Tidak ada yang mau terjebak dengan masa lalu atau terjerembab pada masa yang takkan terulang kembali, tetapi seringnya kita tetap melakukannya dengan dalih mengenang, padahal tengah melarikan dari masa kininya yang—kalau boleh terus terang—menyedihkan.

Seorang lelaki duduk kursi di panjang di taman, menekuri kejadian masa berapi-apinya, dia kerap mengutas lamunan “jika saja, andai saja, mungkin saja”. Ketika dirinya berusia 17 tahun, dia menjalani masa remaja yang normal—setidaknya itulah dugaannya—yang membuatnya masih saja terkenang-kenang. Ada seorang gadis telah menaruh tape recoreder yang masih menyala di kepalanya. Ah, tentu saja itu sebuah metafora.

Senandika Dika