My Pervert Boyfriend-Chapter 0

1
0
Deskripsi

Felix, 17, cowok,  adalah seorang fudanshi yang punya pacar cowok di dunia maya. Tiba-tiba hidupnya berubah setelah dia bertemu Bima, 16, cowok, yang mengaku jika dia adalah pacarnya.

 

“Aku cinta kamu karena aku memilih kamu.”

 

Felix, 2015-2016.

Bisa dibilang aku merupakan orang yang selalu bersyukur. Setiap pagi berdoa; berterimakasih atas udara bersih yang kuhirup tiap pagi. Ini pertanda jika aku masih hidup. Aku bersyukur masih bisa melihat belek dan bekas air liur dengan jelas di depan cermin sambil menggosok rambut yang awut-awutan. Oh, ya. Aku masih cakep dengan sebuah jerawat manis yang tumbuh di atas bibir sebelah kanan.

 

Sial! Aku pasti lupa mengunci pintu!

 

                Dia berada di pantulan cermin dengan seragam sekolah rapi tepat di belakangku.  Dengan senyum miring khas yang sudah kukenali, dia berkacak pinggang. "Udah bangun?" sapa dia sebagai ganti ucapan selamat pagi.

 

Karena keadaanku yang memalukan, otomatis aku menutup wajah dengan kedua telapak tangan untuk menyembunyikan wajah pagiku. "Pergi! Kalau masuk kamar orang itu ketuk pintu dulu, dong!"

 

Kebiasaan di rumah kami adalah untuk tidak pernah mengunci pintu kamar. Terlebih ini karena kondisiku yang memang enggan beranjak keluar kamar jika tidak ada aktivitas. Paling-paling tempat yang biasa kugunakan untuk menghabiskan waktu hanyalah ruang keluarga. Aku tidak pernah pergi ke ke tempat lain selain dua ruangan tersebut. Kalau keluarga besar sedang arisan di rumahku, tak sering aku dijuluki siput karena tidak pernah keluar rumah.

 

Sayangnya, dia tahu akan kebiasaaan ini. Kuperkirakan jika dia sudah berada di kamarku sudah lama. Buktinya, dia sudah duduk di kursi belajar yang ada di seberang cermin sambil membaca koleksi komik yang sengaja aku pajang juga di meja belajar. Sudah lumayan sepertinya dia membaca.

 

Dia seperti biasa, tidak mau enyah dari bayangan di cermin. Malah dia mendekat dan berdiri sejajar bersamaku di depan cermin besar. Kurasakan dia tengah menoel pipiku beberapa kali. "Gimana? Hari ini sudah tumbuh berapa senti?" tanya si—em , sebut saja—Bunga. Aku tidak ingin mengenalkan dia kepada kalian, karena dia semenyebalkan ini.

 

"Apanya?" jawabku ketus, masih dengan posisi menutup wajah.

 

Dia tertawa. "Rambut pubis kamu?"

 

Jorok! Obrolannya selalu mengandung kata-kata ajaib jika menggodaku.

 

Karena aku sebal, kutoyor kepala si Bunga, yang sayang sekali ditepis. "Baka! Keluar sana! Aku mau mandi!"

 

Dia tertawa sekali lagi dengan nada mengejek. "Mandi yang bersih ya, Sayang. Siapa tahu setelah mandi tingginya nambah. Auw!"

 

Rasain! Kutendang betis dia dengan sekali serang. Hanya bagian itu yang sering dia lupakan untuk dijaga dari keotomatisan kakiku untuk bertindak.

 

Inilah yang membuatku tidak bersyukur : dia. Satu kata  dengan penjabaran yang lumayan panjang.

 

Dia itu pacarku. Ehem. Singkatnya dia itu cowok, tinggi, dan mesum. Kabar lebih buruk adalah aku berjenis kelamin sama, pendek, dan gampang tergoda.

 

Maksudku bukan tergoda untuk meladeni si ehem, Bunga, dalam hal mesum yang dia lontarkan, tetapi aku lebih suka untuk melakukan hal anarki kepadanya agar bisa bernapas lebih leluasa. Contoh nyata selanjutnya baru saja terjadi : aku mendorong paksa dia keluar kamar dan membanting pintu tepat di hidungnya.

 

See?

                

"Kakak cepetan mandi! Kasihan kalau dek Bima nunggu kelamaan!" teriak Ibu di depan kamar.

 

"Siapa suruh dia dateng kepagian!! Biarin aja, Bu! Jangan diberi sarapan juga kalau bisa!!" balasku. 

 

Ibu mengomel tidak jelas yang tidak (akan pernah) kudengarkan. Pun suara ibu sudah teredam oleh suara air dari keran yang mengisi bak. Seolah-olah suara tersebut menjadi tameng pelindung untuk telingaku.Terlebih lagi jika sudah menyangkut pautkan si Bunga, emm, Bima. Bisa-bisa kotoran telingaku meluber keluar tanpa kuketahui. 

 

Eh, maaf ya, aku nggak tahu kalau kalian baru sarapan. Kan bisa saja kalian baru makan roti dengan lapis selai nanas, dan yah, aku juga mendadak hilang selera kalau Ibu ternyata membeli selai tersebut ketimbang rasa coklat atau strawberry. Mau alasannya karena rasanya lebih enak, kek, Ayah lebih suka, kek, atau baru promo potongan harga sekalipun, tetap aku tidak suka.

 

Dan itu gara-gara dia (lagi)!

 

Bima suka sekali selai nanas. Dan dia dengan wajah tanpa dosa mengatakan jika selai nanas itu enak! Warna dan teksturnya seperti kotoran telinga. Eww.

 

"Kakak! Udah mau setengah tujuh lho!"

 

"Iya! Di kamar kakak ada jam kok, Bu! Nggak usah diingetin!" balasku sambil membuka pintu.

 

Ibu menadahkan tangan, meminta handuk basah yang ada di pundakku. "Malu dong, Kak. Masa yang senior suka telat ke sekolah. Ngajarin juniornya juga yang bener."

 

Bibirku langsung maju beberapa senti. "Biarin. Toh sekolah itu deket kok, Bu. Jalan lima belas menit juga sampai. Males kalau sampai di kelas kepagian, yang ada nanti buku Kakak yang digilir buat ngasih contekan"

 

Ibu kemudian memberondongku dengan petuah-petuah untuk anak sekolah kepadaku sampai di dapur, yang jelas-jelas isinya sama seperti hari kemarin-kemarin. Aku sampai-sampai sudah hapal di luar kepala.

 

Meski kelihatannya aku tidak peduli dengan apa yang dikatakan Ibu, tetapi tetap saja aku bukan Malin Kundang tipe baru. Aku melakukan semua yang telah dipetuahkan. Soalnya aku masih ingat bahwa Surga itu ada di telapak kaki ibu. Ya, kan?

 

"Pagi, Kak! Roti bakar selai coklat sama susunya, Dek Bima yang bikinin lho. Spesial!"

 

Aku memutar bola mata. "Nggak mungkin! Kalau iya, pasti rasanya nggak enak."

 

Bima hanya tertawa. Sepertinya dia sudah menghabiskan setangkup roti dengan selai nanas kesukaannya. Juga setengah gelas susu.

 

Heran. Ibu suka banget ngasih orang lain makan. Katanya, sih, ibu suka lihat orang makan lahap. Sementara itu, aku jarang makan. Aku tipe orang yang nggak suka makan berat. Aku lebih suka ngemil. Kebalikan sama Bima, dia suka makan apa saja. Makanya tubuhnya tinggi dan lebih besar dariku.

 

Okay, selamat pagi dan jangan lupa sarapan. Ingatkanku juga untuk tidak membawa bekal golok ke sekolah untuk mencincang orang di depanku yang sekarang sedang berkedip-kedip genit seperti orang cacingan.

 

[]

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Kategori
Mpb
Selanjutnya My Pervert Boyfriend-Chapter 1
1
0
Felix, 17, cowok,  adalah seorang fudanshi yang punya pacar cowok di dunia maya. Tiba-tiba hidupnya berubah setelah dia bertemu Bima, 16, cowok, yang mengaku jika dia adalah pacarnya. “Aku cinta kamu karena aku memilih kamu.” Felix, 2015-2016.
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan