Merawat Istri Sang CEO 1-3 (GRATIS)

4
0
Deskripsi

Baca Gratis Bab 1-3

Blurb:

"Ayana menikahlah denganku. Kau boleh minta apapun, tapi ingat jangan pernah minta aku mencintaimu."

Menjadi istri kedua sang CEO angkuh. Sanggupkah Ayana bertahan?

❤️❤️❤️

Bab selanjutnya bisa dibaca dengan mendukung mulai dari 4K per lima bab. Lebih murah jika mendukung paket Full Part Merawat Istri CEO. Hanya dengan 32K kamu bisa membaca dari bab 1-33.

Gunakan voucher diskon IstriCEO5K untuk dapat tambahan diskon 5K di paket full part.

Bab 1. Opening

Tok tok tok

Ayana mengetuk pintu ruangan bosnya dengan hati-hati. Ini hari pertamanya bekerja sebagai office girl. Setelah membersihkan kantor sebelum para karyawan datang, Ayana harus membuatkan teh manis sekaligus mengantarkannya langsung ke ruangan sang CEO. Bagaskara nama bosnya, tapi orang-orang sering memanggilnya Bas.

“Masuk,” terdengar sahutan dari dalam.

“Permisi Pak.” Ayana membuka pintu lalu meletakkan teh manis di atas meja. Bas yang semula berdiri mematung menghadap jendela, menoleh ke arahnya.

“Karyawan baru?”

Tampan, begitu batin Ayana. Benar kata teman-temannya. Penampilan sang bos mirip ahjussi-ahjussi yang sering ia tonton di drama Korea. Mature dan berwibawa. Sayangnya sudah menikah. Dalam hati Ayana menertawakan dirinya sendiri. Kalau belum menikah memangnya dia mau sama kamu Ay?

“Iya Pak. Bapak butuh sesuatu?”

“Tidak, pergilah.”

“Baik Pak. Permisi.” Ayana membalikkan badan hendak keluar dari ruangan bosnya.

“Tunggu!” kata Bas ketika ia sampai di ujung pintu.

Ayana menoleh, “Iya Pak?”

“Apa kau punya kenalan yang butuh pekerjaan? Saya mencari orang untuk menjaga istri saya yang sedang sakit.”

“Eng.. maaf boleh tahu berapa gajinya Pak,” sedikit ragu-ragu Ayana bertanya, takut dianggap lancang.

“Emm, maksud saya siapa tahu..”

Belum selesai Ayana bicara, sang bos sudah menyebutkan nominal. Ayana terbelalak. Lebih dari dua kali lipat dari gajinya sebagai office girl.

“Bagaimana kalau saya saja yang merawat istri Bapak?”

 

Bab 2. Bertemu Istri Bos

Selepas jam kantor, Ayana ikut Bas ke rumah untuk dipertemukan dengan istrinya.

“Duduklah di depan,” Bas memerintah Ayana duduk di samping Yudis, sopirnya, sementara ia sendiri duduk di kursi belakang.

“Langsung ke rumah tuan?” tanya Yudis ketika Bas dan Ayana sudah duduk di mobil.

“Ya,” jawab Bas singkat.

Dengan ekor matanya Yudis melirik wanita yang duduk di sampingnya. Penasaran, tapi tak berani bertanya ini siapa. 

“Dia yang akan merawat istriku di rumah,” ucap Bas, seolah tahu rasa penasaran Yudis terhadap gadis yang dibawanya.

“Oh iya Tuan,” Yudis menarik napas lega. Sudah seminggu ini, ia membantu mencari orang untuk merawat Amanda, istri Bas yang mengidap penyakit kanker otak stadium empat. Hampir putus asa. Semua yang ia tawari pekerjaan ini menolak, padahal yang ia tahu mereka butuh pekerjaan. 

“Wah aku ndak bisa Yud, kalo merawat orang sakit. Ehm kalo merawat Pak Bagas sih mau,” begitu jawaban salah satu dari mereka. Asem!

“Katanya lagi cari pekerjaan, begitu ditawari nolak,” Yudhis bersungut-sungut.

“Diterima atau tidak kau bekerja, kuserahkan pada istriku, biar dia yang memutuskan, “ kata Bas memecah keheningan sore di mobil. Sebelumnya ia sudah menceritakan pada Ayana kondisi kesehatan istrinya dan pekerjaan apa saja yang harus dilakukan sebagai perawat istrinya. Bas memang tidak secara khusus mencari perawat sungguhan yang benar-benar paham dunia medis. Dia tahu itu susah. Kebanyakan perawat tentu saja lebih suka bekerja di rumah sakit atau membuka tempat praktek sendiri. Ia hanya butuh orang yang sabar dan telaten menemani istrinya ketika ia tidak di rumah. JIka dibutuhkan ia bisa memanggil dokter untuk home visit.

“Saya sudah biasa mendampingi orang sakit kok Pak. Waktu SMP, mbahkung yang sudah tua dan sakit-sakitan tinggal di rumah. Sepulang sekolah dan mengerjakan PR saya yang menggantikan ibu merawat mbah kung. Menuntunnya ke kamar mandi, menyuapinya, bahkan membersihkan bekas ompolnya. Begitupun waktu Ayah sakit sampai beliau meninggal,” dengan semangat Ayana menceritakan pengalamannya merawat orang sakit di ruangan bosnya pagi tadi.

Ia memang benar-benar membutuhkan pekerjaan. Tahun depan Ayana berencana mendaftar kuliah. Ia harus mengumpulkan uang yang banyak. Pekerjaan ibunya di tempat laundry kiloan sudah sangat pas-pasan untuk kehidupan sehari-hari, bagaimana mungkin ia tega meminta uang lagi untuk bayar kuliah. Ia hanya perlu bersabar dan sedikit bekerja keras untuk mencapai cita-citanya, tak apa, begitu ia selalu menguatkan hatinya.

Bas lega mendengar cerita Ayana. Sepertinya Ayana bisa merawat Manda dengan baik, begitu pikirnya. Sebenarnya Amanda sudah menolak dicarikan perawat khusus. Menurutnya kehadiran Mbok Nem di rumah sudah cukup untuk menemaniya. Tapi menurut Bas, harus ada seorang lagi yang benar-benar fokus mengurus Amanda. Lagipula Mbok Nem sudah tua, bagaimana kalau tiba-tiba Amanda terjatuh seperti tempo hari, sementara ia dan Yudis tidak di rumah. Ia juga tidak mau mbok Nem kelelahan, sudah mengurus pekerjaan rumah masih harus mengurus istrinya lagi. Kalau Mbok Nem sakit, ia malah tambah repot. Jaman sekarang mencari asisten rumah tangga itu susah. Jadi kesejahteraan dan kesehatan ART harus benar-benar diperhatikan.

Sepanjang perjalanan menuju rumah terasa begitu membosankan, tidak ada perbincangan. Bas hanya diam, sambil sesekali melihat ponselnya. Ayana, tentu saja tidak berani membuka obrolan, takut dianggap lancang, apalagi teman-temannya bilang, kalau bos mereka yang tampan itu seperti es. Dingin. Bicaranya irit sekali.

 

Bab 3. Diterima

“Sayang, bagaimana kabarmu hari ini?” Bagas mengecup lembut kening seorang wanita yang duduk di atas kursi roda. Sudah semenjak tadi wanita itu duduk di ujung pintu ruang tamunya, memandang pekarangan rumah yang cukup luas dan ditumbuhi beraneka ragam bunga, sambil menunggu kepulangan suami tercintanya.

Ayana takjub. Bosnya yang di kantor begitu dingin, di rumah menjadi sosok yang sangat lembut dan hangat.

Amanda tersenyum pada Bas, “Baik, hari ini aku sehat sekali,” jawabnya. Tapi sesaat kemudian ia terbatuk-batuk.

“Kau batuk sayang? Sudah minum obat? Aku telpon apotik ya atau kita ke dokter saja?” Bas nampak panik, dengan cepat ia mengambil ponsel di saku celananya. 

Amanda tertawa, “Kau ini, berlebihan sekali, aku hanya batuk kecil saja.” Sementara Ayana hanya tersenyum geli melihat bosnya bertingkah laku bucin seperti ini. Jauh berbeda dengan karakter Bagas yang ia lihat selama di kantor atau yang diceritakan oleh kawan-kawannya sesama office girl di kantor.

“Aku terbatuk karena melihat perempuan muda cantik yang kau bawa kemari,” ujar Amanda sambil menatap Ayana dengan senyuman. Sedari tadi suaminya belum memperkenalkan seorang gadis itu.

Bas menoleh pada Ayana, “Oh, ia kubawa untuk merawatmu selama aku tidak di rumah.”

Ayana mengangguk hormat pada Amanda sambil tersenyum, ia lalu mengulurkan tangan dan mencium punggung tangan Amanda, “Selamat sore bu, saya Ayana,” katanya memperkenalkan diri.

“Kalian ngobrollah dulu, kalau cocok ia akan bekerja di sini merawatmu, jika tidak, ia akan kembali bekerja sebagai office girl di kantor.”

Bas berlalu, masuk ke dalam rumah.

“Berapa umurmu?” tanya Amanda setelah mempersilakan Ayana duduk di ruang tamu rumahnya.

“19 tahun bu.”

 “Muda sekali, kenapa kau malah mau bekerja merawat orang sakit?” 

 

“Saya… ingin kuliah bu. Saya butuh uang, tidak peduli pekerjaan apapun itu yang penting halal,” Ayana menjawab jujur.

“Memangnya apa cita-citamu Ayana?”

“Cita-cita? Emm Apa ya bu?” sejenak Ayana berpikir. Sewaktu kecil ia pernah bercita-cita ingn jadi guru, dokter bahkan polisi. Tapi sekarang ia malah bingung ketika ditanya tentang cita-cita.

“Saya hanya ingin mengangkat derajat keluarga saja sih bu. Ngga mau terus-terusan miskin. Teman-teman saya pada kuliah, jadi saya pikir, mungkin kalau saya kuliah, nanti bisa jadi orang kaya. Bener ngga bu?”

Amanda tertawa mendengar jawaban polos Ayana.

“Lalu, mau kuliah jurusan apa?” tanyanya lagi.

“Hmm, masih saya pikirkan bu, apa ya bu kuliah yang biayanya murah, terus bisa cepat dapat kerjaan bergengsi, gajinya banyak.” Pertanyaan Ayana kembali membuat Amanda tergelak.

“Ah lagipula rencana kuliahnya kan masih tahun depan bu, saya bisa sambil mikir mau kuliah di mana,” sambungnya.

“Hmmm baiklah kalau begitu, sambil menunggu mendaftar kuliah tahun depan, kau bisa menemaniku di sini.”

“Maksud ibu?” tanya Ayana, ia takut salah tangkap dengan ucapan calon majikannya.

“Kau kuterima bekerja di sini,” jawab Amanda.

“Wah beneran bu?” mata Ayana berbinar.

Amanda mengangguk, “Semoga kau betah menemaniku ya Ayana,” katanya sambil tersenyum.

Ayana spontan memeluk Amanda saking gembiranya, “Aaaak… Terimakasih bu,”

Amanda tertawa, “Sudah, sudah, lepaskan aku.”

Segera Ayana melepaskan pelukannya, “Oh maaf bu, saya lupa kalau belum mandi.”

“Bukan itu, kau memelukku terlalu erat, bisa-bisa aku mati bukan karena kanker, tapi karena sesak napas,” jawab Amanda berseloroh. Lalu mereka tertawa bersama.

Semoga suka dengan ceritanya, bab selanjutnya bisa dibaca dengan mendukung mulai dari IDR 4K untuk 5 bab. Kalau mau mendapat harga lebih murah dukung Paket Full Part Merawat Istri CEO.

 

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Kategori karya
Merawat Istri Ceo
Selanjutnya Merawat Istri Sang CEO 4-8
3
0
Part ini bisa dibaca Gratis di wattpad ya gaess.Untuk membaca di KaryaKarsa, bisa dengan memberi dukungan senilai 4K untuk 5 bab.Atau kalau mau baca keseluruhan cerita, dukung Paket Full Part Merawat Istri Sang CEO. Hanya dengan 32K kamu bisa membaca dari bab 1-33. Gunakan voucher diskon IstriCEO5K untuk dapat tambahan diskon 5K di paket full part.Bisa juga membeli paket duo cerbung BILA JODOH dan MERAWAT ISTRI SANG CEO (bisa baca full dua novel) hanya dengan 60K (hemat 28K)
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan