dan perkasanya, sosok bertato itu mendekati Jerry.“Maaf,” Benny yang sedang nongkrong di angkringan membungkuk hormat sebagai bentuk permintaan maaf. “Saya berkata pada teman saya.”“Oh…, kirain mau ngajak berantem!” kata pengendara yang bertampang sangar ala kriminal itu. Pelototan mata ala artis sinetron itu seolah-olah mau menelan bumi seisinya.“Enggak, mas. Eh…, kalau nggak salah, panjenengan Mas Koprol itu ya?” “Iya. Kok tahu?”“Mas pernah diajak bapak ke rumah. Kalau nggak salah, waktu itu Mas Koprol ketangkep saat…, maaf, mencuri jemuran di kampung saya. Bapak sempat kena gebuk warga saat melindungi Mas Koprol dari amuk massa.”“O…, kamu putranya Pak Gahar Tejoperwiro ya?”“Iya, mas.”“Oh…, j-jadi, eh, maafkan saya ya? Apa kamu ada urusan sama temanmu itu? Kalau dia macam-macam, panggil saya saja! Sudah lama saya nggak mermak muka orang.”“Tidak mas. Dia teman baik kok.”“Ya, sudah. Lanjut saja! Eh, jangan bilang ke Pak Gahar tentang kejadian tadi ya! Kalau Pak Gahar dengar kamu saya bentak, bisa-bisa wajah saya dibuat retak!”“Tidak, Mas. Saya bukan anak kecil kok.”Koprol meninggalkan Benny dengan meninggalkan raung motor yang membuat polusi suara dan asap hitam berbau memuakkan. Khas motor yang mesinnya kurang perawatan. Sepeninggal Koprol, Benny menggerutu lirih. Takut kedengaran orang yang lewat.*  “Halo! Halo! Ada apa, Benny?” terdengar suara dari seberang yang bernada cemas.“Nggak apa-apa,” jawab Benny kalem. “Kamu cepat kemari! Nggak usah naik motor!”“Ada apa?”“Ada apem.”“Apa tentang Jula dan Juli?”“Ya.”Tidak terdengar pertanyaan lagi dari Jerry. Benny yakin Jerry bergegas menemuinya.“Hei,” sapa Jerry yang telah berada di sebelah kiri Benny. “Mau ngopi nggak?”“Enggak.”“Benar?”“Maksudnya, enggak ngopi, tapi kopi susu jahe saja,” Jerry tersenyum lebar.“Nggak lucu!”Jerry pesan pada Pak Hikhuk, begitu orang-orang memanggilnya. Padahal nama KTP-nya Bardo Mainka Rambol. Nama panggilan tidak nyerempet sedikit pun dengan nama asli.“Gimana hasilnya? Katanya besok?” Jerry penasaran.“Lha situ maunya diberitahu sekarang atau besok?”“Sekarang saja.”Pak Hikhuk menyerahkan minuman Jerry.“Makasih, Pak,” Jerry menerima gelas yang panasnya setara bara. Tutup dibuka. Uap melesat ke udara. Terus mengangkasa menembus langit malam yang makin hitam.“Rumah Jula dan Juli ternyata berjauhan,” Benny memulai uraiannya tentang hasil penulusurannya usai sekolah. “Mereka sama-sama terletak di wilayah selatan dari kota ini, tapi berjauhan. Ini sangat menguntungkan kalau kamu berani mengambil kedua-duanya sebagai pacar pada saat yang sama.”“Apa untungnya?” tanya Jerry dengan wajah polos. Seolah-olah tidak tahu apa-apa tentang pacar dan segala pernak-perniknya. Padahal Jerry yang memberi Benny jurus-jurus mutakhir untuk memikat Yatiningsih Nurhawati. Gadis yang nama singkatannya Ye-eN, biasa dipanggil ‘Ning’ atau ‘Sih’ itu bukan sembarang gadis. Dia putri pengusaha otomotif level nasional yang ikut neneknya di Kota Senengarjo. Ning cantik dan lembut penampilannya, tapi keras karakternya. Banyak teman-teman yang heran kenapa Ning bisa terpikat Benny. Ning tidak mudah tertarik cowok. Dengan berbagai upaya yang tidak pernah dilakukan cowok pada umumnya, Ning tertekuk hatinya di hadapan Benny. Ning terpikat Benny. Gadis itu menjadi pacar Benny sejak kelas XI. Keberhasilan Benny memacari Ning tidak lepas dari peran di balik layar yang dilakukan Jerry.Kini gantian Benny yang mesti berupaya maksimal untuk membantu Jerry. Upaya pertama yang dilakukan adalah mencari sebanyak mungkin informasi tentang Jula dan Juli.“Untungnya banyak,” jawab Benny sedikit kesal. “Ah, itu nggak perlu ditanyakan terus. Yang penting, kamu tahu dulu tentang mereka.”“Oke. Coba kamu cerita tentang mereka.” Benny menikmati seruputan kopi sebelum melanjutkan ceritanya. Jerry mencicipi kopi susu yang masih terasa seperti bara saat di lidah.“Jula ini rumahnya di RT 5 RW 3, Dukuh Jomplang, Desa Keling, Kecamatan Wulu, masih termasuk Kabupaten Senengarjo ini. Rumahnya berada di tepi Bengawan Sore. Dari sini jaraknya sekitar 8 kilometer. Kalau ke rumahnya nanti hati-hati. Kalau lengah, Gend Raiwo-mu bisa kecebur sungai!”“Sebentar…, kok RT-RW-nya seperti judul lagu favorit orang tuaku.”“Orang tuaku juga mengidolakan lagu yang dinyanyikan Cici Faramida itu.”“Ehm…, sudah infonya?”“Kalau ke sekolah, Jula naik motor metik lewat jembatan kecil yang menghubungkan Keling-Senengarjo, melalui Tunjung, Madang, Gampang, masuk kota, terus sampai Smansas. Kegiatan Jula sehari-hari di rumah adalah belajar. Selain itu, membantu orang tuanya menjemur hasil panen yang biasa disebut meme gabah.” [meme gabah: menjemur padi]“Meme gabah?”“Iya. Kamu kelak siap-siap mengemban tugas mertua untuk meme gabah kalau jadi suami Jula,” tawa Benny meledak, membuat seisi Senengarjo tergetar.“Nggak lucu ah!”“Kamu kelihatan pucat saat tahu kalau Jula bisa meme gabah.”“Asal Jula besok mau jadi istriku, jangankan meme gabah, mencangkul di sawah saja aku siap.”Benny makin ngakak membayangkan Jerry akan terlihat sangat kikuk karena selama hidupnya tidak pernah memegang cangkul.“Heran…, kok kulit Jula putih ya. Meme gabah kan identik dengan panas matahari yang begitu terik di siang hari.”“Kulit kalau sudah putih sejak lahir, tetap putih walau kena sengat matahari setiap hari. Kalau dasarnya hitam, mau dipoles pake make up seharga satu milyard pun, ya tetap gelap.”“Eh, jangan ngomong gitu! Juli itu kulitnya agak hitam lho.”“Oh, maaf, aku nggak nyindir Juli kok.”Jerry menyadari bahwa Juli memiliki kulit yang tidak seputih Jula, tapi ada kelebihan lain yang tidak dimiliki Jula. Juli memiliki suara yang tidak terkalahkan di Smansas. Tidak salah kalau Benny mengandalkan Juli sebagai vokalis band sekolah yang dibentuknya. Band yang dia namakan Band Dangba Lisiek itu mencampurbawurkan berbagai jenis musik dengan dangdut. Band itu makin tenar ketika Juli menjadi vokalis utama. Suara berlian Juli mengguncang Senengarjo saat ada festival band sekabupaten. Nama Juli melambung bersama Band Dangba Lisiek ke seantero Senengarjo dan sekitarnya. Sebenarnya banyak job komersiil untuk berbagai acara di masyarakat. Mulai acara mantenan, khitanan, kelahiran, sampai acara rujukan, sudah antri dalam list kerja group band. Namun Benny dan Juli berkomitmen untuk mementingkan sekolah dulu. Musik yes, sekolah lebih yes.Memang antara Benny dengan Juli akrab, tapi sebatas di dunia musik sekolah. Selebihnya, Benny tidak tahu apa-apa tentang Juli. Termasuk tempat tinggal Juli, Benny tidak tahu. Makanya tadi siang dia lajukan vespa antiknya ke daerah paling selatan dalam lingkup wilayah Senengarjo. Dengan berbagai cara rahasia, Benny berhasil mendapatkan data komplit tentang Juli. “Juli ternyata putri pedagang krupuk. Rumahnya di RT 3 RW 5, Dukuh Mbecak, Desa Purun, Kecamatan Wulu, juga termasuk wilayah Senengarjo,” ungkap Benny. “Sehari-harinya Juli membantu orang tuanya menggoreng dan mengemasi krupuk. Kalau kamu besok jadi suaminya, juga disuruh mbantu nggoreng-nggoreng.”“Ah…, jangan banyak ngayal! Terus bagaimana strategi paling jitu untuk memikat kedua gadis itu?” “Ssst, ada yang datang,” bisik Benny.Nuriyati Hamulyaningrum turun dari sepeda motor. Dia diantar kakaknya untuk membeli sesuatu di angkringan Pak Hikhuk. Nur, begitu panggilan akrab Nuriyati Hamulyaningrum. Dia kelas XIIA4. Postur Nur tinggi semampai, sekitar 168 cm. Lebih tinggi dibandingkan Jula dan Juli, juga gadis-gadis Smansas lainnya. Nur berkulit sawo matang, suka memelihara rambut sebahu. Nur gadis yang selebritasnya tertinggi karena kecerdasannya. Sayangnya, Nur termasuk gadis yang pendiam. Malah tergolong sangat pendiam. Orang Jawa mengibaratkan seperti gong dalam gamelan. Yen ra ditabuh, ra muni. Kalau tidak dipancing-pancing, jarang bicara.“Hei, kalian di sini?” sapa Nur.“Iya,” jawab Benny.“Kelihatannya asyik ngobrolnya,” Nur berkomentar. “Ngobrol apaan sih?”Jerry merah padam wajahnya. Dia lirik Benny. Benny tanggap maksud Jerry.“Ngobrol tentang tugas sekolah,” Benny asal menjawab.Nur membeli wedang jahe dan gorengan. Dia bergegas pulang setelah membayar.“Yuk, Benny, Jerry,” Nur berjalan menuju motor kakaknya.“Yuk!” sahut Jerry dan Benny bersamaan.“Untung kamu bisa njawab,” kata Jerry.“Ah, tadi aku hanya spontan kok.”“Spontan tapi tepat. Oke, lanjutkan tentang cara memikat Jula dan Juli!”Benny menjelaskan cara-cara yang dirasanya jitu untuk memikat Jula dan Juli. Mereka ngobrol sampai jelang pagi, sampai Pak Hikhuk siap mengangkut segala peralatan untuk pulang dengan menggunakan gerobaknya!* Beberapa hari Jerry memutar otak untuk mempraktekkan kiat hebat ala Benny yang belum pernah diuji coba. Karena seringnya memutar, Jerry sering pusing-pusing. Apalagi kiat yang diungkapkan Benny itu belum pernah teruji keampuhannya. Artinya, kalau salah terap, bisa gagal total.Kiat Benny itu begini, pertama, Jerry disuruh menentukan hari yang tepat untuk mengucapkan perasaan cintanya pada Jula dan Juli dalam waktu bersamaan secara tertulis. Kalau secara lisan, Jerry bisa digampar secara berantai oleh Jula dan Juli! Caranya melalui wa, sms, atau cara lain melalui jaringan dunia maya. Kedua, Jerry harus menjauh dari Kota Senengarjo. Jerry disarankan ke Kota Dhewe, jaraknya 12 km dari Senengarjo ke arah utara. Jerry mempraktikkan cara yang diungkap Benny. Sabtu sore Jerry ke Kota Dhewe. Nongkrong di salah satu bangku besi yang ada di Jalan Selamat Hari Raya. Dia langsung keluarkan hape-nya. Dia kirim kepada Jula dan Juli dengan kalimat yang hampir sama. Hanya beda pada panggilan mesranya.Untuk Jula, Jerry menulis: “Jula nan jelita, I love you.” Sedangkan untuk Juli, Jerry menulis: “Juli nan cantik, I love you.” Pesan itu dikirimkan via wa dalam waktu yang hampir sama. Selama beberapa detik, Jerry menunggu dengan perasaan tegang. Dia berharap kedua gadis itu menerima cintanya. Atau paling tidak, satu dari mereka, membalas cintanya.Jerry berdiri dari tempat duduknya. Dia memandangi layar hape, menunggu-nunggu jawaban dari Jula dan Juli. Kling! Ada dua pesan masuk bersamaan. Ternyata dari Jula dan Juli.“I love you too, darling,” itu jawaban Jula. “Segera datang ke rumahku sekarang sambil membawa sebungkus coklat sebagai tanda ikatan cinta kita.”“I love you too, honey,” itu jawaban Juli. “Datang ke rumahku sekarang! Jangan lupa bawa coklat untuk tanda ikatan cinta.”Jerry berjingkrak kegirangan sambil berteriak, “Uwasyik tenaaannn…!” Orang-orang yang lewat trotoar menoleh kaget melihat perangai Jerry. Mereka menyangka Jerry pasien RSJ yang kehabisan obat!Namun Jerry menjadi bingung manakala menyadari bahwa dia harus menemui Jula dan Juli sekarang juga. Secepatnya, dalam waktu yang sama, di tempat berbeda. “Maaf, Jula, aku masih di Kota Dhewe, paling satu jam lagi baru sampai rumahmu,” Jerry menelpon Jula. “Nggak apa-apa, Arjunaku,” sahut Jula bernada gembira. “Jelitamu sabar menunggu.”Jerry lega di hati. Telpon untuk Jula ditutup, ganti nelpon Juli, “Juli, maaf ya, aku masih di Kota Dhewe. Ban motorku bocor. Paling tiga jam baru sampai rumahmu.”“Jerry tampanku, nggak apa-apa sayang,” Juli memahami. “Aku sabar menanti.”Jerry berdendang dalam hati usai menelpon Juli. Dia jalan santai menuju Mall Permai. Dia beli dua bungkus coklat ukuran besar untuk Jula dan Juli. Jerry melajukan motornya dengan kecepatan tinggi menuju Jomplang. Ingin secepatnya dia sampai di rumah Jula. Andai kata bisa, dia ingin sampai rumah Jula hanya beberapa detik saja.Ternyata tidak sampai satu jam, Jerry sudah sampai di teras rumah Jula. Jula kelihatannya sudah menunggu Jerry sejak Jerry meluncur dari Kota Dhewe. Begitu Jerry datang, Jula langsung menggelandangnya ke dalam rumah. Rumah yang sepi. Dalam sepi, nafsu beraksi. Jula memeluk, memeluki. Jula mencium, menciumi. Jula tak sanggup menahan gejolak cinta di hati. “Maaf, Jula, aku…, aku c-cinta kamu…,” ucap Jerry sambil berusaha mengambil udara bebas karena hujaman ciuman Jula yang lepas kendali.“Aku sudah tahu, my darling,” Jula tersengal, masih memeluk erat Jerry.“A-aku juga…, coklat, eh, ini….”Jerry segera melepaskan diri dari pelukan erat yang penuh nuansa hasrat. Sebagai laki-laki, ada gejolak dari dalam jiwa yang siap dilampiaskan secara cepat. Tapi Jerry sadar, dirinya harus mengikat itu hasrat laknat.Jerry mengeluarkan dua bungkus coklat dari balik jaket. “O…, aku minta satu, kamu kasih dua, terima kasih, sayang.” “Eh, ini yang satu untuk adikku.”“Adik? Adik yang mana? Bukankah kamu anak bungsu?”“Anu, ini…, inu…, itu adik sepupu. Yang tinggal di seberang jalan,” Jerry asal melesatkan kata.“O…, Dinanita Purwaningrum itu adik sepupumu ya?”“Iya. Aduh, aku lelah, haus,” Jerry duduk di salah satu kursi setelah memberikan sebungkus coklat untuk Jula.“Oh, oke, kuambil minum dulu ya!” Jula membawa coklat pemberian Jerry ke dalam kamarnya. Coklat itu tidak akan dia makan. Coklat akan disimpan sebagai kenangan tak terlupakan.”Jerry bernapas lega. Dia masukkan sebungkus coklatnya di saku yang ada di balik jaket hitamnya. Dia segera minum air putih yang diberikan Jula. Usai minum, Jula menarik tangan Jerry ke sofa panjang. Juli memeluk sang kekasih sambil menyandarkan kepala di bahu kiri.Keduanya diam. Diam dalam kebahagiaan. Kebahagiaan karena cinta. Jula cinta Jerry. Jerry cinta pada Jula dan Juli. Lama sekali diam dua sejoli.Tiba-tiba Jerry minta diri. Pamit pergi pada Jula yang dicintai. Alasannya pulang ke rumah sendiri. Padahal hendak ke rumah Juli. Jula tak merasa curiga sama sekali. Gadis itu terpikat cinta sang kekasih hati. Membuat percaya yang dikatakan sang pujaan hati.Jerry melesat cepat menuju Mbecak. Sampai rumah Juli langsung disambut dengan sikap semanak. Juli tidak sabar barang sejenak. Dia peluk Juli di pelataran rumah yang masih ada sedikit semak. Dia cium bibir sang pemuda sampai napas terasa sesak.“Malu kalau dilihat orang, Juli,” kata Jerry setelah berhasil melepaskan diri dari peluk cium gadis yang ternyata tidak kalah agresif dibandingkan Jula.“Sayang, kamu lupa ya kalau kita ini berada di pegunungan,” Juli menjelaskan. “Rumah-rumah masih jarang, orang lewat tidak seramai kota. Jadi aman-aman saja, sayangku.”Juli menggandeng tangan kanan Jerry. Diajaknya Jerry duduk di lincak yang terbuat dari kayu mahoni. Keduanya duduk berdampingan.“Kok sepi?” Tanya Jerry.“Orang tuaku ke rumah paman,” jawab Juli.Justru karena sepi, Jerry merasa ngeri. Ngeri kalau tiba-tiba Juli menggelandangnya masuk kamar! Kalau sudah di dalam kamar, lalu hanya berduaan, maka yang terburuk pun bisa terjadi.“Maaf, mesti buru-buru karena ngantar ibu ke mall,” Jerry berdiri untuk pamit. Juli masih memeluk pinggang Jerry.“Setahuku, ibumu kemana-mana naik motor sendiri,” Juli merasa heran. “Iya, sih, tapi…, ehm, begini, tapi ibu sedang sakit gigi.”“Kalau sakit gigi, kenapa minta diantar ke mall?”“Iya, sih, tapi…, justru, itu begini, nanti mampir ke dokter gigi dulu, baru kemudian ke mall.”“Kamu nggak bohong kan?”“Enggak. Oh ya, ini coklatmu.”“Terima kasih sayang.”Juli kembali memeluk erat Jerry. Jerry ragu-ragu untuk membalas pelukan erat. Dia memeluk dengan level keeratan sedang. Selebihnya, Jerry dengan gerakan lembut, melepaskan pelukan Juli. Lalu buru-buru kabur! Takut terjebak perbuatan buruk yang bisa membuat masa depannya hancur.Dalam perjalanan ke rumah, Jerry berpikir ingin mendapatkan dua cinta sekaligus. Inginnya Jerry berpacaran dengan Jula dan Juli sekaligus. Namun tak gampang meraih dua bintang dalam waktu bersamaan.* Ketika di sekolah Jerry bermain kucing-kucingan dengan kedua pacarnya. Kepada Jula dan Juli, Jerry berpesan agar kalau di sekolah tidak menunjukkan bahwa mereka pacaran. Jerry ingin agar rahasia besarnya tidak terbongkar.Jula dan Juli mengikuti saran Jerry. Mereka tidak tahu bahwa mereka sebenarnya dipermainkan Jerry. Jerry ingin bermain aman, tanpa resiko, tapi bisa meraup keuntungan ganda. Bisa pacaran dengan dua gadis sekaligus. Dua gadis dari dua kelas yang berbeda. Dua gadis yang tidak tahu bahwa mereka mencintai dan pacaran dengan sosok pemuda yang sama.Selama beberapa hari ini Jerry bisa bermain aman. Jerry bisa pacaran dengan aman. Dua gadis, cantik, idola sekolah, berada dalam genggamannya. Siapa yang tidak bahagia pada saat berada pada posisi Jerry?Sebagai ungkapan rasa bahagia karena bisa mendapatkan dua cinta dalam satu pelukan, Jerry menawarkan hadiah untuk Jula dan Juli. “Kamu ingin hadiah apa, Jula?” tanya Jerry via hape suatu malam.“G-string,” jawab Jula dari seberang sana.“Apa? G-string?”“Iya.”“Aku salah dengar?”“Tidak.”“Ukurannya berapa?”Jula mengatakan ukuran yang diinginkan, lalu berkata, “Warnanya yang merah ya!”“Iya.”Jerry termenung sejenak. Serasa mimpi dalam keadaan terjaga. Setelah dipikir agak lama, akhirnya Jerry bisa memahami permintaan Jula. Pembicaraan Jerry-Jula selesai. Jerry lanjut menelpon Juli.“Aku minta hadiah istimewa,” kata Juli dari seberang sana.“Hadiahnya apa, sayang?” Jerry bertanya dengan perasaan gusar.“Aku ingin…, aku ingin…, yang warna biru.”“Iya…, tapi apa yang kamu minta, jelitaku?”“Aku malu untuk mengatakannya.”“Kalau malu, terus kamu nggak mengatakan, ya aku nggak tahu. Sayang..., apa yang kamu minta.”“Ehm…, aku…, aku… minta G-string….”Jerry tertegun. Serasa mimpi lagi. Tapi kenyataan tak bisa dipungkiri. Yang diminta Jula sama dengan keinginan Juli. Juli menyebutkan ukuran sebelum mengakhiri pembicaraan dengan Jerry.Ternyata ukuran yang mereka inginkan sama. Hanya warnanya yang beda. Ini memudahkan Jerry untuk pemesanan dan pengiriman.Malam itu juga Jerry membuka web toko online Bukapedia. Dia cari dua G-string dengan ukuran sama, tapi beda warna, merah dan biru. Jerry melakukan transaksi dengan penjual produk. Satu dikirimkan ke Jula, yang satunya lagi untuk Juli.Jerry merasa lega karena barang yang diinginkan dua gadisnya telah terkirim. Dia tak menyangka bahwa pengiriman hadiah istimewa ini awal dari petaka cinta!* Minggu pagi yang cerah, Jerry dandan keren siap main ke rumah Jula dan Juli. Karena rumah terdekat Jula, maka Jerry siap meluncur ke Jomplang. Jerry ingin memberikan kejutan pada Jula dan Juli. Dia apel ke rumah kedua pacarnya itu tanpa memberitahu sebelumnya.Jerry menuntun motor besar milik kakaknya ke halaman ketika ada seorang kurir dari jasa antar barang lintas kota, lintas provinsi. “Ada dua paket untuk Pak Jerry,” kata Kurir. “Mohon ditandatangani, Pak.”“Okey, Pak,” kata Jerry. Perasaannya tidak enak menerima dua paket yang berasal dari Jula dan Juli.Jerry bergegas masuk kamarnya untuk membuka isi dua paket kiriman dua pacarnya itu. Rasa penasaran melandanya.Jerry membuka paket dari Jula. Isinya G-string biru. Ada tulisan pesan dari Jerry yang menyertai pakaian tipis itu yakni: “Untuk Juli, semoga G-string warna biru kesukaanmu ini selalu membuatmu teringat aku, sayangku.”Lalu Jerry membuka paket dari Juli. Isinya G-string merah. Ada tulisan pesan dari Jerry yang menyertai pakaian itu yakni: “Untuk Jula, semoga G-string merah pesananmu ini selalu membuatmu teringat aku, cintaku.”Lemas tubuh Jerry. Ternyata alamat untuk Jula dan Juli tertukar! Kiriman untuk Jula malah terkirim ke rumah Juli. Begitu pula sebaliknya. Tertukarnya alamat yang dikirim itu membuat rahasia besar Jerry terbongkar! Tidak mungkin Jerry apel ke rumah Jula dan Juli. Apalagi ada pesan tertulis masuk ke hape Jerry. Ada dua pesan masuk, dari Jula dan Juli. Isinya sama. Mereka menyatakan ‘putus’ dengan Jerry!* “Ini semua karena kamu. Gara-gara idemu itu, aku jadi begini. Aku bernasib sial. Dua gadis membenciku setengah mati. Teman-teman menertawakan aku setiap hari,” Jerry marah-marah pada Benny. Orang-orang yang lalu lalang di proliman Senengarjo, tidak Jerry hiraukan. Kedua anak muda itu nongkrong di bawah Patung Tani, menjelang senja hari.“Sobat, jangan suka menyalahkan orang lain!” Benny membela diri. “Aku berhasil memberimu data dan cara sampai kamu bisa menggaet hati mereka. Salahmu cuma satu.”“Apa?”“Kamu kurang teliti saat memberikan petunjuk pada penjual online itu. Kalau kamu teliti, kirimanmu tidak salah sasaran.”Jerry terdiam. Menyesal pun tiada berguna. Jula dan Juli telah meninggalkannya. “Aku mau pindah sekolah,” gumam Jerry.Benny tersentak. Dia memandangi wajah sahabatnya yang melihat ke kejauhan. Ke arah hiruk pikuk lalu lintas yang ramai, tapi terasa sepi di hati Jerry. Jerry seolah-olah tak mendengar ramai deru mobil, suara keras klakson, dan suara salah satu motor dua tak dari pengendara ugal-ugalan yang merasa diri raja jalanan.“Malu sekali aku pada seluruh teman smansas,” gumam Jerry. “Namaku sudah cemar sebagai buaya darat, playboy udik, atau istilah sejenisnya.”“Siapa yang bilang begitu?”Jerry tidak menjawab pertanyaan Benny.Pertanyaan Benny tidak bisa dijawab karena memang tidak ada yang berkata begitu. Itu hanya pemikiran Jerry pribadi setelah rahasia besarnya terbongkar. Jula dan Juli yang membongkarnya. Sebenarnya Jula dan Juli saling diam, tidak memberitahukan kepada teman-teman smansas. Namun Jerry merasa tidak enak hatinya. Dia merasa diam-diam teman-teman se-smansas telah tahu bahwa dirinya gagal mendapatkan cinta Jula dan Juli.“Jangan paranoid begitu, sobat,” hibur Benny. “Lagi pula Jula dan Juli pernah kudatangi ke rumah masing-masing. Mereka bersumpah tidak akan mengumbar aibmu ini kepada siapa pun. Mereka itu gadis-gadis cerdas. Mereka tidak akan mengumbar aibnya sendiri atau aib orang lain kepada publik.”Jerry percaya pada kata-kata Jula dan Juli. Hanya saja rasa frustrasi akibat kehilangan dua cinta sekaligus, sungguh menyakitkan hati. Ingin rasanya dia melenyapkan diri dari alam benda ke alam nonbenda. Ingin rasanya pindah dari dimensi tiga ke dimensi tak terbatas!Kasihan sekali Benny melihat keadaan Jerry akhir-akhir ini. Kalau ke sekolah tidak naik motor gede, tapi jalan kaki. Kali ini kalau sampai sekolah lebih awal dari biasanya. Bahkan lebih awal dari penjaga sekolah. Setiap malam sering begadang akibat sulit tidur. Umpama bisa tidur hanya sebentar, lalu terbangun jam lima. Jerry berangkat sekolah jam setengah enam. Saat itu pintu gerbang belum dibuka!Dalam ke-diam-an, suasana diam, saling diam, Benny menemukan sebuah ide.* Benny tahu bahwa di antara teman-temannya ada yang diam-diam naksir teman sekelas, atau beda kelas, kakak kelas atau adik kelas. Namun di antara yang naksir secara mendalam itu tidak berani mengutarakan karena dia seorang gadis. Tidak mungkin seorang gadis mengutarakan cintanya terlebih dulu kepada seorang cowok. Selain tidak sesuai kode etik cinta, juga bisa mengesankan dirinya gadis murahan.Kamis pagi, Jerry mendapat kiriman pesan tertulis di hape dari Nuriyati Hamulyaningrum. Nur berpesan singkat, “Saat istirahat kedua, kita ketemu di perpustakaan, di deretan buku filsafat.” Bukan tentang deretan buku filsafat yang membuat Jerry pusing sejuta keliling. Tapi gadis paling cantik dan paling cerdas se-smansas itu ada perlu apa menemui dirinya? Apakah dia mau wawancara karena dia menjadi wartawan yunior untuk koran lokal? Liputannya yang brilian termuat tiap hari minggu di akhir bulan. Jangan-jangan Nur mau wawancara tentang efek frustrasi bagi pelajar SMA. Jangan-jangan Nur tahu bahwa diriku sedang frustrasi. Begitu Jerry menduga-duga. Dugaan dari cowok yang serasa tidak punya tempat berpijak saat memasuki areal sekolah.Jerry merasa dirinya habis. Habis sehabis-habisnya. Jerry merasa gagal. Gagal segagal-gagalnya. Dia merasa bahwa seluruh sudut wilayah sekolah, menjepitnya, memojokkannya. Dia bahkan seperti bisa mendengar bisik-bisik seluruh dinding bangunan yang mengolok-olok kegagalan cintanya.“Terus terang aku panik. Juga minder, Benny,” kata Jerry pada Benny saat keduanya di kantin, istirahat pertama. “Nur gadis istimewa. Dia cantik dan cerdas. Banyak teman cowok yang sebenarnya juga naksir Nur, tapi tak ada yang berani mengungkapkannya.”“Ngapain minder?” Benny memberi semangat. “Kita sama-sama manusia, tidak usah minder. Eh, kamu minder soal apa?”“Ah, masa kamu lupa? Jauh hari sebelum aku naksir Jula dan Juli, aku kan….”“Pernah naksir Nur. Bahkan sejak hari pertama kita masuk sekolah.”“Benar. Aku minder karena kalah pandai. Kalah cerdas.”“Soal minder, soal naksir diam-diam, abaikan saja, sobat! Lagi pula kamu kan tidak tahu apa yang akan dibicarakan Nur denganmu.”“Iya, benar juga katamu, Ben. Yang jelas, tidak mungkin Nur akan mengungkapkan rasa cintanya padaku, hehehe....”“Nah..., gitu dong! Kamu jangan lama larut dalam rasa frustrasi. Rasa itu cepat-cepat dihapus dari pikiranmu.”Jam istirahat kedua tiba.Berat kaki Jerry melangkah ke perpustakaan. Ada beban di dada yang membuatnya terasa malas sekali untuk menemui Nur. Dia merasa berat hati kalau nanti Nur mewawancarai dirinya untuk mendapatkan data tentang artikel yang akan ditulisnya untuk koran lokal. Andaikata Nur mau wawancara, aku siap. Aku tidak masalah, asalkan temanya bukan tentang frustrasi, patah hati, gagal cinta, atau semacamnya. Begitu kata hati Jerry saat dalam perjalanan menuju perpustakaan. Kalau dia wawancara selain tema gagal cinta, akan kujawab dengan sebaik-baiknya. Tapi kalau temanya tentang patah hati, aku bisa malas-malasan menjawabnya.Perpustakaan tidak begitu ramai. Pada jam istirahat kedua, jarang sekali yang datang. Paling hanya satu dua siswa yang datang. Mereka biasanya hanya baca-baca. Jarang ada yang pinjam pada jam istirahat kedua. Pada jam istirahat kedua, kebanyakan siswa melakukan kegiatan yang bukan di perpustakaan. Mereka terpencar di berbagai tempat, misalnya kantin, taman belakang sekolah, atau di dalam kelas masing-masing.Ketika Jerry datang, Nur sudah berdiri di rak buku yang tertata rapi khusus buku-buku filsafat. Ada filsafat sosial, filsafat hidup, etika, peradaban manusia, dasar-dasar filsafat, dan hakikat filsafat terjajar rapi. Buku-buku itu jarang dipinjam. Hanya siswa tertentu yang membacanya, dan Nur satu di antaranya. Jerry tak pernah meminjam, atau sekadar baca-baca buku filsafat. Tidak bisa memahami isinya. Terlalu berat, begitu pengakuan Jerry pada Benny suatu hari.Kalau buku selain filsafat, sekali dua kali Jerry pernah meminjam atau sekadar baca-baca di tempat. Misalnya buku sastra, puisi, atau buku tentang cara memikat gadis. Maklum, waktu itu diam-diam naksir Nur. Dia mempelajari berbagai kiat memikat sang gadis. Tapi..., tak ada keberanian untuk mengungkapkan perasaan hatinya.“Kita duduk saja di meja sana sambil pura-pura membaca buku,” kata Nur kepada Jerry.“Oke,” Jerry setuju sambil mencabut tiga buku dari deretan buku yang tertata rapi bertuliskan: Filsafat.Jerry dan Nur duduk berdampingan. Mereka seolah-olah sedang serius membaca filsafat. Filsafat kehidupan dan dasar-dasar filsafat. Padahal mereka sedang berbicara tentang masalah yang mendasar terkait gadis dan pemuda.“Jerry…,” kata Nur lirih.“I-iya…,” terbata Jerry menyahut. Perasaannya tidak nyaman. Hatinya kecut. Memang Jerry mengakui dalam hati terdalam, kalau berhadapan dengan Nur, Jerry merasa sebagai laki-laki pengecut!“Benny berkata padaku bahwa kamu sebenarnya naksir aku, tapi tidak berani mengatakannya. Benarkah itu?”Jerry terdiam. Terpaku. Stop motion. Selama beberapa detik Jerry serasa beku. Tak bergerak. Tak bisa bergerak. Sulit berpikir. Tak bisa mencerna kata-kata Nur.Brengsek! Benny malah mengugkapkan perasaanku terhadap Nur! Gila benar dia! Begitu teriak Jerry dalam hati.“B-beb-benar,” hanya itu yang bisa diucap Jerry untuk menjawab pertanyaan Nur.“Ya, sudah, berarti kita jadian.”“Maksudnya?”“Aku juga punya perasaan seperti kamu,” ucap Nur tertunduk.* Jerry dan Nur merayakan hubungan cinta mereka sepulang sekolah. Saat ke sekolah, mereka sama-sama jalan kaki. Nur mengajak Jerry ke Kota Dhewe dengan naik taksi. Nur membawa Jerry ke lantai teratas Mall Permai. Di situ ada restoran dan bioskop. Nur yang nraktir Jerry makan dan nonton. Saat dalam bioskop yang gelap, ketika film utama diputar, Jerry berkata, “Terus terang aku malu, Nur.”“Malu kenapa? Malu punya pacar aku?” Nur mulai curiga. Dia lepaskan diri dari pelukan Jerry yang tangannya merangkul bahu kirinya.“Bukan begitu, Nur. Jangan salah paham begitu dong.”“Kalau begitu, malu karena apa?”“Aku malu karena kamu malah nraktir aku. Mestinya….”“Stop! Hooop! Kalau cinta pakai kalkulasi, itu namanya bukan cinta lagi, sayang. Itu namanya matematika, itu namanya perhitungan. Padahal dalam cinta tidak ada perhitungan matematis. Dalam cinta, yang ada adalah pengorbanan. Kamu paham, sayang? Lagian, aku baru saja dapat rejeki nomplok. Salah satu cerpenku menjadi juara lomba cerpen remaja tingkat nasional. Hadiahnya untuk senang-senang kita berdua ini,” kata Nur sambil mencium pipi Jerry.Jerry mempererat pelukannya.Hape Jerry bergetar. Dua pesan singkat masuk. Ada kiriman pesan tertulis ke wa Jerry. “Aku menyesal telah memutus hubungan cinta kita,” itu terkirim dari Jula. “Aku siap menjadi pacar gelapmu. Hubungan cinta gelap ini akan aman asalkan kamu tidak bilang sama Nur.”“Sayang, maafkan atas kekhilafanku kemarin ya,” kiriman pesan dari Juli. “Aku sangat menyesal telah memutus hubungan cinta kita. Aku ingin baikan sama kamu, sayang. Walau kamu sekarang jadian dengan Nur, aku siap menjadi selingkuhanmu.”Buru-buru Jerry mematikan hape-nya.“Dari mana?” tanya Nur ketus.“Dari ibu,” Jerry berbohong.“Betul?”“Iya.”“Awas kalau kamu berani menjalin hubungan gelap dengan Jula dan Juli! Akan kubantai kalian bertiga!”Jerry bergidik ngeri, tapi diam-diam kepingin juga menjalin hubungan cinta rahasia dengan Jula dan Juli!Spirof , 120211521948~Selesai~
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan