
Lisa terkejut bukan main saat mengetahui bahwa pria yang bercinta dengannya semalam ternyata bukan suaminya.
Namun siapa mengira jika selanjutnya mereka justru saling jatuh cinta.
Bagaimana nasib rumah tangga mereka selanjutnya?
Salah Ranjang (Bab 1 sampai 10)
Bab 1. Ternoda
Braak!
"Apa-apaan ini?" Mata suamiku seakan-akan keluar menatap nanar ke arahku. Seketika kamar menjadi terang.
Akupun tersentak melihat Mas Agam muncul tiba-tiba saat pintu kamar terbuka.
Astaga !
Lalu siapa yang tidur bersamaku ini?
"Aa....!" Sontak laki-laki di sampingku melompat dari ranjang saat mata kami bertemu.
"Kurang Ajar !" Wajah Mas Agam memerah menatap penuh kebencian ke arah kami.
"Bu ... bukan Mas, aku ga tau kalau Dia ...."
Tubuhku bergetar menunjuk laki-laki itu.
Siapa Dia ?
Aku sangat menyesali kebodohanku. Mengingat apa yang telah kami lakukan tadi.
Kembali teringat kejadian beberapa jam yang lalu.
Entah sudah berapa lama aku tertidur. Hingga tengah malam Mas Agam belum juga kembali dari acara family gathering di aula lantai dua villa ini.
Aku terjaga dalam keadaan setengah sadar, saat merasakan ada yang memelukku dari belakang. Tumben, Mas Agam tak pernah bersikap semanis ini saat kami tidur. Parfumnya pun berbeda. Karena sangat mengantuk, urung aku tanyakan .
Aku merasakan cumbuan tiba-tiba darinya. Ia begitu berbeda malam ini .Begitu lembut dan hangat. Tak biasanya Ia membiarkan kami melakukannya dalam kamar yang gelap.
Hembusan nafasnya yang teratur terdengar di belakangku. Artinya ia sudah tertidur pulas. Mungkin lelah akibat pertempuran kami barusan. Pelukannya begitu erat dan hangat. Hingga kami dikejutkan oleh suara yang tak asing olehku.
Aku tersentak dari lamunan, melihat Mas Agam sudah berdiri tepat di depanku.
"Aku sangat kecewa padamu, Lisa. Mulai hari ini kau bukan lagi...,"
"Tidak!
Jangan ,Mas! Aku mohon ...!"
Tubuhku luruh ke lantai , terduduk memeluk kaki suamiku. Berharap Mas Agam tidak melanjutkan kata-katanya.
"Mulai hari ini kau bukan istriku lagi. Lisa Maharani , hari ini aku talak kau."
Ya Tuhan, ampuni aku. Aku telah gagal menjadi seorang istri. Aku yang tidak bisa menjaga kehormatanku. Rumah tanggaku yang baru berumur lima bulan kandas sudah. Semua ini gara-gara kebodohanku.
Mas Agam lalu pergi meninggalkanku.
.
.
.
Sudah tiga bulan berlalu. Sejak kejadian di villa itu. Mas agam tak pernah sekalipun mau ku temui. Padahal ingin sekali aku menceritakan apa yang sebenarnya terjadi.
Sampai saat ini aku juga tak tau siapa laki-laki yang bersamaku malam itu. Mungknkah dia teman sekantornya Mas Agam? Mungkinkah dia memang salah masuk kamar ? Karena kamar-kamar di sana memang hampir sama dan berjejer.
Kalau memang salah kamar dan dia mengira aku istrinya, kenapa aku tidak melihat òistrimya saat keributan terjadi?
Aneh.
"Hooeek … hoeeek!" Tiba-tiba aku merasakan mual dan pusing.
Aku tersentak mengingat sesuatu. Astagfirullah, sudah tiga bulan aku tidak haid. Ya Allah .Apakah aku......?
Bab 2. Bertemu Indra
Lisa Maharani, seorang wanita cantik tinggi semampai dengan rambut panjang tergerai indah hingga menutupi punggungnya.
Miris sekali nasibnya, karena kebodohannya hingga diusia dua puluh lima tahun ini terpaksa telah menjanda.
Sungguh Ia sangat menyesali akan kebodohannya itu. Namun Ia bertekad untuk terus melanjutkan hidup walau tanpa suami. Nyinyiran teman-teman sekantor bahkan tak digubrisnya.
Apalagi dari keluarga besar Mas Agam yang benar-benar membencinya saat ini. Tak ada satupun yang simpati padanya. Beruntung dia hanya sebatang kara, jadi tak ada keluarga yang harus tersakiti dan menanggung malu akibat perbuatannya.
###
"Pagi, Lis. Sarapan di kantin yuk. Gue yang traktir," ajak Dewi, satu-satunya sahabat Lisa yang paling pengertian.
"Ayo, Gue juga laper nih. Sejak nggak ada Mas Agam gue jadi males masak."
"Udah nggak usah sebut-sebut lagi mantanlo itu. Ntar kalo lo baper, gue lagi yang repot," sela Dewi.
Sampai di kantin Dewi memesan dua mangkuk bubur ayam dan dua gelas teh panas. Saat menikmati sarapannya tiba-tiba Lisa dikejutkan oleh sosok yang seperti dikenalnya. Seorang pria berkemeja biru yang duduk di deretan paling ujung bangku kantin.
Tampak pria itu sedang fokus dengan laptop di hadapannya. Karena wajahnya terlihat dari samping, Lisa tidak yakin dengan wajah pria itu.
Deg.
Lisa hampir terlonjak saat pandangan mereka bertemu. "Astaga, kenapa dia ada di sini?" pikirnya.
Pria itupun nampak terkejut. Namun kemudian ia pun tersenyum ke arah Lisa. Tapi spontan wanita itu membuang muka. Ia masih merasa shock . Mendadak Ia sulit untuk bernapas.
"Wi, sori gue duluan, mules." Lisa bergegas berdiri dan meninggalkan Dewi di kantin.
"Hei kenapa lo?...woi Lisa kok gue di tinggal sih?" Dewi heran melihat sikap sahabatnya itu.
----
"Mohon perhatiannya. Ayo semua kumpul di ruang meeting. Diharapkan semua karyawan untuk segera hadir."
Pengumuman dari mbak Nia kepala HRD di perusahaan itu, membuat karyawan bertanya-tanya. Biasanya akan ada pengumuman penting, sehingga seluruh staf harus hadir dalam meeting itu.
Tak lama kemudian beberapa pria berkelas dengan balutan jas memasuki ruang meeting.
Bapak Wijaya kusuma pimpinan serta owner dari perusahaan itu berjalan paling depan. Dan diikuti beberapa pria yang sebagian besar adalah komisaris perusahaan.
"Selamat pagi semua. Karena sesuatu hal, mulai hari ini saya tidak lagi menjabat sebagai pimpinan di perusahaan ini. Kepemimpinan selanjutnya akan di gantikan oleh adik saya, Bapak Indra Kusuma.
Kemudian seorang pria yang di perkenalkan sebagai pimpinan baru itupun maju ke depan dan berdiri tepat di samping Pak Wijaya.
Lisa hampir berteriak kalau saja tak segera menutup mulutnya saat melihat pria yang berdiri di depan. Ternyata pria yang di lihatnya di kantin tadi adalah pimpinan barunya.
Seketika terlintas bayangan kejadian di malam itu. Kejadian yang merubah hidupnya dalam hitungan jam, hingga menjadikan Ia seorang janda.
----
"Hei Janda, di panggil bos baru tuh!" teriak Tuti yang tak lain adalah sekretaris Pak indra. Sementara Lisa sedang siap-siap untuk pulang. Karena pekerjaanya sudah selesai.
"Ada apa?" tanya Lisa heran. Untuk apa Pak Indra memanggilnya.
"Mana gue tau.Yang pasti lo jangan macem-macem sama Pak Indra.Orang ganteng dan alim kayak dia ga cocok sama janda gatel macamlo," ancam Tuti sambil berbisik ke telinga Lisa.
Lisa hanya membuang nafas kasar mendengar kata-kata yang sudah biasa di dengarnya itu.
"Sori gue nggak minat, ambil aja buatlo," jawab Lisa malas dan segera berlalu dari hadapan Tuti.
Tok tok tok.
"Masuk."
"Selamat sore ,Pak. Bapak memanggil saya?" Lisa yang mulai gugup perlahan masuk ke ruangan Indra. Sementara pria itu masih sibuk dengan file-file yang ada di mejanya. Tanpa sedikitpun menoleh ke arah Lisa.
"Tolong tutup pintunya," perintah Indra yang membuat Lisa bertambah gugup.Tapi ia harus menuruti perintah atasannya itu.
Lisa berdiri terpaku di hadapan Indra yang masih berjibaku dengan file-file di mejanya. Beberapa menit Pria itu masih membisu. Sementara Lisa masih dengan sabar menunggu atasannya itu bersuara .
Sejenak terlintas kembali kejadian malam itu. Dimana tanpa sengaja dia dan Indra yang dia pikir adalah suaminya , melakukan hal yang tak semestinya di lakukan. Entah ke berapa kalinya dia merutuki kebodohannya.
"Ah dasar bodoh," gumamnya tanpa sengaja.
"HAH? siapa yang bodoh?" Pak Indra lantas berdiri dan menatap tajam ke arah Lisa.
"Ah sial. Kenapa aku sampai kelepasan," sesalnya dalam hati.
Mereka saling tatap dalam diam. Dengan pemikiran masing-masing yang berbeda.
"Bu-bukan siapa-siapa, Pak. Maaf tadi saya melamun." Lisa segera menunduk.
"Apa saya mengganggu?" Tiba-tiba mereka dikejutkan oleh seorang wanita cantik berpenampilan elegand memasuki ruangan Indra. Ia tersenyum ramah pada Lisa yang terpana melihat kecantikan wanita bergaun biru muda itu.
Sekilas sangat serasi dengan kemeja biru yang dikenakan Indra hari ini.
"Tolong kamu kerjakan berkas-berkas ini. Besok pagi sudah harus ada di meja saya," ujar Indra sambil memberikan setumpuk berkas untuk Lisa.
Lisa terhenyak mendapatkan begitu banyak pekerjaan dari Indra.
Bahkan di saat jam kantor sudah selesai. Apa maksud Indra menyuruhnya lembur hari ini ?
Lisa lebih terheran lagi saat dia tahu bahwa pekerjaan itu seharusnya di kerjakan Tuti sang sekretaris. Bukan staf biasa seperti dia.
Dengan berat hati akhirnya Iapun keluar dari ruangan Indra dengan setumpuk pekerjaan di tangan.
Sementara itu si wanita bergaun biru menghampiri indra , lalu memeluknya mesra. Pemandangan itupun sempat terlihat oleh Lisa.
"Siapa wanita itu? Istri Indrakah? jika benar, seharusnya malam itu Indra melakukannya bersama wanita itu, bukan aku," pikirnya. Mendadak dadanya terasa sesak. Tanpa terasa bulir-bulir bening membasahi pipinya.
Bab 3. Tentang Shella
"Aku rindu kamu, Mas." Wanita cantik bergaun biru muda melingkarkan kedua tangannya ke leher Indra.
"Shella, ingat ini kantor." Perlahan Indra melepaskan tangan wanita itu.
"Memangnya kenapa? Ayolah, Aku ini istrimu. Dan kamu bos di sini. Mereka tidak akan berani macam-macam."
Wanita yang bernama shella itu nampak kesal dengan penolakan dari suaminya.
"Sudahlah, aku sedang malas berdebat denganmu. Ada apa kamu ke sini?"
"Aku ingin mengajakmu makan malam, lalu kita pulang ke apartmentku," jawab Shella.
"Aku banyak pekerjaan hari ini. Sepertinya akan lembur hingga malam. Dan aku akan pulang ke rumah ibu.
Indra kembali menekuni pekerjaannya.Tanpa menghiraukan Shella yang saat ini duduk di hadapannya.
"Kenapa kamu nggal bisa mengerti aku, Mas? Kamu tahu ibu pasti akan terus membicarakan tentang keturunan. Aku hanya minta kamu dan ibu bersabar hingga kontrak iklanku habis. Setelah itu aku pasti akan program hamil." Shella membuang nafas kasar dan mulai emosi.
"Sudah kubilang aku nggak mau berdebat. Kalau kau tidak mau pulang ke rumah ibu, silahkan pulang ke apartmentmu sendiri." Indra menatap tajam istrinya.
"Mas Indra tega ....!"
Shella beranjak dari hadapan Indra, lalu setengah berlari ke arah pintu.
"BRAAK!" Pintu di tutup cukup keras.
Indra menggeleng-gelengkan kepalanya melihat kelakuan istrinya. Ia sudah cukup sabar menghadapi emosi shella yang naik turun dan sifat kekanak-kanakannya.
Sudah lima bulan Shella tidak pulang ke rumah. Ia lebih memilih tinggal di apartementnya. Demi menghindari tuntutan dari sang ibu mertua agar dia segera memberikan cucu. Namun Indra tak habis pikir dengan alasan Shella yang selalu menunda karena kontrak kerjanya sebagai model iklan.
Sudah cukup kesabaran Indra selama lima tahun ini. Shella yang selalu sibuk syuting dan jarang pulang. Membuatnya jenuh dan tak lagi mengenal istrinya. Terlebih sejak kejadian tiga bulan lalu. Di saat acara family gathering kantor lamanya. Saat itu Shella berjanji akan menyusulnya ke villa setelah syutingnya selesai. Indra yang sangat rindu dan membutuhkan kehadiran Shella sangat bahagia ketika menemukan istrinya telah menunggunya di kamar.
Namun siapa yang mengira, Ia tidak hanya salah kamar, tapi juga melakukan kesalahan yang tak termaafkan pada seorang wanita yang dipikir adalah istrinya. Saat pagipun Ia baru tersadar bahwa Shella tidak jadi datang menyusulnya malam itu.
Pernah terpikirkan untuk menemui dan meminta maaf pada wanita yang telah di nodainya itu.Tapi Ia tak ada keberanian melakukannya. Lalu apa yang akan Ia perbuat saat mengetahui bahwa Lisa adalah salah satu karyawannya sekarang.
----
Jam menunjukkan pukul delapan malam. Selesai sudah Lisa mengerjakan setumpuk pekerjaan dari Indra. Kantor sudah sepi sejak satu jam yang lalu. Tubuhnya sangat lelah. Kepalanya sedikit terasa berputar. Ia hampir terjatuh saat hendak berdiri. Beruntung ada seseorang yang menahan tubuh.
"Awas!" Setengah melompat Indra meraih tubuh Lisa yang hendak ambruk ke lantai.
Spontan Lisa terjatuh tepat di dada bidang pria itu. Sejenak Ia menikmati aroma parfum maskulin yang sepertinya tidak asing untuknya.
Sejenak mereka saling menatap dalam diam.
"Maa-af." Lisa tersadar lalu menarik tubuhnya agak menjauh. Walau rasa pusing masih di rasakan. Sekuat tenaga Ia tahan.
"Saya permisi pulang, Pak." Lisa pamit pulang tanpa berani menatap .
Indra mematung saat melihat Lisa perlahan pergi meninggalkan ruangan. Ingin rasanya Ia mengejar dan mendekap kembali wanita itu untuk mengatakan kata maaf. Namun kenyataannya ia tak sanggup melakukannya.
Bab 4. Lisa Hamil
Pagi ini Lisa masih merasakan pusing yang luar biasa. Ia teringat dengan test pack yang dibelinya di apotik semalam. Tangannya gemetar saat menunggu hasil dari benda pipih itu. Keringat dingin mengucur deras pada wajahnya. Mual yang tak tertahankan hingga kembali memuntahkan semua isi perutnya.
Sejenak melirik pada wadah kecil berisi urinenya itu. Iapun tertegun saat melihat ada garis dua yang muncul.
"Ya Allah. Bagaimana nasibmu, Nak." lirihnya sambil mengelus perutnya yang masih rata. Air matanya meluncur deras.
Ia tak mungkin mengatakan hal ini kepada mantan suaminya. Karena ia tau persis bahwa yang di perutnya bukan anak Agam, melainkan anak dari pria yang sekarang menjadi atasannya. Ia tak mungkin meminta pertanggung jawaban kepada pria beristri itu. Bagaimanapun Ia juga seorang wanita dan pernah menjadi seorang istri. Ia bertekad agar jangan ada lagi yang tersakiti akibat kebodohannya.
"Aku akan membesarkan anak ini sendiri. Ya, demi anak ini aku harus kuat. Agar kelak dia juga menjadi anak yang kuat." Dengan air mata yang masih berlinang, Lisa tersenyum menatap perutnya.
----
Lisa memaksakan diri untuk tetap ke kantor. Karena Ia berjanji pagi ini untuk meletakkan pekerjaannya semalam di meja Indra.
Tok tok tok
"Masuk!"
"Pagi, Pak. Ini laporan yang semalam."
"Letakkan saja di meja. Nanti saya periksa."Lagi-lagi Indra menjawab dengan tanpa menoleh. Namun Ia sempat melirik Lisa yang terlihat sangat pucat pagi itu.
"Sebaiknya istirahat saja di rumah kalau masih sakit."
Lisa tersentak mendengar ucapan Indra. Diam-diam hatinya menghangat karena merasa di perhatikan.
"Sa-saya tidak apa-apa, Pak. Permisi."
Lisa segera membalikkan tubuhnya dan berlalu ke arah pintu. Tiba-tiba ia merasakan ruangan itu berputar hebat. Kemudian gelap dan ia tak tahu lagi apa yang terjadi.
"LISA ...!!!
Sontak Indra berlari meraih tubuh Lisa. Dengan rasa khawatir yang luar biasa Ia mengangkat tubuh Lisa yang sudah tak sadarkan diri.Tanpa peduli dengan pandangan para karyawannya yang seakan tak percaya, Indra terus membawa Lisa hingga sampai ke parkiran mobil. Lalu membawanya menuju rumah sakit.
---
"Selamat, Pak. Istri anda hamil."
"A-apa? ha-hamil?" Indra terkejut mendengar penjelasan dokter.
"Ini resep vitamin dan obat mual untuk istri Bapak. Sebaiknya lebih di perhatikan, karena awal tri semester pertama sangat berat bagi ibu hamil." Indra menerima kertas resep dari dokter.
Lisa sudah sadar saat Indra datang menemuinya di ruang ugd.
"Katakan, apakah ini anakku ?"
Indra menatap lekat mata Lisa.
Tanpa sadar Lisa mengangguk
"Benarkah ?" Indra tersenyum senang lalu spontan memeluk Lisa.
"Terimakasih Tuhan, akhirnya aku akan menjadi seorang ayah."
Walau menyesal telah membenarkan pertanyaan Indra, Namun sebenarnya hatinya bahagia melihat respon Indra yang tak terduga.
"Mulai hari aku akan memantau kesehatanmu. Karena ada anakku di dalam sini," ucap Indra seraya menunjuk perut Lisa. Sedangkan tangannya yang lain mengusap-usap kepala wanita di hadapannya itu.
Entah mengapa Lisa merasa bahagia mendapat perlakuan yang manis dari Indra. Mungkin karena ada anaknya di dalam sini, pikirnya.
"Bagaimana nanti kalau Istri Indra mengetahui hal ini ? bagaimana dengan teman-teman kantornya nanti ?" pikirnya dalam hati.
"Jangan banyak pikiran. Istirahatlah. Aku akan menjagamu di sini," kata Indra seolah tahu apa yang di pikirkan Lisa.
" Terimakasih." Hanya itu yang bisa ia katakan pada Indra.
Sementara ini Ia hanya ingin menikmati rasa bahagia bersama ayah dari anak yang di kandungnya. Entah apa yang akan terjadi esok. Ia serahkan pada Yang Kuasa.
Bab 5. Dilema
"Pagi mbak Lisa. Sudah sehat?" sapa Pak Amir security kantor, saat Lisa berada di depan lift.
"Pagi. Alhamdulilah sudah enakan ,Pak. Makasih."jawab Lisa seraya mengangguk dan tersenyum.
Pintu lift terbuka perlahan.
Sontak Lisa terkejut melihat siapa yang berdiri di dalamnya.
Wanita cantik itu bergelayut manja pada lengan Indra. Hati Lisa serasa di remas melihat pemandangan itu. Ia ragu untuk masuk.
"Kamu akan terlambat jika berdiri saja di situ." Lisa tersentak dari lamunannya mendengar teguran dari atasannya itu.
"Ma-af, Se-lamat pagi Pak, Bu." Perlahan Iapun masuk ke dalam lift.
Tapi tiba-tiba Tuti menyerobot masuk dan menyenggol lengan Lisa hingga hampir terjatuh.
"Selamat pagi Pak Indra, Bu Shella.
Hati-hati Bu, sekarang banyak janda yang suka jadi pelakor, hehehe," ucap Tuti sambil melirik ke arah Lisa yang baru masuk ke dalam lift.
Indra merasa kesal melihat ulah Tuti. Namun Ia tak mungkin memperlihatkannya di sini. Sementara Shella yang tidak mengerti hanya tersenyum mendengar ucapan Tuti yang dia pikir hanyalah sebuah candaan.
----
"Lisaaaa, ya ampun. Lo kenapa kemarin?
Ssstt, gimana rasanya di bopong sama pria tampan ? Sumpah deh lo bikin heboh orang satu kantor tau ga sih." Lani memberondongnya saat baru sampai di mejanya.
Sudah Ia duga. Kejadian kemarin akan berpengaruh tidak baik. Sejak Ia masuk ke ruangan ini tadi, hampir semua teman-temannya menatap sinis kepadanya. Mereka menganggap dirinya sengaja mencari perhatian Pak Indra.
"Pantesan aja di cerai, senengnya tidur sama laki orang."
"Hati-hati ada janda rasa pelakor."
Sindiran-sindiran dari temam-temannya membuatnya tidak tahan. Tanpa terasa matanya menganak sungai. Rasa mual yang luar biasa di tahannya sekuat tenaga. Ia yakin kantor akan lebih heboh jika dirinya sampai muntah-muntah.
Dengan setengah berlari Lisa menuju toilet.
Sampai di balik pintu toilet tak tahan akhirnya jebol juga air matanya keluar deras. Ia terisak dengan kedua tangan menutup wajahnya.
Dari kejauhan diam-diam Indra memperhatikannya. Perlahan Iapun berjalan ke arah Lisa.
"Tenanglah. Ada aku di sini." Lisa merasakan rengkuhan hangat dari seseorang. Sangat nyaman. Hatinya mulai tenang.
"Jangan banyak pikiran. Kasian anak kita. Aku tau kamu adalah wanita kuat, hmm." Indra mencoba menguatkan Lisa.
"Ya. Aku minta maaf. Sudahlah. Aku sudah tidak apa-apa. Lebih baik kembalilah ke ruanganmu. Ada istrimu menunggu di sana." Lisa melepaskan pelukan Indra. Kemudian berjalan kembali ke mejanya
Indra menatap kecewa kepergian Lisa. Sungguh Ia masih sangat ingin mendekapnya lebih lama lagi. Sejak Ia tau wanita itu mengandung darah dagingnya, memeluk Lisa seakan menjadi candu untuknya saat ini.
----
"Mas, lusa aku ada syuting di Bali. Mumpung weekend , ikut yuk."
"Maaf, sepertinya aku ga bisa." Indra menjawab ajakan istrinya dengan malas.
"Kamu berubah, Mas. Apa kamu masih marah gara-gara aku ga jadi nyusul kamu waktu di villa itu ? Cuma karena hal sepele itu kamu sampai mendiamkan aku sampai sekarang."
Wajah Shella berubah sedih. Ia tak habis pikir atas perubahan suaminya.
Sebelumnya Indra adalah suami yang sangat perhatian, lembut dan romantis. Dia akui, sejak awal pernikahan hubungannya memang tidak baik dengan sang ibu mertua. Karena ibu kurang menyukai profesi Shella sebagai model. Ditambah lagi Shella yang selalu menunda-nunda kehamilannya karena ambisinya ingin menjadi model terkenal.
Namun begitu, Indra selalu sabar dan perhatian dengan istrinya itu. Entah kenapa kini suaminya itu berubah.
"Apa betul kata si Tuti kl ada pelakor dalam rumah tangganya?" pikir Shella.
----
Sore ini adalah jadwal Lisa untuk kontrol pertama kali kehamilannya. Beberapa hari yg lalu Indra berjanji untuk mengantar dan merekomendasikan salah satu dokter terbaik di Rumah sakit langganannya.
[ Jangan pulang terlalu sore, ingat hari ini jadwal kontrol . Aku tunggu di mobil satu jam lagi ]
Entah kenapa hatinya berdesir saat membaca pesan dari Indra. Sejak perhatian pria itu beberapa hari yang lalu di rumah sakit, ada rasa yang berbeda setiap berada di dekatnya.
Lisa melirik jam tangannya. Tak ingin membuat Indra menunggunya lama, Iapun turun menuju parkiran mobil. Jantungnya berdetak hebat selama berjalan menuju mobil Indra. Sambil melihat sekeliling, memastikan tak ada orang kantor yang melihatnya.
"Masuklah." Lisa merasa tersanjung ketika Indra membukakan pintu mobil untuknya.
"Masih sering mual?" Indra membuka percakapan.
""Sudah agak jarang." jawab Lisa canggung.
Kemudian suasana kembali hening.Bingung apa yang akan di bicarakan
Tiba-tiba Indra menggenggam jemari Lisa. "A-aku minta maaf . Karena kebodohanku membuat kau menderita dan tidak nyaman berada di kantor.
"Sudahlah, Pak. Kita sama-sama salah. Saat ini keinginan saya hanyalah menyayangi dan membesarkan anak ini kelak." Lisa mengusap-usap perutnya.
"Dia anakku juga. Kita akan membesarkannya bersama-sama."
Lisa tidak tau harus merasa bahagia atau sedih mendengar hal ini. Dia merasa dilema. Sejujurnya Ia ingin sekali membesarkan anaknya bersama-sama dengan Indra. Tapi di sisi hatinya yang lain , tak akan mungkin tega menyakiti Shella.
Perlahan Lisa menarik jemarinya yang masih dalam genggaman Indra. Tapi Indra justru semakin mengeratkan genggamannya.
"Biarlah seperti ini dulu," lirihnya seraya menatap lekat wanita di sampingnya .
Mereka saling menatap dalam diam. Menahan rasa untuk saling memiliki, karena banyak hal yang tidak memungkinkan mereka untuk bisa bersatu.
Bab 6. Rahasia Shella
Shella baru saja sampai di poli onkologi di salah satu Rumah sakit langganan keluarganya.
"Malam sus, dokter Citra sudah datang?"
"Malam Bu shella, dokter Citra sedang menuju ke sini. Mohon menunggu sebentar ya ,"
Shella kemudian duduk di kursi ruang tunggu pasien. Ia memang telah membuat janji dengan dokter citra yg juga sahabatnya semenjak masih remaja.
"Hai Shel, maaf yaa lama nunggu ." Dokter citra akhirnya muncul lalu menghampiri Shella.
"Ga apa. Aku juga belum lama nyampe ". Shella memeluk sahabatnya itu.
"Ayo ke ruanganku,"ajak dokter Citra.
Setelah masuk ke ruang praktek dokter Citra, mereka duduk berhadapan. Wajah dokter Citra nampak serius.
"Shel, apa nggak sebaiknya kamu ceritakan tentang penyakit kankermu ini pada Indra? Kamu sudah hampir masuk stadium akhir loh, Shell."
"Berapa lama lagi waktuku, Cit ?" tanya Shella lirih.
"Aku kan sudah bilang, masalah umur itu rahasia Tuhan. Tapi kita wajib selalu berusaha untuk yang terbaik. Dan kamu sangat butuh dukungan keluarga saat ini ."
Shella mendesah. Memikirkan perkataan Citra.
"Tapi aku takut Mas Indra akan meninggalkanku jika tahu aku sakit. Karena aku tidak akan pernah bisa memberikannya keturunan." Shella merasakan sesak dan menumpahkan kesedihannya di depan sahabatnya itu.Tak terasa air mata telah membasahi wajahnya.
"Aku yakin Indra bukan laki-laki seperti itu. Pikirkanlah dulu, Shel. Karena secepatnya kamu harus berobat ke Singapore. Dengan di dampingi Indra, tentu akan berpengaruh sangat baik dengan pengobatanmu nanti."
"Entahlah, Cit. Aku pesimis. Mas Indra sudah banyak berubah sekarang. Bahkan dia sudah jarang memberikan perhatiannya untukku. Sejak kejadian tiga bulan lalu."
Shella menarik nafas panjang saat mengingat kejadian itu.
"Kamu masih ingat, Cit? Waktu itu aku janji pada Mas Indra untuk menyusulnya ke acara kantor lamanya di puncak. Tapi karena kelelahan setelah syuting, aku drop dan dilarikan ke Rumah sakit ini. Lalu aku di rawat beberapa hari di sini. Sejak kejadian itu, Mas Indra semakin tak peduli padaku, Cit."
"Indra nggak salah, Shel. Ini semua karena dia tidak tahu kalau kamu sebenarnya sakit. seharusnya sejak awal kamu cerita sama Indra. Ayolah, Shel. Bicaralah pada Indra!" saran dokter Citra.
"Akan aku pertimbangkan saranmu, Cit
Sekarang tolong bantu persiapan aku berobat ke Singapore."
"Baiklah. Oh ya, apakah kamu sudah mengakhiri semua kontrak kerjamu?" tanya dokter Citra.
"Sudah. Sejak aku drop tiga bulan lalu, sebenarnya aku sudah tidak menerima kontrak model iklan atau apapun lagi. Aku fokus kemotherapi dan istirahat di apartement. Sebenarnya aku ingin berlibur beberapa hari ke Bali bersama indra , sebelum keberangkatanku ke Singapore. Tapi sayangnya dia sibuk." Shella kembali menahan sesak membayangkan penolakan Indra siang tadi.
Citra tertegun menatap Shella. Hatinya ikut merasakan kesedihan sahabatnya itu.
"Aku pulang dulu. Tolong kabarin apa aja yang harus aku persiapkan untuk ke Singapore nanti." Shella memeluk sahabatnya itu lalu pamit untuk pulang.
"Segala sesuatunya akan aku urus. kamu jaga stamina aja. Jangan sampai drop lagi." Dokter citra kembali mengingatkan.
Shella lalu keluar dari ruangan dokter Citra. Lalu berjalan dilorong rumah sakit menuju tempat parkir mobil.
Namun ketika melewati poli kandungan, Ia seperti melihat suaminya duduk di antara pasien yang rata-rata adalah ibu hamil. Ia terkejut saat melihat Indra mengelus-elus perut seorang wanita.
Sontak Shella berhenti. Ia ingin melihat wajah wanita itu. Tapi terhalang oleh pasien yang ada di depan mereka duduk. Lalu Ia sedikit bergeser.
Ia kembali ternganga ketika melihat wajah wanita yang di sebelah suaminya itu. Ternyata dia ...
Bab 7. Kehancuran Hati Shella
Shella terhenyak melihat pemandangan yang menoreh luka di hatinya. Terjawab sudah penyebab perubahan yang terjadi pada suaminya belakangan ini.
Ingin rasanya Shella menghampiri dan memaki-maki wanita itu. Namun urung ia lakukan. Dirinya tersadar akan kekurangannya, ketika melihat raut wajah Indra yang bahagia saat meraba perut wanita yang dia duga sedang hamil anak suaminya itu.
Akhirnya dengan langkah gontai Ia memutuskan untuk terus berjalan menuju keluar rumah sakit . Dengan membawa sejuta luka dan sedih Ia mencoba untuk bertahan, walau tetesan embun di matanya tak berhenti mengalir.
----
Lisa bahagia karena pemeriksaan pertama kehamilannya di temani sang ayah dari si jabang bayi. Andaikan Indra bisa menemainya hingga ia melahirkan nanti. ÷-Namun ia tak mau terlalu mengharap. Mengingat statusnya saat ini yang bukan siapa-siapa.
"Lis, apa sebaiknya kamu berhenti bekerja saja?" Indra bertanya saat mereka sedang menunggu giliran pemeriksaan dokter kandungan. Sesekali jemarinya mengusap lembut perut wanita itu.
"Kenapa? Apa Bapak takut jika Istri Bapak mengetahui yang sebenarnya nanti? Atau ... "
"Lisaaaa. Tolong stop memanggil aku bapak jika di luar kantor," potong @₩ seraya menatap tajam wanita cantik di hadapannya itu. Entah sudah yang keberapa kalinya ia memohon akan hal itu. Tapi Lisa selalu memanggilnya bapak.
Lisa tersenyum geli melihat ekspresi wajah Indra yang pura-pura merajuk.
"Oke oke, aku harus panggil apa dong?" katanya masih dengan tersenyum membalas tatapan Indra.
Sejenak Indra terpesona dengan senyum Lisa yang semakin hari semakin menarik hatinya.
Indra meraih jemari Lisa ,"Kamu boleh panggil aku mas, kak, atau ... a-ayah juga boleh. Agar nanti anak kita terbiasa memanggil ayah dan bundanya."
Lisa tersentak mendengar perkataan Indra. Ia tidak pernah berharap sejauh itu. Saat-saat seperti ini sudah cukup membuatnya bahagia.
"B-baiklah M-Mas Indra ."ujarnya malu-malu.
Indra tersenyum bahagia mendengarnya. Lalu dengan sebuah rasa yang mulai tumbuh, Ia mendaratkan sebuah kecupan pada kening wanita yang masih tertunduk malu itu.
"Ibu Lisa Maharani." Sontak mereka terkejut saat nama Lisa di panggil oleh suster.
Mereka berduapun berjalan dengan saling mengenggam ke ruangan dokter.
Indra dan Lisa nampak gugup saat pemeriksaan pertama ini.
Ada rasa bangga dan haru yang dirasakan Indra ketika melihat hasil USG yang diberikan dokter. Sesuatu yang telah lama ia inginkan, yaitu menjadi seorang ayah.
Selintas hadir bayangan wajah ibunya yang sangat mengharapkan cucu darinya.
---
Sementara itu seorang wanita sedang menangis tergugu di dalam sebuah mobil mewah. Dengan segala kekuatan ia menyetir mobilnya. Kesuksesannya sebagai artis ternama serta harta berlimpah tak ada artinya saat ini. Suami yang sangat dicintainya kini telah mendua. Sakit yang ia derita menghancurkan segalanya. Tidak hanya kariernya, juga kehidupan rumah tangganya. Hatinya hancur berkeping-keping.
Sampai di apartementnya, Shella merenung dan memikirkan apa yang akan dia perbuat. Begitu besar cintanya kepada Indra membuat dirinya tak ingin kehilangan laki-laki itu. Biarlah ia tersakiti. Asalkan di sisa hidupnya, Indra tetap menjadi suami untuknya. Dengan berpura-pura tidak mengetahui apa yang telah terjadi, Ia akan terus sabar menerima penghianatan ini.
Akhirnya dengan mencoba melupakan apa yang baru saja di alaminya. Shella mulai fokus dengan pengobatan dan pemberangkatannya ke Singapore minggu depan.
Bab 8. Akukah Pelakor
"Lis, lo kelihatan gemuk sekarang. Bahagia ya lepas dari Agam?"
Lisa menanggapi ucapan Lani dengan tersenyum. Memang berat timbangannya sudah naik lima kilo. Hampir Setiap malam Indra mengirim makanan untuknya lewat aplikasi online. Lisa tak kuasa menolak. Karena alasan Indra adalah untuk anaknya. Lebay banget memang.
"Jangan-jangan kamu gemuknya karena hamil, Lis !" sahut Tuti. Ternyata Ia mendengar ucapan Lani tadi.
"Wah kalau sampai kamu hamil dengan laki-laki yang tidur sama kamu di villa itu, berarti anak haram dong," Dian ikut menimpali ucapan Tuti.
Lalu mereka tertawa bersama.
"Kasian banget kamu, Lis. Makanya jadi perempuan jangan murahan, pake alasan salah kamar segala."
Lisa hanya diam. Menarik nafas dalam, berharap tangisnya tak pecah saat ini. Ia tak peduli jika dirinya di hina selama ini. Namun Ia tak terima jika anaknya di bilang anak haram. Tap Ia tak mungkin mengatakan hal yang sebenarnya kepada mereka. Selama ini mereka hanya mengetahui cerita dari mulut ke mulut saja.
" Siapa yang murahan? Siapa anak haram?"
Mereka terlonjak saat mendengar suara bariton dari atasannya. Indra tiba-tiba muncul dengan menggandeng mesra sang istri.
Sekilas Shella melirik Lisa yang tertunduk di sisi mejanya. Semakin hari wanita hamil itu makin cantik dan berisi. Hatinya mencelos mengingat dirinya yang semakin kurus dan lemah. Sehingga kepercayaan dirinya mulai hilang di hadapan suaminya.
---
"Aku ingin berbelanja untuk keperluanku selama di Singapore. Apa Mas bisa mengantarku?" tanya Shella saat sudah berada di dalam ruang kerja Indra.
"Memangnya berapa lama kamu syuting di sana?" Indra balik bertanya.
"Mungkin kali ini akan cukup lama, Mas. Aku harap kamu bisa menyusulku nanti." Shella melingkarkan dua lengannya ke leher Indra dari belakang, sementara Indra sudah mulai sibuk dengan pekerjaannya.
"Lihat nanti ya,"jawaban Indra membuatnya sedikit kecewa.
"Jadi, Mas mau kan antar aku belanja? Ayolah Mas, Aku rindu shoping ditemani kamu." Shella mulai merajuk.
"Maaf, sebentar lagi aku ada meeting. Kamu di temani Tuti saja ya." Indra membelai pucuk kepala istrinya.
Kekecewaan nampak dari wajah Shella.
"Baiklah. Aku akan ajak salah satu karyawanmu untuk menemaniku. Tapi bukan Tuti."
"Ya terserah kamu saja mau ajak siapa."
"Oke. Aku akan pergi dengan Lisa."
"A-apa? Lisa?" Indra yang sedari tadi menunduk menekuni pekerjaanya, spontan mendongakkan wajahnya menatap Shella.
"Ya. Lisa. Kenapa kamu kaget, Mas?" Shella menatap tajam mata Indra, hingga laki-laki itu salah tingkah.
"Ah, tidak apa-apa. Pergilah, tapi jangan terlalu lama. Nanti kamu lelah." Shella merasa aneh dengan jawaban Indra.
"Aku tau yang kamu khawatirkan itu Lisa yang sedang hamilkan, Mas.Bukan aku. Justru aku yang sedang sekarat saat ini, Mas." Shella berteriak dalam hati.Perih.
"Aku pergi ya, sayang." Shella pamit lalu melangkah keluar dari ruangan Indra, menuju meja Lisa.
"Lisa, Kamu temenin aku shoping yuk," Lisa terperangah mendengar ajakan Shella.
"Saya bu?" tanya lisa tidak yakin.
"Iyaaa ... kamu Lisa." Shella tersenyum melihat Lisa ragu.
" Aku tunggu di mobil ya, Lis." Shella berlalu meninggalkan Lisa yang masih menatapnya tak percaya.
Segera diambilnya tas cangklong miliknya. Dan bergegas menyusul Shella ke mobil. Tak di hiraukan bisik-bisik dari beberapa teman kantornya. Ia tak mau membiarkan Shella lama menunggu.
Shella mulai menyetir mobilnya.
Sementara Lisa duduk dengan canggung di sampingnya. Shella tahu apa yang di rasakan Lisa. Tapi ia ingin mengenal lebih jauh pribadi Lisa. Ia ingin mencoba lebih bijak menghadapi penghianatan suaminya. Berlaku bar-bar bukanlah tipe Shella. Di relung hatinya yang paling dalam, Ia sangat sadar akan kekurangannya yang tidak bisa membahagiakan sang suami. Sejauh ini Ia masih sangat mencintai Indra. Mungkin dengan berbesar hati menerima penghianatan ini, Ia bisa melihat suaminya bahagia di akhir-akhir hidupnnya. Tanpa di sadari matanya mulai menganak sungai.
Sementara itu Lisa merasakan kegelisahan yang luar biasa. Beberapa pesan dari Indra di gawainya. Seperti biasa laki-laki itu akan mengingatkan agar jangan kelelahan. Sedangkan di sebelahnya ada istri sah dari laki-laki si pengirim pesan.
Sungguh miris nasibnya bak pelakor. Mungkin itu memang panggilan yang pantas untuknya saat ini.
Diam-diam ia menarik nafas panjang. Menahan sesak karena beban hidup yang di rasakannya kini. Dengan ujung matanya Ia melirik Shella. Wanita cantik dan ramah, bahkan nyaris sempurna di matanya. Apakah ia tega menyakiti hati wanita ini? Setetes embun muncul di sudut mata Lisa.
Bab 9. Lisa Terusir
Tidak mudah bagi Shella menata hati yang telah hancur berkeping-keping. Tapi hidup yang tak lama lagi ini harus bisa membuatnya bahagia walau sesaat.
"Santai aja, Lis. Nggak usah sungkan sama aku. Anggap aja aku sahabat kamu," ujar Shella tersenyum melihat kegelisahan pada sikap Lisa.
"I-iya Bu."
"Jangan panggil aku 'bu' dong."
"Kenapa?"
"Yaa .... karena aku bukan ibumu Lis. Hahahaha ... "
Lisa pun ikut tertawa.
"Panggil aku mbak, kak, atau apalah. Asal jangan 'bu'."
"Oke, .... mbak Shella."
'Cakeeep ... gitu dong. Yuk turun dah nyampe ."
Lisa mulai merasa nyaman dengan sikap Shella. Dirinya bernapas lega. Ternyata Shella tidak seperti yang ia bayangkan sebelumnya. Artis cantik itu ternyata memiliki pribadi yang menyenangkan.
"Pagi Bu shella." Seorang pria berpakaian rapi dengan nametag di dada menyapa. Sepertinya ia karyawan mall tersebut.
Dan hampir seluruh karyawan mall mangangguk sopan pada Wanita cantik itu.
Belakangan Lisa tau bahwa mall itu milik Keluarga Indra. Pantas aja mereka semua menyapa hormat pada Shella.
Dua Wanita cantik dengan penampilan berbeda satu sama lain, asik berbelanja mengitari mall. Mereka terlihat sudah sangat akrab. Sesekali mereka tertawa lepas. Tak sadar sudah berjam-jam mereka berjalan.
Tiba-tiba Shella berjalan agak terhuyung. Lisa yang melihat itu langsung menahan tangan Shella agar tidak terjatuh. Tapi Shella menolak, sungguh Ia tak mau terlihat lemah di hadapan orang-orang termasuk Lisa.
Shella terus berjalan walau pandangannya sudah mulai gelap. Kepalanya terasa sangat pusing. Ia paksakan terus berjalan. Mencoba untuk tetap kuat dan tidak terlihat bahwa ia sakit. Jangan sampai Lisa dan Indra tahu bahwa saat ini dia sedang sekarat.
Melihat Shella berjalan dalam keadaan agak sempoyongan, Lisa langsung menahan kedua tangan Shella agar berhenti.
"Lepasin aku, Lis. Lepasin!"
"Tidak !" Kamu lagi sakit, Mbak."
"LEPASIN NGGAK !" Shella berteriak.
Lisa tersentak dan spontan melepaskan pegangan tangannya. Tubuh Shella terlepas dan jatuh ke lantai. Tak sadarkan diri.
Lisa menatap nanar tubuh Shella. Ia sangat menyesal melepaskan pegangannya tadi.
Seorang pria pegawai mall yang sejak tadi melihat dari kejauhan segera berlari menghampiri tubuh Shella dan membawanya keluar menuju mobil. Lisa ikut berlari mengikuti. Shella berhasil di larikan ke rumah sakit.
----
Indra berjalan tergopoh-gopoh menuju ruang ICU. Ia sangat panik setelah dikabari oleh Pak bondan, karyawan yang membawa Shella ke rumah sakit.
"Bagaimana kejadiannya, Pak? Kenapa istri saya sampai pingsan?" Sambil berjalan menuju ruang ICU, indra bertanya pada Pak Bondan yang ditemuinya di depan rumah sakit.
"Sepertinya Bu Shella bertengkar dengan wanita yang bersamanya tadi, Pak. Entah apa yang di lakukan wanita itu hingga Bu Shella terjatuh dan pingsan."
"Apa? Shella bertengkar dengan Lisa sampai pingsan? Apa yang telah di perbuat Lisa? tega sekali dia." Indra menggeram dalam hati. Ia sangat kecewa dengan sikap Lisa yang tidak semestinya.
"Awas kamu, Lisa!"
----
Lisa tak henti-hentinya menangis dan menyesali dirinya. Ia sangat merasa bersalah tidak bisa menjaga shella yang terlihat sakit. Harusnya ia tak melepaskan Shella tadi.
"Ya Tuhan. Sembuhkanlah mbak Shella. Sadarkanlah Ia." Lisa menatap sedih Shella yang masih tak sadarkan diri dari kaca luar ruang ICU.
Dari kejauhan nampak Indra berjalan menuju ke arahnya. Lisa segera manghampiri nya.
"Mas ... "
Lisa terhenyak. Indra melewatinya tanpa menoleh sedikitpun. Dan masuk ke dalam ruang ICU menemui istrinya.
Kekhawatiran yang luar biasa terlihat dari wajah Indra. Tapi Ia juga melihat kemarahan di sana.
"Apakah Mas Indra sangat marah padaku? Ya Tuhan." Lisa ingin menangis sejadinya. kalau tidak ingat ia sedang berada di rumah sakit.
Tak lama kemudian Indra keluar dari ruang ICU. Ia menghampiri Lisa. Wajahnya merah menahan emosi.
" Aku nggak nyangka kamu sekeji itu, Lisa. Tega sekali kamu menyakiti istriku."
"Ti-tidak M-Mas ... bu-bukan A-aku."
Lisa menggeleng. Tenggorokannya tercekat. Tak sanggup berkata-kata. Air matanya terus mengalir tak terbendung. Dadanya sesak.
"PERGI KAMU ... !" Hardik Indra.
Lisa terkesiap. Tak percaya dengan apa yang di alaminya. Tanpa menunggu lama lagi. Akhirnya ia memutuskan pergi dengan air mata yang tak kunjung berhenti.
Dengan hati remuk redam Lisa berjalan menelusuri lorong rumah sakit. Sesekali menghapus kasar air mata dengan punggung tangannya. Tak peduli orang yang menatap heran padanya.
Baru saja merasakan cinta dan perhatian yang begitu melambung jiwa, namun dalam sekejap terhempas jatuh ke dasar bumi yang paling dalam hingga menciptakan luka yang menganga. Teramat sakit.
Lisa pergi membawa luka. Jika waktu bisa berputar. Biarlah Indra tidak mengetahui kehamilannya. Dan Ia tak akan merasakan sakit seperti ini. Sakit yang melebihi ketika Agam menalaknya dulu.
Bab 10. Kebenaran Terungkap
Indra merasakan sedih yang luar biasa melihat Shella terbaring lemah tak berdaya. Ia sangat menyesal membiarkan Shella pergi berdua dengan Lisa. Andaikan ia yang mengantar shella berbelanja, mungkin tidak akan terjadi seperti ini.
"Suami ibu Shella, di minta ke ruangan dokter Citra." Seorang suster membuyarkan lamunannya. kemudian Indra segera menuju ruang dokter citra yang berada tidak jauh dari ruang ICU.
"Apa kabar Indra, silahkan duduk." Dokter Citra menyapa ramah.
"Bagaimana keadaan Shella, Citra. Apa yang terjadi padanya?" tanya Indra khawatir.
Citra menarik nafas panjang .
"Seharusnya minggu depan Shella harus ke Singapore untuk berobat. Karena sakit kankernya sudah hampir memasuki stadium akhir."
"A-APA .... ?? KANKER ... ?? Indra seakan tidak percaya dengan apa yang didengarnya.
Citra mengangguk.
"Shella tidak ingin kamu tahu. Dia takut kamu tinggalin, sebab dia tidak bisa memberimu keturunan akibat kanker rahim yang dideritanya."
"Ya Allah. Shella maafkan aku."
Kembali perasaan bersalah menghantui dirinya. Indra mengusap kasar wajahnya.
"Bagaimana dengan pengobatannya?" tanya Indra kemudian.
"Dengan kondisinya sekarang ini, tidak memungkinkan untuk di bawa ke Singapore. Sebaiknya kita rawat dulu di sini sampai kondisinya stabil," jelas dokter Citra.
"Tolong lakukan yang terbaik untuk istriku. Tolong ... aku mohon."
"Pasti. Shella adalah sahabatku. Sebaiknya kamu lebih banyak memberikan perhatian padanya saat ini."
Indra merasa tertampar oleh ucapan dokter Citra. Mengingat belakangan ini ia selalu mengabaikan Istrinya.
"Baiklah. Aku pamit dulu. Terimakasih Citra. Kalau ada perkembangan tentang Shella, tolong langsung kabarin aku."
"Pasti. Kamu pulanglah dulu. Ada aku dan suster yang menjaga Shella."
Sebelum pulang, Indra mampir sebentar ke ICU melihat Shella.
Selama perjalanan pulang. Ia masih bertanya-tanya apa penyebab pertengkaran Shella dan Lisa. Apakah Lisa sudah memberitahu Shella yang sebenarnya?
"Lisa ... Maafkan aku. Di mana kamu sekarang," gumamnya dalam hati.
Seketika Ia teringat pada Lisa. Ia menyesal telah membentaknya tadi. Kenapa tidak di selidikinya dulu apa yang terjadi sebenarnya. Tapi kemana Ia harus bertanya.
"Hallo Pak Bondan, bisa kirimkan saya video cctv kejadian yang di alami istri saya di mall tadi?"
Indra menelfon seseorang. Ia harus cari kebenarannya. Di lubuk hatinya yang paling dalam. Ia tidak percaya kalau Lisa sampai menyakiti Shella.
Tak lama kemudian sebuah pesan viideo masuk ke ponselnya. Tapi Indra tidak langsung membukanya. Ia akan membukanya setelah sampai di rumah.
----
Seorang wanita berumur 50-an membukakan pintu untuk Indra.
"Assalamualaikum, Mami. Kok belum tidur?" Indra mencium tangan wanita itu.
" Waalaikumsalam. Kenapa malam sekali pulangnya? Mami khawatir." Ujar Bu widi, wanita yang telah melahirkan Indra.
Bu Widi sangat dekat dengan anak bungsunya itu. Oleh karena itu ia tidak memperbolehkan Indra pindah walaupun sudah berumahtangga.
"Maaf ,Mi. Aku tadi ke rumah sakit dulu. Mmm .... Shella Mi ... " Indra ragu untuk melanjutkan ucapannya.
"Kenapa Shella? Apa dia yang sakit?" tanya Bu Widi penasaran.
Indra menarik napas panjang untuk menenangkan diri. Lalu mengajak Bu Widi untuk duduk.
"Shella tadi pingsan. Setelah di bawa ke rumah sakit, dokter Citra bilang ... Shella terkena kanker rahim stadium akhir. Dan selama ini ia menyembunyikannya." Dengan hati-hati Indra mengatakannya.
"A-APA?" Ya Allah. Kasian sekali kamu, Shella. Maafkan Mami .... maafkan Mami yang selalu menuntut minta diberi cucu." Bu Widi terhenyak mengetahui keadaan Shella yang sebenarnya. Ia mengusap-usap dadanya menahan sedih.
"Sudahlah Mi. Sebaiknya Mami istirahat. Besok kita ke rumah sakit lihat keadaan Shella."Indra berusaha menenangkan Ibunya.
Di kamarnya, Indra teringat dengan video cctv yang ada di ponselnya. Dengan rasa penasaran iapun membuka video itu.
Rasa bersalah mulai menggerogoti hatinya setelah melihat video cctv itu secara detail.
"Maafkan aku Lisa, maafkan aku. Kamu pasti sedih karena aku telah mengusirmu. Padahal justru kamu hendak menolong Shella."
Indra mengacak rambutnya frustasi. Ia berjanji dalam hati akan meminta maaf pada Lisa nanti.
----
Pagi-pagi sekali Lisa sudah tiba di kantor. Sebenarnya ia sangat ingin tahu keadaan Shella. Ia begitu khawatir hingga nyaris tidak tidur semalaman. Tapi entah kepada siapa ia harus bertanya. Ia tidak mungkin menelfon Indra, mengingat sikap Indra kemarin saat di rumahsakit.
"Hai Lisa, tumben pagi banget." Sapa Dewi ketika melihat Lisa sudah ada di mejanya.
Lisa hanya tersenyum.
Sebenarnya Ia berharap mendapatkan kabar tentang Shella. Tapi sepertinya orang kantor tidak ada yang tahu kejadiannya.
"Hari ini Bos Indra nggak masuk ya. Jadi kalau ada laporan taro di meja saya aja." Terdengar Tuti memberi pengumuman .
"Ya Tuhan. Apakah Bu Shella sakitnya parah? Sampai Indra tidak masuk kantor?
Aku harus ke rumah sakit." Lisa yang makin khawatir dengan Shella, berniat akan ke rumah sakit sepulang dari kantor.
bersambung
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
