— 264

2
0
Deskripsi

Narasi au the dark side part 264

— 264

Jeda yang lama di antara keduanya, sampai akhirnya Keira bergumam ini sembari memalingkan wajahnya ke arah Regan, “Nggak mungkin, R...”

“Gue juga bereaksi sama kayak lo, K, kemaren.” Regan berujar lirih, menegakkan punggungnya yang sudah lama membungkuk, kedua matanya perlahan terbuka sayu. “Gue berulang kali menyangkal apa yang gue denger. Tapi mau seperti apa pun sangkalan itu nggak akan ada gunanya setelah mengetahui fakta lain yang gue temui hari itu juga.”

Regan ingat, beberapa jam setelah mengetahui fakta dibalik kematian adiknya itu. Dia mencari pembuktian lain. Dia pergi ke sebuah pintu kayu dengan ukiran unik. Ruangan yang jadi alasan Argan memilih mengangkat kaki dari rumah, juga ruangan yang selalu Papanya wanti-wanti supaya jangan dekat-dekat.

“Ada satu ruangan yang kita berdua nggak punya izin buat masuk. Selama ini, gue bodo amat nggak mau tahu apa yang ada di dalem ruangan itu karena gue sangat menjunjung ‘semua orang punya privasi yang nggak harus orang lain tahu’, tapi buat Argan itu justru jadi keanehan yang harus dia cari tahu —kenapa Papa nggak bolehin kita berdua buat masuk."

"Argan tahu lebih dulu tentang isi dari ruangan itu, K. Dan begitu dia tahu, Argan lebih milih buat keluar dari rumah."

“Argan selalu bilang kalo orang tua kita nggak sebaik orang tua pada umumnya. Nggak sebaik yang gue kira mereka lebih milih liburan berdua sendiri daripada bareng sama anak-anak mereka. Lebih milih ngabisin waktu berdua daripada ngabisin waktu berempat sama kita-kita. Ketemu juga nggak tiap hari, super sibuk, nggak tahu hari-hari penting tentang anak-anaknya.”

"Tapi yang Argan maksud bukan itu." Regan diam lagi, tidak mampu untuk melanjutkan cerita. Matanya sudah berkaca-kaca ketika dia tidak sengaja bersitatap dengan Keira. "Orangtua gue ikut pesugihan dan korban-korbannya udah banyak.”

Di ruangan itu, hal pertama yang Regan temui adalah aroma yang begitu menyengat menusuk hidungnya, disusul dengan barang-barang asing nan mengerikan sejauh mata memandang. Regan menerobos semakin ke dalam dan tidak sengaja menemukan foto Argan ditumpukan bunga-bunga.

Tidak jauh dari letak foto tersebut, teronggok sebuah boneka yang terbuat dari jerami beserta tali panjang berwarna putih lusuh di dekatnya. Beberapa sesajen tergeletak, sudah diwadahi dengan piring yang terbuat dari tanah liat. Regan mengangkat foto Argan dengan tangan gemetar, hatinya berdesir. Sekitaran matanya memanas, hidungnya mendadak gatal, dan rahangnya mengeras.

"Di ruangan itu gue liat foto Argan."

Regan menutup cerita dengan air mata yang berjatuhan ke sisi wajahnya. Menangis dalam keheningan tanpa Keira sadari karena dirinya terlalu terlena dengan pikirannya sendiri, bahkan kulit di sekitaran kukunya yang telah mengelupas dan sedikit berdarah karena terus digaruk itu pun tidak mampu mengubah ekspresi wajahnya.

Selama ini, tiap jam tiga pagi, Keira selalu berkeluh-kesah tentang keluarganya yang menyebalkan itu. Ada banyak yang dia ceritakan tentang apa yang terjadi pada hari-harinya selama di rumah. Ketika dia sudah tidak sanggup lagi menahan perasaan yang bergejolak di dalam hatinya itu, dia tidak segan menyakiti dirinya sendiri.

Dan Regan akan mendengarkan, kadang sesekali menetralkan amarah Keira yang memuncak. Kalau sampai cewek itu menyakiti dirinya sendiri, dia sebisa mungkin akan menghentikan aksi itu. Dengan pelan dan lembut, memberitahunya bahwa ada cara lain tanpa harus diri sendiri yang terkena imbasnya.

Itu cukup ampuh untuk membuat Keira tenang. Terlebih, eksistensi Regan sangat berpengaruh bagi Keira. Tanpa Regan sadari kalau dirinya menjadi alasan cewek itu bertahan hingga detik ini.

Lalu, kabar yang Keira dengar barusan sangat membuat dirinya berpikiran yang tidak-tidak.

Bagaimana kalau Regan juga berakhir sama seperti Argan?

"Gimana kalo lo yang selanjutnya?” Keira melayangkan pertanyaan tersebut.

Regan tersedak ludahnya sendiri, memalingkan wajahnya pada Keira dengan mata terbelalak.  "Menurut lo mereka bakal tega ngelakuin itu untuk kedua kalinya, K?"

"Entah, tapi siapa tahu kan." Keira berujar skeptis. "Orang-orang yang mendewakan uang selalu ngelakuin segala macam cara supaya mereka nggak jatuh miskin.  Papa gue bahkan jatuhin harga dirinya cuma buat bisa balik lagi ke rumah karena finansialnya yang hancur setelah mama tiada karena ngelahirin gue ke dunia.  Apalagi orangtua lo yang ikut pesugihan dan udah ada banyak korban, sampe ke adek lo sendiri juga kena.”

"Kemungkinan besar gue juga akan berakhir sama kayak Argan." Regan menambahkan sambil tersenyum pahit.

"Lo harus pergi sejauh mungkin. Kalo perlu menghilang dari hadapan mereka berdua, tinggalin Jakarta biar mereka susah nyariin lo."

"Gue memang berniat pergi sebelum gue sendiri yang kena, K." Regan menghela napasnya yang berat. "Tapi—”

"Lo bisa ngelakuin itu, R. Gue bakal dukung lo sepenuhnya. Lo bakal pergi ke mana? Gue ikut."

Regan tertegun, kedua kelopak matanya mengerjap-ngerjap.

"Jangan sampai lo jadi yang selanjutnya. Gue nggak mau kehilangan lo, R. Jangan mati sebelum gue," lanjut Keira, dengan gelagatnya yang gelisah.

Regan menggelengkan kepalanya, tertawa pelan dengan pandangan lurus ke depan*. "Apa sih, K. Emang apa yang bakal lo lakuin kalo gue mati sebelum lo?"*

"Gue bakal mati bunuh diri."

Regan tidak menyangka kalau pertanyaannya akan dianggap serius oleh Keira. Rasanya seluruh darah dalam tubuhnya mendadak berhenti mengalir, napasnya tercekat, kedua matanya membeliak kaget.

Dengan perlahan, Regan menatap cewek di sampingnya dengan segudang pertanyaan tersemat dalam hati.

Kenapa lo ngomong begitu, K?


"Gue sepengaruh itu ya buat lo?"

Tangan Regan bergerak mengambil rokok yang tersemat di antara bibirnya, lalu melemparkannya asal ke bawah. Sorot matanya turun, terpaku pada puntung rokok yang makin menghilang dari pandangan.

“Lo segalanya buat gue, R." Keira membalas. "Saat gue tahu berita kecelakaan lo hari itu, dunia gue seketika hancur. Gue merasa gue nggak punya alasan lagi buat hidup. Tanpa lo—”

“Gue bukan dunia lo, K. Dan lo nggak boleh hidup bersama seseorang yang punya catatan kriminal.”

"....."

“Kecelakaan itu ada karena disengaja. Inget apa yang lo bilang waktu itu, lo bakal dukung gue sepenuhnya. Sebelum gue menghilang dari hadapan mereka, gue harus membalaskan dendam atas kematian Argan dengan kematian juga. Tapi gue nggak mau lo terlibat dalam masalah gue.”

“Gue mau lo punya kehidupan baik, K."

Keira lantas tergelak sumbing. “Kehidupan baik seperti apa yang lo maksud?” Gelak tawanya masih terus terdengar sampai membuat bulir air menepi di ujung matanya. “Yang lo liat sekarang itu kehidupan baik seperti yang lo harapkan? Begitu, R?”

“Enggak. Gue nggak suka ngeliat lo berakhir kayak begini. Gue nggak suka dipertemukan dengan keadaan kita yang sekarang.”

"Lantas kenapa lo pergi ninggalin gue sendirian, R? Gue butuh elo!"

Bukan ini yang Regan harapkan sepuluh tahun silam. Dia tidak mau melibatkan Keira dalam masalah yang akan terjadi padanya saat itu —rencana untuk melenyapkan kedua orang tuanya— karena itu akan mempersulit kehidupan Keira untuk ke depannya nanti. Apalagi dengan latar belakang keluarga Keira yang seperti itu hanya akan memperburuk keadaan jika Regan masih tetap berada di sekitarnya.

Namun, Regan melupakan segala kemungkinan terburuk yang lain, jika dirinya tidak berada di sekitar Keirasya Nala.

“Lo lupa sama ucapan gue waktu itu?” Keira beranjak dari duduknya, berjalan beberapa langkah menjauhi Regan. “Jangan mati sebelum gue…”

Regan menoleh, menarik napasnya dalam-dalam sebelum akhirnya mendengar perkataan selanjutnya dari Keira.

“…. kalau sampai lo mati, gue bakal mati juga dengan bunuh diri.”

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya — 265
2
0
Narasi the dark side part 265
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan