Namaku Maura Azzahra. Usia dua puluh tujuh tahun, dengan seorang suami yang selalu ada dalam setiap doa panjangku, Haikal Akmal. Kami sudah menikah tiga tahun. Hidup kami boleh dibilang cukup, tak berlebihan, tapi penuh syukur. Haikal bekerja sebagai PNS di salah satu dinas pemerintah daerah, mengabdikan diri dengan tenang dan teliti. Kami punya rumah kecil yang nyaman meski masih dalam cicilan, dan sebuah sepeda motor tua yang setia menemani perjalanan kami dari awal menikah.

Semua terlihat sederhana, mungkin bahkan biasa saja bagi orang lain, tapi bagiku, hidupku sempurna. Aku mencintai Haikal, mencintai kesederhanaan kami, mencintai rutinitas yang kami ciptakan bersama.

Namun, di balik senyumanku setiap pagi, ada satu doa yang belum dikabulkan. Sudah tiga tahun kami menikah, dan setiap kali aku memandang cermin, bayangan seorang bayi yang bisa kupegang, kusentuh, belum juga hadir dalam pelukan kami. Tetangga-tetangga mulai bertanya, keluargaku mulai sering menyinggung, dan hati ini—meski tak pernah kuperlihatkan di depan Haikal—kadang terasa kosong.

NAMAKU MAURA AZZAHRA