PERSAHABATAN

0
0
Deskripsi

Cerita pendek

Vino namanya. Seorang teman  yang ku hampiri dan  ku masuki dunianya untuk ku tarik dan ku perkenalkan dengan duniaku.  Dia tampan tapi sayang memiliki kekurangan. Dirinya buta. Tapi aku berjanji kepada diriku sendiri untuk menjadi matanya.
-Jevan-


Vino, remaja buta pindah ke Bandung dan tinggal bersama bibi dan sepupunya. Dia bertemu dengan Jevan yang berjanji akan menjadi matanya. Menuntun-nya ke manapun. Dia juga bertemu dengan Sonya. Mereka berdua selalu menemani dirinya.

Judul : PERSAHABATAN

Suara bunyi hujan yang jatuh dari langit terdengar di telingaku. Aku turun dari tempat tidur dan berjalan di tuntun dengan tongkat yang kuambil di samping tempat tidurku. Aku berjalan dengan hati-hati sampai ke jendela. Ku raba tembok ketika berjalan. Sampai di jendela ku singkap korden dan ku buka kaca jendela. Percikkan hujan yang masuk seketika menerpa wajahku.

Ku keluarkan satu tanganku dan ku tadah air hujan. Seketika rasa dingin yang ku rasa di telapak tanganku. Dan hembusan angin yang masuk melalui jendela menembus kulitku.

Derit pintu terdengar. Menandakan seseorang memasuki kamarku.

"Vino, bibi bantu bereskan barangmu, ya?"Tanya seseorang itu. Ah, ku kenali suaranya. Itu adalah bibiku yang datang dari Bandung. Yang akan menjagaku.

Kedua orangtuaku telah meninggal. Dua hari yang lalu, tepatnya. Meninggal karena kecelakaan yang juga membuatku kehilangan penghilatanku.

Bibi akan membawaku pindah ke Bandung. Karena tidak mungkin jika aku harus sendirian berada di sini. 

Ayolah, sekarang aku buta! Aku tidak dapat melakukan apapun sendirian. Aku pasti membutuhkan seseorang untuk membantuku.

Sayang sekali, aku akan merepotkan bibi dan kak Siro. Anak bibi yang usianya tiga tahun lebih tua dariku.

"Astaga Vin! Kenapa kau berdiri di dekat jendela?"teriak bibi. Sepertinya dia terkejut dan langsung menarikku. Ku dengar suara korden yang ditarik dan kaca jendela yang di tutup.

Bibi mengambil tongkat penuntunku dan menuntunku ke tempat tidur dan mendudukkan aku.

"Biar bibi yang membereskan pakaianmu dan memasukkan-nya ke koper!"

Aku hanya mengangguk dan terdengarlah suara-suara yang ditimbulkan oleh bibi yang sibuk membereskan perlengkapanku. Memasukkan-nya ke dalam koper dan tas.

-

Bandung, di sini sekarang aku tinggal bersama bibi dan puteranya. Setiap kali liburan waktu kecil, aku selalu ke sini bersama ayah dan ibuku. Menurutku, tempat tinggal Bibi adalah tempat yang indah. Tapi sayangnya, aku tidak bisa lagi menikmati keindahan-nya. Sekarang semuanya yang ku lihat-hanyalah gelap.

"Hai, aku Jevan!"seru seseorang yang tiba-tiba datang menghampiriku. Di saat aku sedang duduk santai di kursi bambu di depan rumah bibi. Dia duduk di sampingku dan mencoba memegang tanganku. 
Mengarahkan untuk berjabat tangan.

"aku Jevan dan kau siapa?"tanyanya.

"Arvino, panggil saja Vino,"jawabku.

"Kau adiknya kak Siro, ya?"

Aku mengangguk."Iya. Lebih tepatnya aku adik sepupunya."

Dari perkenalan itu, aku dan Jevan menjadi dekat. Dia selalu datang ke rumah dan bermain denganku. Rumahnya sendiri sangat dekat dari rumah bibi.

"Vino, aku bawa buah stroberi untukmu. Aku memetiknya sendiri di kebunku. Ayo, di coba!"

Vino datang pada waktu sore hari sambil membawa keranjang yang penuh dengan buah stroberi. Lalu menyuapiku buah stroberi itu dan rasanya lumayan manis.

Vino juga sering membawaku ke bukit yang katanya di sekitarnya di penuhi pepohonan dan bunga yang bermekaran dengan sangat indahnya. Di sana ku rasakan angin yang bertiup ke arahku dan menerbangkan helaian rambutku. Rasanya ingin aku melihat indahnya bukit itu.

"Jevan, jika aku dapat melihat kembali. Selain bibi dan kak Siro, aku ingin sekali melihat wajahmu,"ucapku kepadanya.

"aku berdoa itu terjadi Vin. Aku harap kau dapat melihat,"ucap Jevan.

Ku rasakan sesuatu yang dia taruh di kepalaku. Tanganku naik untuk menyentuhnya.

"Itu mahkota bunga yang ku buat. Kau kelihatan seperti pangeran di negeri dongeng memakai itu,"puji Jevan ke padaku. Aku pun tersenyum.

"Terimakasih."

Jevan memperkenalkanku dengan seorang gadis yang usianya beda dua tahun dari kami. Sonya, gadis berumur dua belas  tahun yang merupakan sepupu dari Jevan. Aku yakin dia cantik ketika Jevan menyuruhku untuk menyentuh wajahnya. Aku dapat merasakan itu.

Sama juga seperti Jevan yang kuyakin adalah seorang yang tampan. Aku sungguh ingin melihat mereka.

"Sonya, aku juga ingin melihat wajahmu. Jika aku dapat melihat. Bibi dan kak Siro  mendaftarkan aku untuk donor mata."

“ Aku senang mendengarnya, kak.”

"Wah, aku senang mendengar itu,"ucap Jevan.

Sungguh, aku beruntung memiliki Jevan. Dia sangat baik dan selalu menjagaku. Dia selalu berada di sampingku. Walau terkadang aku berpikir bahwa aku adalah beban untuknya. Tapi Jevan menggenggam tanganku dan berkata,

"Kau itu bukan beban ku Vin. Kau sama sekali tidak menyusahkan. Aku dengan tulus ingin berteman denganmu. Aku dengan tulus akan menjadi matamu. Menuntun-mu kemanapun. Kau tidak usah berpikir terlalu jauh. Berpikir jika kau menyusahkan ku,"ucapnya.

Hari itu Jevan memelukku dengan sangat erat dan akupun membalas pelukannya. Entah kenapa aku merasa begitu emosional. Air mataku mengalir di pipiku. Dan kemudian suaraku yang menangis terisak-isak mulai terdengar. Jevan mengusap-usap punggungku dan dia juga menangis. Dan hari itu, kami pun menangis bersama di atas bukit.

Pada hari Minggu, di saat aku terbangun. Suara bel sepeda terdengar di telingaku. Aku segera beranjak dari kasurku dan mengambil tongkatku. Dan berjalan ke luar.

Terdengar suara Jevan memanggil.

"Vino! Hari ini ku bawa kau jalan-jalan naik sepeda."

Siro menuntunku untuk duduk di boncengan sepeda Jevan.

"Hati-hati ya, Van,"ucapnya.

"Siap, Kak."

Sepeda pun melaju. Aku dapat merasakan angin yang berhembus-- membuatku menyunggingkan senyuman. Aku merasa sangat senang. Ku pegang pinggang Jevan dengan erat.

Terdengar suara bel sepeda dari arah belakang kami dan suara Sonya terdengar, berteriak memanggil kami. Ternyata Sonya mengikuti kami dengan sepedanya sendiri.

Ini sangat menyenangkan. Naik sepeda itu menyenangkan walau bukan aku yang mengayuhnya. Tapi sensasi merasakan angin yang berhembus rasanya begitu sejuk.

Ku katakan Jevan selalu ada untukku. Tapi entah kenapa pada suatu hari-- Jevan tidak datang menghampiriku. Hanya Sonya dan ku katakan kepadanya di mana Jevan tapi dia hanya diam. Lama sekali diamnya. Baru kemudian dia menjawab.

"Kak Jevan pergi ke Jakarta. Mendadak sekali makanya tidak beritahu kak Vino."

Tapi bukan sekali Jevan tidak datang dan alasan Sonya ialah dia pergi ke Jakarta untuk bertemu neneknya, katanya. Dia selalu pergi. Dan pernah pergi begitu lama. Membuatku merasa kesepian. Walau ada Sonya menemaniku tapi aku selalu merasa membutuhkan Jevan. Karena hanya dirinya yang memahami ku. Ku ceritakan segala keluh kesah ku padanya. Segala rasa sedih dan rasa bahagiaku. Yang semua itu tidak dapat ku ungkapkan kepada Sonya.

-

Jevan mengajakku untuk menemaninya melihat bintang di malam hari. Walaupun kak Siro dan bibi sempat melarang. Karena cuaca tentu sangat dingin jika pergi malam-malam ke bukit untuk melihat bintang. Tapi dengan bujukan dariku mereka pun menyetujui. Tapi aku harus memakai jaket yang tebal agar aku tidak kedinginan.

"Jevan, aku ingin sekali menjadi bintang yang paling terang di langit. Jika aku menjadi bintang, apakah kau bersedia melihatku setiap malam?"

Aku tidak mengerti apa yang dikatakan Jevan. Kenapa dia ingin jadi bintang? Tapi aku menjawab saja.

"Aku tidak bisa melihat Jevan. Bagaimana aku bisa dapat melihat bintang?"

"Jika aku bisa, aku ingin sekali memberikan mataku untukmu."

Aku menimpalinya dengan kekehan. Ku pikir Jevan tidak serius dengan perkataannya.

-

Kembali lagi, kembali lagi aku tidak merasakan Jevan di sampingku. Sonya pun tidak datang. Di hari diriku mendapatkan kabar yang menggembirakan. Kata bibi, aku sudah mendapatkan seorang pendonor. Sungguh aku bahagia. Itu berarti aku akan segera melihat. Aku akan melihat wajah bibi dan kak Siro lagi dan tentu dapat melihat wajah Jevan dan Sonya.

Tapi aku sedih, Jevan dan Sonya tidak ada di sampingku ketika aku akan menjalani operasi dan disaat aku membuka mataku dengan mata baruku. Aku juga tidak melihat mereka. Mereka tidak ada! Dan itu membuatku sedih. Kemana Sonya? Dan kemana Jevan? Dia sahabatku, 'kan?

Dan nyatanya kenyataan pahit dari kebahagian ini, kurasakan. Sonya datang di suatu hari di malam yang dingin ketika aku melihat bintang di bukit sendirian. Hanya sendiri!

Dia mengatakan kepadaku jika mata yang ku gunakan untuk melihat ini adalah mata Jevan, sahabatku. Aku menggelengkan kepala tidak percaya. Tapi itulah kenyataannya. Jevan sakit, dia adalah penderita kanker. Umurnya tidak lama lagi. Maka dengan itu dia rela memberikan matanya untukku agar aku dapat melihat kembali. Untuk sahabatnya.

Aku menangis. Sonya memelukku dan ikut menangis, bersamaku.

 Aku merasa percuma dapat melihat jika tidak ada Jevan di sampingku. Aku ingin melihat Jevan. Ingin sekali!

Sonya memperlihatkan foto Jevan kepadaku lewat ponselnya. Benar dugaan ku, Jevan berwajah tampan. Matanya sipit dan pipinya berisi. 

Ada foto Jevan dan diriku juga yang pernah Sonya ambil. Terlihat, aku lebih tinggi dari Jevan.

"Jika kakak merindukan kak Jevan. Pandanglah bintang yang paling terang di langit. Aku yakin kak Jevan akan muncul jika kau merindukannya karena dia pasti juga merindukanmu,"ucap Sonya.

Aku mengangguk dan tersenyum. Ku tatap langit yang dipenuhi bintang. Ada satu bintang yang sangat terang. Ku yakin itu adalah dirimu, Jevan. Terima kasih karena telah menjadi sahabatku. Terima kasih untuk mata mu yang indah yang kau berikan kepadaku. Aku dapat melihat lagi. Itu karena mu.

Catatan Jevan:

Vino, itu namanya. Seorang teman yang  ku hampiri dan akhirnya ku masuki dunianya untuk ku tarik dan ku perkenalkan dengan duniaku. Dia tampan tapi sayang memiliki kekurangan. Dirinya buta. Tapi aku berjanji kepada diriku sendiri untuk menjadi matanya. Aku akan menjadi mata Vino . Tapi sayang aku tidak bisa berada di sampingnya selalu. Penyakitku membuatku lemah. Sehingga terkadang aku harus dirawat di rumah sakit dan tidak bisa menemani Vino. Ku pesankan Sonya untuk mengatakan kepadanya bahwa aku berada di Jakarta.

Kata dokter, tubuhku semakin hari semakin lemah. Aku merasa sudah tidak kuat lagi. Dan ingin menyerah. Ku katakan kepada ayah dan ibu bahwa aku ingin mendonorkan mata ku ke Vino. Semula mereka tidak setuju. Tapi aku terus memohon dan akhirnya mereka menyetujuinya. Mereka  pun sudah ikhlas bila aku akan pergi.

Vino, aku tidak bisa di sampingmu selamanya. Tolong, jaga pemberianku baik-baik. Aku menyayangimu! Kau adalah sahabatku. Pandanglah bintang jika kau merindukanku.

Vino tersenyum membaca catatan Jevan. Sonya memberikan itu kepadanya. Dia sudah membaca itu hampir ribuan kali. Tapi dia tidak pernah bosan.

Seorang wanita yang sedang berbadan dua menghampirinya dan memeluk dirinya dengan erat dari belakang. Itu adalah Sonya, yang sekarang menjadi istrinya. Mereka menikah dua tahun yang lalu. Pada tanggal 13 Oktober bertepatan dengan ulang tahun Jevan. Sekarang ini Sonya sedang mengandung buah hati mereka. Vino berbalik memandang istrinya. Dipeluknya istrinya erat dan dicium keningnya.

"Besok, ayo kita ke makam Jevan!"

Selesai
 


 

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya BAGIAN 1
0
0
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan