Bab 8

Mendengar ucapan Alea itu membuat Zavier tak sepenuhnya percaya apa yang di katakannya tentang keperawanannya.

Mencari wanita perawan di usia Alea sangat langka, apalagi di jaman seperti sekarang ini, dan lagi Alea terlihat sangat berpengalaman dalam berhubungan dengan pria.

"Kau tak percaya? Wajahmu mengatakan hal itu tanpa kau mengatakannya," ucap Alea tertawa dan tak terlalu peduli tentang pemikiran Zavier tentangnya.

Lalu Zavier kembali fokus pada laptopnya. Sedangkan Alea menonton televisi saja dan merebahkan tubuhnya dengan santai.

Sejam berlalu dan mereka masih dalam posisi yang sama seperti tadi.

"Aaaa... Aku bisa mati kebosanan di sini," teriak Alea dengan suara tak terlalu keras.

"Kalau begitu pulanglah," sahut Zavier.

"Ayo kita bermain, Zav. Setidaknya ajak aku mengobrol." Alea menarik kaos Zavier.

"Lepaskan tanganmu dari bajuku!"

Alea tak melepaskannya dan malah menariknya hingga tubuh Zavier sedikit bergoyang.

Zavier menghitungnya samapi tiga dan Alea tetap tak melepaskan tangannya di bajunya. Lalu Zavier menaruh kertas dokumennya dan menggendong Alea menuju kolam renang.

"Zav!!! No no no... Don't do that!!" teriak Alea ketika dia tahu bahwa Zavier akan melemparnya ke kolam renang.

"Sudah terlambat," sahut Zavier dan benar-benar melemparkan Alea ke kolam renang.

BYUR...

Alea jatuh ke dalam kolam dan tangannya tampak melambai ke atas. Sedangkan tubuhnya semakin tenggelam ke bawah.

Zavier yang melihat hal itu langsung melompat ke dalam kolam, dan berenang menuju Alea yang mulai tenggelam.

"Aaaaaahhh..." Alea mengambil napasnya dalam-dalam ketika Zavier mengangkat tubuhnya ke permukaan air.

"Kau tak bisa berenang?" tanya Zavier yang hampir berteriak.

Alea tak langsung menjawab dan mengusap wajah dengan tangan kirinya, sedangkan tangan kanannya merangkul ke leher Zavier.

Setelah napasnya cukup tenang dia pun menatap Zavier dan berkata, "Bawa aku ke pinggir."

Zavier pun membawa Alea ke pinggir kolam.

Alea pun naik ke atas melalui tangan dan kemudian berbalik melihat Zavier yang masih ada di dalam kolam.

Tiba-tiba senyumnya mengembang.

"Setidaknya bukan hanya aku yang kedinginan malam ini karena jatuh ke kolam renang. Thank you, Mr. Zavier. Muuaahh..." ucap Alea menyunggikan senyum liciknya, dan kemudian tertawa sembari masuk kembali ke dalam Villa.

"Shit! Dia mengerjaiku?" umpat Zavier yang merasa bodoh karena sudah terkena tipu daya Alea.

"I WIN... YOU LOSE, ZAV!!!" teriak Alea yang menuju masuk ke dalam.

"Lihatlah saja nanti," gumam Zavier yang kemudian naik ke atas.

Karena masuk musim panas setidaknya udara tak terlalu dingin meskipun sudah malam. Lalu Zavier pun masuk ke dalam kamar mandi yang ada di dekat kolam dan mandi di sana.

Lima belas menit kemudian dia pun keluar dari sana dan hanya mengenakan handuk yang melilit di pinggulnya.

Ketika akan masuk menuju kamarnya, dia melihat Alea mengepel bekas tetes air yang berasal dari bajunya yang basah tadi.

Dia tampak menyanyi kecil seakan tak terjadi apa pun tadi.

"Cepat siapkan makan malam," perintah Zavier.

"Baik, Tuaannn," jawab Alea mendayu dan mengedipkan matanya sebelah.

"Kau yang memancingku, ingatlah hal itu jika seandainya aku melakukan sesuatu padamu," ucap Zavier yang kemudian berjalan masuk ke dalam kamarnya.

Alea hanya mencebik dan menuju dapur untuk menyiapkan makan malam mereka berdua.

*

*

TOK TOK TOK...

"Makanan sudah siap, Tuaaann!!" teriak Alea di depan pintu kamar Zavier.

"Dia benar-benar berisik," gumam Zavier yang hanya menggunakan celana trainingnya saja.

Zavier membuka pintu, dan Alea melihat sosok tampan itu.

Zavier berjalan melewatinya kemudian menuju ke ruang makan.

"Kau berbakat menjadi pelayan," ucap Zavier di sela-sela memakan makan malamnya.

"Angkat aku jadi asisten pribadimu," sahut Alea.

Zavier hanya tersenyum miring. "Akan aku pikirkan selama 1 bulan dulu."

"Ck," Alea berdecak dan memakan makanannya.

"Seorang wakil direktur akan menjadi pelayanku. Itu akan menjadi berita yang menggemparkan aku rasa," ucap Zavier.

Alea melihat ke arah Zavier. "Dari mana kau tahu hal itu?" tanyanya.

"Anesya Alea Harison, putri tunggal Zean Harison, penerus dan pewaris satu-satunya Harison Crop." Zavier melihat Alea sambil mengunyah makanannya.

"Apa yang tak kutahu. Berita kegagalan pertunanganmu sudah tersebar di internet yang berakibat kerja sama perusahaan ayahmu itu gagal. Kau tak melihat ponselmu?"

"Aku memang mematikannya, dan tak mau di ganggu urusan rumit itu," jawab Alea yang kembali memakan makanannya.

"Kau melarikan diri dari masalah, Alea. Kau tak bersikap dewasa."

"Kau tak tahu karakter ayahku. Dia bagaikan singa jika sudah mengamuk," sahut Alea.

Setelah itu mereka tak berbicara lagi dan melanjutkan makan malam mereka sampai selesai.

Seperti biasanya, Zavier akan membantu Alea membereskan meja makan dan juga dapur setelah mereka menyelesaikan makannya.

"Zav, malam ini kau masih bekerja lagi seperti kemarin?" tanya Alea.

"Tidak, aku akan istirahat karena sudah seharian aku ada di depan laptop."

"Bisakah kita berbagi kamar? Aku takut tidur sendirian," ucap Alea memelas.

"Kau benar-benar putri kaya yang manja," sahut Zavier mencibir, dia berajalan menuju ke ruangan atas sambil membawa kopi yang baru saja di buatnya.

"Ini tempat asing bagiku, jadi aku memang tak berani tidur di tempat baru. Please, Pria Tampaaannn," rayu Alea mengikuti Zavier naik tangga menuju ke lantai dua.

Zavier tak menjawab dan kemudian berjalan menuju sofa yang ada di depan pintu balkon. Dia menaruh kopi itu di atas meja lalu membuka pintu balkon itu. Seketika semilir angin malam masuk melalui pintu itu.

Lalu Zavier berbalik kembali dan duduk di sofa sambil menikmati kopi panasnya.

Alea masih memandangi Zavier, dia duduk di sebelah pria itu lalu bersandar di sofa dan kemudian mengalihkan pandangannya ke arah pemandangan di luar balkon.

"Aku menyukai situasi ini. Suasana yang membuatku nyaman dan tenang." ucap Alea pelan.

Zavier tak menjawab apa pun dan masih menyeruput kopi panasnya.

"Kau tahu, Zav? Aku sering berpacaran dan cukup terkenal sebagai playgirl sejak duduk di bangku sekolah," kata Alea mulai bercerita.

"Aku tak ingin tahu kisah ke-play girl-an-mu. Dan aku tak tertarik mendengar kisahmu," sahut Zavier sambil menunjukkan wajah tak minat.

Alea mengangkat kakinya ke atas dan menekuknya kemudian menghadap ke samping sembari melihat ke arah Zavier.

"Apakah Ayana kekasihmu, Zav?"

"Aku tak ingin membahas hal itu."

Alea tersenyum dan menatap wajah cool Zavier. "Masih ada lima hari kita di sini, ayo kita main sebuah permainan."

"Aku tak suka permainan, kecuali permainan ranjang," ucap Zavier tersenyum smirk karena menganggap Alea akan berhenti bicara jika dia mengucapkan hal itu.

"Oke, ayo kita lakukan itu. Itu akan menyenangkan dan ini adalah sesuatu yang baru bagiku. Aku terdampar di tempat asing bersama pria asing lalu kita mulai terikat hubungan," ucap Alea dengan matanya yang berbinar.

Zavier tertawa pelan dan meletakkan jari telunjuknya di kening Alea, lalu mendorong kepala wanita itu ke belakang dan berkata, "Kualitas otakmu benar-benar terlihat."

Alea mencebik. "Aku hanya ingin membuat hari-hari kita tak membosankan di sini, Zav. Aku memang suka bermain-main dan kali ini aku ingin menaikkan permainanku ke level yang lebih tinggi."

"Pasti sudah banyak pria yang sudah menjadi korban mainanmu," ucap Zavier mencibir.

"Hanya pria-pria brengsek saja yang menjadi korbanku," ucap Alea dengan entengnya.

"Tidurlah, hentikan pembahasan omong kosong ini."

Alea justru tersenyum.

"Kurasa kau pria yang cukup baik, Zav. Kau masih bisa berpikir lurus, tak seperti kebanyakan laki-laki pada umumnya," ucap Alea dan merebahkan tubuhnya di sofa lalu menghadapkan kepalanya ke arah pintu balkon.

"Good night... Ingat, jangan tinggalkan aku sendirian di sini," kata Alea dan menutup matanya yang sudah terasa berat untuk terbuka.

Zavier tetap duduk diam di sana dan bermain ponselnya.

Bab 9

Sinar matahari masuk melalui kaca balkon yang tak tertutup gorden.

Alea membuka matanya dan melihat di sekelilingnya. Lalu dia mengusap wajahnya dan mengedarkan kembali pandangannya.

Dia tak melihat Zavier di sana. Kemudian Alea beranjak dari sofa dan turun tangga menuju lantai bawah.

Alea menuju kamarnya dan langsung membersihkan tubuhnya sebelum menuju dapur untuk membuat makanan pagi.

Setengah jam kemudian, Alea keluar dari kamar dengan tetap memakai kemeja Zavier seperti kemarin.

Alea menggulung rambutnya ke atas dan menuju dapur. Dia membuka kulkas dan mengeluarkan bahan makanan yang akan di masaknya.

Empat puluh menit kemudian, Zavier datang dari arah samping Villa dan tubuhnya berkeringat.

Alea sampai melongo melihat tubuh sexy Zavier yang hanya memakai celana pendeknya saja.

"Kau baru masak? Jam berapa ini?" tanya Zavier sembari berjalan menuju tempat air minum.

Alea hanya mengangguk dan masih melihat ke arah Zavier.

Zavier mengambil airnya dan dia duduk di kursi yang ada di depan meja Alea.

Pria sexy itu meneguk airnya dan Alea ikut meneguk ludahnya.

"Air liurmu menetes," ucap Zavier dan membuat Alea segera mengusap bibirnya.

Lalu Alea berdecak dan melanjutkan kegiatan masaknya.

Zavier menyigar rambutnya yang berkeringat dan melihat Alea memasak.

"Kau masak apa pagi ini?" tanya Zavier.

"Kentang tumbuk dan kalkun panggang."

Zavier masih di sana dan melihat Alea yang cukup cekatan memasak.

"Apakah aku menarik sampai kau melihatku terus?" tanya Alea dengan percaya dirinya.

"Aku mendinginkan tubuhku setelah olah raga. Dan aku cukup lapar menunggu masakanmu selesai, jadi aku menunggu di sini," jawab Zavier yang kembali meminum airnya.

"Sebentar lagi matang. Sabar, Baby," sahut Alea dengan centil.

"Lihatlah, Zav. Kita seperti sepasang suami istri yang baru menikah. Apakah kehidupan rumah tangga semenyenangkan ini? Kurasa aku harus mencari kekasih baru," lanjut Alea.

"Kau tak bisa hidup tanpa pria sepertinya," ucap Zavier mencibir sinis.

"Aku hanya mencari teman karena aku anak tunggal, Zav. Dan mengapa aku tak punya teman wanita, karena sudah dua kali pacar temanku itu menyukaiku. Itu sesuatu yang lebih rumut, bukan?" sahut Alea sambil mengambil daging kalkun yang sudah matang dari dalam oven.

"Kalau begitu carilah teman pria dan tak perlu menjadikannya kekasih," ucap Zavier.

"Sudah pernah kulakukan, dan pada akhirnya mereka menyukaiku. Itu lah mengapa aku tak percaya ada persahabatan antara pria dan wanita yang benar-benar murni, karena pasti salah satunya memiliki perasaan yang lebih," jawab Alea cukup masuk akal.

Zavier mengambil piring dan mulai menyiapkan di atas meja makan ketika Alea hampir menyelesaikan masaknya.

"Kau punya teman wanita, Zav?" tanya Alea.

"Tidak, aku terlalu sibuk untuk hal itu."

"Aaahh betapa beruntungnya yang menjadi pacarmu. Dia pasti tak akan pernah merasakan cemburu. Hm, bagaimana jika kita berpacaran? Aku baru saja putus, begitu juga denganmu. Kurasa kita akan cocok," tawar Alea dengan mata mengerjap dan senyum sok lucu.

"Nope," jawab Zavier singkat.

"Kalau begitu aku akan terus merayumu," kata Alea tak putus asa.

"Diamlah, kau sangat berisik. Aku tak suka wanita berisik," sahut Zavier.

Alea terdiam sebentar.

"Tak bisa, kau harus menerimaku apa adanya, Zav. Aku sangat suka berbicara dan tertawa," ucap Alea yang kemudian duduk dan mulai mengambil makanannya.

"Ooohhh... Please, jangan menggangguku. Makanlah cepat," ucap Zavier yang sudah capek meladeni Alea.

"Hm, aku sudah makan, Zav," sambil mengunyah daging kalkunnya.

"Ya Tuhan, ini sangat lezat. Aku memang pintar memasak dan pasti aku akan menjadi istri idaman nanti," ucap Alea memuji dirinya sendiri.

"Ssssttt..." Zavier berdesis menyuruh Alea untuk menutup mulutnya.

Alea kemudian mengangguk dan mereka pun makan pagi bersama sampai makanan itu habis tak tersisa.

"Kau akan melajutkan apa setelah ini, Zav?" tanya Alea ketika mereka membereskan meja.

"Mandi," jawab Zavier yang selalu singkat.

"Setelah mandi maksudku."

"Bekerja."

"Hidupmu benar-benar membosankan," ucap Alea mencibir.

"Ya, aku memang orang yang membosankan," sahut Zavier cuek.

"Kau beruntung mengenalku, karena aku akan membuat hidupmu lebih berwarna," ucap Alea tersenyum manis.

Zavier hanya menatap datar ke arah Alea dan berbalik menuju kamarnya.

Alea melihat kepergiannya.

"Dia benar-benar flat. Apakah aku harus menciumnya agar dia hilang kendali? Rrrrr," gumam Alea usil ketika Zavier sudah masuk ke dalam kemarnya.

*

*

Zavier menuju ke kamar mandi dan keluar setelah lima belas menit berada di dalam sana. Setelah memakai bajunya, Zavier tak langsung keluar dari dalam kamarnya. Dia duduk di tepi ranjang dan membuka ponselnya.

Kini mimik wajahnya tampak berubah ketika melihat berita di ponselnya.

Zavier kemudian mengirim sebuah pesan pada sang asisten lalu meneleponnya setelah menunggu sepuluh menit kemudian.

"Halo, Jhon. Apakah kabar itu benar?" tanya Zavier.

"Benar, Tuan. Dia kecelakaan," jawab Jhon.

"Benar-benar murni kecelakaan?"

"Ya, polisi sudah menyelidikinya semalam. Aku baru bertanya pada kepala polisi."

"Apakah dia akan langsung di makamkan?" tanya Zavier lagi.

"Ya, sore ini, Tuan."

"Baiklah, kalau begitu aku akan kembali ke kota sebentar lagi," sahut Zavier dan menutup teleponnya dan menaruh ponselnya di ranjang.

Tangannya menopang dagu dan tampak berpikir cukup lama. Setelah cukup lama berpikir akhirnya dia beranjak dan keluar dari dalam kamarnya.

Dia melihat Alea yang tampak asyik menonton film komedi yang membuatnya tertawa terbahak-bahak.

Zavier menghampirinya.

"Bersiaplah, aku akan pulang sebentar lagi," ucap Zavier pada Alea.

Alea menoleh ke arah Zavier yang berdiri di samping sofa.

"Bukankah kau di sini selama seminggu?" tanya Alea sambil makan buah apel ke sukaannya.

"Aku ada urusan mendadak dan harus pergi sekarang," jawab Zavier dan berbalik kembali kamarnya.

"Aku baru saja menikmati kebebasanku dan kita sudah akan pulang. Menyebalkan," ucap Alea yang mau tak mau harus mengikuti perintah Zavier.

Alea mematikan televisinya kemudian menuju kamarnya. Dia mengambil kembali gaun yang kemarin dipakainya ketika bertunangan. Gaun itu sudah dicucinya dan menjadi bersih kembali. Lalu Alea mengambil gunting dan memotongnya sampai 10 cm di atas lututnya.

Setelah memakai gaunnya dia memakai kemeja milik Zavier agar menutupi bahunya yang terbuka.

Sebelum keluar, Alea melihat dirinya di depan cermin dan berputar. "Aku cukup menarik dengan baju ini," gumamnya tersenyum cantik.

Alea keluar dari dalam kamar dan mengambil sepatunya yang kemarin dijemur di sebelah kolam. Lalu dia memakainya dan kembali masuk ke dalam Villa.

"I'm ready," teriaknya menghampiri Zavier yang berdiri di dekat ruang tengah.

Zavier nampak sibuk melihat ponselnya dan tangan satunya lagi memegang tas hitam, tempat laptopnya.

Tak lama kemudian, Zavier menaruh ponselnya di dalam jeket hitamnya.

"Ayo."

"Apakah supirnya sudah datang?" tanya Alea.

"Tidak, aku menyetir sendiri," jawab Zavier seadanya.

Alea mengangguk dan mengikuti Zavier menuju ke taman samping.

Alea mengernyitkan kening lalu berkata, “Ini bukan pintu keluar, Zav.”

Zavier tak menjawab dan berjalan menuju tangga besi yang ada di sudut bangunan luar.

"Ya Tuhan... Kita mau ke mana, Zav?"

Zavier tak menjawab lagi dan masih naik ke atas rooftop.

Alea pun tetap mengikuti Zavier sampai ke ujung tangga. Lalu wanita itu melihat sebuah helikopter yang terparkir di atas helypad.

"Tunggu... Kita akan naik helikopter?"

"Naiklah," ucap Zavier tenang.

"Ini helikoptermu?" tanya Alea masih sedikit tak percaya karena dia akan menaiki helikopter yang ada di depannya itu.

"Hm," jawab Zavier singkat dan menuju pintu helikopter.

"Zav... Ini terlalu tinggi. Aku tak bisa naik," ucap Alea dan Zavier pun mendatangi Alea, pria itu mengangkat tubuh Alea sampai masuk ke helikopter.

"Thank you, Handsome," ujar Alea dengan kedipan matanya.

Zavier tak terlalu memperdulikannya, dia pun masuk ke dalam helikopter dan duduk di belakang kemudi.

"Kau menyetir sendiri? Wahhh... Kau hebat," kata Alea sambil menepuk tangannya.

"Kau pasti sangat kaya, Zav. Aku belum pernah naik helikopter sebelumnya karena memang tak ada alasan menaikinya," kata Alea yang bicaranya tiada hentinya.

Zavier hanya diam sedari tadi dan fokus menyalakan helikopternya. Dia memasang headset pada kepala Alea.

"Thank you," Alea tersenyum cantik.

Zavier memandang wajah Alea, dia menatap mata hitamnya dengan wajah tanpa ekspresi.

"Ada apa? Kau mulai tertarik padaku?" tanya Alea tersenyum lebar.

"Pasang sabuk pengamanmu."

Lalu Zavier mulai menyalakan beberapa alat yang tak diketahui Alea. Tak lama setelah itu baling-baling helikopter itu mulai berputar.

Terdengar suara yang berisik dan Alea mulai merasa helikopter itu terbang.

"Ini seru, Zav," ucap Alea dengan wajah takjubnya dan melihat ke arah bawah.

Dan mereka pun kembali menuju kota dengan lama perjalanan sekitar Setengah jam saja.

Bab 9

Zavier mendaratkan helikopternya di mansion keluarga Januarta.

"Ini rumahmu, Zav?" tanya Alea ketika Zavier membuka pintu helikopternya.

"Hm."

Zavier menuju ke pintu Alea dan membukanya.

"Ayo turun."

Alea memegang bahu Zavier dan pria itu mengangkatnya untuk turun ke bawah.

"Bolehkah aku tinggal bersamamu di sini, Zav? Rumahmu sangat besar sekali. Pasti banyak kamar kosong di sini," kata Alea sembari masih mengikuti langkah kaki Zavier di depannya.

Zavier tak menjawab dan turun ke tangga menuju halaman depan.

Alea mengedarkan pandangannya ke area mansion itu.

"Masuklah," ucap Zavier pada Alea.

"Kau mau mengantarku? Aku ingin tinggal di hotel untuk sementara karena aku tak ingin bertemu dengan ayahku dulu untuk saat ini. Ya, jika kau mengizinkan, aku tinggal di sini saja. Bagaimana?"

"Masuk," perintah Zavier dengan wajah datarnya.

Alea berdecak dan akhirnya masuk ke dalam mobil sport milik Zavier.

Tak lama kemudian, Zavier pun melajukan mobilnya.

Di tengah perjalanan, Alea menyadari ini bukan ke arah hotel yang sudah di katakannya tadi pada Zavier.

"Kau mau bawa aku ke mana, Zav? Ini adalah jalan menuju rumah ayahku," ucap Alea melihat ke arah Zavier.

Zavier masih tetap diam dan fokus menyetir.

"Zav... Turunkan aku di sini saja," kata Alea yang mulai sedikit panik.

Zavier tetap tak menyahut dan pandangannya tetap fokus ke depan.

"ZAV!!!" teriak Alea kesal.

"Diamlah dan duduk dengan tenang," ucap Zavier yang akhirnya berbicara pada Alea.

"Aku tak mau ke rumah ayahku! Turunkan aku sekarang!!!"

"Kau harus pulang," sahut Zavier tenang.

"TIDAK!! TURUNKAN AKU SEKARANG!!!"

“Tidak! Kau harus pulang kerumahmu sekarang juga.” Zavier kehilangan kontrol sehingga dia sedikit berteriak pada Alea.

"Apa maumu, Zav? Ini adalah urusanku dan bukan urusanmu!!!" teriak Alea tak kalah lantang.

Zavier tetap tak menjawab dan Alea mulai memukul lengannya.

"Hentikan!! Aku sedang menyetir!"

"Tidak, hentikan sekarang mobilnya!!" kesal Alea.

“Kau harus pulang, Alea," ucap Zavier.

"Apa maksudmu? Mengapa kau ikut campur urusanku, Zav?!!" marah Alea.

Lalu Zavier meminggirkan mobilnya dan menghentikannya.

Kemudian Alea pun berusaha membuka pintu mobil, tetapi Zavier menguncinya secara central.

"Zav!!! Jangan bercanda," ucap Alea marah.

Lalu Zavier memegang tangan Alea dan kemudian menatap matanya.

"Listen to me," ucap Zavier.

"Tidak, aku hanya ingin keluar dan aku tak membutuhkan nasehatmu," sahut Alea kesal.

Zavier menangkup pipi Alea dan memaksanya melihat ke arahnya.

"Tenanglah, oke? Sekarang dengarkan aku. Aku hanya ingin kau mendengarkanku sebentar aja."

"Aku sudah bilang aku tak ingin mendengarkanmu, bukan?" sahut Alea.

"Tapi untuk kali ini kau harus mendengarkanku," ucap Zavier.

"Tidak!!! Kalau aku bilang tidak ya tidak. Sekarang buka kuncinya karena aku mau keluar!!" kata Alea dengan wajah yang masih marah.

"ALEA! LISTEN TO ME!!!" teriak Zavier yang akhirnya dan menangkup kembali pipi Alea agar fokus melihat ke arahnya.

"Terjadi sesuatu pada ayahmu. Itu mengapa kita pulang hari ini," ucap Zavier pelan dan hati-hati.

Alea melihat ke arah Zavier dan pandangannya tampak menyiratkan ada kabar buruk yang ingin disampaikannya pada Alea.

"Apa maksudmu?" tanya Alea dengan nada heran.

"Ayahmu kecelakaan tadi malam, dan dia meninggal dunia," jawab Zavier dengan suara pelan.

Alea terpaku melihat ke arah Zavier dan dia tahu bahwa Zavier sedang tidak berbohong.

Kemudian Alea bersandar lemah pada kursi mobil dan dia melihat ke arah depan. Alea tak mengatakan apa pun, dan Zavier melepaskan tangannya dari rahang Alea. Lalu dia melanjutkan lagi mobilnya menuju ke rumah Alea.

Alea pun hanya teridam sepanjang perjalanan hingga akhirnya dia tiba di halaman depan rumahnya.

Alea langsung turun dari mobil Zavier dan berlari menuju rumahnya.

Zavier tak langsung turun dan menunggu di dalam mobil serta hanya melihat dari dalam mobil suasana rumah itu.

Dari jauh, terlihat Alea di tampar oleh seorang wanita tua. Hal itu membuat Zavier segera turun dari dalam mobil, dan menyusul Alea menuju ke beranda rumah.

Zavier berlari cepat karena melihat Alea kini jatuh di atas tanah karena tamparan ketiga dari wanita itu.

"Hentikan!!" ucap Zavier pada wanita itu sembari membantu Alea bangun dari posisi jatuhnya.

"Kau siapa? Kau tak punya urusan di rumah ini!" teriak wanita itu.

"Aku tidak apa-apa, Zav," ucap Alea dan melepaskan tangan Zavier dari lengannya.

"Kau tak berhak melihat jasad ayahmu, Alea!!" teriak wanita berambut putih itu lagi yang tak lain adalah nenek Alea.

Alea tak mendengarkannya dan tetap berjalan masuk melihat mayat sang ayah untuk terakhir kalinya.

Zavier memutuskan mendampingi Alea karena semua kerabat dan tamu tampak melihat Alea dengan tatapan sinis.

"Untuk apa kau pulang?" tanya Miranda, ibu tirinya.

Alea tak mengatakan apa pun dan berjalan menuju ke arah tubuh sang ayah yang sudah terbujur kaku.

Lalu Miranda menarik tangan Alea dan menjauhkannya dari peti mati Zean.

"Aku hanya ingin melihatnya, dia ayahku," ucap Alea pelan.

"Dia kecelakaan karena mencarimu, Alea. Seharusnya kau malu untuk menampakkan dirimu di rumah ini," ucap Miranda dengan wajah marahnya yang sinis.

Alea hanya mematung mendengar hal itu. Dia tak bisa menyangkal apa yang di katakan Miranda, karena apa yang di katakan oleh Miranda adalah sebuah kebenaran.

Lalu Zavier memegang tangan Alea dan membawanya kepeti mati ayahnya.

Zavier menatap tajam ke arah Miranda dan orang-orang disana yang ingin menghalangi Alea melihat jasad ayahnya untuk terakhir kalinya.

Kemudian Alea melangkah maju dan melihat wajah Zean yang sudah pucat.

Alea tak bisa membendung air matanya lagi. Dan Zavier pun tak mengganggunya. Dia hanya berdiri di samping Alea dan merangkul bahunya dengan tujuan memberinya ke kuatan.

Alea tak mengatakan apa pun dia hanya menangis saja. Dia merasa bersalah ketika dia melihat jasad ayahnya, karena itu mengingatkannya pada kesalahannya yang sudah dilakukannya beberapa hari yang lalu.

Lalu Alea berbalik dan pergi dari sana setelah merasa sudah cukup melihat sang ayah untuk terakhir kalinya.

Kemudian nenek Alea menghampirinya.

"Kau sudah tak diterima di sini, Alea. Kau membuat putra tunggalku meninggal sia-sia," ucap wanita tua itu.

"Dia cucu anda satu-satunya dan anda mengusirnya begitu saja?" ujar Zavier tajam pada nenek Alea.

"Ya, tapi aku sudah tak mengakuinya lagi, dan kini tak ada lagi hak apa pun lagi di rumah ini atau pun di perusahaan," jawab wanita itu.

Zavier melihat senyum tipis di wajah Miranda, wanita itu tampak senang dengan ultimatum yang sudah di katakan oleh pemegang kekuasaan di keluarga itu.

Lalu Alea melanjutkan langkahnya lagi menuju kursi yang ada di sana. Dia hanya duduk diam dan merenung.

Zavier masih mendampinginya sampai akhirnya jenazah Zean pun di makamkan di tempat yang tak terlalu jauh dari rumah itu.

Dan hingga semuanya sudah berakhir, Alea masih duduk di samping makam ayahnya. Tak ada tangisan dan kata-kata lagi. Alea hanya terdiam melihat gundukan tanah yang masih basah itu.

TBC.

Like and komen untuk lanjut!!!

ZAVALE (Bab 8-10)